Suaranya cukup keras sehingga menyita perhatian beberapa orang yang duduk dekat dengannya. Saat ini dia sedang di kantin. ["Apa kamu tidak salah lihat? Apa mereka berpelukan atau melakukan hal yang mencurigakan?" dia bertanya dengan suara pelan tapi raut wajahnya terlihat panik sekaligus kesal.]"Iya, Bu. Ti-tidak seperti itu sih, karena masih di area kantor. Tapi mereka bicara cukup dekat dan baru kali ini saya lihat Pak Joseph berdua saja dengan wanita, biasanya bersama Tuan Adrian!" jelasnya lagi. Wanita yang menerima panggilan telepon itu adalah Kinan. Dia sengaja menyuruh karyawan itu untuk memata-matai Joseph dan memberikan laporan padanya kalau ada sesuatu yang mencurigakan. Hanya itu yang bisa dia lakukan karena setelah kejadian saat pesta kemarin, dia merasa harus lebih mengenal Joseph.Kinan tau pria itu lebih sering menghabiskan waktunya bekerja di perusahaan, jadi dia pun memanfaatkan posisinya sebagai sepupu Adrian untuk membayar salah satu karyawan di sana supaya leb
Dari balik pintu kaca mobil itu, dia bisa melihat Adrian bersama Clara sedang berdiri berdampingan dan terlihat mesra. "Apa benar wanita itu istrinya?" dia semakin penasaran dan menajamkan pandangan. Dia sangat yakin sekarang karena melihat interaksi Adrian dengan orang sekitar yang berbeda, jadi tebakannya sudah tepat. "Cantik juga, tapi aku jauh lebih cantik! Jadi aku yakin bisa menyingkirkannya dari sisi Adrian!" ucapannya terdengar penuh percaya diri. Rasa iri yang besar mulai menjalari hatinya. Dia pun meminta sopir taksi kembali menjalankan mobil. Karena sudah tahu lokasi dari toko bunga Clara jadi untuk sementara sudah cukup, setelah ini dia tinggal mengatur strategi baru. "Aku harus bergerak cepat!"Ya, Nayla yang datang untuk melihat seperti apa istri Adrian dan mengawasi toko Clara dari jauh. Setelah beberapa hari bekerja, dia mengakrabkan diri dengan para karyawan. Dia pun berusaha terus membujuk mereka untuk memberitahunya.Bertanya kesana kemari demi mendapatkan i
Lutut Kinan terasa lemas seketika saat menoleh ke arah orang yang memergoki mereka. Begitu juga dengan Joseph yang langsung menjaga jarak padanya. "Apa yang sedang kalian bicarakan berdua di sini? Kenapa tidak ada yang menjawab?!" dia bertanya lagi dengan suara sedikit meninggi.Lidah kinan terasa membeku dan kelu.Dia benar-benar bingung harus berkata apa. Tentu dia tidak ingin kalau Adrian berpikir yang macam-macam tentang hubungannya yang rumit dengan Joseph.Yup, Adrian! Orang yang saat ini berdiri di hadapan mereka."Maaf, Tuan. Saya hanya menemani Nona Kinan berkeliling tempat ini," jelasnya dengan berusaha terlihat tenang. Mata kinan pun melotot ke arah Joseph. 'Kenapa sih dia selalu menghindar?! Apa dia masih belum mengatakannya pada Kak Adrian?' batinnya kesal. Padahal Kinan sendiri masih belum berani memberitahu hal ini pada Adrian. "Aku sudah mencarimu kemana-mana, Jo. Ayo ikut aku ke bawah! Masih ada hal lebih penting yang harus kita kerjakan. Kinan, lebih baik tema
Tangan Clara berhenti menulis dan menatap wanita di depannya ini dengan bingung. 'Adrian? Apa mungkin ini untuk suamiku?' pikirnya heran. Dia pun berharap kalau tadi salah dengar. "Ma-maaf. Apa tadi namanya Adrian?" dia bertanya sekali lagi, untuk memastikan. Wanita itu pun tersenyum senang melihat ekspresi yang diperlihatkan oleh Clara. Sesuai dengan keinginannya. Rencana dadakan Nayla benar-benar berhasil. Ya, Nayla memanfaatkan sedikit waktu istirahat makan siangnya untuk menemui Clara dan mengarang cerita bohong.Dia sengaja melakukan itu supaya Clara shock dan benar-benar mengira kalau itu adalah Adrian, dipesan khusus untuk suaminya. Saat di perusahaan tadi tiba-tiba muncul ide gila di kepala Nayla untuk memanfaatkan situasi karena siang ini mereka akan meeting bersama di hotel. Kalau Nayla tidak bisa mendekati Adrian dan mendapatkan simpatinya, maka dia akan mencari cara lain yaitu dengan mempengaruhi istrinya.Supaya Clara menjadi ragu dan itu artinya dia bisa menyera
Adrian pun terkejut dengan pertanyaan Clara barusan. Dia berharap tidak salah mendengar karena telinganya masih berfungsi dengan baik. Dia melangkah semakin dekat ke arah istrinya itu. "A-apa? Kenapa kamu bicara seperti ini, Clara? Apa ini prank?" ujarnya tidak mengerti. Tidak biasanya Clara bicara dan bersikap seperti ini padanya. Tapi istrinya tetap diam dan malah mengotak-atik ponselnya.Dia pun menunjukkan foto yang diambilnya saat di jalan tadi. "Siapa wanita ini, Adrian? Apa hubungan kamu dengannya?!" ucapnya dengan sorot mata tajam. Adrian menatap layar ponsel itu dan tentu saja dia mengerti apa maksud foto itu. "Oh, ini adalah banner perusahaan dan wanita itu adalah wajah baru untuk showroom utama. Bisa dibilang dia karyawan baru untuk mendukung penjualan perusahaan. Memangnya ada apa, Clara?" jelasnya singkat. Kedua alis Clara menyatu mendengar ucapan suaminya. "Jadi dia bekerja di perusahaan?" tanya Clara memastikan lagi. "Iya, Clara. Dia itu hanya karyawan biasa.
Suara berat seorang pria yang khas, menggema di ruangan itu. Clara pun terdiam dan tubuhnya mendadak terasa kaku. Tenggorokannya tercekat dan tidak tahu harus berkata apa. Perasaannya benar-benar campur aduk saat ini. Tentu saja dia mengenali pria yang sedang berdiri di hadapannya itu. Bahkan masih segar diingatannya kejadian yang sangat mengecewakan serta gaya angkuh pria itu saat berjalan, sangat dihafalnya. "Kak Ronald?!"Ya, pria itu adalah saudara sepupunya, anak dari pamannya yang selalu memandang rendah orang tuanya. Clara meletakkan gunting dan beberapa tangkai bunga di tangannya. Situasi sekarang tidak akan sama seperti dulu lagi. "Untuk apa datang kemari?" Clara bertanya dengan dingin dan memasang wajah tidak ramah. Ronald tidak langsung menjawab. Dia tetap berjalan masuk, melihat sekeliling lalu duduk di sofa yang disediakan untuk tamu. "Aku baru saja tiba, Adikku.
Clara terduduk lemas di lantai. Dia pun berpikir cepat, apa yang harus dilakukannya sekarang. Lalu setelahnya kembali bangkit dan memutuskan untuk membawa benda itu ke kamar mereka seorang diri. Meskipun bersusah payah, tapi akhirnya dia berhasil juga melakukannya. Clara membuka semua bungkusnya lalu berjalan mundur ke belakang secara perlahan, memandangi gambar yang ada di dalam bingkai itu dengan seksama. Itu adalah foto pernikahan mereka awal menikah, dulu sekali saat Adrian masih tinggal di rumah orang tuanya yaitu rumah Baron. Adrian dan Clara tersenyum, tangan kanannya merangkul lengan kiri suaminya. Waktu itu mereka terpaksa melakukan semua itu tapi sekarang keadaan sudah berubah. Ini adalah kejutan yang sudah lama Clara persiapkan untuk Adrian setelah tiba di rumah ini. Dia mengambil foto ini dari HP miliknya saat pulang ke rumah dulu, untuk memberikan ini pada Adrian sebagai hadiah dari kenangan mere
'Hah? Apa maksud pria kaku ini?' batin Nayla kecewa. Dia pikir Joseph salah makan pagi tadi, sehingga bicara tidak jelas padanya. "A-apa? Maaf, Pak. Memang saya mau dipindahkan kemana? Saya masih banyak pekerjaan di sini!" ucapnya sok polos. Dia pikir Joseph ingin memindahkan tugasnya ke bagian lain. Tentu dia tidak mau, apalagi kalau sampai jauh dari Adrian. Joseph memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana dan menatap gadis itu seperti singa yang ingin menerkam mangsanya. "Bicara sekali lagi maka aku akan tutup mulutmu dengan lakban! Jangan banyak tanya, ayo ikut!" suaranya sedikit meninggi dan berbalik badan meninggalkannya. Nayla pun langsung mengatupkan mulutnya dan seketika itu juga senyum percaya dirinya hilang. Gadis itu mau tidak mau mengikuti Joseph dari belakang.Dia tidak tahu apa yang mereka inginkan darinya, tapi disatu sisi dia senang karena bisa bertemu dengan Adrian. Setelah sam
Adrian menatap lekat lembaran foto di tangannya secara bergantian.Sorot matanya yang tajam meneliti setiap detail petunjuk yang ada.Raut wajahnya penuh tanda tanya. “Siapa pria ini, Jo? Lalu apa yang dia lakukan dengan Pamanku?” Joseph pun duduk dan terlihat antusias sekali.“Aku yakin pria ini adalah orang penting sampai mereka harus bertemu di tempat tersembunyi, Tuan!” ungkapnya bersemangat.Kening Adrian berkerut mendengar itu. Masih tetap tidak puas dengan penjelasan Asistennya.“Tapi, kenapa kau memberikan foto ini padaku? Memangnya apa yang menarik dari dia?” ucapnya kesal dan melempar asal ke meja.Dia sudah pusing dengan masalah perusahaan dan sekarang harus mengurusi orang asing pula!“Nah itu dia, Tuan! Apa Tuan tidak penasaran siapa dia sebenarnya? Tapi, tenang saja karena aku sudah mencari tahu siapa pria itu!” ucap Joseph dengan senyuman misterius.Dia pun membuka Tab miliknya dan mendekatkan lay
Pria paruh baya itu memberikan tatapan menusuk.Sementara pemuda lajang di seberang sana tampak duduk dengan gelisah, susah payah menyembunyikan raut wajah kesal karena kembali mendengar kata-kata yang sangat ia benci.‘Huh! Lagi-lagi cuma bisa menyalahkanku!’ hanya berani menggerutu dalam hati.Tangan kanannya mengambil gelas whisky, menghabiskan sisa minuman itu hingga tandas dan meletakkannya kembali ke atas meja kaca.Butuh sesuatu yang menantang untuk berbicara dengan pria itu.“Aku sudah mengatur semuanya, Bos! Dia gadis yang bodoh. Bahkan tidak memberitahuku kalau si cecunguk itu punya rekaman videonya!” jelasnya berkelit.Yup!Sandy dan Bastian bertemu diam-diam hari ini.Tentu untuk membahas situasi yang makin rumit karena rencana pemuda itu yang hanya ampuh di awal dan menguap begitu saja setelah Adrian berhasil memutar balikkan keadaan.Sandy menyenderkan punggungnya ke sofa.Senyuman miring pun terbit di sudut bibirnya, “Hahaha! Kalian berdua itu sama-sama bodoh! Kau itu s
“A-apa? Ti-tidak mungkin!” ucapnya dengan bibir bergetar. “Kalian pasti salah orang!”[“Tidak, Pak. Kami sudah memeriksa di dalam selnya dan memastikan informasi ini dengan dokter terkait,” jelasnya lagi.]Tangan Bryan lemas dan ponselnya pun jatuh ke lantai.Pria di seberang sana masih bicara, tetapi pria paruh baya itu sudah tidak peduli.“Ti-tidak! Putraku tidak mungkin mati! Ronald … tidak mungkin! Tidaakkkkk!!!”Suaranya menggema di ruangan kerjanya.“Tidak mungkin! Hu-hu-huaaaaa!” Tangis pria itu akhirnya pecah.Kedua bahunya berguncang karena terisak pilu.Setelah semua kejadian yang dialaminya, dia selalu berusaha untuk kuat.Namun, sekarang adalah puncaknya.Putra satu-satunya dan kebanggaan baginya sudah pergi untuk selamanya.Dan dalam beberapa jam saja, berita kematian Ronald langsung laris manis mengisi stasiun televisi.Semua orang pun membicarakan berita itu dengan berbag
Sementara itu…Seorang pria paruh baya baru saja ingin merebahkan badan karena lelah seharian bekerja.Namun atensinya teralihkan saat mendengar bunyi ponsel yang ada di samping ranjang.Saat melihat nama yang ada di layar, raut wajahnya langsung berubah menjadi masam.“Halo! Untuk apalagi kau menelponku?” jawabnya ketus.Pria di seberang sana mencoba bersabar walaupun juga sama kesalnya.[“Tidak usah ketus begitu, Baron! Aku hanya ingin minta keringanan hukuman untuk Ronald! Kau bisa kan bicara pada polisi?” ucapnya sedikit memaksa.]Ya, Bryan menghubungi Baron untuk minta potongan masa tahanan putranya dan mereka tidak tahu sama sekali soal kedatangan Adrian dan rencana licik Ronald yang terbongkar.Belum ada yang memberitahu kedua pria ambisius itu.Jadi, apapun akan dia lakukan meskipun mengemis pada Adik satu-satunya.Baron merasa sangat emosi mendengarnya tetapi berusaha tetap tenang demi kesehatannya
Semua orang di ruangan terkejut mendengar ucapannya barusan.Tanpa banyak basa-basi lagi, Adrian melangkah mendekat ke arah pria yang dulu sangat sombong padanya.Orang yang menghancurkan keluarga istrinya, meskipun ada satu pengecualian karena berkat hal itu dia bisa menikah dengan Clara.Dengan cepat kedua tangannya menarik kerah baju berwarna oranye itu.Wajahnya berbalik ke belakang menatap Asistennya, “Berikan pisaunya, Jo!” teriak Adrian murka.Joseph yang tersadar langsung menaikkan celana kainnya di kaki kiri dan terlihat di balik kaos kaki itu sebuah benda tajam terbungkus dengan kulit khusus berwarna coklat.Dia pun mengambil bilah pisau lipat itu dan tanpa ragu memberikan pada Adrian.“Ini, Tuan!” ucapnya pelan.Adrian langsung mengambilnya dengan cepat dan kasar tanpa peduli kalau tangannya akan terluka.Dia langsung mengarahkan ke leher Ronald.Melihat itu salah satu petugas melarang Adrian untuk melakukan niatnya.“Jangan lakukan apapun, Pak Adrian! Ini kantor polisi dan
“Apa?!” teriaknya dengan raut wajah terkejut.Dia sampai bangkit berdiri dari kursi.Helaan napas panjang langsung keluar dari mulutnya.'Ini tidak mungkin!’ hatinya menolak percaya.Tentu saja!Bagaimana caranya dia membayar orang?Karena Joseph yakin kalau saat itu Ronald sedang berada di dalam penjara.“Kenapa pria itu masih bisa … ah, sudahlah. Cepat berikan semuanya pada kantor polisi atas nama Tuan Adrian. Aku akan menyusul ke sana!” putusnya cepat.[“Baik, Bos!”]Napas Joseph memburu lalu secepat kilat melangkah masuk ke dalam ruangan Tuannya.“Tuan, a-aku ada kabar buruk!” ucapnya sedikit ragu.Adrian memijat keningnya yang pusing karena dari pagi moodnya sudah jelek, ditambah informasi yang diterima dari Asistennya itu semua adalah masalah.“Ada apalagi, Jo?” jawabnya dengan ketus.Adrian terlihat malas meladeni Asistennya itu.Joseph pun duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adrian.“Orangku bilang, kalau pria yang menabrak Tuan kemarin dibayar oleh Ronald. Dia pelaku
Klik!Panggilan telepon itu dimatikan sepihak oleh Bastian.“Ha-halo! Hei, aku belum selesai bicara!” teriaknya kencang.Nayla menatap layar ponselnya dengan nanar. Tanpa basa-basi lagi dia pun langsung membantingnya ke lantai.“Aarrgghhhh!!! Aku benci kalian semua! Dasar brengsek!”Tubuh gadis itu merosot ke lantai.Kedua bahunya berguncang karena menangis dengan histeris.Tidak ada lagi yang bisa membuatnya merasa aman di sini.Dengan cepat dia menghapus air matanya dan segera bangkit menuju kamarnya.Nayla akan melakukan rencana yang terakhir supaya bisa hidup dengan tenang.Di Apartemen Joseph…Baru saja pria itu ingin merebahkan badan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan.Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan keningnya pun berkerut saat melihat nomor asing di layar.Meskipun ragu, ia akhirnya mengangkatnya juga.“Halo? Siapa ini?” ucapnya langsung.[“Halo, Bos. Maaf mengganggu malam-malam. Tapi, aku sudah mendapatkan lokasi gadis itu!” ungkap pria di seberang s
Pria itu menarik sudut bibirnya dan tetap santai saja. Setelah seharian sengaja mengabaikan semua pesan dan telepon yang masuk, sekarang barulah ia tertarik meladeni gadis itu.[“Aku tentu saja sedang di kantor. Ada apa?” pria itu bertanya dengan nada malas.]Nayla semakin geram mendengar Bastian yang bersikap cuek padanya. Bahkan dia yakin kalau pria itu pasti sudah menonton berita yang mengguncang dirinya.Meskipun memakai inisial tapi semua karyawan perusahaan Adrian bisa menebak siapa orang yang dimaksudkan. Dan bukannya mendukung, malah mereka semua pasti akan menyalahkan dirinya.Kedua kaki Nayla menghentak ke lantai, “Kenapa kau membuat berita gosip tanpa persetujuan dariku? Kenapa membawa namaku, hah? Aku tidak terima!” teriaknya dengan kencang.Bastian sampai harus menjauhkan ponsel itu dari telinganya.Tetapi, bukannya merasa bersalah malah menampilkan senyuman licik di sudut bibirnya.[“Memangnya aku harus minta pendapatmu kalau ingin melakukan sesuatu? Tidak ‘kan? Kau ti
"Baik, Tuan!" jawab Joseph patuh. Adrian membuka jasnya dengan cepat dan memberi perintah lagi, “Hapus berita murahan itu sekarang!”Pria itu pun mengangguk dan segera ke luar dari sana sebelum Tuannya semakin murka. Adrian pun mendudukkan tubuhnya di kursi dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya yang berdenyut pusing dengan kedua tangannya. "Apalagi sekarang?!" teriaknya frustasi. Tentu saja karyawan di perusahaan ini tahu siapa yang dipecat secara tidak hormat olehnya. Sebagian orang pasti ada yang percaya dengan berita itu dan Adrian tidak ingin hal itu memperngaruhi kinerja mereka. Juga dengan inisial nama yang sudah jelas merujuk pada Nayla. Adrian tidak menyangka kalau gadis itu masih berani bermain api dengannya setelah apa yang terjadi. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjauh dan tidak pernah memberikan celah pada wanita manapun untuk mendekatinya. Sedetik kemudian ia teringat kalau ponselnya masih dalam mode silent. Dengan terburu-buru Adrian merogoh saku jasnya.