"Ceritanya panjang, Kumi. Nanti aku ceritakan," kata Aji. Sikapnya sangat berhati-hati. Aji berkata lagi pada Shaka. "Mari Pak, kita harus cepat berangkat," desaknya. Jika atasannya tahu, bisa runyam."Sebentar, apakah kamu bertugas menjaga Shaka dan membantunya kabur dari rumah sakit untuk menyelamatkan aku?" tanya Kumi.Shaka yang menjawab pertanyaan Kumi. "Iya!""Kamu bilang tadi minta ijin Dokter Ridwan?" tanya Kumi meminta penjelasan."Dia tak bakalan memberi ijin, meski aku mengancamnya mau bunuh diri. Apalagi aku baru sadar dari koma." Shaka melenguh. "Dasar gegabah. Ini beresiko untuk jiwamu." " Aku tak peduli, ketika kamu punya masalah, aku mau berlari menyelamatkanmu."Kumi marah, tapi hatinya senang, Shaka rela mengorbankan hidupnya untuk Kumi."Stop, jangan berdebat lagi." Aji melerai. "Kumi, sebaiknya kamu ikut kami. Hari ini kamu dan Yashi mengalami banyak hal buruk.""Aku setuju," ucap Shaka gembira dengan usul Aji. Dia pantang menyerah meski Kumi menolak cintanya."
Bab 161."Jangan menakut-nakutiku Shaka! Sebenarnya ada apa ini?" Desak Kumi tak tahan. Melihat roman lelaki itu lelaki itu tegang."Mobil Pajero hitam di belakang kita, mengikutiku semenjak dari rumah sakit." Dia lalu mengangkat dan memeluk Yashi erat-erat.Kumi menoleh ke belakang, dan melihat mobil Pajero bernopol B 5UK4 BH berusaha memepet mereka."Siapa mereka? Kenapa mereka membututi kita?""Jangan bertanya terus Kumi! Pasang sabuk pengamannya! "kata Aji tegas. Suaranya mengerikan. Dia menambah kecepatan dan meliuk-liuk menyalip mobil-mobil, menghindari mobil Pajero tersebut.Kepanikan menyerang Kumi. Badannya gemetar hingga ia tak bisa memasang sabuk pengamannya sendiri.Baru saja ia terhindar dari aksi pemerkosaan, kini harus menghadapi lagi peristiwa menegangkan."Bagaimana ini, bagaimana ini?" "Hentikan! Hentikan! Jangan bicara lagi Kumi! Jangan menambah kekacauan! Bentak Rio."Kumi semakin tertekan. Dia menunduk sambil tangannya memegang Yashi."Kamu juga jangan berisik R
Bab 162Aji menghentikan mobil dan selama beberapa waktu ia tertegun memperhatikan mobil Pajero itu terbalik beberapa kali.Mata jeli Aji lalu menangkap sang sopir memecahkan kaca mobil, dan dengan lihai dia keluar dari situ. Anehnya sang sopir tampak bugar dan sama sekali tidak terluka. Seperti adegan di filem-filem, mata sang sopir itu nanar menatap mobil yang ada Shaka di dalamnya."Merunduk!" teriak Aji saat melihat sopir mengeluarkan pistol dari balik jeket hitamnya. Aji langsung menancap gas.Selanjutnya sang sopir mengarahkan moncong pistol ke arah mobil dan menggelontorkan rankaian tembakan ke arah mereka.Salah satu tembakan mengenai roda bagian belakang. Mobil menjadi oleng."Ya Tuhan selamatkan kami semua," kata Rio ketakutan. Dia sampai terkencing-kencing saking takutnya.Aji berusaha untuk tetap tenang mengendalikan mobil milik Shaka. Dia punya tanggung jawab menyelamatkan semua penumpangnya.Untuk menghindari kecelakaan, pria itu membanting setir ke semak-semak ya
Bab 163Aji dan Shaka melihat ke telunjuk tangan Kumi. Posisinya searah jarum jam pukul 12."Brengsek! Bagaimana dia bisa mengikuti kita sampai di sini?" rutuk Aji kesal. Dia mengambil ancang-ancang untuk pergi."Apa kamu sudah meminta bala bantuan?" Shaka bertanya dengan nada cemas. Badannya terasa remuk."Mereka sedang menuju ke sini.""Lama sekali, apa mereka akan datang jika kita sudah mati semua?" Shaka mulai kesal, menyadari ia tidak bisa membantu."Aku bisa membantu Aji membekuk lelaki itu. Aku bisa bela diri," sela Kumi. Ketakutan yang mulai tadi membelenggunya mulai memupus.Wanita itu tidak bisa berdiam diri terus menunggu pertolongan yang belum pasti datangnya.Kumi berpikir, lebih baik dia melakukan perlawanan daripada menyerah tanpa melakukan apa-apa.Shaka mencemooh. "Ini bukan permainan petak umpet, Kumi. Aku tidak akan pernah mengijinkan kamu melakukan tindakan konyol itu!""Apa kamu pikir tindakanku tadi melempar muntahan dan kotoran Yashi ke mobil Pajero itu tidak ku
Bab 164 “Siapa yang memberi tahu Nenek aku ada di sini?” tanya Shaka dengan curiga. Dia sama sekali tak suka dengan kehadiran perempuan tua itu. “Nenek mendapat telpon dari Dokter Ridwan, dia mengatakan kalau kamu kabur dari rumah sakit!” jawab Nenek geram. “Apa karena gara-gara janda brengsek itu!” Dia menunjuk telunjuknya kepada Kumi di depan puluhan mata yang melihat mereka. Pandangan mata Nenek sangat bengis dan menjijikkan. Dia sakit hati sekali dengan sikap Kumi. “Sudah saya katakan berjuta kali, menjauhlah dari Shaka! Kenapa kamu masih ngeyel dan gatel mengejar cucu saya. Apa kamu mau mendekatinya hanya untuk menginginkan harta? Heh!!” Nenek mendengus. “Kamu itu harusnya sadar, kamu itu janda dan tak pantas menjadi bagian dari kami! Andaikan saja dulu Shaka tak berbaik hati mengangkatmu jadi pegawai, kamu pasti keleleran di jalan bersama anakmu itu!” “Cukup Nek! Kumi wanita terhormat. Dia sudah membantu banyak perusahaan kita. Kalau bukan karena idenya, Dream Land pasti
Bab 165 “Sorry Kumi aku harus pergi dulu,” ucap Aji buru-buru. Ia berdiri dari duduknya dan beranjak melangkahkan kaki. “Tidak bisa! Kamu punya hutang penjelasan,” cegah Kumi menghentikannya. “Sejak kapan?” “Barusan, yah barusan!” kata Kumi lantang. “Kamu tidak boleh pergi sebelum kamu menjelaskan apa yang kamu katakan tadi.” “Soal apa?” Aji pura-pura amnesia. “Sorry aku harus pergi. Pekerjaanku sangat banyak.” Kumi kesal dan menarik badan Aji keras ke dudukan kursi. “Oh, c’mon Aji aku tak suka dengan gaya becandamu itu. Apa kamu sengaja membuatku susah tidur gara-gara kalimatmu tadi?” Dia setengah meratap lalu mengusap matanya yang diwarnai lingkaran hitam. Aji memperhatikan wanita di depannya. Ia sangat kuat sekaligus begitu rapuh. Dada lelaki itu berdesir tak karuan. Ia menarik napas dengan berat. Memikirkan Kumi membuatnya hilang akal. “Please Aji, katakanlah kepadaku dengan jujur. Apa benar yang kamu katakan tadi. Apa kamu tidak salah informasi Nenek adalah dalang dari pe
Bab 166Aji menyerap kata-kata Kumi. Analisa perempuan itu bisa saja benar atau salah. Ia merangkai dan merangkum semua kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terlewat di benaknya.Hmmm... jikalau ada orang lain yang secara tegas mengatas namakan Mbok Irah, dia pasti salah satu orang terdekat Shaka. Tapi siapakah dia? "Apakah kamu punya nomor telepon Mbok Irah?" Aji bertanya dengan tatapan memaksa."Iya, tapi untuk apa?" tanya Kumi dengan konyol."Aku mau mengajaknya kencan!" Aji kelihatan gemes. "Tentu saja aku mau mendengarkan suaranya supaya aku bisa tahu apakah yang menelponku itu beneran Mbok Irah atau penipu.""Suara Mbok Irah cempreng dan logat Jawanya medok," beber Kumi."Mana aku percaya. Sini kasih nomornya ke aku," pinta Aji tak sabar.Kumi meringis. "Ada tapi telpon dan laptopku masih diperbaiki, dan aku tidak tahu kapan selesainya."."Tidak bisakah kamu serius kali ini?" Aji mengerang."Memangnya dari tadi aku main-main? Telpon dan laptopku memang rusak, katanya masih m
Bab 167Mulut Kumi seketika terkunci. Ia sangat hapal suara Rio, sekalipun dia menggunakan aksen yang berbeda."Apa itu benar suara Rio?" tanya Aji, matanya nanar memandang Kumi."Jangan menatapku seperti itu, Aji. Kamu membuatku ketakutan," protes Kumi. Ia meremas-remas tangannya yang mendadak basah oleh keringat."Aku hanya mau meyakinkan, apakah itu suara Rio?""Sorry, aku tak terlalu yakin," sahut Kumi gamang. Kakinya masih bergetar. Ia bingung harus mengatakan apa.Wanita itu masih syok dan belum bisa berpikir jernih.Jika itu benar suara Rio, apa tujuan lelaki flamboyan itu sebenarnya. Selama ini hubungan pertemanan mereka nyaris tak pernah ada gejolak. Sikapnya pada Rio selalu baik, pun begitu dengan Rio.Ia suka membantu masalahnya bahkan meminjamkan dana jika lelaki itu butuh uang.Namun, mengapa Rio menginginkan dia mati dan melemparkan semua pekerjaan kotornya kepada Nenek?Bukankah Shaka dan keluarganya juga baik padanya. Dia bersahabat lama.dengan Shaka dan mendapatkan f
Bab 189 - episode terakhir Kumi buru-buru memakai gaun malamnya lalu menyusul Shaka di kantornya. Lelaki itu sedang menghidupkan laptop. Ia berdiri di depan pintu memandangi suaminya. “Apakah aku terlihat sangat buruk sehingga kamu tidak bernafsu denganku?” tanyanya sedih. “Tidak sayang, sama sekali tidak. Kamu membuatku bahagia,” senyum Shaka menghiasi wajahnya. Ia mendekati Kumi dan memeluknya hangat. “Tapi kenapa kamu tidak meneruskan tadi? Apa kamu tahu, aku sudah memimpikan malam pertama kita,” kata Kumi malu-malu. Shaka tertawa terbahak-bahak. “Dasar nakal.” Dia memencet hidung Kumi. “Aku sama denganmu, sama-sama merindukan malam pertama. Sayangnya kamu sedang menstruasi. Aku tidak tega melakukannya, meski aku sangat menginginkannya.” Ia lalu membopong Kumi dan memangkunya. Kumi tertunduk malu dan bergelayut manja pada Shaka, membaui aroma parfum yang membuatnya tergila-gila. “Untuk mengalihkan pikiran tadi, bolehkah aku bekerja dulu. Pekerjaanku menumpuk.” “Baiklah sayang
Bab 188 “Maaf Pak Shaka, Nenek Anda sudah meninggal dunia, jenazahnya baru saja dibawa ke kamar jenazah.” “Innalillahi wa inna illaihi rojiun.” Tubuh Shaka langsung lunglai, dia terduduk di lantai rumah sakit yang dingin. Lelaki itu menangis tergugu. Perasaan bersalah menghantam dadanya. Ia menyesal tidak mendampingi neneknya saat sakaratul maut. “Maafkan Shaka Nek, maafkan Shaka. Kenapa Nenek tidak menunggu Shaka sebentar saja.” Kumi membawa kepala Shaka ke dadanya dan memeluknya erat. Dia tidak berkata apa-apa, selain memeluk Shaka. Menenangkan pria itu dan turut merasakan kesedihan yang kekasihnya rasakan. Alex sopir Shaka datang dengan setengah berlari dan kaget sewaktu melihat Kumi dan keluarganya datang. “Maaf Pak, kami berusaha menghubungi Bapak, tapi telpon Bapak tidak aktif.” Dengan mata sembab, Shaka memeriksa ponselnya. “Maaf Alex, telpon saya mati. Saya lupa membawa charger saat ke Bali.” Itu adalah sederet kebodohan yang ia lakukan. Pikirannya sulit fokus setelah
Bab 187Being deeply loved by someone gives you strength, while loving someone deeply gives you courage.Shaka mengulum senyum memandang Kumi. Sedangkan Kumi, hatinya bergetar hebat. Dirinya mendadak canggung berdua dengan Shaka di kamar.“Enak juga kamar homestaynya. Aku jadi pingin membuat rumah seperti ini,” kata Shaka mengoyak kesunyian. Dia menduduki kursi yang dipakai Ibu tadi sambil matanya berkeliling menyusuri tiap sudut ruang.“Sama. Aku juga juga pengen tinggal di Ubud dan punya penginapan yang mengacu pada back to nature. Bangunanannya menggunakan bahan lokal, halamannya luas, ada kebun sayur dan binatang seperti kelinci, ayam dan…” Kumi berbicara dengan antusias dia melupakan rasa pening yang mendera kepalanya.“Ikan, kambing.” Shaka tertawa kecil meneruskan kata-kata Kumi dengan mata berbinar-binar. Dia duduk dengan relaks. Kedua tangannya di letakkan di belakang kepalanya.“Menyenangkan sekali hidup di pinggiran kota dengan orang-orang yang kita cintai. Aku bisa semingg
Bab 186“Nenek Shaka kondisinya kritis Nduk. Dia tidak sadar dan hidupnya tergantung pada mesin. Dokter telah meminta Shaka dan keluarganya mengikhlaskannya.” Ibu menjelaskan pada Kumi. “Sebelum terbang ke Bali, kami sempat menjenguknya.”Hati Kumi bertambah berat.“Kumi, jika kamu setuju. Aku mau perkawinan kita diselenggarakan secepatnya bersamaan dengan perkawinan Abang,” kata Shaka semangat. Dia sudah membayangkan bagaimana dia dan abangnya menyunting perempuan yang mereka cintai.“HAH? Dengan siapa? Bagaimana jika Nenek tidak setuju?” Nyali Kumi ciut.“Abang akan menikahi Sulis, aku sudah bertemu dengannya, dan dia setuju.”“Ikuti saja Nduk, keinginan Shaka,” bujuk Ibu. “Kalau bisa sepulangnya dari Bali kalian berdua menikah.”Kumi menoleh kepada ibunya. “Ibu, kapan hari Ibu memaksaku menikahi Arka, sekarang Ibu memaksaku menikahi Shaka. Ibu kenapa plinplan sekali. Sebenarnya diantara keduanya siapa yang paling ibu sukai?” tanyanya. Ia ingin Shaka mendengarnya juga.Bapak berdeha
Bab 185 “Kumi! Kumi! Maafkan Ibu Nak. Ibu menyesal telah menyakiti hatimu. Kamu jangan tinggalkan Ibu.” Ibu menangis sesenggukan memeluk Kumi. “Kumi tidak apa-apa Bu, dia hanya pingsan.” “Mommy… Mommy, wake up.” Yashi menciumi pipi Kumi. Kumi mendengar suara ibunya menangis. Kemudian mendengar suara Ayah menghibur Ibu, dan suara anaknya Yashi. Di manakah dirinya berada? “Aku ada di mana?” tanya Kumi bingung sesaat setelah membuka matanya. “Kamu ada di Bali,” sahut Ibu lega melihat putrinya telah sadar. Kening Kumi berkerut. Ia lalu menoleh dan melihat Ibu, Ayah, Khandra dan Yashi berada di dekat tempat tidurnya. Ia bergeming dan menatap mereka nanar. Namun, Kumi ragu. Apakah mereka semua nyata atau hanya perwujudan wong samar? Rupanya ia masih terpengaruh dengan cerita Bernie. “Kenapa Kumi memandang kita seperti itu Pak? Jangan – jangan ia kesurupan atau hilang akal?” Ibu jadi cemas. “Hush, kamu jangan ngawur, kata Dokter tadi gak apa-apa, luka di kepalanya kecil.” Kumi me
Bab 184“Saya tidak tahu Bu. Semua tamu yang menginap di sini saya hapal. Karena hanya ada 7 kamar dan sekarang hanya 4 kamar yang terisi.” Lelaki itu terdiam. “Eng, siapa tahu Bernie salah satu teman dari tamu kami.”Namun, Kumi tidak begitu yakin dengan yang dikatakan karyawan itu. Wanita itu lalu terduduk lesu di teras kamar Bernie. Kebingungan memeluk dirinya. Ia yakin semalam ia bercengkrama dengan Bernie dan semuanya tampak nyata.“Dia semalam minum bir dan menawari saya Pak? Dia menginap di kamar ini,” kata Kumi berusaha meyakinkan karyawan homestay.“Bagaimana kalau kita ke resepsionis Bu,” ajak karyawan tersebut, untuk meyakinkan Kumi.“Ayo.” Kumi berjalan di belakang karyawan tersebut.Mereka bertemu dengan Pak Dewa sekaligus owner homestay tersebut. “Pagi Bu, bisa dibantu?” sapanya ramah.Karyawan yang bernama Gede itu lalu menceritakan tentang Bernie kepada bosnya. Kumi menyimak pembicaraan mereka.Kemudian Pak Dewa mengajaknya duduk di depan meja penerima tamu, di dekat k
Bab 183Kumi menggeliatkan badannya dan bruk! Dia terjatuh di lantai ubin yang keras. Oufff!! Punggungnya sakit.“Hey, are you okay?”Dengan masih menahan rasa kantuk dan sakit di sekujur tubuhnya, Kumi membuka lebar matanya. “Pencuri! Pencuri,” Kumi berteriak dengan wajah pucat pasi melihat ada seorang lelaki jongkok di depannya.Melalui cahaya lampu kamarnya yang redup Kumi bisa menebak, lelaki di depannya adalah seorang bule bukan setan, karena dia sempat melirik kakinya yang menjejak lantai.Sejenak, Kumi memandangi wajah ganteng dengan rambutya yang gondrong, dan lelaki itu hanya memakai celana kolor. Otak Kumi mulai on.“Hey, aku bukan pencuri. Aku tamu di sini, namaku Bernie. Kamarku ada di sebelahmu.” Ia menggunakan bahasa Indonesia dengan lancar dan aksen yang menarik di telinga Kumi.Bernie lalu mengulurkan tangannya ke Kumi dan membantunya untuk bangun.Mata Kumi menyelidik disertai kecurigaan pada lelaki bule di depannya itu. “Kenapa kamu ada di kamarku?” tanyanya setelah
Bab 182 Mata Fuad merah, tangannya yang berotot langsung memegang tubuh Kumi kuat. “Memangnya kamu siapa? Mau ikut campur urusan rumah tangga saya!” katanya geram. Kumi menatap mata Fuad dengan kebencian. Ia muak melihat lelaki itu di hadapannya. “Aku hanya mau membantu mamanya Dara melindungi anak-anakmu,” desis Kumi menahan amarahnya. Jefry berusaha menjadi penyejuk keadaan. “Pak Fuad tolong lepaskan Ibu Kumi dan ini bukan waktu yang tepat untuk berantem. Ada masalah krusial yang harus Anda tangani lebih dulu, yaitu jenazah Ibu Dara. Almarhumah sudah menunggu sejak 3 hari lalu untuk dimakamkan.” Mama Dara langsung menangis histeris. Dia memukul-mukul tubuh Fuad yang berdiri seperti patung. Lelaki itu tak berani menatap mata mama mertuanya yang sudah baik dengan dirinya sejak lama. Sudut hatinya merasa bersalah, telah menyia-nyiakan kebaikan yang wanita itu berikan. Sayangnya dia terlalu arogan untuk mengakui kesalahan yang ia lakukan. “Kamu jahat sekali Fuad. Kenapa kamu tega
Bab 181Respek Arum pada lelaki di depannya itu lenyap tak berbekas. Dia langsung pasang badan membela Kumi. "Astaghfirullah! Keji sekali mulut Bapak mencaci maki wanita yang telah membantu menjaga anak Bapak. Buka mata Pak, siapa yang menjaga anak-anak Bapak selama mereka di Bali.""Heh! Apa yang kamu tahu tentang Kumi! Dia paling hanya mau cari sensasi supaya mendapat simpati orang lain," cetus Fuad. Hatinya telah tertutup amarah.Arum mulai panas."Semenjak di pesawat, saya tahu bagaimana Kak Kumi ikut membantu istri Anda yang kewalahan. Dia juga yang membuat nyaman anak Anda setelah Ibu Dara meninggal. Heran, kok tega-teganya menuduh sembarangan.""Betul, saya tahu bagaimana Ibu Kumi menjaga anak-anak Bapak. Dia sampai ditampar tamu lain, saat anak Bapak rewel mencari ibunya.," sela Jefry membantu support KumiArum kaget dan menoleh pada Kumi. "Benarkah itu Kak?"Kumi mengangguk."Jangan didengerin itu Mas, paling hanya settingan.""Saya ada buktinya Bu," kata Jefry membela.Fuad