Kedua alis Clara menyatu dengan wajah yang terheran-heran.
Dia tidak mengerti dengan perkataan Papanya barusan."Kenapa, Pa? Memangnya ada yang salah?" Clara tidak sabar untuk bertanya.Baron pun menghembuskan napas kasar."Papa malu, Clara! Adrian mengetahui rahasia keluarga kita dan itu bisa berdampak buruk kedepannya. Siapa tahu dia akan memanfaatkan hal ini untuk menyakiti kita!" jawabnya dengan datar.Clara menggelengkan kepalanya tidak percaya."Tidak mungkin, Pa! Adrian bukan orang seperti itu!" sanggahnya tegas.Papanya terlalu berpikiran negatif semenjak Ronald mengkhianati keluarga mereka.Mungkin takut Adrian juga akan melakukan hal yang sama."Papa tidak bisa tinggal di sini lama-lama, Clara. Perasaan papa tidak bisa tenang! Karena tadi Adrian sudah meminta jadi terpaksa besok kami pulang," ujarnya lemah dan terlihat tidak bersemangat.Baron berusaha mengambil langkah yang tepat setJoseph sedikit bingung dengan ucapan Adrian barusan. Dia tahu pergaulan Tuannya itu kemana saja selama ini, jadi mana mungkin kalau mereka saling kenal. "Maaf, Tuan. Maksudnya Tuan sudah mengenal gadis ini?" dia akhirnya bertanya karena tidak bisa menahan rasa penasarannya. Adrian tidak langsung menjawab. Dia terlihat berpikir sejenak sambil menerawang. "Hmm, tidak. Sepertinya aku salah orang, Jo!" jawabnya dengan mengangkat kedua bahunya. Dia hanya merasa pernah melihat gadis itu tapi entah dimana. Dia tidak bisa mengingatnya. Adrian lupa kalau memang pernah bertemu gadis itu, meskipun sebentar. Joseph pun menghela napas lega. "Baiklah, Tuan. Kalau Tuan setuju maka aku akan menyampaikan pada tim terkait dan meminta gadis ini untuk datang besok. Kita akan mulai melakukan jadwal baru secepat mungkin, Tuan!" ujarnya yakin dan bersemangat. Adrian mengangguk setuju. Dia juga tidak sabar untuk
Nayla menatap Adrian dengan lekat dalam beberapa detik. Dia sedang berusaha meyakinkan dirinya kalau pria yang ada di hadapannya ini adalah orang yang sama yang saat itu bertabrakan dengannya di depan toilet restoran. Sementara kemarin Adrian seperti mengenal gadis itu karena mereka memang pernah bertemu sebelumnya meskipun hanya sekilas, tapi karena Adrian sedang bersama Clara jadi ingatan tentang hal itu menguap begitu saja dari kepalanya. Dia menganggap itu angin lalu dan seolah-olah tidak pernah terjadi. Berbeda dengan Nayla yang merasakan sebaliknya. Gadis itu menyukai Adrian sejak pandangan pertama mereka bertemu. Dia merasa Adrian adalah tipe pria yang dia inginkan selama ini. Meskipun sudah berulang kali bergonta ganti pacar dan semuanya pria tampan, tapi saat melihat Adrian dia merasa kali ini ada yang berbeda. "Nona? Kenapa bengong?" tanya Joseph sambil melambaikan tangannya di depan wajah Nayla. Gadis i
Wanita yang menerima panggilan telepon itu menautkan kedua alisnya karena bingung dengan ucapan Ronald yang tiba-tiba. ["Apa maksudmu? Bicara itu yang jelas dong!" cibirnya tak kalah ketus.]Tentu saja dia terkejut dan tidak menyangka dengan ucapan pria itu. Tidak ada angin dan hujan, tetapi tiba-tiba saja Ronald kembali menelponnya setelah sekian lama. Ya, wanita yang sekarang bicara dengan Ronald adalah Joana. Wanita yang dibayar dan ditugaskan olehnya untuk menggoda Daniel. Dan tentu saja Joana berhasil melakukannya, karena Daniel memang genit pada wanita cantik dan seksi. Menjalin hubungan dengan Clara adalah kebanggaan bagi keluarga mereka. Meskipun dia mencintai Clara tapi tetap saja nafsunya yang besar itu mengalahkan segalanya. Ronald pun menghembuskan napas kasar karena mendengar jawaban Joana. "Dengar, ya! Aku tidak mau rahasia yang selama ini disimpan menguap keluar dan diketahui banyak orang! Pokoknya i
Mulut Adrian melongo karena tidak menyangka dengan ucapan istrinya barusan. Clara jadi merasa tidak enak, lalu buru-buru menjelaskan maksudnya. "Bu-bukan begitu, Adrian! Bukan bekerja di perusahaan milikmu atau orang lain. Aku ingin memiliki bisnis sendiri eh maksudku … aku punya impian memiliki toko kecil," ungkapnya dengan menundukkan wajah. Adrian akhirnya paham apa yang istrinya itu inginkan. Dia memang sempat mengira Clara mau ikut andil dalam bekerja di perusahaan miliknya, tentu saja dia tidak akan menyetujui hal itu. Untung saja dia belum berpikir yang aneh-aneh dan terlalu jauh, seharusnya dia bisa lebih sabar dan mendengarkan dulu penjelasan istrinya. "Jadi, kamu mau buka toko sendiri? Apa uang yang aku berikan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhanmu? Apa harus aku tambah lagi?" tanya Adrian dengan kedua alisnya yang menyatu. Dia ingin memastikan kalau Clara bahagia menjadi istrinya atau malah sebaliknya.
Ternyata dia sudah sampai dari tadi, tapi baru saja gadis itu ingin mengetuk pintu, tetapi suara Adrian yang meminta Joseph mentransfer sejumlah uang pada Clara langsung membuatnya mengurungkan niatnya. Gadis yang memiliki rambut pirang sedikit bergelombang pada bagian tengah sampai ke bawah itu, mengepalkan kedua tangannya dengan erat. Dia pun berusaha mengatur napas dan emosinya agar tidak terlihat aneh saat masuk ke dalam ruangan Adrian. Ya, gadis itu adalah Nayla.Dia sudah hampir mengetuk pintu tadi. Tangan kanannya sudah menggantung tapi suara Adrian benar-benar membuat moodnya berantakan. Sementara itu, obrolan antara Adrian dan Joseph masih berlanjut. "Clara ingin membuka toko bunga kecil. Dia merasa bosan kalau hanya di rumah, jadi dia perlu ada kegiatan lain. Hari ini Clara dan Mama mertuaku akan pergi melihat tempat yang cocok," Adrian menjelaskan dengan singkat tapi cukup lengkap. Joseph pun menganggukkan kepala
Clara jadi bingung, mulutnya pun melongo mendengar semua ucapan mamanya barusan. "Ma-mama! Bukan begitu, Ma! Kenapa bicara yang tidak baik, sih?" jawabnya sedikit kesal. Cindy pun makin tidak suka dengan mulutnya yang membentuk lengkungan ke bawah. "Jadi? Untuk apa kamu repot-repot buka toko segala? Punya suami kaya dinikmati dong semua uangnya dan minta fasilitas yang mewah padanya!" ungkapnya mengemukakan pendapat. Clara pun menggelengkan kepalanya. Dia melirik Pak Bagas di bangku depan, sedikit merasa tidak enak kalau supir keluarga suaminya itu menilai yang bukan-bukan tentang sikap dan ucapan mamanya. Dia harus menyudahi percakapan ini. "Clara kan sudah bilang tadi. Ini semua Clara lakukan untuk mengusir rasa bosan dan biar ada kegiatan lain. Ini tidak ada hubungannya dengan Adrian ataupun uang. Nanti saja kita lanjutkan lagi, Ma!" ujarnya cepat mengalihkan pembicaraan supaya mamanya tidak banyak bertanya lagi. "Ya sudah! Terserah kamu saja!" jawabnya sedikit ketus.Clara
Nayla pun dengan sigap melangkahkan kakinya kembali ke posisi semula supaya tetap berada di belakang mereka dan tidak tertinggal karena langkah keduanya begitu cepat. Mereka akhirnya tiba di showroom utama. Gedungnya bersebelahan dengan kantor utama Adrian. Mereka tidak perlu keluar dari kantor karena langsung ada jalan penghubung antara dua bangunan di dalam gedung untuk memudahkan siapapun yang akan pergi ke sana. Adrian pun disambut semua karyawan yang bertugas di sana. Mereka menundukkan kepala memberikan salam hormat padanya. Joseph pun langsung mengarahkan Adrian untuk duduk di dalam ruangannya. "Tuan, saya masih ada sedikit pekerjaan dengan gadis itu. Kalau nanti Tuan butuh sesuatu panggil saja," ujarnya sebelum menutup pintu. "Iya, Jo. Pergilah!" Joseph pun menganggukkan kepala dan menutup pintunya. Adrian tahu itu dan akan membiarkan Joseph melakukan tugasnya. Dan saat ini matanya langsung tertuju pada kursinya yang sudah lama kosong itu. Dia pun mulai memandangi
Suaranya cukup keras sehingga menyita perhatian beberapa orang yang duduk dekat dengannya. Saat ini dia sedang di kantin. ["Apa kamu tidak salah lihat? Apa mereka berpelukan atau melakukan hal yang mencurigakan?" dia bertanya dengan suara pelan tapi raut wajahnya terlihat panik sekaligus kesal.]"Iya, Bu. Ti-tidak seperti itu sih, karena masih di area kantor. Tapi mereka bicara cukup dekat dan baru kali ini saya lihat Pak Joseph berdua saja dengan wanita, biasanya bersama Tuan Adrian!" jelasnya lagi. Wanita yang menerima panggilan telepon itu adalah Kinan. Dia sengaja menyuruh karyawan itu untuk memata-matai Joseph dan memberikan laporan padanya kalau ada sesuatu yang mencurigakan. Hanya itu yang bisa dia lakukan karena setelah kejadian saat pesta kemarin, dia merasa harus lebih mengenal Joseph.Kinan tau pria itu lebih sering menghabiskan waktunya bekerja di perusahaan, jadi dia pun memanfaatkan posisinya sebagai sepupu Adrian untuk membayar salah satu karyawan di sana supaya leb
Adrian menatap lekat lembaran foto di tangannya secara bergantian.Sorot matanya yang tajam meneliti setiap detail petunjuk yang ada.Raut wajahnya penuh tanda tanya. “Siapa pria ini, Jo? Lalu apa yang dia lakukan dengan Pamanku?” Joseph pun duduk dan terlihat antusias sekali.“Aku yakin pria ini adalah orang penting sampai mereka harus bertemu di tempat tersembunyi, Tuan!” ungkapnya bersemangat.Kening Adrian berkerut mendengar itu. Masih tetap tidak puas dengan penjelasan Asistennya.“Tapi, kenapa kau memberikan foto ini padaku? Memangnya apa yang menarik dari dia?” ucapnya kesal dan melempar asal ke meja.Dia sudah pusing dengan masalah perusahaan dan sekarang harus mengurusi orang asing pula!“Nah itu dia, Tuan! Apa Tuan tidak penasaran siapa dia sebenarnya? Tapi, tenang saja karena aku sudah mencari tahu siapa pria itu!” ucap Joseph dengan senyuman misterius.Dia pun membuka Tab miliknya dan mendekatkan lay
Pria paruh baya itu memberikan tatapan menusuk.Sementara pemuda lajang di seberang sana tampak duduk dengan gelisah, susah payah menyembunyikan raut wajah kesal karena kembali mendengar kata-kata yang sangat ia benci.‘Huh! Lagi-lagi cuma bisa menyalahkanku!’ hanya berani menggerutu dalam hati.Tangan kanannya mengambil gelas whisky, menghabiskan sisa minuman itu hingga tandas dan meletakkannya kembali ke atas meja kaca.Butuh sesuatu yang menantang untuk berbicara dengan pria itu.“Aku sudah mengatur semuanya, Bos! Dia gadis yang bodoh. Bahkan tidak memberitahuku kalau si cecunguk itu punya rekaman videonya!” jelasnya berkelit.Yup!Sandy dan Bastian bertemu diam-diam hari ini.Tentu untuk membahas situasi yang makin rumit karena rencana pemuda itu yang hanya ampuh di awal dan menguap begitu saja setelah Adrian berhasil memutar balikkan keadaan.Sandy menyenderkan punggungnya ke sofa.Senyuman miring pun terbit di sudut bibirnya, “Hahaha! Kalian berdua itu sama-sama bodoh! Kau itu s
“A-apa? Ti-tidak mungkin!” ucapnya dengan bibir bergetar. “Kalian pasti salah orang!”[“Tidak, Pak. Kami sudah memeriksa di dalam selnya dan memastikan informasi ini dengan dokter terkait,” jelasnya lagi.]Tangan Bryan lemas dan ponselnya pun jatuh ke lantai.Pria di seberang sana masih bicara, tetapi pria paruh baya itu sudah tidak peduli.“Ti-tidak! Putraku tidak mungkin mati! Ronald … tidak mungkin! Tidaakkkkk!!!”Suaranya menggema di ruangan kerjanya.“Tidak mungkin! Hu-hu-huaaaaa!” Tangis pria itu akhirnya pecah.Kedua bahunya berguncang karena terisak pilu.Setelah semua kejadian yang dialaminya, dia selalu berusaha untuk kuat.Namun, sekarang adalah puncaknya.Putra satu-satunya dan kebanggaan baginya sudah pergi untuk selamanya.Dan dalam beberapa jam saja, berita kematian Ronald langsung laris manis mengisi stasiun televisi.Semua orang pun membicarakan berita itu dengan berbag
Sementara itu…Seorang pria paruh baya baru saja ingin merebahkan badan karena lelah seharian bekerja.Namun atensinya teralihkan saat mendengar bunyi ponsel yang ada di samping ranjang.Saat melihat nama yang ada di layar, raut wajahnya langsung berubah menjadi masam.“Halo! Untuk apalagi kau menelponku?” jawabnya ketus.Pria di seberang sana mencoba bersabar walaupun juga sama kesalnya.[“Tidak usah ketus begitu, Baron! Aku hanya ingin minta keringanan hukuman untuk Ronald! Kau bisa kan bicara pada polisi?” ucapnya sedikit memaksa.]Ya, Bryan menghubungi Baron untuk minta potongan masa tahanan putranya dan mereka tidak tahu sama sekali soal kedatangan Adrian dan rencana licik Ronald yang terbongkar.Belum ada yang memberitahu kedua pria ambisius itu.Jadi, apapun akan dia lakukan meskipun mengemis pada Adik satu-satunya.Baron merasa sangat emosi mendengarnya tetapi berusaha tetap tenang demi kesehatannya
Semua orang di ruangan terkejut mendengar ucapannya barusan.Tanpa banyak basa-basi lagi, Adrian melangkah mendekat ke arah pria yang dulu sangat sombong padanya.Orang yang menghancurkan keluarga istrinya, meskipun ada satu pengecualian karena berkat hal itu dia bisa menikah dengan Clara.Dengan cepat kedua tangannya menarik kerah baju berwarna oranye itu.Wajahnya berbalik ke belakang menatap Asistennya, “Berikan pisaunya, Jo!” teriak Adrian murka.Joseph yang tersadar langsung menaikkan celana kainnya di kaki kiri dan terlihat di balik kaos kaki itu sebuah benda tajam terbungkus dengan kulit khusus berwarna coklat.Dia pun mengambil bilah pisau lipat itu dan tanpa ragu memberikan pada Adrian.“Ini, Tuan!” ucapnya pelan.Adrian langsung mengambilnya dengan cepat dan kasar tanpa peduli kalau tangannya akan terluka.Dia langsung mengarahkan ke leher Ronald.Melihat itu salah satu petugas melarang Adrian untuk melakukan niatnya.“Jangan lakukan apapun, Pak Adrian! Ini kantor polisi dan
“Apa?!” teriaknya dengan raut wajah terkejut.Dia sampai bangkit berdiri dari kursi.Helaan napas panjang langsung keluar dari mulutnya.'Ini tidak mungkin!’ hatinya menolak percaya.Tentu saja!Bagaimana caranya dia membayar orang?Karena Joseph yakin kalau saat itu Ronald sedang berada di dalam penjara.“Kenapa pria itu masih bisa … ah, sudahlah. Cepat berikan semuanya pada kantor polisi atas nama Tuan Adrian. Aku akan menyusul ke sana!” putusnya cepat.[“Baik, Bos!”]Napas Joseph memburu lalu secepat kilat melangkah masuk ke dalam ruangan Tuannya.“Tuan, a-aku ada kabar buruk!” ucapnya sedikit ragu.Adrian memijat keningnya yang pusing karena dari pagi moodnya sudah jelek, ditambah informasi yang diterima dari Asistennya itu semua adalah masalah.“Ada apalagi, Jo?” jawabnya dengan ketus.Adrian terlihat malas meladeni Asistennya itu.Joseph pun duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adrian.“Orangku bilang, kalau pria yang menabrak Tuan kemarin dibayar oleh Ronald. Dia pelaku
Klik!Panggilan telepon itu dimatikan sepihak oleh Bastian.“Ha-halo! Hei, aku belum selesai bicara!” teriaknya kencang.Nayla menatap layar ponselnya dengan nanar. Tanpa basa-basi lagi dia pun langsung membantingnya ke lantai.“Aarrgghhhh!!! Aku benci kalian semua! Dasar brengsek!”Tubuh gadis itu merosot ke lantai.Kedua bahunya berguncang karena menangis dengan histeris.Tidak ada lagi yang bisa membuatnya merasa aman di sini.Dengan cepat dia menghapus air matanya dan segera bangkit menuju kamarnya.Nayla akan melakukan rencana yang terakhir supaya bisa hidup dengan tenang.Di Apartemen Joseph…Baru saja pria itu ingin merebahkan badan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan.Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan keningnya pun berkerut saat melihat nomor asing di layar.Meskipun ragu, ia akhirnya mengangkatnya juga.“Halo? Siapa ini?” ucapnya langsung.[“Halo, Bos. Maaf mengganggu malam-malam. Tapi, aku sudah mendapatkan lokasi gadis itu!” ungkap pria di seberang s
Pria itu menarik sudut bibirnya dan tetap santai saja. Setelah seharian sengaja mengabaikan semua pesan dan telepon yang masuk, sekarang barulah ia tertarik meladeni gadis itu.[“Aku tentu saja sedang di kantor. Ada apa?” pria itu bertanya dengan nada malas.]Nayla semakin geram mendengar Bastian yang bersikap cuek padanya. Bahkan dia yakin kalau pria itu pasti sudah menonton berita yang mengguncang dirinya.Meskipun memakai inisial tapi semua karyawan perusahaan Adrian bisa menebak siapa orang yang dimaksudkan. Dan bukannya mendukung, malah mereka semua pasti akan menyalahkan dirinya.Kedua kaki Nayla menghentak ke lantai, “Kenapa kau membuat berita gosip tanpa persetujuan dariku? Kenapa membawa namaku, hah? Aku tidak terima!” teriaknya dengan kencang.Bastian sampai harus menjauhkan ponsel itu dari telinganya.Tetapi, bukannya merasa bersalah malah menampilkan senyuman licik di sudut bibirnya.[“Memangnya aku harus minta pendapatmu kalau ingin melakukan sesuatu? Tidak ‘kan? Kau ti
"Baik, Tuan!" jawab Joseph patuh. Adrian membuka jasnya dengan cepat dan memberi perintah lagi, “Hapus berita murahan itu sekarang!”Pria itu pun mengangguk dan segera ke luar dari sana sebelum Tuannya semakin murka. Adrian pun mendudukkan tubuhnya di kursi dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya yang berdenyut pusing dengan kedua tangannya. "Apalagi sekarang?!" teriaknya frustasi. Tentu saja karyawan di perusahaan ini tahu siapa yang dipecat secara tidak hormat olehnya. Sebagian orang pasti ada yang percaya dengan berita itu dan Adrian tidak ingin hal itu memperngaruhi kinerja mereka. Juga dengan inisial nama yang sudah jelas merujuk pada Nayla. Adrian tidak menyangka kalau gadis itu masih berani bermain api dengannya setelah apa yang terjadi. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjauh dan tidak pernah memberikan celah pada wanita manapun untuk mendekatinya. Sedetik kemudian ia teringat kalau ponselnya masih dalam mode silent. Dengan terburu-buru Adrian merogoh saku jasnya.