Bab 77"Hai, Nona Tiara. Ternyata kita bertemu di sini," sapanya ramah. Lola tersenyum manis, selama di dalam penjara ia tak memiliki teman. Mereka semua terlalu sangar tetapi tak bisa membuat gadis tomboy itu bertekuk lutut pada mereka. Justru sebaliknya mereka takut kepada Lola. Lola akan menghadapi mereka dengan santai tanpa menyentuh terlebih dulu. Tiara membuang muka, tatapan Lola memiliki sesuatu terselubung. Semua orang sedang jahat kepadanya. Tiara harus berhati-hati. "Ayo berdiri Nona!" Lola menjulurkan tangan ke arah Tiara. Namun, tangan Lola ditepis kasar. "Jangan sok baik padaku. Pergi!" Lola tertawa terbahak-bahak. Tiara bukan majikannya lagi jadi untuk apa malu tertawa di depan mantan bosnya. Tiara bangkit dan membersihkan pakaian dari debu yang tak terlihat. Ia menatap para penghuni sel tersebut berjumlah lima orang. Sel terasa sempit. Tak ada rajang untuk mereka. Hanya sehelai tikar sebagai alas pembaringan. "Apa lihat-lihat!" tantang salah satu dari mereka ber
Bab 78 "Silahkan masuk!" Lola hanya menatap wanita di dalam mobil itu. Ia ragu untuk duduk di sampingnya. Wanita yang berkelas dan terlihat sombong. Tubuh Lola berdiri cukup lama. Ingin kabur tetapi ada pria di belakang tubuhnya. Pria itu pasti menahan tubuh Lola. "Jangan takut. Aku tak akan mengigit. Masuklah. Kamu aman bersamaku." Senyum merekah di wajah cantiknya. "Silahkan masuk Nona Lola!" ucap pria yang berdiri di belakang Lola. "Aku naik taksi saja." "Ikulah dengan aku sebentar. Aku tak akan menyakitimu. Janjiku." Lola menudukkan kepala dan melirik pria yang masih berdiri di belakang tubuhnya. "Masuklah. Aku tahu kamu capai dan lelah." Lola masuk ke dalam kemudian pintu di tutup oleh supir. Lola masih menatap wanita yang duduk di sampingnya dan bersikap waspada. Lola terkejut ketika tangan lentik wanita itu hendak mengambil sesuatu. Di belakang tubuhnya. "Jangan macam-macam!" bentak Lola memundurkan duduknya. Menatap tajam dan hendak keluar mobil. "Aku hanya ingin
Bab 79 "Mau apa kamu ke sini?" Tiara menatap wanita yang duduk elegan di atas kursi kayu. "Aku mau menjengukmu. Ini makanlah!" Angelica membawa beberapa makanan kesukaan Tiara. Aroma tercium hingga menusuk hidung. Wanita yang mengenakan pakaian orange menatap Angelica curiga. Ia enggan menyentuh pemberian dari wanita saingannya. "Kamu pasti senang karena aku berada di penjara?" Tiara berkata ketus. "Biasa saja. Aku ke sini antar makanan untukmu. Aku yakin makanan di sini tak enak." Angelica tertawa pelan. Ia tak lepas menatap wanita di hadapannya. "Aku tak butuh. Pergilah!" usir Tiara mengerakkan kepala. Kedua tangan diborgol. "Kamu yakin? Aku membawa salad, buah apel dan juga steak salmon. Apa kamu rela memberikan kepada orang lain?" Tiara menelan salivanya dalam. Ia belum makan sejak kemaren. Ia menatap makanan yng masih berada di bungkusnya. "Makanlah. Kamu memiliki banyak waktu atau kamu mau bawa masuk ke dalam dan direbut oleh penghuni penjara lain?" Tiara mengelengkan
Bab 80 Angelica menetap beberapa barang yang diperlihatkan oleh Seno. Wanita itu tahu benda apa itu. Angelica harus menghentikan kegilaan Seno yang semakin merajalela. Ia takut Tiara akan mengalami hal yang lebih parah. Rasa benci Seno akan adiknya begitu besar. Hingga pria itu nekad melakukan hal gila. Angelica tak ingin Seno terjebak lebih dalam. Ia ingin Tiara mendapatkan hukum setimpal atas perbuatannya. "Ya Tuhan, semoga saja tak terlambat." Angelica menatap ponsel berharap ia bisa mencegah kejadian itu. Seno berdiri di tempat yang tepat. Ia menunggu sesuatu terjadi di kantor polisi itu. Tubuhnya terbalut jaket hitam. Seno memandang tempat Tiara berada, wanita yang telah membuat hatinya terluka. Menatap jam tangan yang melingkar di lengan. "Satu, dua, tiga, duar!" Seno tersenyum licik ketika dua mobil polisi meledak hingga terbakar. Semua petugas keluar dari dalam kantor. Mereka mencoba memadamkan api dalam mobil. "Cepat singkirkan kendaraan lain!" teriak salah satu petuga
Bab 81 Seno mengikat tubuh Tiara di kursi kayu. Ia menatap wajah cantik mantan istrinya. "Cantik doang tapi hatinya busuk," maki Seno dengan tatapan benci. Seno tak pernah menyangka kalau dirinya akan seperti ini hanya karena cinta. Tangan kekar Seno melayang di udara dan berakhir di wajah Tiara. Wanita itu terbangun, merasakan perih di pipi kanan. Rintihan kecil terdengar di bibir Tiara."Bangun Tiara!" Wanita yang terikat di kursi kayu dengan pakaian serba orange membuka mata perlahan. Ia tahu hidupnya akan berakhir di tangan sang mantan. "Seno." "Selamat datang putri tidur. Sudah waktunya kamu bangun." "Aku di mana?" "Di istana yang akan menjadi tempat paling indah untukmu." Seno menyeringai menatap mangsa yang tak akan bisa pergi lagi dari hidupnya. Sudah waktunya untuk mengakhiri semuanya. "Seno aku ...." "Sst! Diam Sayang. Jangan berbicara. Sudah waktunya kamu menikmati indahnya dunia ini. Tanpa ada rasa sakit sedikitpun." Tiara menatap wajah Seno, pria yang dulu san
Bab 82 "Api! Panas!" Seno melihat Tiara tak merasa iba. Baginya kesakitan Tiara adalah kebahagiaan yang hakiki, harus ia resapi hingga masuk ke dalam hati. Suara penuh penderitaan terasa indah di telinga Seno. Pria itu tertawa terbahak-bahak menatap kesakitan Tiara. Tubuh Tiara merasakan panas di sekitarnya. Tiara bagai kambing yang siap di bakar. Asap tebal mulai memenuhi rumah tua itu. Tak ada yang tahu apa yang terjadi. Mereka hanya tahu ada seseorang yang membakar di sekitar rumah tua itu. Seno merekam Tiara yang kepanasan akibat ulahnya. Ia terkekeh berkali-kali. Adegan demi adegan ia rekam hingga wajah kesakitan Tiara terekam sempurna. Hingga Seno tak menyadari pakaian Tiara dibagian kaki mulai terkena api. "Api!" Tiara menatap api menyentuh celananya. Kulitnya terasa melepuh. Pria itu mengambil air untuk memadamkan api tersebut. Belum waktunya Tiara mati. Wanita itu harus mendapat siksaan secara perlahan. Uhuk! uhuk! Tiara terbatuk-batuk menghisap banyak asap. Kedua m
Bab 83 Setelah Angelica bekerja sama dengan polisi mencari mobil milik Seno. Mereka semua mencari keberadaan mobil itu dengan bantuan para polisi daerah lain terutama polisi lalu lintas. Angelica dan Lola mengikuti para polisi di belakangnya. "Kayaknya kita lewat jalan biasa saja jangan jalan tol. Aku yakin Seno tak lewat situ." "Tapi, para petugas bilang Seno menuju ujung kota." Lola menimpali ucapan Angelica. "Gak semua CCTV terpasang di jalan. Kita jalan lewat biasa saja, Pak," ucap Angelica kepada supir. "Kenapa kamu gak bawa anak buah?" "Gak mungkin aku bawa mereka sedangkan aku masih tahap penyamaran. Mereka gak akan kenal wajahku." "Itulah manusia kalau terfokus dengan dendam," sindir Lola. "Memangnya kamu tak dendam dengan adikku?" "Aku biasa saja. Karena aku tahu dendam itu akan membuat petaka." Angelica merasa tersindir. Sejak pertama penyamaran hingga sekarang hatinya penuh dengan dendam. "Bagaimana kamu bisa memaafkan mereka?""Biarkan saja karma yang akan memb
Bab 84 Angelica masih berusaha mencari keberadaan adiknya. Ia harus menemukan wanita itu sebelum Seno membunuh. "Ke mana lagi kita Nona?" tanya supir yang mengemudi di depan mereka. Sejak tadi hanya berkeliling saja tanpa tujuan jelas. "Jalan saja terus. Ikuti jalan ini hingga ke atas." Hanya ada satu jalan saja. "Baik, Nona." Pohon-pohon menjulang tinggi, jalan becek akibat hujan semalam. Tak ada rumah yang tinggal di daerah itu. Angelica dan Lola masih menatap jalan sekitar. Di kejauhan, Lola melihat sebuah mobil di antara pepohonan. Walau tak jelas benda itu berjalan menuju arah atas. "Lihat itu!" Tunjuk jari Lola. "Pak, kejar dia!" Jalan tanah dan bebatuan membuat kendaraan sulit untuk melaju. Kecepatan tak bisa ditambah lagi. Situasi dan keadaan tak mendukung. "Apa tak bisa cepat?" omel Angelica tak sabaran karena mobil Seno sudah tak terlihat. "Tidak bisa Nona. Jalannya hancur." Angelica hanya pasrah. Ia berpikir ke mana Seno membawa adiknya itu. "Seno pasti membawan