“Takut? Benar. Aku sama sekali tidak mearasakan takut.”Visha menatap Javier dalam-dalam. Ia mempertanyakan pertanyaan Javier dalam hati, ‘Kenapa memangnya kalau aku tidak merasa takut? Aneh kah, kalau aku merasa takut?’Bahkan raut wajah Javier yang ditampakkannya seperti orang yang sedang melihat hantu. Kaget dan panik.Begitupun, Visha menambahkan, “Aku ingat benar, yang kuinginkan saat itu adalah merobek wajah meringis Gale yang mengejekku.”Javier tak juga berkomentar. Akhirnya Visha bertanya setelah ia menghela napas, “Apa aku aneh menurutmu, Jav? Kau tahu, kau terlihat panik ....”Menyadari kuatnya respon lewat raut wajah sendiri, Javier pun segera memasang wajah senyum walau dipaksakan.Sebagai balasan untuk kejujuran Visha, Javier pun mengungkapkan penilaiannya, “Aku hanya merasa, responmu sangat tidak biasa, Nana. Bahkan aku mungkin masih ada ketakutan saat melihat musuh dalam jumlah yang banyak.”Visha terdiam sesaat, mencoba mencerna lalu membandingkan dirinya dengan apa y
Keesokan paginya di kediaman Cavallo.Luca mengetuk permukaan meja kerjanya tak berhenti, sementara telinganya sibuk mendengarkan rekaman pembicaraan kemarin dengan Louis.‘Apa Ern akan menjadi rendah sampai menggunakan cara kotor seperti ini? Atau aku yang terlalu negatif merespon kelakuannya?’ batin Luca dengan penuh pertanyaan.Masih larut dalam pertimbangannya, Luca dikejutkan dengan ketukan pelan di pintu ruang kerjanya yang memang dalam keadaan terbuka.Damian membungkuk sedikit sambil memberitahu, “Tuan, Tuan muda Ernesto sudah datang.”“Mm!” Luca berdehem seraya melepas penyelia suara di telinganya, lalu mengatur napasnya untuk menahan emosi yang tidak diperlukan.Tak lama setelahnya, Ernesto muncul dengan raut wajah santai. “Papa! Tumben sekali Papa memanggilku seperti ini. Ada apa, Pa?”Luca menatap Ernesto, seolah menilai penampilannya, padahal ia tengah menimbang dari mana ia akan membuka percakapan ini.“Aku mengunjungi Baltimore,” ujar Luca akhirnya memutuskan untuk lang
“Aku pergi dulu, Ayah.”Javier langsung pamit setelah mereka tiba di teras kediaman Cavallo. Ia tidak mau berlama-lama meninggalkan Visha dan Dante di luar pengawasannya.Namun, Luca menepuk pundak Javier, mencoba menahan menantunya itu. Ia berujar, “Jav ... kuharap kau tidak menyetujui apapun yang diputuskan Ern—“Ucapan Luca menggantung, karena Javier sudah langsung menggelengkan kepalanya. “Dia seorang pemimpin, Ayah. Tidak mungkin aku tidak mengikuti perintahnya.”Dan sebelum Luca bisa menangkis ucapan Javier, menantunya itu menambahkan, “Cavallo akan baik-baik saja. Pasti.”Tak lagi ingin melanjutkan percakapan tersebut, Javier pun langsung masuk ke dalam mobil dan berlalu dari hadapan Luca.Damian sendiri juga berpikir kalau Luca tidak bisa menyalahkan Javier. Semua ini adalah karena kebodohan Ernesto.“Damian, apa keputusanku malah membawa Cavallo pada kepunahan?” tanya Luca sambil menatap mobil yang sudah membawa Javier jauh dari jangkauannya.Sekretaris Luca itu membetulkan l
“Ada apa?”Belum juga Javier membuka pintu ruang kerja Visha, sang istri ternyata sudah lebih dulu mempertanyakan percakapan telepon barusan.Padahal Javier masih butuh waktu untuk mengatur kata-katanya agar Visha tidak langsung marah karena Dante berkelahi.“Nana ... kau sudah selesai bekerja?” tanya Dante sambil mendorong Navisha kembali ke dalam dan mendudukkan sang istri di sofa.Yang didorong pun menurut saja. Ia duduk sementara manik matanya mengikuti tubuh Javier yang bergerak menyusulnya duduk di sisi kanan.Alih-alih menjawab pertanyaan Javier, Visha malah balik bertanya, “Kudengar kau seperti panik. Siapa tadi, Jav?”Javier masih butuh waktu lebih untuk memutuskan dari sisi mana ia akan mulai menjelaskan apa yang terjadi pada Dante.Kalau ia mulai dengan kalimat bahwa Dante dirundung di sekolah, jelas Visha akan mengamuk dan segera menuju ke sekolah.Namun, kalau dijelaskan bahwa Dante berkelahi, ia pasti akan marah pada Dante.‘Ugh! Sejak kapan membuat kalimat saja sulit bu
“Well ... apa kau sudah siap untuk minta maaf pada temanmu? Dante?”Dante menelan ludah. Tidak siap untuk melakukan apa yang ditanyakan sang ayah. Javier sedikit was-was menantikan jawaban dari Dante. Ia cukup takut kalau-kalau putranya itu menolak dan memilih untuk mengabaikan saja masalah ini.“Ehem! Si—siap!” seru Dante dengan terbata.Kini mereka sudah berada di depan ruang kepala sekolah untuk membicarakan mengenai perkelahian Dante dengan temannya kemarin.Javier terkekeh pelan sementara buku jarinya mulai menghantam lembut pintu ruang kepala sekolah yang masih tertutup rapat.“Masuk!” Seruan dari dalam terdengar samar, sebagai izin untuk Javier menggeser terbuka pintu itu.“Selamat pagi, Mr. Moses,” sapa Javier dan Dante hampir berbarengan.Mendengar sapaan itu, pria tua bernama Moses itu pun segera berdiri dan membalasnya, “Ah ... selamat pagi, Tuan Javier, Dante. Ayo duduk dulu.”Masing-masing mereka pun mengambil posisi duduk berhadapan. Dante duduk di samping Javier dengan
"Saya sudah katakan pada Anda, bahwa Dante adalah keluarga Cavallo. Tapi Anda tidak menggubrisnya." Moses mengingatkan pria yang meneleponnya sambil mengamuk.Setelah kedatangan Javier yang sia-sia kemarin, hari ini ayah Simon—Richard Countesc, menghubungi sang kepala sekolah dan mengamuk.Richard menebak kalau orang yang sudah mengganggu bisnisnya pastilah orangtua Dante. Karena dalam pesan yang diterimanya, mereka menginginkan permintaan maaf dari Simon."Brengsek! Padahal Javier itu tidak ada urusannya dengan anak itu! Dari berita yang kudengar, anak itu hasil pemerkosaan! Tch! Keluarga berantakan!" raung Richard yang masih tidak paham dengan posisinya.Lagi, Moses menghela napas panjang. Ia tahu bahwa Richard adalah donatur terbesar di sekolah tersebut, tapi kalau selalu keras kepala seperti ini, tidak mungkin sang kepala sekolah mau pasang badan.Moses pun akhirnya berkata, "Tuan Richard, sebaiknya Anda selesaikan dengan baik-baik. Mau bagaimanapun masa lalu Dante, tidak akan per
"Uncle Madoka!" seru Dante yang baru saja keluar dari kelasnya.Tuan muda kecil Cavallo tersebut baru saja menyudahi proses belajarnya hari itu. Dari wajah Dante, Madoka bisa menebak kalau permintaan maaf dari Simon tadi sudah menghilangkan air muka sedihnya."Tuan Muda! Apa mau makan dulu di kantin? Dengan Simon?" tanya Madoka tanpa basa basi.Dante yang memang sudah terbiasa mengamati orang-orang dewasa itu di sekitarnya pun paham, bahwa ada hal yang ingin dibicarakan Madoka dengam Simon."Tentu! Akan kupanggilkan Simon." Dante tersenyum riang sambil berbalik kembali ke kelas untuk menghampiri anak tersebut."Simon, mau makan siang denganku? Kau sering lama menunggu di kelas, kan?" ajak Dante dengan senyum ramahnya.Simon sedikit tertegun mendapat perlakuan baik dari Dante. Walau ia sudah minta maaf, baginya tidak serta merta mereka menjadi teman. "Tidak ada alasan aku makan siang denganmu! Jangan urusi aku!" sentak Simon.Suara Simon yang keras sudah tentu membuat Madoka memunculk
Dhuar!Bang!Bang!Bang!“Ha! Ha! Ha! Mati kalian semua antek Cavallo!” raung Gale yang berdiri di atas kendaraan jeep terbuka.Mereka baru saja mengebom gerbang utama kediaman Luca dan melumpuhkan semua penjaga.Luca yang terbangun karena alarm dari gerbang utama pun langsung menyuruh semua staf rumah tangga membawa Bianca, bersembunyi di ruang bawah tanah.Ernesto dan Luca bersiap menghadapi mereka dengan anak buah yang ada. Tidak banyak mereka yang tinggal di dalam area Cavallo. Paling banyak mereka bisa mengumpulkan 50 orang untuk kejadian tak terduga ini.“Kau sudah memanggil anak-anak di luar sana?” seru Luca pada Ernesto, yang berjalan bersama menuju ke luar teras untuk melihat keadaan seperti apa yang menunggunya.“Beres, Pa. Mereka sudah dekat.”‘Andai ada Javier ... aku merasa lebih tenang. Kalau hanya Ernesto ... haaah ... aku harusnya bisa percaya pada anakku,’ batin Luca berkonflik.Luca tak punya muka untuk memanggil Javier, karena Ernesto dengan bodohnya sudah membuat C