“Bagaimana kondisi Dante, Dok?” tanya Visha.Nadanya penuh kekhawatiran, melihat Dante terbaring tak sadarkan diri di atas tempat tidur rumah sakit. Pipinya diberi perban karena ada luka saat membentur aspal jalanan.Luca juga sudah tiba di sisi Visha, merangkul putrinya untuk menabahkan hati ibunda Dante tersebut.Dokter tersebut menjelaskan, “Selain luka di pipi. Tidak ada luka lain yang terlihat. Namun, saya menjadwalkan CT-scan, kalau-kalau kepalanya sempat terantuk.”Penjelasan sang dokter semakin membuat Visha kalut. Ia pun menangis di pelukan Luca.Sementara itu, Madoka yang terluka cukup parah hanya berdiri di dekat pintu, tak berani menatap Dante maupun Visha.“Sebenarnya tidak ada luka di pelipis atau kepala. Tapi sebaiknya tetap diperiksa, bukan?” imbuh dokter itu lagi, mencoba menenangkan Visha.“Silakan lakukan apa yang terbaik untuk cucu saya, Dokter.” Luca menegaskan.“Tentu saja Tuan Luca. Tentu saja. Kalau begitu saya permisi. Suster akan menjemput untuk CT-scan beber
“Madoka! Hentikan!” raung Damian untuk kedua kalinya.Isi gudang itu sudah berantakan. Banyak kotak kayu yang sudah hancur karena bantingan.Ini kali kedua Damian terlihat panik seumur hidupnya. Biasanya dia adalah tipe pria yang sangat tenang, sebesar apapun masalahnya.Tapi kali ini ia panik karena Madoka seperti tidak mendengar suaranya. Pria berambut panjang itu tak berhenti berjalan menuju seorang pria yang tengah gemetar ketakutan di dinding gudang.Dengan tergesa Damian berlari ke arah Madoka dan menarik tubuhnya supaya berhenti melangkah. Tapi Madoka mengayunkan lengannya dan menghantamkan pipa besi di tangannya ke belakang tubuhnya.“Argh!” Pipa itu mengenai kepala Damian dengan sangat keras. Darah segar langsung mengalir hingga terasa sampai leher dan punggungnya.Tapi Damian tak menyerah. Ia tetap memegangi tubuh Madoka, melarangnya untuk melangkah sedikitpun.Musuh mereka yang ketakutan itu ternyata juga sudah dalam kondisi tidak bisa melarikan diri dari sana. Kakinya suda
“Nona akan mengunjungi Madoka lagi?” tanya Javier.Visha yang tengah melamun, mengangguk tanpa menoleh pada Javier.Sudah hampir 1 minggu, Madoka masih belum sadar dari komanya. Sementara Dante yang mengetahui hal itu, merasa sangat bersalah.Dan sekarang mereka sedang berdiskusi di meja tamu yang ada di dalam kamar Visha, sementara Dante sedang mandi.“Bagaimana caranya membuat Dante tidak merasa bersalah, Javier?”Pertanyaan Visha yang tiba-tiba itu membuat Javier ikut berpikir. Sejak Dante keluar dari rumah sakit dan kembali ke sekolah, Visha memintanya menjadi bodyguard Dante ketimbang dirinya.Visha merasa, ia seorang diri masih bisa mempertahankan diri kalau memang ada yang mengganggunya. Tapi tidak dengan Dante. Anak laki-laki itu lebih membutuhkan Dante ketimbangan dirinya.“Boleh saya bicara dengan Dante nanti, Nona? Saya akan coba lakukan sesuatu.” Hanya itu yang bisa Javier berikan sebagai jawaban untuk saat ini.Kali ini Visha menoleh dan tersenyum ke arah Javier. “Kalau b
Sementara itu di kediaman Cavallo.Javier yang menerima pesan itu, semakin berpikir keras, bagaimana supaya Dante tidak mengalami self-blaming setelah ia mengunjungi Madoka.Saat ini, Dante tengah bermain dengan Javier. Pria itu terkejut, ketika tiba-tiba anak laki-laki itu bertanya, “Kapan Uncle Madoka akan pulang dari rumah sakit?”“Hm ….” Javier mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan itu.Ia menganggap ini sebagai kesempatan untuk sekalian memberitahu Dante, bahwa kondisi Madoka saat ini bukanlah kesalahannya.Tapi belum juga sempat menjawab, Dante menambah pertanyaan baru, “Apa sakitnya parah? Apa tidak akan pulang?”“Nah, tidak, tidak. Sepertinya Madoka … belum ingin bangun dari tidurnya.”Tiba-tiba, Javier teringat akan kenangan masa kecilnya. Mengenai film kartun superhero yang selalu membasmi mimpi buruk.Ia pun segera menambahkan, “Kau tahu, Tuan Muda. Madoka melawan semua musuh yang mengganggu bukan? Kali ini dia juga sedang melawan mereka di alam mim
“Tapi … Grandpa tidak memperbolehkannya,” ujar Dante dengan suara pelan.Di satu sisi ia tidak mau membuat sang kakek marah padanya, tapi di sisi lain ia sangat ingin mengirim dream catcher itu pada Madoka.Javier tersenyum. Kemudian ia bertanya, “Apa Tuan Muda tetap ingin membuatnya?”Dante pun mengangguk. Ia sangat ingin membantu Madoka yang sudah melindunginya malam itu.“Kalau begitu, ayo kita buat, Tuan muda,” ajak Javier sambil menepuk pundak anak laki-laki itu.“Benarkah?! Kita akan tetap membuatnya?” tanya Dante dengan raut wajah yang sudah berubah menjadi raut bahagia.“Tentu saja. Tidak ada yang bisa menolong Madoka selain Tuan muda.” Javier meyakinkan Dante.Merekapun akhirnya memaksa Eugene untuk pulang ke rumahnya dan mencari barang-barang yang mereka butuhkan.Segera, Dante dan Javier sibuk membuat dream catcher di dalam kamar Visha. Mereka membuat 3 dream catcher, sampai-sampai Dante terlelap di pangkuan Javier.Malam itu, Dante melaporkan apa yang sudah ia bicarakan de
“Eh?!” Claire memekik.Ia sedikit kaget karena dikatai ‘gila’ oleh tamunya. Tapi Claire malah mendengar atasannya yang tertawa seperti orang gila, dari penerima suara di telinganya.Claire menangkap itu sebagai sebuah tanda untuknya melanjutkan pembicaraan dengan Visha.‘Kemungkinan besar Tuan Vonci ingin mengecek seperti apa wanita yang bernama Navisha ini,’ pikir Claire sambil berpura-pura membersihkan tenggorokannya.“Ba—bagaimana maksudnya, Nona Navisha?” tanya Claire memintanya menjelaskan kalimatnya tadi.Visha tersenyum sambil melanjutkan, “Aku dan mendiang ibuku bukan orang yang sama, walau darahnya mengalir dalam tubuhku. Dan aku mencari tahu setiap perusahaan yang beliau inginkan. 2 tahun ini aku mengamati Vonci Corporation dan aku sangat berharap Vonci bisa bekerja sama dengan Viensha.”Walaupun demikian dikatakan Visha, sebenarnya semua itu hanyalah bualan belaka. Ia hanya mengamati bagaimana sifat Svonzeus yang sebenarnya dan membuat peta berpikir seperti apa ia harus mer
“Penawaranku ini bersifat terbuka. Maksudku, kau tidak perlu merasa tertekan karena ini.” Svonzeus mulai bersikap misterius.“Ah … Anda membuat saya penasaran, Tuan Svonzeus,” timpal Visha yang sudah melatih respon ini selama satu minggu.Svonzeus pun tergelak mendapati Visha yang penasaran. Ia merasa di atas angin, karena bisa membuat Visha penasaran. Baginya, itu berarti ada kesempatan 50 persen Visha akan menyukai penawarannya ini.“Baiklah. Dengar, Nak. Aku punya anak laki-laki yang sangat tampan. Tapi sulit sekali menyuruhnya segera menikah. Padahal aku sudah akan segera menurunkan bisnisku ini untuknya. Bagaimana kalau kau jadi menantuku saja, hm?”Netra Visha membulat, kaget. Menambah manis wajah cantiknya. Svonzeus pun semakin ingin menjadikan Visha sebagai istri dari anak laki-lakinya.Dengan kecerdasan Visha yang sebenarnya sudah ia akui, ia yakin, kerajaan Vonci miliknya akan bisa berlayar tanpa kendala.“Ah … saya tidak yakin, putra Tuan Svonzeus akan menyukai saya—”“Nons
“Kau tidak salah baca situasi, kan, Lucas?!” tegur Javier pada Lucas. Ia sedikit kurang percaya pada anak buah termudanya itu.“Ugh! Ini tidak perlu membaca situasi. Sejak selesai meeting dengan Svonzeus itu, Nona terus saja mengoceh mau makan enak. Lalu begitu sampai di dalam mobil, beliau berteriak-teriak, mengata-ngatai Svonzeus sebagai ‘pria tua sialan’,” jelas Lucas dengan cepat.Mendengar cerita Lucas, Javier jadi semakin ingin tahu, apa yang sebenarnya dilakukan Svonzeus pada Visha, hingga bisa membuatnya mengamuk sendiri di mobil.Baru saja Javier ingin melanjutkan pertanyaan yang sudah ada di kerongkongannya, ia terpaksa menelannya lagi, karena tiba-tiba pintu mobil terbuka.Visha keluar dengan mengenakan kacamata hitam. “Javier … kau di sini?!” serunya sambil memeluk pria kekar itu.Javier pun segera meminta Lucas untuk ganti berjaga di depan gerbang sekolah, sementara ia akan menemani Visha di restoran.Setelah duduk di restoran, Javier menunggu Visha untuk membahas mengena