Tangan kekar itu memaksa Kumi masuk ke dalam mobil, lalu mobil itu bergerak membawanya menjauh. Wanita itu diam di jok belakang, ia tak berani melawan karena takut perlawanannya akan mengancam nyawanya nanti. Setelah cukup lama mobil berjalan, mobil itu berbelok dan berhenti. Ada yang membuka pintu mobil. Seseorang masuk dan duduk di sampingnya. Seketika, hidung Kumi membaui aroma wood yang kental. Parfum yang amat ia kenal. Kumi menghirupnya dalam-dalam mengisi seluruh paru-parunya. Selanjutnya, sebuah tangan menyentuh pipi Kumi. Tangan itu lembut. Berbeda dengan tangan sebelumnya yang kasar. Jarak mereka begitu dekat, hingga Kumi bisa merasakan hembusan napas orang itu. Reaksi tubuhnya langsung gemetar. Rasa takut menyerangnya. Kemudian tangan itu membuka kain yang menutup mata dan mulut Kumi. “Kamu boleh ambil handphone dan uang saya. Tapi tolong jangan perkosa saya,” kata Kumi dengan suara serak. Matanya terpejam dan tangannya memohon-mohon. “Maaf sayang, aku harus melakukan i
Wow! 30 juta?? Kumi ingin melompat dan memeluk Shaka. Tawaran itu amat menggiurkan dan menggoda imannya. Ia bisa menabung dan merebut Yashi dari tangan Arka. Mmm… bagaimana dengan hatinya. Kuatkah ia melihat Shaka tiap hari? Bagaimana jika ia melihat Nada bermesraan dengan Shaka? Kumi gamang untuk membuat keputusan. “Sebentar, apa tujuanmu menawariku bekerja lagi denganmu?” Ia memandang Shaka dengan tatapan curiga. “Apakah kamu melihatku karena punya value, sebagai permintaan maaf, atau kamu mau melakukan affair denganku?” Ia menuntut penjelasan. Shaka tersenyum kecut. “Menurut penilaianmu, aku termasuk yang mana?” Ia berusaha memahami kecurigaan Kumi yang memiliki trust issue rendah pada orang yang berlaku baik padanya. “Mmm… tidak bisa kukatakan. Bisa jadi aku terlalu membentengi diri, sehingga aku tidak mau mudah percaya dengan tawaran yang too good to be true,” sahut Kumi santai. “Kalau begitu kamu kurang percaya diri. Terlepas dari perasaan
“Abang, lihat siapa yang datang!” teriak Shaka lantang. Parang menoleh dan tertegun menatap Kumi yang berdiri di sebelah Shaka. “K-kumiiiii…” Lelaki dewasa itu langsung melemparkan gunting rumputnya ke tanag dan menghambur ke pelukan Kumi. Ia memeluk Kumi dengan hangat. “Jangan pergi, jangan pergi lagi ya,” kata Parang dengan mata basah. Amarahnya meleleh setelah melihat senyum hangat Kumi. Kumi mengangguk. Ia terharu melihat Parang masih mengingatnya. Perempuan itu lalu menuntun Parang duduk di kursi. Dia memberi kode pada Mbok Irah untuk mengambilkan minuman untuk pemuda itu. Seperti anak kecil, Parang menurut perintah Kumi. Ia duduk manis di samping Nenek. “Abang kenapa marah-marah? Apakah abang sedih?” tanya Kumi. Ia mencondongkan tubuhnya mendekat ke Parang dan melihat Parang seperti sahabat baiknya. Nenek dan Shaka mengamati keduanya dengan seksama. “Eh,” Parang mengangguk. “Ma
“Tidak! Nenek sudah bilang Kumi tidak selevel dengan kita. Nenek tidak mau kamu maupun Kumi mendapatkan perlakuan buruk dari orang-orang. Cukup Nenek yang mengalaminya dulu,” sahut Nenek berang. “Kamu nanti akan mengerti alasan Nenek,” imbuhnya lagi. Muka Shaka seketika datar. “Shaka tersiksa Nek, karena Shaka sama sekali tidak ada rasa pada Nada.” Nenek mengelus pundak Shaka. “Nenek mengerti. Kamu mencintai Kumi. Tapi kamu harus memikirkan masa depan perusahaan kamu. Bisnis orang tuan Nada besar. Mereka bisa membantumu memperluas koneksi dan usahamu. Cobalah untuk mencari sisi baik Nada, siapa tahu cinta kamu perlahan bertumbuh padanya.” Shaka menarik napas perlahan. Ia jengkel pada dirinya sendiri, karena tidak bisa seperti Kumi yang bisa mengutarakan isi hatinya secara gamblang. Dia berani mengambil resiko setelah melawan keinginan orang tuanya. Sementara dia sendiri? Ia sungkan sekedar menyangkal perkataan Nenek. Sehingga membuat
Putri memaksa suaminya yang sedang cuti pergi menemui Teguh, papanya Arka. Lelaki itu secara menolak keinginan istrinya. “Untuk apa lagi Bu? Biarkan saja Yashi tinggal bersama mereka. Toh mereka merawat Yashi dengan baik.” “Heh, maksud Ayah itu apa? Apa Ayah gak kasihan melihat anakmu menderita? Apa Ayah gak kangen sama cucumu yang cantik itu!” Putri berusaha mengingatkan suaminya. “Bukannya Ayah tidak kasihan sama Kumi. Hanya saja, Ayah berpikir praktis. Kumi masih muda, dia bisa bekerja dan mencari jodoh tanpa ribet mikir anak.” Gelombang kekecewaan menghantam dada Putri. “Haishhh! Kumi memberi tahu Ibu, jika Ayah tidak membantunya merebut Yashi dari rumah Arka. Dia tak pernah menginjakkan kakinya ke rumah ini lagi!” Putri bersungut-sungut mendapat jawaban dari suaminya. Ia pergi meninggalkan Sutomo yang sibuk mengurusi burung tekukurnya. “Itu hanya ancaman anakmu saja Bu! Gak usah khawatir!” sahut Ayah santai. Khandra
Hah, Yashi mau ditaruh di panti asuhan? Biadab! Semprul! Kakek macam apa kamu Teguh?!! Kutuk Putri dalam hati. Saking jengkelnya kaki Putri menendang kaki meja. Dug! “Suara apa itu Pa? Jangan-jangan ada yang mengintip kita?” kata Rhea manja. “Meonggggg…” Putri menirukan suara kucing, seraya mulutnya tak berhenti berdoa supaya Teguh tak memergokinya. “Paling itu kucing. Sudahlah jangan dihiraukan.” Teguh mencium pipi Rhea.” Papa belum puas nih. Kita sekarang pindah ke hotel. Kamu mau kan?” “Ihh… Papa, tapi janji ya, tas hermesnya,” jawab Rhea manja. Mereka lalu pergi dengan mobil masing-masing. “Setan kunyuk!” Putri gemas sekali melihat mereka berdua. Selanjutnya ia kembali ke kamar mandi dan membasahi kakinya. Kemudian buru-buru berlari keluar kantor dan menemui karyawan Teguh. “Waduh, gara-gara saya sembelit, jadi kelewatan bertemu dengan Pak Teguh.” Putri pura-pura sedih. “Lain kali aja deh sa
“Aku rasa itu bukan ide bagus,” kata Sutomo. “Mba Rini itu tipe ibu rumah tangga sejati. Setahuku ia belum pernah bekerja dan hidupnya sangat tergantung sekali dengan Mas Teguh. Dia pasti mikir seribu kali untuk meninggalkan Mas Teguh dan keluarganya. Jikalau dia tahu perselingkuhan suaminya. Ayah pikir, Mba Rini akan diam saja.” Ibu membenarkan perkataan suaminya. Dia mengerti jika ada perempuan yang memilih diam dengan perbuatan sang suami, karena tidak mau kehilangan kenyamanannya. “Kalau begitu, bagaimana kalau kita kita ancam Mas Teguh. Kita beritahu dia bahwa kita tahu perselingkuhannya dan akan memberitahukan pada Mba Rini?” Ayah makin tak setuju. “Apalagi itu. Ayah tidak mau ikut campur urusan rumah tangga orang lain.” Kerutan di muka Ayah kian bertambah. Istrinya yang biasanya bertutur kata lemah lembut sekonyong-konyong berubah menjadi orang yang berbeda. “Terus apa yang mau Ayah lakukan sekarang untuk merebut Yashi?” kata I
“Saya ini Opanya Yashi, masak nggak boleh menemui cucu sendiri?” Ayah mulai kehilangan kesabaran saat satpam di rumah Arka melarangnya masuk. “Maaf Pak, saya hanya menjalankan perintah Nyonya Bos. Saya gak berani melanggarnya,” ujar Saiful dengan muka datar. Rini sampai mencetak foto Kumi dan keluarganya dan di tempel di pos satpam, untuk mengingatkan satpam yang berjaga. “Asu!” Ayah menggerundel. ”Saya gak mau tahu alasan itu! Tolong telponkan nyonya besar, dan bilang mantan besannya mau bertemu,” pintanya frustrasi. Saiful tak mengindahkan, dia malah berjalan menjauhi Ayah dan berdiri dengan berkacak pinggang di depan pintu gerbang. Ibu gemas melihat tingkat satpam yang arogan itu. Dia menghampirinya dan berbicara dengan lemah lembut. “Bapak satpam yang baik hati dan tidak sombong. Saya memahami Anda menjalankan tugas di sini. Tapi saya mohon, mengertilah kondisi kami. Saya dan suami sudah berbulan-bulan belum bertemu c
Bab 189 - episode terakhir Kumi buru-buru memakai gaun malamnya lalu menyusul Shaka di kantornya. Lelaki itu sedang menghidupkan laptop. Ia berdiri di depan pintu memandangi suaminya. “Apakah aku terlihat sangat buruk sehingga kamu tidak bernafsu denganku?” tanyanya sedih. “Tidak sayang, sama sekali tidak. Kamu membuatku bahagia,” senyum Shaka menghiasi wajahnya. Ia mendekati Kumi dan memeluknya hangat. “Tapi kenapa kamu tidak meneruskan tadi? Apa kamu tahu, aku sudah memimpikan malam pertama kita,” kata Kumi malu-malu. Shaka tertawa terbahak-bahak. “Dasar nakal.” Dia memencet hidung Kumi. “Aku sama denganmu, sama-sama merindukan malam pertama. Sayangnya kamu sedang menstruasi. Aku tidak tega melakukannya, meski aku sangat menginginkannya.” Ia lalu membopong Kumi dan memangkunya. Kumi tertunduk malu dan bergelayut manja pada Shaka, membaui aroma parfum yang membuatnya tergila-gila. “Untuk mengalihkan pikiran tadi, bolehkah aku bekerja dulu. Pekerjaanku menumpuk.” “Baiklah sayang
Bab 188 “Maaf Pak Shaka, Nenek Anda sudah meninggal dunia, jenazahnya baru saja dibawa ke kamar jenazah.” “Innalillahi wa inna illaihi rojiun.” Tubuh Shaka langsung lunglai, dia terduduk di lantai rumah sakit yang dingin. Lelaki itu menangis tergugu. Perasaan bersalah menghantam dadanya. Ia menyesal tidak mendampingi neneknya saat sakaratul maut. “Maafkan Shaka Nek, maafkan Shaka. Kenapa Nenek tidak menunggu Shaka sebentar saja.” Kumi membawa kepala Shaka ke dadanya dan memeluknya erat. Dia tidak berkata apa-apa, selain memeluk Shaka. Menenangkan pria itu dan turut merasakan kesedihan yang kekasihnya rasakan. Alex sopir Shaka datang dengan setengah berlari dan kaget sewaktu melihat Kumi dan keluarganya datang. “Maaf Pak, kami berusaha menghubungi Bapak, tapi telpon Bapak tidak aktif.” Dengan mata sembab, Shaka memeriksa ponselnya. “Maaf Alex, telpon saya mati. Saya lupa membawa charger saat ke Bali.” Itu adalah sederet kebodohan yang ia lakukan. Pikirannya sulit fokus setelah
Bab 187Being deeply loved by someone gives you strength, while loving someone deeply gives you courage.Shaka mengulum senyum memandang Kumi. Sedangkan Kumi, hatinya bergetar hebat. Dirinya mendadak canggung berdua dengan Shaka di kamar.“Enak juga kamar homestaynya. Aku jadi pingin membuat rumah seperti ini,” kata Shaka mengoyak kesunyian. Dia menduduki kursi yang dipakai Ibu tadi sambil matanya berkeliling menyusuri tiap sudut ruang.“Sama. Aku juga juga pengen tinggal di Ubud dan punya penginapan yang mengacu pada back to nature. Bangunanannya menggunakan bahan lokal, halamannya luas, ada kebun sayur dan binatang seperti kelinci, ayam dan…” Kumi berbicara dengan antusias dia melupakan rasa pening yang mendera kepalanya.“Ikan, kambing.” Shaka tertawa kecil meneruskan kata-kata Kumi dengan mata berbinar-binar. Dia duduk dengan relaks. Kedua tangannya di letakkan di belakang kepalanya.“Menyenangkan sekali hidup di pinggiran kota dengan orang-orang yang kita cintai. Aku bisa semingg
Bab 186“Nenek Shaka kondisinya kritis Nduk. Dia tidak sadar dan hidupnya tergantung pada mesin. Dokter telah meminta Shaka dan keluarganya mengikhlaskannya.” Ibu menjelaskan pada Kumi. “Sebelum terbang ke Bali, kami sempat menjenguknya.”Hati Kumi bertambah berat.“Kumi, jika kamu setuju. Aku mau perkawinan kita diselenggarakan secepatnya bersamaan dengan perkawinan Abang,” kata Shaka semangat. Dia sudah membayangkan bagaimana dia dan abangnya menyunting perempuan yang mereka cintai.“HAH? Dengan siapa? Bagaimana jika Nenek tidak setuju?” Nyali Kumi ciut.“Abang akan menikahi Sulis, aku sudah bertemu dengannya, dan dia setuju.”“Ikuti saja Nduk, keinginan Shaka,” bujuk Ibu. “Kalau bisa sepulangnya dari Bali kalian berdua menikah.”Kumi menoleh kepada ibunya. “Ibu, kapan hari Ibu memaksaku menikahi Arka, sekarang Ibu memaksaku menikahi Shaka. Ibu kenapa plinplan sekali. Sebenarnya diantara keduanya siapa yang paling ibu sukai?” tanyanya. Ia ingin Shaka mendengarnya juga.Bapak berdeha
Bab 185 “Kumi! Kumi! Maafkan Ibu Nak. Ibu menyesal telah menyakiti hatimu. Kamu jangan tinggalkan Ibu.” Ibu menangis sesenggukan memeluk Kumi. “Kumi tidak apa-apa Bu, dia hanya pingsan.” “Mommy… Mommy, wake up.” Yashi menciumi pipi Kumi. Kumi mendengar suara ibunya menangis. Kemudian mendengar suara Ayah menghibur Ibu, dan suara anaknya Yashi. Di manakah dirinya berada? “Aku ada di mana?” tanya Kumi bingung sesaat setelah membuka matanya. “Kamu ada di Bali,” sahut Ibu lega melihat putrinya telah sadar. Kening Kumi berkerut. Ia lalu menoleh dan melihat Ibu, Ayah, Khandra dan Yashi berada di dekat tempat tidurnya. Ia bergeming dan menatap mereka nanar. Namun, Kumi ragu. Apakah mereka semua nyata atau hanya perwujudan wong samar? Rupanya ia masih terpengaruh dengan cerita Bernie. “Kenapa Kumi memandang kita seperti itu Pak? Jangan – jangan ia kesurupan atau hilang akal?” Ibu jadi cemas. “Hush, kamu jangan ngawur, kata Dokter tadi gak apa-apa, luka di kepalanya kecil.” Kumi me
Bab 184“Saya tidak tahu Bu. Semua tamu yang menginap di sini saya hapal. Karena hanya ada 7 kamar dan sekarang hanya 4 kamar yang terisi.” Lelaki itu terdiam. “Eng, siapa tahu Bernie salah satu teman dari tamu kami.”Namun, Kumi tidak begitu yakin dengan yang dikatakan karyawan itu. Wanita itu lalu terduduk lesu di teras kamar Bernie. Kebingungan memeluk dirinya. Ia yakin semalam ia bercengkrama dengan Bernie dan semuanya tampak nyata.“Dia semalam minum bir dan menawari saya Pak? Dia menginap di kamar ini,” kata Kumi berusaha meyakinkan karyawan homestay.“Bagaimana kalau kita ke resepsionis Bu,” ajak karyawan tersebut, untuk meyakinkan Kumi.“Ayo.” Kumi berjalan di belakang karyawan tersebut.Mereka bertemu dengan Pak Dewa sekaligus owner homestay tersebut. “Pagi Bu, bisa dibantu?” sapanya ramah.Karyawan yang bernama Gede itu lalu menceritakan tentang Bernie kepada bosnya. Kumi menyimak pembicaraan mereka.Kemudian Pak Dewa mengajaknya duduk di depan meja penerima tamu, di dekat k
Bab 183Kumi menggeliatkan badannya dan bruk! Dia terjatuh di lantai ubin yang keras. Oufff!! Punggungnya sakit.“Hey, are you okay?”Dengan masih menahan rasa kantuk dan sakit di sekujur tubuhnya, Kumi membuka lebar matanya. “Pencuri! Pencuri,” Kumi berteriak dengan wajah pucat pasi melihat ada seorang lelaki jongkok di depannya.Melalui cahaya lampu kamarnya yang redup Kumi bisa menebak, lelaki di depannya adalah seorang bule bukan setan, karena dia sempat melirik kakinya yang menjejak lantai.Sejenak, Kumi memandangi wajah ganteng dengan rambutya yang gondrong, dan lelaki itu hanya memakai celana kolor. Otak Kumi mulai on.“Hey, aku bukan pencuri. Aku tamu di sini, namaku Bernie. Kamarku ada di sebelahmu.” Ia menggunakan bahasa Indonesia dengan lancar dan aksen yang menarik di telinga Kumi.Bernie lalu mengulurkan tangannya ke Kumi dan membantunya untuk bangun.Mata Kumi menyelidik disertai kecurigaan pada lelaki bule di depannya itu. “Kenapa kamu ada di kamarku?” tanyanya setelah
Bab 182 Mata Fuad merah, tangannya yang berotot langsung memegang tubuh Kumi kuat. “Memangnya kamu siapa? Mau ikut campur urusan rumah tangga saya!” katanya geram. Kumi menatap mata Fuad dengan kebencian. Ia muak melihat lelaki itu di hadapannya. “Aku hanya mau membantu mamanya Dara melindungi anak-anakmu,” desis Kumi menahan amarahnya. Jefry berusaha menjadi penyejuk keadaan. “Pak Fuad tolong lepaskan Ibu Kumi dan ini bukan waktu yang tepat untuk berantem. Ada masalah krusial yang harus Anda tangani lebih dulu, yaitu jenazah Ibu Dara. Almarhumah sudah menunggu sejak 3 hari lalu untuk dimakamkan.” Mama Dara langsung menangis histeris. Dia memukul-mukul tubuh Fuad yang berdiri seperti patung. Lelaki itu tak berani menatap mata mama mertuanya yang sudah baik dengan dirinya sejak lama. Sudut hatinya merasa bersalah, telah menyia-nyiakan kebaikan yang wanita itu berikan. Sayangnya dia terlalu arogan untuk mengakui kesalahan yang ia lakukan. “Kamu jahat sekali Fuad. Kenapa kamu tega
Bab 181Respek Arum pada lelaki di depannya itu lenyap tak berbekas. Dia langsung pasang badan membela Kumi. "Astaghfirullah! Keji sekali mulut Bapak mencaci maki wanita yang telah membantu menjaga anak Bapak. Buka mata Pak, siapa yang menjaga anak-anak Bapak selama mereka di Bali.""Heh! Apa yang kamu tahu tentang Kumi! Dia paling hanya mau cari sensasi supaya mendapat simpati orang lain," cetus Fuad. Hatinya telah tertutup amarah.Arum mulai panas."Semenjak di pesawat, saya tahu bagaimana Kak Kumi ikut membantu istri Anda yang kewalahan. Dia juga yang membuat nyaman anak Anda setelah Ibu Dara meninggal. Heran, kok tega-teganya menuduh sembarangan.""Betul, saya tahu bagaimana Ibu Kumi menjaga anak-anak Bapak. Dia sampai ditampar tamu lain, saat anak Bapak rewel mencari ibunya.," sela Jefry membantu support KumiArum kaget dan menoleh pada Kumi. "Benarkah itu Kak?"Kumi mengangguk."Jangan didengerin itu Mas, paling hanya settingan.""Saya ada buktinya Bu," kata Jefry membela.Fuad