Semua orang pun terkejut mendengar ucapan Tante Adrian yang spontanitas menyindir keluarga Baron. Mata Cindy langsung melotot tidak terima sambil mengepalkan kedua tangannya dengan erat di bawah bantal sofa. 'Apa yang barusan dia katakan?!' batinnya terkejut. Dan Clara hanya bisa terdiam. Sementara itu Adrian masih menahan mulutnya untuk bicara. Sandy pun langsung menoleh ke arah istrinya. "Mama!" tegurnya. Dia merasa tidak enak dan melirik sekilas pada Baron. Semua orang menatap Tyas dengan pandangan yang berbeda-beda. "Loh, benar 'kan? Mama tidak salah mengatakan itu. Faktanya memang seperti apa yang terlihat!" jawabnya enteng sambil mengangkat kedua bahunya. Entah kenapa kali ini hati Cindy berdenyut nyeri. Dia baru benar-benar merasakan rasanya dihina dan direndahkan oleh orang lain. Padahal seperti itulah perasaan Adrian selama berada di rumahnya yang setiap hari dia caci maki saat be
Kedua alis Adrian menyatu mendengar itu. 'Apa itu tadi ejekan untukku?' batin Adrian masih mencoba mencerna. Joseph yang berdiri di balik tembok, mengepalkan kedua tangannya dengan erat menahan emosi saat mendengar semua ucapan mereka. Rasanya dia sudah tidak tahan lagi, apalagi saat ini sudah ramai tamu yang hadir dan berlalu lalang di sekitar mereka.Tentu dia tidak ingin ada orang lain yang menguping pembicaraan Adrian dan paman Clara. Itu bisa menimbulkan kesalahpahaman dan pasti akan muncul gosip baru. Joseph tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Lalu tiba-tiba dia mendengar Adrian menjawab ucapan Bryan. "Aku tidak perlu mengatakan apapun pada Paman. Kalian lihat saja sendiri nanti. Sekarang nikmati saja dulu pestanya!" ujarnya dengan tatapan tajam dan penuh penekanan. Mendengar itu Bryan pun semakin kesal pada Adrian. 'Cih! Belagu sekali dia!' hatinya mengumpat. Bryan jadi kesal send
Adrian seketika itu juga menghentikan langkahnya. Tubuhnya langsung terpaku di tempatnya berdiri. Dia pun menoleh ke samping dan melihat seorang pria yang sangat dikenalnya sedang duduk di bar stool sambil menikmati segelas cocktail. Lalu dengan cepat mengeluarkan ponselnya dan tersenyum menyeringai. Pria itu tak lain adalah Ronald. Dia pun kembali mengoceh. "Brengsek! Sekarang suaminya ternyata lebih kaya! Kenapa malah sekarang keadaan berbalik?! Aku sudah berhasil membuatnya gagal menikah dengan Daniel! Sekarang aku harus mencari rencana lain!" umpatnya dengan geram terdengar sangat kesal. Dia sampai memijat keningnya yang terasa pusing. Adrian pun secara perlahan melangkahkan kakinya untuk pergi. Dia tidak perlu berlama-lama lagi berada di sana, takut Ronald akan menyadari keberadaannya. Setelah itu Adrian pun bergegas mencari Joseph. Joseph melihat Adrian memberikan kode anggukan padanya. Dia pun berjalan cepat menghampiri Adrian. "Ayo, Jo. Sebelum tamu penting pulang,
Kening Clara pun berkerut heran dengan mata yang melotot karena terkejut. "Maksudnya? Ada apa ini, Adrian? Kenapa kamu tiba-tiba membahasnya sekarang?" tanya Clara dengan raut wajah tidak suka. Entah kenapa dia merasa kurang nyaman dan tidak senang mendengar Adrian kembali mengatakan hal itu. Karena sama saja membuka luka lama yang sudah dikubur dengan rapat. Padahal sekarang mereka tengah merayakan pesta pernikahan mereka, sangat bertolak belakang dengan apa yang akan Adrian katakan. Adrian menghela napas pelan lalu mulai menjelaskan secara perlahan pada Clara. "Aku akan memberitahukan ini nanti kalau kamu tidak mau mendengar sekarang, Clara. Aku hanya ingin kamu tahu secepat mungkin!" ujarnya penuh penekanan. Clara yang mulai tidak nyaman dengan pembicaraan mereka, akhirnya melepaskan diri dari dekapan Adrian. "Aku ingin sendiri, Adrian!" ucapnya datar lalu berlalu pergi dari sana dengan berjalan cepat.
"A-apa?!" pekiknya spontan dengan mata melotot. Clara langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya. "Clara, are you ok?" Adrian bertanya karena khawatir. Istrinya itu hanya diam lalu beberapa detik kemudian kembali tersadar. Lalu dia melepaskan tangan Adrian yang ada di pundaknya dengan kasar. Adrian sampai tersentak kaget. "Clara, dengarkan aku dulu! Aku minta kamu tenang dulu, ok?" pinta Adrian supaya Clara kembali mendengarkan penjelasannya. Wanita berambut panjang itu hanya diam lalu menatap suaminya dengan lekat. "Apa maksud semua ini, Adrian? Kenapa kamu berani bicara seperti itu? Apa kamu punya bukti?" dia bertanya dengan datar dan tatapan yang tidak Adrian mengerti. Dia bukan wanita bodoh, semua hal harus jelas dulu sebelum memutuskan untuk percaya atau tidak. Adrian pun mencoba untuk tetap tenang mendengar semua pertanyaan istrinya. Dia tahu ini tentu tidak mudah diterima begi
Adrian pun mengepalkan kedua tangannya dengan erat mendengar itu. Ternyata dugaannya benar. Untung saja dia sudah meminta paman dan tante istrinya untuk menginap malam ini. Jadi, Ronald juga harus tetap tinggal di rumahnya sampai besok atau paling tidak sampai acara pesta ini selesai. "Brengsek! Dia harus tetap di rumah ini, Jo. Orang tuanya sudah setuju untuk menginap! Jangan sampai dia kabur!" ujar Adrian geram dengan tatapan menusuk ke arah Ronald. Kening Joseph pun berkerut. "Memangnya ada hal penting apa, Tuan? Sampai kita harus mencegahnya pergi?" Joseph akhirnya melontarkan pertanyaan itu juga setelah penasaran dari tadi. Adrian melirik sekeliling untuk memeriksa keadaan sekitar. "Dia adalah orang yang membuat mantan tunangan Clara itu berselingkuh dengan wanita yang dibayar olehnya. Semua itu ulahnya! Dia dalang yang merusak kebahagiaan Clara. Tapi aku lega sekarang aku yang menjadi suaminya!" jelasnya dengan sediki
"A-apa?!" ucap Ronald gugup. Semua orang pun menoleh ke arah mereka berdua. Adrian langsung mengusap wajahnya dengan kasar karena tidak sempat untuk menahan istrinya, belum saatnya mereka melabrak pria itu. "Clara!" desahnya penuh sesal. Para orang tua juga saling pandang satu sama lain. Bryan pun bangkit dari duduknya dan langsung menghampiri mereka berdua. "Clara, apa maksud ucapanmu itu?" tanya Bryan dengan mata yang melotot tajam. Tentu saja, dia merasa tidak terima putranya diperlakukan seperti itu. Baron yang mendengar itu pun masih tidak mengerti dengan apa yang sudah terjadi. "Clara, tenanglah!" ujarnya menenangkan. Cindy pun berjalan mendekati putrinya dan memegang pundak kanannya. "Kenapa, Sayang? Coba bicara pelan-pelan!" pintanya dengan mimik wajah tidak enak. Cindy paling takut kalau ada keributan di keluarga mereka, karena pasti akan berdampak buruk kedepannya nanti
Semua orang pun terkejut mendengar pengakuan dari Ronald.Dia benar-benar mengatakannya!.Clara sampai tidak bisa berkata-kata lagi. Sementara itu Adrian tampak puas melihat semua orang yang memasang wajah kecewa. Akhirnya ketahuan juga rahasia pria sombong itu. Tapi masih ada satu hal lagi yang harus Adrian pastikan yaitu alasan Ronald melakukannya. Tentu saja dia tidak tahu dan tidak terlalu mengenal mereka dengan baik karena selama tinggal di rumah Baron, mereka tidak akrab dan terlalu dekat seperti sekarang. Hanya sekedar sapa dan jarang sekali bicara. Adrian sangat penasaran. "Tega sekali kamu, Kak! Aku benar-benar tidak menyangka! Apa alasanmu melakukan hal itu? Jawab aku!" cecar Clara dengan bibir bergetar menahan tangis sekaligus emosi yang memenuhi kepalanya. Bryan tidak bisa lagi berkutik dan membela anaknya. Ronald sendiri sudah mengakui sem
Adrian menatap lekat lembaran foto di tangannya secara bergantian.Sorot matanya yang tajam meneliti setiap detail petunjuk yang ada.Raut wajahnya penuh tanda tanya. “Siapa pria ini, Jo? Lalu apa yang dia lakukan dengan Pamanku?” Joseph pun duduk dan terlihat antusias sekali.“Aku yakin pria ini adalah orang penting sampai mereka harus bertemu di tempat tersembunyi, Tuan!” ungkapnya bersemangat.Kening Adrian berkerut mendengar itu. Masih tetap tidak puas dengan penjelasan Asistennya.“Tapi, kenapa kau memberikan foto ini padaku? Memangnya apa yang menarik dari dia?” ucapnya kesal dan melempar asal ke meja.Dia sudah pusing dengan masalah perusahaan dan sekarang harus mengurusi orang asing pula!“Nah itu dia, Tuan! Apa Tuan tidak penasaran siapa dia sebenarnya? Tapi, tenang saja karena aku sudah mencari tahu siapa pria itu!” ucap Joseph dengan senyuman misterius.Dia pun membuka Tab miliknya dan mendekatkan lay
Pria paruh baya itu memberikan tatapan menusuk.Sementara pemuda lajang di seberang sana tampak duduk dengan gelisah, susah payah menyembunyikan raut wajah kesal karena kembali mendengar kata-kata yang sangat ia benci.‘Huh! Lagi-lagi cuma bisa menyalahkanku!’ hanya berani menggerutu dalam hati.Tangan kanannya mengambil gelas whisky, menghabiskan sisa minuman itu hingga tandas dan meletakkannya kembali ke atas meja kaca.Butuh sesuatu yang menantang untuk berbicara dengan pria itu.“Aku sudah mengatur semuanya, Bos! Dia gadis yang bodoh. Bahkan tidak memberitahuku kalau si cecunguk itu punya rekaman videonya!” jelasnya berkelit.Yup!Sandy dan Bastian bertemu diam-diam hari ini.Tentu untuk membahas situasi yang makin rumit karena rencana pemuda itu yang hanya ampuh di awal dan menguap begitu saja setelah Adrian berhasil memutar balikkan keadaan.Sandy menyenderkan punggungnya ke sofa.Senyuman miring pun terbit di sudut bibirnya, “Hahaha! Kalian berdua itu sama-sama bodoh! Kau itu s
“A-apa? Ti-tidak mungkin!” ucapnya dengan bibir bergetar. “Kalian pasti salah orang!”[“Tidak, Pak. Kami sudah memeriksa di dalam selnya dan memastikan informasi ini dengan dokter terkait,” jelasnya lagi.]Tangan Bryan lemas dan ponselnya pun jatuh ke lantai.Pria di seberang sana masih bicara, tetapi pria paruh baya itu sudah tidak peduli.“Ti-tidak! Putraku tidak mungkin mati! Ronald … tidak mungkin! Tidaakkkkk!!!”Suaranya menggema di ruangan kerjanya.“Tidak mungkin! Hu-hu-huaaaaa!” Tangis pria itu akhirnya pecah.Kedua bahunya berguncang karena terisak pilu.Setelah semua kejadian yang dialaminya, dia selalu berusaha untuk kuat.Namun, sekarang adalah puncaknya.Putra satu-satunya dan kebanggaan baginya sudah pergi untuk selamanya.Dan dalam beberapa jam saja, berita kematian Ronald langsung laris manis mengisi stasiun televisi.Semua orang pun membicarakan berita itu dengan berbag
Sementara itu…Seorang pria paruh baya baru saja ingin merebahkan badan karena lelah seharian bekerja.Namun atensinya teralihkan saat mendengar bunyi ponsel yang ada di samping ranjang.Saat melihat nama yang ada di layar, raut wajahnya langsung berubah menjadi masam.“Halo! Untuk apalagi kau menelponku?” jawabnya ketus.Pria di seberang sana mencoba bersabar walaupun juga sama kesalnya.[“Tidak usah ketus begitu, Baron! Aku hanya ingin minta keringanan hukuman untuk Ronald! Kau bisa kan bicara pada polisi?” ucapnya sedikit memaksa.]Ya, Bryan menghubungi Baron untuk minta potongan masa tahanan putranya dan mereka tidak tahu sama sekali soal kedatangan Adrian dan rencana licik Ronald yang terbongkar.Belum ada yang memberitahu kedua pria ambisius itu.Jadi, apapun akan dia lakukan meskipun mengemis pada Adik satu-satunya.Baron merasa sangat emosi mendengarnya tetapi berusaha tetap tenang demi kesehatannya
Semua orang di ruangan terkejut mendengar ucapannya barusan.Tanpa banyak basa-basi lagi, Adrian melangkah mendekat ke arah pria yang dulu sangat sombong padanya.Orang yang menghancurkan keluarga istrinya, meskipun ada satu pengecualian karena berkat hal itu dia bisa menikah dengan Clara.Dengan cepat kedua tangannya menarik kerah baju berwarna oranye itu.Wajahnya berbalik ke belakang menatap Asistennya, “Berikan pisaunya, Jo!” teriak Adrian murka.Joseph yang tersadar langsung menaikkan celana kainnya di kaki kiri dan terlihat di balik kaos kaki itu sebuah benda tajam terbungkus dengan kulit khusus berwarna coklat.Dia pun mengambil bilah pisau lipat itu dan tanpa ragu memberikan pada Adrian.“Ini, Tuan!” ucapnya pelan.Adrian langsung mengambilnya dengan cepat dan kasar tanpa peduli kalau tangannya akan terluka.Dia langsung mengarahkan ke leher Ronald.Melihat itu salah satu petugas melarang Adrian untuk melakukan niatnya.“Jangan lakukan apapun, Pak Adrian! Ini kantor polisi dan
“Apa?!” teriaknya dengan raut wajah terkejut.Dia sampai bangkit berdiri dari kursi.Helaan napas panjang langsung keluar dari mulutnya.'Ini tidak mungkin!’ hatinya menolak percaya.Tentu saja!Bagaimana caranya dia membayar orang?Karena Joseph yakin kalau saat itu Ronald sedang berada di dalam penjara.“Kenapa pria itu masih bisa … ah, sudahlah. Cepat berikan semuanya pada kantor polisi atas nama Tuan Adrian. Aku akan menyusul ke sana!” putusnya cepat.[“Baik, Bos!”]Napas Joseph memburu lalu secepat kilat melangkah masuk ke dalam ruangan Tuannya.“Tuan, a-aku ada kabar buruk!” ucapnya sedikit ragu.Adrian memijat keningnya yang pusing karena dari pagi moodnya sudah jelek, ditambah informasi yang diterima dari Asistennya itu semua adalah masalah.“Ada apalagi, Jo?” jawabnya dengan ketus.Adrian terlihat malas meladeni Asistennya itu.Joseph pun duduk di kursi yang ada di depan meja kerja Adrian.“Orangku bilang, kalau pria yang menabrak Tuan kemarin dibayar oleh Ronald. Dia pelaku
Klik!Panggilan telepon itu dimatikan sepihak oleh Bastian.“Ha-halo! Hei, aku belum selesai bicara!” teriaknya kencang.Nayla menatap layar ponselnya dengan nanar. Tanpa basa-basi lagi dia pun langsung membantingnya ke lantai.“Aarrgghhhh!!! Aku benci kalian semua! Dasar brengsek!”Tubuh gadis itu merosot ke lantai.Kedua bahunya berguncang karena menangis dengan histeris.Tidak ada lagi yang bisa membuatnya merasa aman di sini.Dengan cepat dia menghapus air matanya dan segera bangkit menuju kamarnya.Nayla akan melakukan rencana yang terakhir supaya bisa hidup dengan tenang.Di Apartemen Joseph…Baru saja pria itu ingin merebahkan badan setelah seharian berkutat dengan pekerjaan yang melelahkan.Tiba-tiba ponselnya berbunyi dan keningnya pun berkerut saat melihat nomor asing di layar.Meskipun ragu, ia akhirnya mengangkatnya juga.“Halo? Siapa ini?” ucapnya langsung.[“Halo, Bos. Maaf mengganggu malam-malam. Tapi, aku sudah mendapatkan lokasi gadis itu!” ungkap pria di seberang s
Pria itu menarik sudut bibirnya dan tetap santai saja. Setelah seharian sengaja mengabaikan semua pesan dan telepon yang masuk, sekarang barulah ia tertarik meladeni gadis itu.[“Aku tentu saja sedang di kantor. Ada apa?” pria itu bertanya dengan nada malas.]Nayla semakin geram mendengar Bastian yang bersikap cuek padanya. Bahkan dia yakin kalau pria itu pasti sudah menonton berita yang mengguncang dirinya.Meskipun memakai inisial tapi semua karyawan perusahaan Adrian bisa menebak siapa orang yang dimaksudkan. Dan bukannya mendukung, malah mereka semua pasti akan menyalahkan dirinya.Kedua kaki Nayla menghentak ke lantai, “Kenapa kau membuat berita gosip tanpa persetujuan dariku? Kenapa membawa namaku, hah? Aku tidak terima!” teriaknya dengan kencang.Bastian sampai harus menjauhkan ponsel itu dari telinganya.Tetapi, bukannya merasa bersalah malah menampilkan senyuman licik di sudut bibirnya.[“Memangnya aku harus minta pendapatmu kalau ingin melakukan sesuatu? Tidak ‘kan? Kau ti
"Baik, Tuan!" jawab Joseph patuh. Adrian membuka jasnya dengan cepat dan memberi perintah lagi, “Hapus berita murahan itu sekarang!”Pria itu pun mengangguk dan segera ke luar dari sana sebelum Tuannya semakin murka. Adrian pun mendudukkan tubuhnya di kursi dengan kasar. Dia pun memegang kepalanya yang berdenyut pusing dengan kedua tangannya. "Apalagi sekarang?!" teriaknya frustasi. Tentu saja karyawan di perusahaan ini tahu siapa yang dipecat secara tidak hormat olehnya. Sebagian orang pasti ada yang percaya dengan berita itu dan Adrian tidak ingin hal itu memperngaruhi kinerja mereka. Juga dengan inisial nama yang sudah jelas merujuk pada Nayla. Adrian tidak menyangka kalau gadis itu masih berani bermain api dengannya setelah apa yang terjadi. Padahal ia sudah sebisa mungkin menjauh dan tidak pernah memberikan celah pada wanita manapun untuk mendekatinya. Sedetik kemudian ia teringat kalau ponselnya masih dalam mode silent. Dengan terburu-buru Adrian merogoh saku jasnya.