Dengan mata gamblang, Rhea bisa melihat dirinya sedang melakukan seks dengan papa mertuanya. Wanita itu memejamkan mata, tak sanggup melihatnya. Perasaan malunya muncul. “Lihat! Kamu sangat menikmati permainanmu dengan Papa!!” Arka tertawa, tapi tawanya terdengar sangat menakutkan di telinga Rhea. “Apa kurangnya diriku Re? Hingga kamu tega bermain dengan Papa?” Arka memegang tangan Rhea kuat. "Aku kurang puas dengan permainanmu Ka, dan papamu memberiku kepuasan! Dia bisa membuatku bahagia!" balas Rhea. BUG Arka memukulkan tangannya ke dinding. “Aku jijik denganmu Re! Kamu wanita murahan! Jika aku tak menghargai Mama, aku lebih suka kita berpisah. Tapi karena kebaikan Mama, kamu masih ada di sini dan menikmati kenyamanan rumah ini!” Kemudian Arka mengambil stik golf dan melemparkannya ke kaca jendela. Kaca jendela itu pecah seribu. Pecahannya terlontar ke mana-mana. Arka tertunduk kesal seraya menutup telinganya. Suara desahan istri dan papany
Rhea duduk di atas kasur dengan muka menekuk dan kebingungan. Dirinya malu ditelanjangi oleh suaminya. Sama sekali Rhea tak punya pemikiran Arka akan bertindak sejauh itu, dengan merekam aktifitasnya secara diam-diam. Dada wanita itu sesak Arka punya bukti kuat untuk meninggalkan dirinya.Namun, untuk meninggalkan rumah Arka. Rhea masih gamang, ia tidak rela meninggalkan semua kenyamanan yang ia dapatkan selama ini.Arka dan papanya termasuk lelaki royal yang mau memberikan apa saja yang Rhea mau. Dia mencari celah, bagaimana tetap bisa tinggal di rumah Arka.Selanjutnya, otaknya mengingat-ingat kapan terakhir kali ia melakukan persetubuhan dengan Arka? Saraf-saraf di muka Rhea menegang. Hampir 2 bulan Arka tidak pernah menyentuhnya sama sekali. Lelaki itu jarang pulang ke rumah, sedangkan dia butuh belaian kasih sayang dan sialnya Rhea tak pernah memedulikan sikap Arka yang menjauh darinya.Justru ketiadaan Arka membuat hati Rhea senang karena bisa leluasa me
Teguh tersenyum lebar setelah melihat istri dan pembantunya pergi. Rumahnya kini sepi, hanya dia dan Rhea serta satpam yang berjaga di depan. Dia memerintahkan Saiful lewat intercom. “Ful, kalo ada yang mencari saya, bilang saya dinas ke luar kota. Kamu juga jangan masuk ke dalam rumah,” ucap Teguh memperingatkan, karena ia mau menghabiskan waktu bersama Rhea. Cinta memang gila. Teguh menjadi lupa daratan. Ia lupa dengan istri dan anaknya. Semua isi kepalanya hanya menantunya- Rhea. Ia sama sekali tak peduli dengan status Rhea yang seharusnya ia lindungi. Lelaki gaek itu bersiul-siul mendekati pujaan hatinya. “Mari sayang, saatnya kita bersenang-senang,” ajaknya dengan semangat menggebu-gebu. “Sebentar Pa, Rhea ingin menagih janji Papa,” jawab Rhea merajuk. Teguh menjawil dagu lancip Rhea, lalu ia mencium pipi wanita itu. Setelah itu ia mengeluarkan kotak mungil berwarna hitam dari saku celananya. “Janji apa dulu? Apakah ini
"Tidak, Papa tidak mati.' Rhea berusaha keras menyangkal. Dia terus membangunkan lelaki tua yang terlentang kaku di sebelahnya."Pa, bangun Pa. Jangan nakut-nakutin Rhea!" Wanita itu mengguncang-guncangkan tubuh pria gaek itu dengan keras.Kemudian menelusuri tiap jengkal badan Teguh mencari-cari tanda-tanda kehidupan.Sayangnya Teguh tetap diam. Mata Rhea lalu tertancap pada muka Teguh. Perempuan itu bergidik melihatnya..Mata melotot dan mulut menganga lebar. Jelas sekali menggambarkan keterkejutan dan kesakitan Teguh saat malaikat maut mencabut nyawanya.Ketakutan Rhea mengangkasa! Teguh tidak main-main. Lelaki itu tewas saat bersamanya.. Ini bukan perkara lucu lagi."Sh*t," hari Rhea mendadak kalut dan tertekan. Tak mungkin ia menelpon Arka maupun mama mertuanya. "Sebaiknya aku cepat-cepat kabur!"Lantas Rhea buru-buru menyelimuti Teguh dengan selimut. Kemudian matanya melihat tas dan dompet Teguh.Keringat dingin mulai membasahi tubuh Rhea. Akan tetapi sedapat mungkin ia berus
Melihat Rini pingsan, Karsinah langsung bergerak mengikuti instingnya.Gadis itu langsung menghampiri jasad Teguh yang mulai mendingin, kemudian ia menutup mata dan.merapatkan mulut Teguh yang menganga dengan bantuan kain kain.Dari semua pembantu Rini, Karsinahlah yang paling tegar dan berani menghadapi situasi yang menegangkan tersebut.Selanjutnya Karsinah menelpon Arka. "Mas Arka, di rumah ada kejadian gawat. Tolong Mas Arka secepatnya pulang," katanya tanpa. memberi tahu Arka secara detail.Karsinah khawatir Arka kaget menerima kabarnya, jika "Hmm... Aku masih sibuk Kar. Tidak bisakah besok?" jawab Arka malas."Gak bisa Mas. Ada kejadian genting, Tuan Teguh meninggal dunia dan Nyomya Rini masih pingsan. Saya dan teman-teman tidak tahu apa yang harus kamu lakukan?"DEG!"Apaaaa! Papa meninggal?? Kok bisa??" Arka syok! " Tadi waktu pulang mamanya bercerita papa masih kerja. " Papa meninggal. karena apa??" tanyanya dengan suara tertekan. Pikiran lelaki iitu mendadak buntu."Seba
Bab 145"Ma," panggil Arka lirih. Ia menghampiri Rini yang duduk dengan pundak melorot ke bawah, di samping jasad suaminya.Rini menoleh menatap anaknya dengan mata sembab.Arka memeluk mamanya. Mata laki-laki itu memerah. Dia membuka kain yang menutupi tubuh Teguh.Bukannya sedih melihat papanya terbujur kaku, malah perasaan jijik yang menyeruak di hati Arka. Arka sangat marah hingga ingin meninjunya lalu memotong-motong tubuh papanya dan melemparkannya ke kandang buaya.Papa yang seharusnya mengayomi menantunya malah tega menidurinya. Dia berani terang-terangan berselingkuh di rumahnya sendiri."Papamu sudah meninggal Ka, dia tidak akan menyakiti hati mama dan kamu lagi." Rini sesenggukan dalam pelukan anak tercintanya."Rhea mana Ma, apakah dia ada di kamarnya?" tanya Arka dingin."Rhea pergi membawa perhiasan mama dan uang di dompet dan tas Papa," ucap Rini."Kemungkinan besar Rhea ketakutan, karena papamu meninggal saat bercinta dengannya. Ini adalah aib keluarga yang harus kita
Di salah satu sudut hostel Gita’s House di Chiang Rai – salah satu daerah di Thailand Utara yang sejuk, menyuguhkan ritme pedesaan yang membuat Kumi bergeming dari hiruk pikuk kehidupan Jakarta. Perempuan cantik itu terlihat sedang membuai Yashi dalam gendongan. “Yashi mau apa, sayang? Jangan bikin Mommy bingung dong?” keluhnya kelelahan. “Mommy, Daddy… Daddy…” kata Yashi sambil menangis. Tangannya menunjuk-nunjuk ke luar pintu. “Daddy tidak ada di sini sayang, dia masih sibuk,” bujuk Kumi sedih. Sepulangnya dari White Temple dan Mae Fah Luang Art and Cultural Park, Yashi rewel. Dia menangis terus dan maunya digendong hingga Kumi kewalahan dan tidak bisa melakukan aktivitas lain. Anong Achara, sang pemilik hostel merasa iba pada Kumi. Perempuan cantik itu memberi hadiah ice cream untuk Yashi. Yashi menerimanya dengan mata lelah. “Thank you,” kata bocah itu. Ia memakannya pelan. “I think she is tired,” ucap Anong perhatian. Wanita itu menyukai Yashi sejak Kumi check in dan ia mel
Bab 147 Otot-otot di leher Kumi kesakitan saat tangan itu semakin kuat mencekik lehernya. Bukannya menyerah, dengan panik Kumi berusaha melepaskan tangan itu dari lehernya. “Untuk apa kamu menelpon Shaka heh!” Kumi terkejut dengan pertanyaan orang itu. Menilik dari suaranya, dia menduga orang yang mencekiknya adalah seorang perempuan, tapi siapakah dia?Mungkinkah Kumi mengenalnya? Bagaimana ia tahu soal Shaka? Masalahnya, ia tidak bisa melihat orang itu, karena dia mencekiknya dari belakang. Ia mengulur-ulur waktu sambil mengingat-ingat pemilik suara itu. “S-siapa y-yang menelpon Shaka. Kamu salah dengar!” ucap Kumi kesulitan bicara. “Ka… ka… tadi itu siapa?” tanyanya bengis. “A-aku menelpon Arka, dia mantan suamiku,” jawab Kumi. Lehernya sakit sekali. “Siapapun kamu, tolong lepaskan tanganmu,” pintanya memohon. “Hahahha… jangan kau pikir, aku akan melepaskanmu. Sebab saat ini juga aku mau membunuhmu
Bab 189 - episode terakhir Kumi buru-buru memakai gaun malamnya lalu menyusul Shaka di kantornya. Lelaki itu sedang menghidupkan laptop. Ia berdiri di depan pintu memandangi suaminya. “Apakah aku terlihat sangat buruk sehingga kamu tidak bernafsu denganku?” tanyanya sedih. “Tidak sayang, sama sekali tidak. Kamu membuatku bahagia,” senyum Shaka menghiasi wajahnya. Ia mendekati Kumi dan memeluknya hangat. “Tapi kenapa kamu tidak meneruskan tadi? Apa kamu tahu, aku sudah memimpikan malam pertama kita,” kata Kumi malu-malu. Shaka tertawa terbahak-bahak. “Dasar nakal.” Dia memencet hidung Kumi. “Aku sama denganmu, sama-sama merindukan malam pertama. Sayangnya kamu sedang menstruasi. Aku tidak tega melakukannya, meski aku sangat menginginkannya.” Ia lalu membopong Kumi dan memangkunya. Kumi tertunduk malu dan bergelayut manja pada Shaka, membaui aroma parfum yang membuatnya tergila-gila. “Untuk mengalihkan pikiran tadi, bolehkah aku bekerja dulu. Pekerjaanku menumpuk.” “Baiklah sayang
Bab 188 “Maaf Pak Shaka, Nenek Anda sudah meninggal dunia, jenazahnya baru saja dibawa ke kamar jenazah.” “Innalillahi wa inna illaihi rojiun.” Tubuh Shaka langsung lunglai, dia terduduk di lantai rumah sakit yang dingin. Lelaki itu menangis tergugu. Perasaan bersalah menghantam dadanya. Ia menyesal tidak mendampingi neneknya saat sakaratul maut. “Maafkan Shaka Nek, maafkan Shaka. Kenapa Nenek tidak menunggu Shaka sebentar saja.” Kumi membawa kepala Shaka ke dadanya dan memeluknya erat. Dia tidak berkata apa-apa, selain memeluk Shaka. Menenangkan pria itu dan turut merasakan kesedihan yang kekasihnya rasakan. Alex sopir Shaka datang dengan setengah berlari dan kaget sewaktu melihat Kumi dan keluarganya datang. “Maaf Pak, kami berusaha menghubungi Bapak, tapi telpon Bapak tidak aktif.” Dengan mata sembab, Shaka memeriksa ponselnya. “Maaf Alex, telpon saya mati. Saya lupa membawa charger saat ke Bali.” Itu adalah sederet kebodohan yang ia lakukan. Pikirannya sulit fokus setelah
Bab 187Being deeply loved by someone gives you strength, while loving someone deeply gives you courage.Shaka mengulum senyum memandang Kumi. Sedangkan Kumi, hatinya bergetar hebat. Dirinya mendadak canggung berdua dengan Shaka di kamar.“Enak juga kamar homestaynya. Aku jadi pingin membuat rumah seperti ini,” kata Shaka mengoyak kesunyian. Dia menduduki kursi yang dipakai Ibu tadi sambil matanya berkeliling menyusuri tiap sudut ruang.“Sama. Aku juga juga pengen tinggal di Ubud dan punya penginapan yang mengacu pada back to nature. Bangunanannya menggunakan bahan lokal, halamannya luas, ada kebun sayur dan binatang seperti kelinci, ayam dan…” Kumi berbicara dengan antusias dia melupakan rasa pening yang mendera kepalanya.“Ikan, kambing.” Shaka tertawa kecil meneruskan kata-kata Kumi dengan mata berbinar-binar. Dia duduk dengan relaks. Kedua tangannya di letakkan di belakang kepalanya.“Menyenangkan sekali hidup di pinggiran kota dengan orang-orang yang kita cintai. Aku bisa semingg
Bab 186“Nenek Shaka kondisinya kritis Nduk. Dia tidak sadar dan hidupnya tergantung pada mesin. Dokter telah meminta Shaka dan keluarganya mengikhlaskannya.” Ibu menjelaskan pada Kumi. “Sebelum terbang ke Bali, kami sempat menjenguknya.”Hati Kumi bertambah berat.“Kumi, jika kamu setuju. Aku mau perkawinan kita diselenggarakan secepatnya bersamaan dengan perkawinan Abang,” kata Shaka semangat. Dia sudah membayangkan bagaimana dia dan abangnya menyunting perempuan yang mereka cintai.“HAH? Dengan siapa? Bagaimana jika Nenek tidak setuju?” Nyali Kumi ciut.“Abang akan menikahi Sulis, aku sudah bertemu dengannya, dan dia setuju.”“Ikuti saja Nduk, keinginan Shaka,” bujuk Ibu. “Kalau bisa sepulangnya dari Bali kalian berdua menikah.”Kumi menoleh kepada ibunya. “Ibu, kapan hari Ibu memaksaku menikahi Arka, sekarang Ibu memaksaku menikahi Shaka. Ibu kenapa plinplan sekali. Sebenarnya diantara keduanya siapa yang paling ibu sukai?” tanyanya. Ia ingin Shaka mendengarnya juga.Bapak berdeha
Bab 185 “Kumi! Kumi! Maafkan Ibu Nak. Ibu menyesal telah menyakiti hatimu. Kamu jangan tinggalkan Ibu.” Ibu menangis sesenggukan memeluk Kumi. “Kumi tidak apa-apa Bu, dia hanya pingsan.” “Mommy… Mommy, wake up.” Yashi menciumi pipi Kumi. Kumi mendengar suara ibunya menangis. Kemudian mendengar suara Ayah menghibur Ibu, dan suara anaknya Yashi. Di manakah dirinya berada? “Aku ada di mana?” tanya Kumi bingung sesaat setelah membuka matanya. “Kamu ada di Bali,” sahut Ibu lega melihat putrinya telah sadar. Kening Kumi berkerut. Ia lalu menoleh dan melihat Ibu, Ayah, Khandra dan Yashi berada di dekat tempat tidurnya. Ia bergeming dan menatap mereka nanar. Namun, Kumi ragu. Apakah mereka semua nyata atau hanya perwujudan wong samar? Rupanya ia masih terpengaruh dengan cerita Bernie. “Kenapa Kumi memandang kita seperti itu Pak? Jangan – jangan ia kesurupan atau hilang akal?” Ibu jadi cemas. “Hush, kamu jangan ngawur, kata Dokter tadi gak apa-apa, luka di kepalanya kecil.” Kumi me
Bab 184“Saya tidak tahu Bu. Semua tamu yang menginap di sini saya hapal. Karena hanya ada 7 kamar dan sekarang hanya 4 kamar yang terisi.” Lelaki itu terdiam. “Eng, siapa tahu Bernie salah satu teman dari tamu kami.”Namun, Kumi tidak begitu yakin dengan yang dikatakan karyawan itu. Wanita itu lalu terduduk lesu di teras kamar Bernie. Kebingungan memeluk dirinya. Ia yakin semalam ia bercengkrama dengan Bernie dan semuanya tampak nyata.“Dia semalam minum bir dan menawari saya Pak? Dia menginap di kamar ini,” kata Kumi berusaha meyakinkan karyawan homestay.“Bagaimana kalau kita ke resepsionis Bu,” ajak karyawan tersebut, untuk meyakinkan Kumi.“Ayo.” Kumi berjalan di belakang karyawan tersebut.Mereka bertemu dengan Pak Dewa sekaligus owner homestay tersebut. “Pagi Bu, bisa dibantu?” sapanya ramah.Karyawan yang bernama Gede itu lalu menceritakan tentang Bernie kepada bosnya. Kumi menyimak pembicaraan mereka.Kemudian Pak Dewa mengajaknya duduk di depan meja penerima tamu, di dekat k
Bab 183Kumi menggeliatkan badannya dan bruk! Dia terjatuh di lantai ubin yang keras. Oufff!! Punggungnya sakit.“Hey, are you okay?”Dengan masih menahan rasa kantuk dan sakit di sekujur tubuhnya, Kumi membuka lebar matanya. “Pencuri! Pencuri,” Kumi berteriak dengan wajah pucat pasi melihat ada seorang lelaki jongkok di depannya.Melalui cahaya lampu kamarnya yang redup Kumi bisa menebak, lelaki di depannya adalah seorang bule bukan setan, karena dia sempat melirik kakinya yang menjejak lantai.Sejenak, Kumi memandangi wajah ganteng dengan rambutya yang gondrong, dan lelaki itu hanya memakai celana kolor. Otak Kumi mulai on.“Hey, aku bukan pencuri. Aku tamu di sini, namaku Bernie. Kamarku ada di sebelahmu.” Ia menggunakan bahasa Indonesia dengan lancar dan aksen yang menarik di telinga Kumi.Bernie lalu mengulurkan tangannya ke Kumi dan membantunya untuk bangun.Mata Kumi menyelidik disertai kecurigaan pada lelaki bule di depannya itu. “Kenapa kamu ada di kamarku?” tanyanya setelah
Bab 182 Mata Fuad merah, tangannya yang berotot langsung memegang tubuh Kumi kuat. “Memangnya kamu siapa? Mau ikut campur urusan rumah tangga saya!” katanya geram. Kumi menatap mata Fuad dengan kebencian. Ia muak melihat lelaki itu di hadapannya. “Aku hanya mau membantu mamanya Dara melindungi anak-anakmu,” desis Kumi menahan amarahnya. Jefry berusaha menjadi penyejuk keadaan. “Pak Fuad tolong lepaskan Ibu Kumi dan ini bukan waktu yang tepat untuk berantem. Ada masalah krusial yang harus Anda tangani lebih dulu, yaitu jenazah Ibu Dara. Almarhumah sudah menunggu sejak 3 hari lalu untuk dimakamkan.” Mama Dara langsung menangis histeris. Dia memukul-mukul tubuh Fuad yang berdiri seperti patung. Lelaki itu tak berani menatap mata mama mertuanya yang sudah baik dengan dirinya sejak lama. Sudut hatinya merasa bersalah, telah menyia-nyiakan kebaikan yang wanita itu berikan. Sayangnya dia terlalu arogan untuk mengakui kesalahan yang ia lakukan. “Kamu jahat sekali Fuad. Kenapa kamu tega
Bab 181Respek Arum pada lelaki di depannya itu lenyap tak berbekas. Dia langsung pasang badan membela Kumi. "Astaghfirullah! Keji sekali mulut Bapak mencaci maki wanita yang telah membantu menjaga anak Bapak. Buka mata Pak, siapa yang menjaga anak-anak Bapak selama mereka di Bali.""Heh! Apa yang kamu tahu tentang Kumi! Dia paling hanya mau cari sensasi supaya mendapat simpati orang lain," cetus Fuad. Hatinya telah tertutup amarah.Arum mulai panas."Semenjak di pesawat, saya tahu bagaimana Kak Kumi ikut membantu istri Anda yang kewalahan. Dia juga yang membuat nyaman anak Anda setelah Ibu Dara meninggal. Heran, kok tega-teganya menuduh sembarangan.""Betul, saya tahu bagaimana Ibu Kumi menjaga anak-anak Bapak. Dia sampai ditampar tamu lain, saat anak Bapak rewel mencari ibunya.," sela Jefry membantu support KumiArum kaget dan menoleh pada Kumi. "Benarkah itu Kak?"Kumi mengangguk."Jangan didengerin itu Mas, paling hanya settingan.""Saya ada buktinya Bu," kata Jefry membela.Fuad