Lokasi pabrik Super Cola milik Arin berada di kawasan industri Cibolerang. Tidak sampai satu jam, mobil yang Ryan tumpangi tiba di tujuan. Di sana, Arin telah menunggu Ryan di depan lobi.Saat Arnold turun dan membukakan pintu kursi penumpang, tatapan Arin berfokus pada seorang pria berperawakan tampan yang turun dari kursi penumpang. Tenang dan santai adalah kesan pertama yang ia lihat dari sosok Ryan. Terakhir kali ia bertemu dengan Ryan, penampilan Ryan tidak setampan sekarang. Ryan dengan jas yang pas di tubuhnya, serta gundukan otot yang tidak terlalu besar itu terlihat mempesona. Tubuh yang tinggi menjulang begitu proporsional. Untuk sepersekian detik, Arin dibuat terbuai akan pesona seorang Ryan, pria yang pernah ia tolong.“Lama tak jumpa, Arin.” Ryan tersenyum seraya menjulurkan tangannya. “Kamu semakin cantik saja.”“Terima kasih Ryan. Berkat krim yang kamu berikan, sekarang wajahku semakin kencang.” Arin menjabat tangan Ryan dan berkata, “Dan juga, selamat datang di perusa
Sepuluh preman yang dibawa oleh Alex dengan cepat mengelilingi Ryan, siap untuk menghajarnya. Mereka merasa memiliki keunggulan jumlah dan percaya bahwa Ryan dan lainnya adalah mangsa yang mudah.Namun, sebelum mereka bisa melancarkan serangan pertama, Arnold dengan santai melangkah ke depan Ryan. Sambil tersenyum, ia berkata, "Bos, serahkan semua ini padaku."Arnold melihat ke sekelilingnya dan berkata dengan nada provokasi, “Majulah kalian semua! Aku sendiri bisa mengalahkan kalian dengan mudah!”Alex, yang melihat sikap Arnold seperti itu, tidak bisa menyembunyikan keheranan dan ketidakpercayaannya. "Dasar bodoh," gumam Alex.Para preman itu pun terkekeh dengan sikap Arnold. "Kalian lihat itu? Pria botak itu bersikap sok pahlawan," salah satu preman berkata dengan cemoohan.Preman lain menambahkan, "Ini pasti lelucon. Tidak ada cara dia bisa menghadapi kita."Para preman itu sangat meremehkan Arnold. Mereka bahkan membiarkan Ryan dan Arin keluar dari kepungan mereka, Di mata para p
Melihat Alex yang sudah gila, Ryan menggelengkan kepalanya. Dengan tatapan menusuk jiwa, Ryan menginjak dada Alex tanpa ampun. Krak!"Aaaaaaaah–!" Alex mengerang kesakitan begitu tulang dadanya retak. Akex menangis keras, memohon pada Ryan, "Ja-jangan bunuh aku. Aku berjanji tidak akan mengulangi perbuatan ini lagi," ucapnya terbata-bata."Aku akan memberimu kesempatan hidup. Tapi, kau harus menjawab pertanyaan dariku dengan jujur," ucap Ryan seraya terus tersenyum.Alex serasa mendapat amnesti. "Be-benarkah kamu akan membiarkanku hidup?"Ryan mengangguk. Detik berikutnya, senyum di wajah Ryan menghilang, digantikan ekspresi dingin bagai balok es. "Sekarang jawab dengan jujur. Apakah kecelakaan yang menimpaku beberapa tahun silam dan membuatku hidup cacat, bukanlah kecelakaan, tapi kesengajaan?"Mendengar pertanyaan Ryan, Alex memunculkan wajah penuh keraguan dan keengganan. Ryan tanpa belas kasih langsung menekan lebih kuat lagi kakinya yang masih menginjak dada Alex."Aaaah—!" Ter
Di tengah bau tidak sedap yang datang dari bawah celananya, Alex meringis kesakitan, merasakan kerasnya cengkeraman Ryan di rahangnya. Ia juga mengalami kesulitan bernafas. "Ti-tidak ada, aku sendirilah yang merancang semua rencana itu! Orang yang aku suruh untuk menyabotase mobilmu juga sudah aku lenyapkan," jelas Alex dengan suara terbata-bata.Ryan hanya tertawa kesal mendengarnya, “Jangan coba membohongiku atau melindungi pelaku yang sebenarnya! Jika kau melakukannya, maka kau akan terus merasakan neraka buatanku.” Gigi geraham Ryan menggelatuk menahan emosi dalam dirinya. Ryan masih kurang percaya dengan penjelasan Alex. Bagaimanapun juga, dulu dirinya dan Alex berteman cukup baik. Jadi tidak mungkin Alex tega melakukan hal keji itu tanpa perintah orang lain yang membuatnya merasa terancam.“Aku tidak bohong,” tegas Alex. "Aku memang dalang dari insiden naas yang menimpamu di masa lalu!"Alex pun kembali teringat masa-masa di mana Ryan dan dirinya masih menjadi teman dekat. Nam
Di gedung utama PT. Super Cola, Ryan minum segelas Super Cola dingin yang telah disajikan Arin di ruangannya. Arin duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan Ryan. Senyum manis merekah di wajahnya. "Terima kasih banyak Ryan. Aku tidak tahu lagi bagaimana cara membalas jasamu."Tatapan penuh takjub itu jelas terlihat di mata Arin yang sejak tadi menatap Ryan. Masih jelas di ingatannya bagaimana cekatan dan perkasanya Ryan saat membunuh seorang preman yang berusaha menyanderanya. Walau awalnya tampak menakutkan, tapi setelah Arin pikir-pikir lagi, Ryan tampak sangat keren.Apalagi saat Ryan menyiksa Alex, hati Arin berdegub kencang. Bulu kuduknya pun sampai berdiri. Tapi, di sisi lain, Arin sangat bersemangat menyaksikan Ryan menghukum pria yang berusaha merebut perusahaanya itu. Ia puas melihat pria itu dihukum secara langsung di depan matanya.“Jangan berlebihan Arin, itu sudah menjadi tanggungjawabku sebagai temanmu." Ryan tersenyum hangat, membuat Arin terpesona.Ryan lalu tering
Setelah makan siang bersama dengan Latisha dan lainnya di restoran hotel, Ryan pergi ke sebuah cafe yang berada cukup dekat dengan gedung kantor milik PT. Indo Jaya Properti, perusahaan properti multinasional milik Albert. Suasana cafe dengan alunan musik jazz terasa menenangkan. Orang-orang tampak menyantap hidangannya dengan tenang dan memlngobrol dengan riang.Di salah satu meja yang berada tepat di sebelah kaca yang menghadap ke jalan raya, Ryan dan Arnold bertemu dengan Hendra, anak buah Arnold yang mendapat misi mencari informasi mengenai Dian di Jakarta."Jadi, bagaimana hasil penelusuranmu?" tanya Ryan seraya menyeruput secangkir kopi.Hendra yang mendapat tugas baru untuk mencari informasi mengenai Albert, ternyata dapat dengan mudah mendapatkannya. Albert cukup dikenal di kota ini, sehingga Hendra dapat dengan mudah menemukan informasi tentang lelaki itu. "Bos, berdasarkan informasi yang saya terima, Albert adalah pendiri dan juga pemilik dari PT. Indo Jaya Properti, perusa
"Jangan kira aku mau membocorkannya, cuih!" Pria Sniper itu meludahi wajah Ryan. Air ludah yang kotor itu mengenai wajah Ryan, namun Ryan tetap tenang. Baginya, ini hanyalah provokasi rendah yang datang dari seorang pembunuh bayaran yang terperangkap. Ryan berusaha menahan amarahnya. Meski begitu, aura panas dari tubuh Ryan mulai mengalir keluar. Wajahnya memancarkan ketegangan, dan udara di sekitarnya terasa bergetar. Air ludah yang menempel pada pipi Ryan, yang tadi terasa menjijikkan, menguap seketika, meninggalkan kulitnya yang mulus.Melihat semua itu, pria sniper itu sama sekali tidak takut, seakan-akan dia telah siap untuk mati. Wajahnya yang tersembunyi di balik masker tetap datar, dan matanya yang penuh kebencian menatap tajam ke arah Ryan."Kalau begitu, aku akan mencarinya sendiri dari dalam kepalamu!" Ryan meletakkan telapak tangannya ke kepala pria misterius itu. Dari telapak tangannya, api berwarna putih bersih menyala dan mulai menyelimuti kepala pria bermasker putih i
Tanpa diduga, Ryan merasakan hantaman brutal yang membelah udara dan menyerangnya. Serangan itu datang seperti kilat, tak ada tanda-tanda sebelumnya. Ryan, tertangkap dalam kejutan, tidak punya kesempatan untuk membalas atau mengelak. Dalam hitungan detik, diiringi suara dentuman yang memekakkan telinga, tubuhnya terlempar ke belakang seolah-olah Ryan adalah bola yang dipukul dengan kekuatan penuh.Bangunan kantor yang berdiri megah di jalur terbangnya kini berubah menjadi reruntuhan. Dinding-dindingnya runtuh satu per satu, menaburkan pecahan kaca dan debu ke sekelilingnya.Gedung pertama yang menyambut tubuh Ryan adalah sebuah menara pencakar langit, yang berderak kesakitan saat tubuhnya menyeruak masuk. Tembok dan jendela berhamburan, memenuhi angkasa dengan awan debu dan hujan pecahan kaca tajam. Ryan, tenggelam dalam kecepatan serangan itu, tidak merasakan sentuhan nyeri dari benturan pertama. Kesadarannya terputus sejenak, tersapu oleh kekuatan pukulan yang membuyarkan segalanya
Dari balik dinding rumah mewah di kawasan elit Surabaya, terdengar isak tangis yang merobek kesunyian. Sebuah wanita bertubuh mungil dengan dada yang menonjol, tampak berusaha meredakan tangisan anak laki-lakinya yang masih berusia belia, kurang dari 8 tahun. Wanita itu, Winnie, dengan lembut mengelus punggung anaknya sambil mengayun-ayunkan tubuhnya."Sayang, shhh... sudah ya, jangan menangis lagi..." Suaranya lembut, berusaha menenangkan hati kecil yang sedang sedih itu."Reno, jangan terlalu lemah, kamu kan laki-laki!" ujar seorang gadis berusia 16 tahun, rambutnya yang panjang terurai hingga pinggang."Alena, cukup … jangan mengganggu adikmu," tegur Ryan, meski sudah berusia 46 tahun, penampilannya masih seperti mahasiswa. Banyak yang salah mengira usianya.Alena memutar matanya, rasa kesal tergambar jelas di wajahnya. "Tapi Ayah, Reno itu menggemaskan. Alena tidak tahan melihat pipi tembemnya begitu saja..." katanya sambil berusaha mencubit lagi pipi adiknya yang masih dalam dekap
Setelah berpisah dengan Zeus, kini hati Ryan penuh dengan kekhawatiran yang mendalam. Ia sangat khawatir dengan Istri dan anaknya, serta teman-teman lainnya. Dengan cepat, ia menggunakan Mode Dewa, mengepakkan keempat pasang sayap api dan es, lalu meluncur ke Jakarta, meninggalkan jejak cahaya aurora yang membelah langit, seperti bintang jatuh yang menembus kegelapan.Dalam sekejap, Ryan sudah berada di area parkir Jakarta Expo. Saat mendarat, debu dan angin berhamburan ke segala arah, menciptakan pemandangan dramatis di tengah malam. Di sekeliling Ryan, tumpukan mayat manusia dan juga makhluk modifikasi tergeletak tak bernyawa, mirip dengan tumpukan sampah yang telah dibuang. Cairan merah, yang kini mulai mengering, meresap ke dalam retakan tanah dan paving, menciptakan gambaran yang mengerikan.Melihat semua itu, Ryan memperlihatkan kegelisahan yang mendalam. Kekhawatirannya terhadap keluarga dan teman-temannya membuat wajahnya menjadi suram. Namun, sebelum Rya sempat merasakan apa
Dalam pandangan Ryan, tubuh pria tua itu hampir tidak memiliki garis kematian. Hanya dua garis saja yang bisa dilihat, sebuah bukti bahwa pria tua itu hampir mencapai batas keabadian. Seolah-olah, semakin sedikit garis kematian yang dimiliki, semakin jauh mereka dari ambang kematian.Dalam satu hembusan nafas, Ryan telah berada tepat di depan pria tua itu. Dengan keberanian dan kepastian, pedang Aurora di tangannya bergerak, berusaha memotong garis kematian yang berjalan secara diagonal dari punggung kanan pria tua itu hingga pinggang kirinya.Saat ujung pedang Ryan hampir menyentuh garis kematian, sesuatu berkilauan tiba-tiba muncul. Seolah-olah muncul dari ketiadaan, rantai keemasan meluncur keluar, bergerak cepat dan ganas. Mereka melilit pergelangan tangan, betis, dan leher Ryan dengan kekuatan yang membelenggu, menahan gerakannya yang hampir berhasil. Ryan sangat terkejut dengan apa yang dialaminya. Ia berjuang, mencoba untuk bergerak, namun rantai emas yang melilit dirinya sema
Ryan merasakan beratnya hawa kehadiran pria tua itu, membebani udara di sekitarnya. Namun, hal itu tidak menghalangi Ryan untuk mengekspresikan rasa kekecewaanya. "Kenapa … kenapa kau membunuh Albert?!" suaranya bergema, penuh dengan rasa kemarahan."Aku hanya membantumu untuk membunuhnya." Pria tua itu tersenyum, tidak ingin memberitahu Ryan alasan sesungguhnya. "Lagipula, dia sudah kalah darimu. Jadi aku hanya ingin mempercepat kematiannya, demi kegembiraanku dan para penonton lainnya.""Para penonton?" Ryan. mengerutkan dahinya. Ia mengangkat kepalanya dan menatap tajam pria tua itu. "Apa maksudmu?"Pria tua itu menunjuk ke atas langit. Ryan secara tidak sadar ikut mendongak ke atas. Detik berikutnya, mata Ryan melebar. Di atas langit, terdapat sebuah bola mata raksasa samar, mengintip semua yang terjadi di lokasi tersebut."Jadi, semua pertarungan hidup dan mati ini hanya tontonan bagi kalian?!" ucap Ryan dengan nada penuh amarah."Benar, kalian tidak lain hanya hiburan semata di
Ketika serangan keduanya bertabrakan, langit malam itu seketika terang benderang. Kilatan cahaya aurora dan petir menyinari pulau tak berpenghuni di bawah mereka. Gelombang kejut dan angin kencang membelah udara, merusak pepohonan di pulau itu. Gelombang laut naik tinggi, terpengaruh oleh kekuatan serangan mereka.Tabrakan antara kedua serangan ini menghasilkan ledakan yang luar biasa. Suara dentuman yang menggelegar mencapai ke segala penjuru. Energi dari serangan itu menyebar luas, menciptakan riak di laut dan menyapu pohon-pohon di daratan.Kedua serangan tersebut saling melawan, menciptakan tekanan besar di antara keduanya. Mereka sama-sama merasakan kekuatan besar satu sama lain, dan keduanya terus menerus berusaha untuk mendominasi serangan ini. Hingga akhirnya, sebuah ledakan besar tercipta. BOOM!Asap berbentuk kepala jamur membumbung tinggi di langit yang memerah. Suara dentuman keras terdengar hingga jarak ratusan kilometer. Gelombang tsunami setinggi sepuluh meter menengge
Di tengah reruntuhan gedung Jakarta Expo, Ryan dan Albert berdiri saling berpandangan dengan nafas terengah-engah. Dalam jangka waktu satu jam, mereka berdua telah bertarung dengan intens. Namun, sampai sekarang, masih belum ditentukan juga siapa pemenangnya.Ryan sadar, bahwa Albert memiliki pengetahuan mendalam tentang semua kekuatan yang dimilikinya dari pertarungan sebelumnya. Jadi, untuk mengalahkan Albert, ia butuh elemen kejutan yang tidak terduga. Dan sepertinya, Api Surgawi ketiga miliknya–Api Lotus Pengubah Kehidupan, merupakan hal yang cocok dalam mengejutkan lawannya. Tapi, untuk melakukannya, Ryan harus membawa Albert menjauhi kota Jakarta. Jika tidak, serangan pamungkas miliknya bisa saja mengenai Alena dan teman-temannya. Ia tidak mau hal tersebut sampai terjadi.Ryan kemudian berkonsentrasi mengendalikan ketiga Api Surgawi miliknya. Keempat pasang sayap api-es yang sebelumnya telah compang-camping dan agak meredup, kembali pulih seperti semula. Tapi, di belakang keemp
“Rooaar—!”Suara auman dari manusia yang telah dimodifikasi itu terus terdengar secara bergantian. Alena yang berada di dalam mobil bersama Winnie, Ratna, Latisha, Rahmad, Arin, dan juga Arnold, tampak sangat ketakutan. Sebagai tangan kanan Ryan, Arnold bertekad melindungi semua teman dan juga anaknya dari marabahaya. Arnold kemudian memberi aba-aba pada rekan-rekan gangster dan Praktisi Bela Diri untuk melawan monster tersebut. Di bantu oleh 500 anggota mafia Cosa Nostra, lahan parkir kawasan Jakarta Expo tersebut pun menjadi medan perang.Dududududu—!Suara derap senapan mesin meraung memecah kegelapan malam. Peluru demi peluru dimuntahkan senapan milik anggota Cosa Nostra, meluncur dengan liar ke arah beberapa monster yang berada di dekat mereka. Akan tetapi, begitu peluru tersebut menyentuh kulitnya, bagaikan peluru karet, peluru-peluru itu malah dimentahkan. Hal tersebut membuat mata orang-orang terbelalak."Ini benar-benar gawat!" gumam Arnold. Ia lalu mengeluarkan pisau dari k
Satu per satu, para tamu bergelagat aneh mulai berubah menjadi makhluk menyerupai monster. Mereka semua adalah manusia yang telah dimodifikasi menggunakan NTZ-461. Berbeda dengan seri sebelumnya, seri NTZ-461 tidak hanya meningkatkan kemampuan otak hingga 100%, tetapi juga meningkatkan kekuatan fisik. Akan tetapi, karena masih belum sempurnanya NTZ-461. Mata merah menyala menunjukkan kekacauan pikiran mereka, yang telah hancur akibat penggunaan obat eksperimental itu. Kekuatan fisik mereka melampaui manusia biasa, tetapi mereka hanya bisa mengikuti perintah Albert seperti mesin tanpa jiwa.Yudha, yang masih terkejut dengan munculnya makhluk modifikasi ini, segera sadar akan prioritasnya. "Percepat evakuasi! Jangan hiraukan makhluk-makhluk ini! Utamakan keselamatan para tamu!""Siap Letnan!" Para personel Pasukan Khusus segera mengevakuasi para tamu undangan, tanpa menghiraukan para monster bertubuh besar itu. Beruntungnya, para manusia hasil modifikasi itu sama sekali tidak menghirau
Melihat kedatangan Ryan, air mata mulai menitik dari sudut mata Dian. Ia merasa terharu dan lega melihat sosok pria yang selama ini menjadi cinta sejatinya. "Ryan…" gumamnya pelan, tapi penuh emosi.Hal itu tidak luput dari pandangan para tamu, membuat mereka saling berbisik, membicarakan Dian dan Ryan."Bukankah itu Ryan Santoso, CEO baru LionKing Indonesia?""Sepertinya Ryan dan calon mempelai wanita memiliki hubungan spesial.'"Pantas saja sang calon mempelai wanita terlihat sedih, tampaknya dia dijodohkan dengan paksa.""Wah kasihan sekali Tuan Albert, calon mempelainya akan direbut oleh Ryan malam ini.""Kalau aku jadi Tuan Albert, aku pasti akan malu tujuh turunan."Pembicaraan yang senada seperti itu, menyebar di antara para tamu, membuat Albert sedikit jengkel. Faktanya, Albert tidak merasa malu dengan semua ini. Karena kejadian ini sudah masuk dalam salah satu prediksinya."Ryan, apa yang kau lakukan di sini? Jika kamu ingin memberiku selamat, silahkan minggir dulu. Biarkan k