Asisten pribadi Elektra keluar dari ruangan setelah urusannya beres. Sementara Elektra dan Magno meneruskan pembicaraan mereka. kali ini mereka membicarakan hal yang cukup penting. Mereka bicara mengenai keluarga Mathias. Orang dari masa lalu Elektra.
"Magno, apakah kamu sudah bertemu dengan keluarga Mathias?" tanya Elektra dengan mimik muka serius.
Setiap kali memikirkan apalagi membicarakan mereka otot-otot tubuh Elektra seolah kaku dan mengejang menahan beribu lara.
Mendengar pertanyaan Elektra, Magno tahu ke arah mana atasannya itu akan membawa perbincangan tersebut.
"Elektra, menyelidiki dan mengawasi keluarga Mathias adalah agenda kita yang terpenting setelah mendirikan perusahaan Firma."
"Ya, kau benar. Seperti yang sudah kita rencanakan sebelum kepulangan kita ke sini. Mereka adalah target utama kita."
Apa yang dikatakan Elektra sangat jelas. Tentu saja memburu keluarga Mathias dilakukan bukan tanpa alasan.
Elektra akan pulang
Suara barang-barang berhamburan dan pecah terdengar. Keadaan lantai begitu berantakan, Arsen hanya bisa mengusap wajahnya dengan kasar. Vero semakin menjadi-jadi. Tidak ada satupun maid yang berani keluar di saat Vero memulai pertengkaran dengan Arsen, sudah menjadi makanan sehari-hari mereka jika Vero marah, hal itu pula menjadikan Arsen yang jarang untuk pulang ke rumah. “Kau mengajaknya makan malam bersama kita?” tanya Vero saat Arsen baru saja pulang. Niat hati datang untuk memberitahu Vero agar bersiap-siap karena mereka akan makan malam bersama Elektra tapi penyambutan yang dia dapatkan benar-benar di luar ekspetasinya. “Aku tidak ingin berdebat denganmu, Vero. Tidak untuk sekarang.” Arsen memohon sambil melihat Vero yang tengah menggebu-gebu. Suaranya dipenuhi kelelahan serta rasa sakit kepala. “Kau mengundangnya makan malam denganmu seperti yang kau lakukan saat di Itali, kenapa? Apa karena dia mirip dengan wanita itu?” Suara barang jatuh lagi terdengar, kali ini sebuah p
Suasana meja makan sedikit mencekam, kehadiran Elektra membuat suasananya sedikit menegang. Hanya ada dentingan peralatan makan yang beradu terdengar.“Emm … Miss Elektra—“ Suara Sonia terdengar membuat Elektra menghentikan aktifitasnya dan melihat ke asal suara. Begitu pula yang lain, semuanya ikut menghentikan makan mereka.Mereka takut membuat kesalahan, karena wanita di hadapan mereka bukan wanita yang pernah mereka kenal. Wanita di hadapan mereka tidak bisa tersinggung, jika hal itu terjadi mereka harus bersiap kehilangan semuanya.“Bagaimana Anda hidup tanpa diketahui orang-orang selama ini?” Pertanyaan itu sangat konyol bagi Elektra. “Maksud saya, keluarga Anda sangat pandai menyebunyikan identitas Anda selama ini.”“Ayah saya terlalu overprotektif,” jawab Elektra sekadarnya.Overprotektif? Dia ingin tertawa mengingat itu. Bahkan saat Ankara memperkenalkannya pada bisnis keluarga dia telah mendapatkan cukup banyak ancaman, bahkan saat dia diperkenalkan pada dunia sudah beberapa
“Kau benar-benar keterlaluan, Vero,” seru Arsen yang menarik pergelangan tangan sang istri menjauh dari keluarganya yang tengah berbincang dengan Elektra. “Keterlaluan katamu? Kau yang keterlaluan, kau tidak berhenti menatapnya saat makan malam tadi. Sadar, dia bukan Alika. Dia wanita lain, hanya wajahnya saja yang mirip,” bantah Vero, dia tidak mau kalah dari sang suami. “Kalau matamu tidak melihatnya seperti itu, aku tidak akan mencari masalah,” bentak Vero lagi kemudian meninggalkan Arsen yang terdiam. Dia tidak bisa pungkiri jika dia tidak bisa berpaling menatap Elektra, hidupnya yang hilang seakan kembali saat melihat wanita itu. Saat akan kembali ke rumah, Vero berpapasan dengan Elektra. “Aku yakin kau Alika, kau pasti sedang berpura-pura menjadi putri dari keluarga kaya raya. Apa kau menjual tubuhmu pada keluarga itu?” Elektra bukan tidak mengerti apa yang dikatakan Vero padanya, hanya saja belum mengatakan apapun, Vero telah pergi saat melihat Arsen. Dari kejauhan Arsen me
Beberapa hari sebelum kedatangan Elektra ke Indonesia Arsen hanya bisa melihat foto Elektra yang di sosial media, itu pun dibagikan oleh para reporter yang berhasil mendapatkan fotonya. Wajah itu mirip dengan sang kekasih, cantik dan baginya yang paling mempesona. Kecantikan dan kebaikan Alika pernah membuat Arsen jatuh cinta setengah mati padanya. Bahkan mereka sudah merencanakan untuk merajut masa depan yang indah berdua. Namun sayang, takdir tidak berpihak pada mereka. Tiba-tiba badai itu datang menerjang mereka. Arsen tak bisa memenuhi janjinya dan terpaksa berusaha menjauhkannya dari dirinya. Tak disangka sang kekasih itu justru datang dan menjadi saksi sejarah pengkhianatan terbesar yang dia lakukan. Arsen masih ingat bagaimana Alika datang ke altar tempat dia Vero melakukan pemberkatan pernikahan dengan marah dan tangis yang bercampur jadi satu. “Huh. Maaf!” Arsen bergumam sendiri. Arsen masih teringat betapa panas pipinya terkena tamparan kekasihnya itu. Tak sadar, Arsen
Elektra tenang mendengarkan suara pria di seberang panggilan, walaupun dia mengerutkan alisnya mendengar penjelasan dari pria di seberang sana. “Ah, begitu. Okay, it’s okay,” ucap Elektra. Kemudian panggilan itu mati. Beberapa detik kemudian sebuah pesan masuk. “Nona. Pria itu membatalkan janji untuk mentraktir Anda,” ucap Magno saat menerima notifikasi pemberitahuan. “Ya. Dia tidak bisa mentraktirku sekarang!” “Oh. Apa dia bilang alasannya?” “Tidak. Dia hanya bilang akan menghubungiku!” “Kenapa menerima ajakannya? Biasanya Anda akan menolaknya—“ Magno tidak melanjutkan kalimatnya. “Aku lupa memberitahumu karena sibuk dengan keluarga Matthias. Klien ingin bertemu di swiss,” seru Magno. “Aku sudah menjadwalkan penerbanganmu malam ini.” “Kenapa sangat mendadak?” bentak Elektra melihat arloginya. “Aku lupa memberitahumu, bukan mendadak.” “Cih. Bilang saja kau ingin dipecat.” “Anda tidak bisa memecat
“Magno, apa kamu sudah cek email dariku?” tanya Elektra kepada Magno yang saat itu masuk ke ruangan kerjanya.Magno terlihat sempat berpikir sebentar karena ada banyak sekali email yang dikirimkan oleh Bosnya itu. “Hmm, yang mana ya?” tanya Magno saat dia tak mengingat email mana yang dimaksud oleh Elektra.“Aku forward email calon client dari Swiss. Aku tidak ingin pergi!”“Nona. Anda tidak biasanya seperti ini.”“Menurutmu aku harus terima walaupun aku tidak ingin pergi?” tanya Elektra.“Ya. Anda harus pergi, dia sudah beberapa kali menjadwalkan pertemuan dengan Anda, Nona. Jika menolak lagi—“ Perkataan Magno terhenti, pria itu duduk di kursi depan Elektra. Lelaki itu kemudian membuka iPad-nya dan mempelajari profil dari si pengirim email.“Perasaanku mengatakan aku tidak harus pergi ke sana,” ucap Elektra. “Kau tahu ‘kan, jika aku punya perasaan aneh, akan terjadi sesuatu.”Magno yang tengah menatap layar iPad menganggukan kepala.“Nona. Itu perasaan Anda saja. Lagipula, tampaknya
Elektra masih terus terdiam dia belum juga menjawab tawaran dari Regan. Elektra memandang ke sekelilingnya. Suasana sudah semakin senja, tempat tujuannya juga masih jauh sementara tidak ada kendaraan umum yang lewat lewat situ. Regan kembali bertanya. "Bagaimana? Ikut saya saja? Saya antarkan sampai tujuan. Tenang saja saya sudah beberapa hari di tempat ini jadi saya sudah tahu jalan," kata dia. Elektra tersenyum tipis pemuda di depannya ini baru beberapa hari di Swiss tapi dia sangat percaya diri. Walaupun enggan mendapatkan bantuan, Elektra akhirnya menerima bantuan dari Regan, daripada dia tidak juga sampai ke tempat tujuannya. "Oke, baiklah. Aku terima tawaranmu, tolong antarkan aku ke tempat tujuanku." "With my pleasure," jawab Regan sambil dia mempersilahkan Elektra untuk masuk ke mobilnya. Elektra melangkah ke arah mobil. Buru-buru rekan berjalan cepat dan membukakan pintu mobil. "Terima kasih," kata Elektra sambil naik. Regan kemudian memutar ke depan mobil dan dia masuk
Elektra dan Regan baru tiba di penginapan saat matahari hampir terbenam. Hotel yang mereka tujuh bergaya bangunan klasik Eropa. Arsitekturnya yang unik dan indah membuat Regan bercak kagum.Dia spontan mengeluarkan ponsel dari sakunya kemudian mengabadikan bagian-bagian Hotel itu yang menurutnya estetik. Regan bahkan sempat meminta Elektra untuk mengambil fotonya. Namun, Elektra tidak mau ketiga dia diajak berfoto olehnya. Tadinya Regan ingin memaksanya tetapi dia sungkan karena Elektra sudah menunjukkan wajah kelelahan.Elektra segera menuju ke meja resepsionis dan dia menunjukkan bukti reservasi online-nya. Begitu pula dengan Regan, karena semula dia tidak berencana menginap di tempat itu dia akhirnya memesan kamar yang baru.Regan tadinya ragu-ragu mau menginap di tempat itu karena pasti mahal sekali, tetapi sebagai balasan karena sudah menolong Elektra, Elektra yang membayar semua biaya akomodasinya. “Elektra, aku tak mau merepotkanmu,” kata Regan yang tidak enak. Elektra mengge
Vero yang baru tiba di kantor menghamburkan seluruh barang-barang di atas mejanya. Dia memekik membuat sang asisten masuk ke dalam ruangannya.“Keluar,” bentak Vero.Tangan Vero mengepal erat, melihat bagaimana Arsen mencium Elektra. Dia bahkan tidak pernah mendapatkan sentuhan dari suaminya tapi wanita yang baru dikenal itu mendapatkannya.“Elektra sialan,” umpatnya sambil melemparkan ponsel sembarang arah. “Berani sekali wanita itu. Berani sekali dia tersenyum seperti itu,” geram Vero.Suara barang-barang yang dibanting terdengar hingga keluar tapi tidak ada yang berani mendekat kea rah ruangannya. Mereka sudah tahu bagaimana sikap Vero jika marah.Namun berbeda dengan Elektra yang tengah santai di dalam mobil Arsen, wanita itu seakan tidak terjadi apa-apa. Arsen sesekali melirik ke arah wanita disampingnya.“M-maaf jika saya membuat Anda tidak nyaman,” seru Arsen membuka suara.“No problem. Aku yakin Anda melihatku karena wajahku mirip dengan Alika.”“M-maaf.” Elektra tersenyum men
Vero yang baru tiba di kantor menghamburkan seluruh barang-barang di atas mejanya. Dia memekik membuat sang asisten masuk ke dalam ruangannya.“Keluar,” bentak Vero.Tangan Vero mengepal erat, melihat bagaimana Arsen mencium Elektra. Dia bahkan tidak pernah mendapatkan sentuhan dari suaminya tapi wanita yang baru dikenal itu mendapatkannya.“Elektra sialan,” umpatnya sambil melemparkan ponsel sembarang arah. “Berani sekali wanita itu. Berani sekali dia tersenyum seperti itu,” geram Vero.Suara barang-barang yang dibanting terdengar hingga keluar tapi tidak ada yang berani mendekat kea rah ruangannya. Mereka sudah tahu bagaimana sikap Vero jika marah.Namun berbeda dengan Elektra yang tengah santai di dalam mobil Arsen, wanita itu seakan tidak terjadi apa-apa. Arsen sesekali melirik ke arah wanita disampingnya.“M-maaf jika saya membuat Anda tidak nyaman,” seru Arsen membuka suara.“No problem. Aku yakin Anda melihatku karena wajahku mirip dengan Alika.”“M-maaf.” Elektra tersenyum men
Hotline berita begitu menarik banyak perhatian public. Di mana mereka menulis jika Elektra membela seorang pelaku dengan menjadi pengacaranya.“Tch. Sudah kuduga akan seperti ini,” gerutu Elektra kemudian menyambar remote dan mematikannya.Magno baru saja masuk dengan wajah yang sulit untuk diartikan. “Kita ke kantor.”“Banyak reporter di sana.”“Kau tidak bisa menangani mereka, huh?”Melihat raut wajah Magno dia bisa tahu jawabannya. “Aku tidak akan mati hanya karena mereka, ayo kita ke kantor,” ucap Elektra.Saat tiba di parkiran mata Elektra tertuju pada Regan yang berdiri di samping mobil. Magno pun terkejut dengan kehadiran pria itu.“Apa yang kau lakukan di sini?”“Aku mengkhawatirkanmu, aku melihat berita dan datang. Kau tidak membalas pesan ataupun mengangkat telponku.”Elektra baru ingat dia tidak memang ponselnya. “Kau mau ke kantor?” Regan lagi-lagi bertanya. “Ikut denganku di dalam mobil, mereka pasti akan mengenali mobilmu tapi mereka tidak akan mencegah mobilku masuk,” t
Arsen benar-benar tidak bisa terima jika ada pria lain yang mendekat pada Elektra. Keinginannya mendekati Elektra berubah menjadi obsesi.“Enak ‘kan? Aku tebak kau tidak pernah merasakan nasi goreng seperti ini,” seru Regan. “Mau lagi?” Regan kembali menyendok nasi miliknya dan menyuapi Elektra. Lagi-lagi Elektra membuka mulutnya menerima suapan dari Regan.Mungkin banyak yang mengira jika keduanya adalah sepasang kekasih yang tengah berkencan.Di saat bersamaan, sebuah ponsel di atas meja berbunyi menampilkan sebuah pesan. Melihat pesan yang dikirimkan padanya membuat pria itu mengerutkan kening, sesaat kemudian menghubungi yang mengirimkan pesan padanya.“Pergi dari sana. Jangan ganggu dia, jangan sampai ketahuan.”“Baik Tuan.”Saat menerima pesan dari anak buahnya, Ankara memejamkan mata. Kemudian menghubungi satu nama di ponselnya. “Tolong cari informasi mengenai seseorang untukku,” serunya kemudian mematikan panggilan tapi mengirimkan satu foto.“Kau tidak akan menolak sepiring n
Dari kejauhan terlihat pria yang tadi mengirimkan pesan pada Elektra, dia tersenyum sambil melambaikan tangannya ke arah wanita yang dilihatnya baru saja keluar dari pintu lift menuju basement kantor.“Kau mengajakku keluar karena ingin membayar hutangmu?”Regan segera menganggukan kepala. “Ya, dan juga ingin merayakan denganmu karena diterima menjadi pengacara di sini,” jawab Regan jujur.“Ayo,” seru Regan membukakan pintu mobilnya. “Maaf, mobil saya tidak seperti mobilmu,” ucap Regan saat masuk ke dalam mobil.Elektra bahkan tidak mempermasalahkan itu, apalagi bau parfum menyengat, tidak buruk menurutnya. Wanginya menenangkan dengan aroma kayu.Tidak ada ekspresi di wajah Elektra saat masuk ke dalam mobil. “Apa kau tidak suka dengan mobilku? Kita bisa—““Tidak. Ayo pergi saja,” bantah Elektra menenangkan Regan yang terlihat sedikit segan dengan sikapnya.H
Elektra mengumpati dirinya yang saat ini tengah duduk di dalam mobil sambil memperhatikan seseorang dari dalam mobil. Magno yang ada disampingnya pun menatap dengan penuh tanya, mengenai apa yang dilakukan oleh sang nona.Mata Elektra tertuju pada pria yang berada di dalam restoran, beberapa saat kemudian pria itu beranjak dari restoran tersebut. Dia berjalan santai menuju parkiran dan menyadari jika hari sudah sore. Buru-buru ia mengemudikan mobilnya meninggalkan tempat itu.Tanpa disadari—Elektra yang bersembunyi di dalam mobilnya kini membuntuti Regan. Ternyata dia juga penasaran terhadap laki-laki itu karena selalu mengajaknya bicara.“Kau tertarik dengannya?” Magno barulah membuka suara. Lirikan tajam dari Elektra terlihat, “Okay. Aku tidak akan bertanya lagi,” lanjutnya.Seram juga menanyakan hal seperti itu pada Elektra. Namun, dia suka jika Elektra menunjukan sikap seperti itu.Magno sengaja memberi jarak yang
"Hai, tu— tunggu." Regan mencoba menahan Elektra agar tidak pergi.Sayangnya, wanita itu tidak ingin bicara dan langsung mengemudikan mobilnya meninggalkan Regan."Ah, sial!" umpat Regan karena lagi-lagi dia gagal mengajak Elektra bicara. “Padahal dia ingin mentraktirnya.”Dia pun memilih pergi dari Firma Hukum Lyosa karena masih ada perut kelaparan yang harus diberi makan. Regan lantas mengemudikan mobilnya menuju sebuah restoran terdekat.Lagi-lagi kedatangan Regan di restoran tersebut mengundang perhatian orang-orang sekitar. Ketampanannya memang telah diakui banyak orang. Namun, Regan sendiri bingung mengapa Elektra sama sekali tidak tertarik padanya? Bahkan setelah mereka bertemu beberapa kali."Ck! Aku sungguh tidak nyaman ditatap oleh mereka seperti itu," celetuk Regan seraya memasuki restoran.Walaupun begitu, dia tidak berniat untuk mencari tempat makan yang lainnya. Regan sengaja memilih tempat duduk di sudu
Kamar yang tertata rapi, deretan buku-buku hukum ada di dalam membuat kamar tersebut sesuai dengan pemilik kamar. Sederhana tapi sangat bersih."Bangun, Regan. Katamu ada acara hari ini?" Seorang wanita berkata lembut setelah membuka korden jendela kamar putranya."Iya, Ma," jawab laki-laki itu seraya berkedip cepat.Dia ingat sekali jika hari ini akan ada interview bagi orang-orang yang sudah mendaftar di Firma Hukum Lyosha. Seketika Regan bangun dengan penuh semangat dan ingin segera diwawancarai, sekaligus berharap bisa bertemu pengacara cantik lagi di sana."Aku mandi dulu ya, Ma," pamit Regan."Iya, Sayang," sahutnya.Begitu Regan masuk kamar mandi, wanita paruh baya itu langsung membereskan tempat tidur sang putra. Kemudian—menyiapkan sarapan dan melakukan aktivitas yang lain.Berhubung sudah hampir terlambat, Regan mempercepat proses mandinya dan segera memakai baju se-rapi mungkin. Dia berdiri di depan cer
Elektra lagi-lagi terbangun melihat ruangan yang berbeda. Ruang kamar dengan cat berwarna abu. “Sial. Kenapa aku tidak sadar jika dia menggendongku pulang,” gerutu Elektra sambil mengacak rambut. Setelah merasa nyawanya terkumpul, Elektra turun dari tempat tidur, dia mencari keberadaan Magno tetapi tidak menemukan pria itu di manapun. Namun, sarapan pagi berada di atas meja membuatnya segera menyantapnya. “Ke mana perginya, dia? Bukankah ini masih pagi?” tanya Elektra sambil mencari letak jam, dia ingin tahu saat ini pukul berapa. Namun saat dia melihat jam, begitu terkejut dirinya. “Astaga. Apa aku tidur selama itu?” tanya Elektra. Jam telah menunjukan pukul 3 sore. Sesaat Elektra terdiam. “Makanannya masih hangat, apa dia pulang dan membuatkanku makanan?” Elektra tersadar mengenai hal itu. Setelah menyelesaikan makannya, Elektra bergegas membersihkan diri. Di dalam kamar tersedia pakaian ganti untuknya. “Dia selalu tahu, fash