Suasana hening sesaat ketika semua mata tertuju pada perempuan dengan wajah babak belur. Petir tiba-tiba saja menggelegar di saat langit malam yang dipenuhi bintang. Angin kencang mulai berembus, mengibaskan rambut panjang Shena yang tergerai.
“Aryan, maafkan aku,” isak perempuan yang sedang menatap Aryan dan Shena.
Shena menatap Aryan juga perempuan itu berulang kali. Pegangan tangan suaminya kini mulai melemah, perlahan menurun lalu terlepas.
“Sisil, kenapa kamu di sini?” tanya Aryan dengan sedikit bergetar seperti menahan tangis.
Prisilia segera berlari menghampiri Presdir MnM itu sambil berurai air mata. Tanpa ragu dia merengkuh Aryan di depan Shena yang notabenenya adalah istri sahnya.
“Aryan maafkan aku sudah melukai hati juga meninggalkanmu. Aku khilaf karena memilih Dion menjanjikan bisa hidup sebebas burung di angkasa. Nyatanya dia dengan tega memukul berulang kali. Namun, aku sudah tak sanggup lagi dan lari darinya. Ternyata Tuhan mempertemukan kita kembali,” jelasnya dengan suara parau dan terbata.
Aryan hendak melepaskan pelukan wanita itu. Namun, tangannya seolah tertahan. Shena menatap suaminya juga Prisil. Skleranya memerah dengan bola mata membulat sempurna. Tangannya mengepal kuat, menahan gejolak perasaan yang tidak bisa dijelaskan.
“Nana, jangan menangisi lelaki! Jangan menangisinya!” batin Shena menguatkan perasaannya yang terluka.
Baru saja ada setetes obat menyentuh hatinya, tetapi obat itu malah membuat luka semakin bernanah. Meskipun dia tidak pernah menyukai Aryan, harapan untuk membina rumah tangga bersamanya itu besar. Namun, rasanya hal itu tidak akan terwujud.
“Bodoh, mau sampai kapan kamu menonton drama konyol ini Shena! Cepat pergi dari sini!” gumam Shena.
Shena memutar tubuhnya perlahan. Untuk apa dia terus berada di bumi yang sama dengan dunia Aryan Mahendra dan Prisilia. Perempuan itu meneruskan langkah dan membiarkan Aryan bersama dengan cinta sejatinya.
“Nana, sudah kubilang jangan ikut dengannya. Kembali padaku,” teriak Alan sembari mengulurkan tangan.
Shena menoleh ke arah Alan, menatapnya dengan penuh kecewa. Cintanya dulu memang besar, tetapi rasa kecewa lebih membuncah. Shena tidak menghampiri Alan dan berusaha melanjutkan langkahnya, tetapi Aryan segera meraih pergelangan tangan yang terayun.
Shena membeku saat tangan hangat itu menggenggamnya begitu erat. Secerca harapan timbul di dalam benaknya, seakan mengembalikan senyum yang hampir saja musnah dari hatinya. Jantung Shena berdebar sangat kecang, ditambah lagi saat mendapati Aryan menatap ke arahnya bukan Prisilia.
“Jangan pergi!” tahan Aryan tegas.
Prisilia melepas tangannya, dia merasakan Aryan tidak menanggapi sama sekali. Bahkan membalas pelukannya pun tidak. Kedua bola matanya menangkap jelas jika Aryan sedang memandangi Shena dengan tatapan khawatir. Persis seperti waktu dulu ketika bersamanya dulu, lelaki hangat dan penuh cinta.
“Shena maafkan aku. Ayo kembali bersamaku, tidak perlu bertahan dengan lelaki seperti dia,” ajak Alan yang kini mendekat ke arah Shena.
Shena menepis tangan Aryan lembut. Kepalanya menunduk lemas, dia tidak bisa mengharapkan sesuatu yang tidak akan pernah menjadi miliknya. Hidup bersama Alan pun bukan pilihan baik. Lelaki yang belum selesai dengan masa lalu tidak akan membuatnya bahagia.
Tidak mau kesempatannya kembali dengan Aryan pupus, Prisilia memegang wajah Aryan dan membuatnya saling bertatapan. “Aryan, semua ini Dion-lah penyebabnya!” ungkap Prisilia dengan jelas.
Perkataan Prisilia bak petir yang menyambar hati Shena, hangus seketika. Kepala Shena menggeleng keras, menolak semua yang dikatakan wanita itu.
“Tidak! Kakakku tidak mungkin berani memukul wanita!” bantah Shena penuh keyakinan.
“Diam!” bentak Aryan.
Bentakan Aryan membuat Shena semakin yakin bahwa kapalnya tidak akan berlabuh. “Kamu yang diam!” balas Shena dengan penuh emosi.
Aryan tersentak mendengar Shena berani membalas. Selama ini dalam pikirannya Shena adalah perempuan yang lemah dan akan tunduk di depannya. Aryan kembali menarik pergelangan lengan Shena lebih erat.
“Lepas!” Shena berusaha menepis tangan Aryan yang menggenggamnya erat. Namun, genggaman itu semakin erat seolah tidak ingin lepas.
“Kamu harus tanggung jawab, Shena!” bentak Aryan kembali dengan tatapan seolah ingin menerkam ke arah Shena.
“Kenapa aku harus tanggung jawab? Salahmu karena tidak bisa menjaga kekasihmu dengan baik. Salahmu juga sudah memilihku jadi istri. Jangan limpahkan kesalahanmu kepadaku!” kesal Shena dengan napas yang terengah. Rasanya semua emosi meluap begitu saja saat Aryan terus menuduh.
Prisilia hanya menatap Shena dengan kasihan sekaligus kecewa. Dia pikir Aryan tidak akan pernah menikahi gadis manapun dan tetap setia pada cinta pertamanya.
“Aku tidak menyangka kamu sudah menikah, Aryan. Kupikir cinta ki—“ Prisilia mencoba meneruskan kata-katanya tetapi Aryan langsung memotong.
“Hidup terus berjalan, Sil,” jawab Aryan. Lelaki itu terlihat mengambil ponselnya lalu menghubungi seseorang.
Alan mencoba mengambil kesempatan untuk membuat perasaan Shena semakin goyah. Lelaki itu membantu Shena melepaskan diri dari Aryan. Perasaannya pun tidak senang melihat Shena mulai berpaling ke lelaki lain. Perempuan yang penurut dan tidak pernah menolak permintaannya sedikit pun walau itu berlebihan, tidak boleh jatuh ke siapapun.
“Shena, aku tidak akan membiarkan kamu menderita dengannya. Ayo kita pergi,” ajak Alan sambil meraih jemari Shena cepat.
Aryan kembali melayangkan bogem mentah ke pipi Alan. Tidak mungkin dia melihat pemandangan wanita yang ada di sisinya pergi ke pelukan lelaki lain.
“Kamu tidak boleh pergi!” tahan Aryan kembali. Kali ini dia menarik lengan Shena begitu kuat sampai istrinya masuk ke pelukannya.
Pelukan Aryan terasa begitu hangat dan erat. Shena tertegun sementara waktu dengan pikiran menerawang.
“Bolehkah aku berharap sedikit saja?” batin Shena.
“Aryan tidak mungkin jatuh cinta pada perempuan lain, tidak boleh!” gerutu Prisilia dalam hati.Ada perasaan aneh di hati Shena saat Aryan mendekap tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang, seakan waktu berhenti dan perasaan ini tidak pernah dialami saat bersama Alan.Prisilia tidak mau Aryan dan Shena menjadi dekat. Dia harus membuat mereka berpisah. Otaknya berpikir dengan keras. Mata memicing dan senyumnya tertahan saat menemukan sebuah ide cemerlang.“Aaah!” jerit Prisilia sembari terjatuh ke aspal. Perempuan itu terlihat lemas tidak berdaya.Aryan segera menoleh ke arah Prisilia. Shena pun turut menoleh ke arah perempuan itu. Pelukan Aryan yang melemah, Shena segera mengambil kesempatan. Dia mendorong dada Aryan dengan kedua tangan. Tenaganya hanya tersisa sedikit karena belum sempat makan bahkan setelah melakukan malam pertama rasa kedua.
Napas Shena tertahan sesaat. Jantungnya berdebar begitu cepat karena sudah pasti tamat riwayat. Perempuan itu enggan untuk melihat siapa yang ditabraknya. Dia mengambil satu langkah ke belakang, tetapi ada yang menangkap lengan Shena cukup kuat. “Lepaskan aku!” pinta Shena sambil menepis tangan tersebut. “Anda pasien di rumah sakit ini. Kenapa Anda berkeliaran sambil memegang infus?” tanya lelaki itu. Suara bariton terdengar begitu familiar di telinga Shena. Itu bukanlah suara Aryan, pikirnya. Shena memberanikan diri untuk menatap orang di hadapannya. Namun, retinanya tidak dapat mengenali orang tersebut. “Saya bosan, mau cari udara segar,” jawab Shena mencari alasan. Lelaki itu tersenyum lalu melepaskan genggaman tangannya. Dia kemudian memanggil salah satu perawat untuk mengambilkan kursi roda untuk Shena. “Kalau begitu biar saya antar saja. Kebetulan saya mau berkeliling rumah sakit,” tawarnya. “Baiklah,” jawabnya. Shena mengangguk saja karena tidak punya pilihan lain. Baru
“Kenapa Aryan belum juga kembali? Aku … akulah wanita satu-satunya di hati Aryan. Tidak mungkin dia berpaling begitu mudah dan aku tahu sifatnya seperti apa. Aku akan membuat Shena tersingkir!” gerutu Prisilia sambil berdiri di depan jendela kamar.Mata Prisilia terbuka lebar saat mobil lamborghini mulai memasuki halaman rumah. Perempuan itu segera berlari menuruni anak tangga, menyambut kedatangan Aryan. Senyumnya begitu lebar penuh harap. Binar matanya pun memancarkan aura bahagia. Namun, saat dirinya sampai di depan pintu masuk, Terlihat Aryan sedang menggendong Shena. Walaupun tatapannya dingin tetapi Prisilia yakin kalau lelaki itu sudah tersihir pesona lugu milik Shena.“Ary, dia kenapa?” tanya Prisilia sambil memasang wajah sedih meskipun sebenarnya dia marah.Aryan tidak menggubris pertanyaan dari Prisilia. Lelaki itu harus memastikan jika Shena tidak kabur dari rumah ini. Ent
Aryan segera berlari meninggalkan Shena di kamar. Dia bersama asisten rumah pergi menghampiri Prisilia dan segera membawanya ke rumah sakit terdekat. Sementara itu, Shena masih duduk di tepi bath tub sambil melamun.“Kalau Aryan pergi membawa Prisilia ke rumah sakit bersama anak buahnya, berarti rumah ini kosong. Apakah ini saat yang tepat untuk kabur dari rumah ini?” gumamnya.Shena keluar dari kamar, menengok kanan dan kiri membaca situasi. Dirasa sudah aman dia memutuskan melarikan diri. Perempuan itu tidak membawa apa-apa. Namun, ada satu tempat yang bisa dituju. Dia bisa berlindung di perusahaan ayahnya. Tidak mungkin perusahaan itu tidak berjalan, pasti masih ada beberapa direksi yang mengambil alih perusahaan tersebut.“Sepertinya aman, aku bisa pergi sekarang,” ucap Shena sambil terus menengok kanan dan kiri.Sepanjang perjalanan, Shena termenung. Nasibnya kenapa begitu buruk, dosa apa yang pernah dilakukannya hingga membuat terlunta macam ini. Jarak dari rumah Aryan menuju pe
“Bisa-bisanya Aryan tidak menemaniku di rumah sakit! Aktingku sudah meyakinkan tetapi dia hanya menyuruh anak buahnya saja! Ini tidak bisa dibiarkan!” geram Prisilia sembari memukuli ranjang rumah sakit.Sebenarnya saat asisten rumah memanggilnya, Aryan segera berlari menghampiri Prisilia. Namun, cairan merah itu tidak terlihat seperti darah. Sadar kalau tengah diperalat oleh mantan, dia memerintahkan anak buahnya membawa Prisilia ke rumah sakit. Sementara itu dirinya akan menjebak Shena yang pasti memiliki rencana untuk kabur.Sesampainya di rumah, Aryan tanpa ragu menarik lengan Shena kasar. Kali ini perempuan itu tidak bisa lari lagi karena penjagaan semakin diperketat.“Bagaimana rasanya, enak bisa berganti pasangan? Tadi bersama Archi, lalu mantanmu itu. Maumu apa? Merusak citraku dengan menjadi wanita nakal?” geram Aryan sembari mencengkram rahang istrinya.Shena menampa
“Siapkan sarapan untukku!” titah Aryan sambil mengaitkan satu per satu kancing kemejanya.Shena terbelalak saat melihat betapa gagahnya sosok Aryan ini. Tubuhnya atletis, tinggi juga tegap, tidak ada kelemahan. Dia jadi teringat saat malam pertama dengan lelaki itu. Tidak bisa dipungkiri jika malam itu dia menikmatinya karena berpikir lelaki itu Alan. Namun, setelah tahu semuanya berubah.“Aku tidak bisa masak!” tolak Shena.Aryan menghampiri istrinya dengan tangan yang dimasukkan ke saku celana. Tatapannya tajam sekaligus mematikan. Dia membungkukkan tubuhnya sedikit lalu berbisik ke arah Shena.“Aku tidak peduli, yang penting kamu yang harus masak!”Shena begitu kesal sampai kakinya dihentak-hentakkan. Dia bukan pemasak handal. Pengetahuan resep masakan pun terbatas. Dirinya melangkah menuju dapur lalu melihat ada roti, perempuan itu berpikir
Shena membulatkan matanya lebar. Tangannya mengepal dan sedikit gemetar. Meskipun sudah tahu perselingkuhan Alan dengan Clara, tetapi kenapa rasanya masih begitu sakit. Tarikan napasnya mulai memberat.“Selamat ya, Alan,” ucap Shena dengan suara gemetar tetapi sambil berusaha tersenyum.Clara mengangkat kedua alisnya, wajah yang semula murung, tiba-tiba saja berubah ceria. Dia pikir Shena akan marah dan mengamuk.“Hamil?! Bukannya kemarin kamu baru saja—“ Alan ikut terkejut sama halnya dengan Shena.Lelaki itu tidak suka mendengar kabar kehamilan Clara karena usahanya untuk mendapatkan Shena kembali tidak akan berhasil. Sudah susah payah dia membuat Shena percaya padanya lagi, tetapi Clara menghancurkannya dalam hitungan detik.“Sayang, jujur saja pada Shena,” desak Clara.Aryan menelan salivanya pelan. Mendengarkan pertengkaran ala pasangan begitu memuakkan di telinganya.“Tolong selesaikan masalah kalian di luar kantor. Saya pamit,” pungkas Aryan sambil merangkul bahu Shena erat.Al
Shena membulatkan matanya lebar. Tangannya mengepal dan sedikit gemetar. Meskipun sudah tahu perselingkuhan Alan dengan Clara, tetapi kenapa rasanya masih begitu sakit. Tarikan napasnya mulai memberat.“Selamat ya, Alan,” ucap Shena dengan suara gemetar tetapi sambil berusaha tersenyum.Clara mengangkat kedua alisnya, wajah yang semula murung, tiba-tiba saja berubah ceria. Dia pikir Shena akan marah dan mengamuk.“Hamil?! Bukannya kemarin kamu baru saja—“ Alan ikut terkejut sama halnya dengan Shena.Lelaki itu tidak suka mendengar kabar kehamilan Clara karena usahanya untuk mendapatkan Shena kembali tidak akan berhasil. Sudah susah payah dia membuat Shena percaya padanya lagi, tetapi Clara menghancurkannya dalam hitungan detik.“Sayang, jujur saja pada Shena,” desak Clara.Aryan menelan salivanya pelan. Mendengarkan pertengkaran ala pasangan begitu memuakkan di telinganya.“Tolong selesaikan masalah kalian di luar kantor. Saya pamit,” pungkas Aryan sambil merangkul bahu Shena erat.Al
Suasana di lantai lima apartemen tersebut terbilang sepi. Belum ada terlihat penghuni yang berkeliaran di sekitar sana. Isak tangis Shena terdengar begitu lirih memenuhi selasar apartemen tersebut. Terdengar suara langkah sepatu pantofel yang berjalan semakin mendekat.Shena tidak mau mengangkat kepalanya. Dia terlalu takut jika itu adalah Aryan. Meskipun suaminya, rasanya masih berat untuk melihat wajahnya saat ini. Namun, aroma wood yang melekat kuat di tubuh Aryan tidak tercium saat ini.“Hei, kamu tidak apa-apa?” tanya suara bariton yang begitu familiar di telinga Shena.Shena mengangkat kepalanya, mencoba membuka mata dan melihat siapa yang berada di hadapannya kini. Meskipun matanya kurang jelas karena dipenuhi air mata, tetapi dia masih bisa mengenali orang itu adalah Edward. Lelaki itu menurunkan lututnya lalu mengusap wajah Shena tanpa ragu.“Hah,” jawab Shena.
“Brian cepat berikan laporan keuangan dan penjualan kita sekarang!” Aryan yang baru saja datang ke kantor langsung menyalakan komputernya. Dia segera melihat grafik penjualan selama setahun belakangan ini.“Baik Pak,” jawab Brian yang segera mengambil berkas laporan keuangan dan penjualan selama setahun belakangan ini.Aryan segera mencari file tentang statistik penjualan dan juga keuangan. Beberapa reject dari bahan mentah hingga barang jadi yang tertolak karena produk tidak sesuai dengan permintaan. Matanya berkunang-kunang saat melihat begitu banyak barang reject meskipun masih memberikan keuntungan tetapi tidak banyak.“Brian, kenapa pengeluaran bulan ini besar? Saya tidak pernah menyetujui proyek pembuatan pakaian ini. Kenapa sekarang proyek ini terlihat membengkak sedangkan penjualan masih dibawah margin?” tanya Aryan.Brian melihat di tabletnya file
Sejak pengakuan perasaan Aryan, hubungannya dengan Shena semakin membaik. Terakhir kali saat di pantai, mereka menghabiskan malam panas bersama diiringi dengan deburan ombak yang menggema di seisi cottage-nya. Saat bangun pagi, pipi Shena merona kemerahan. Dia merasa malu pada dirinya sendiri.Malam itu dirinya menjadi liar, seperti burung yang baru dilepaskan dari sangkar. Shena meliuk, mendesah semakin menggila saat Aryan memperlakukannya begitu lembut. Kali ini Aryan sudah tidak mempedulikan apapun. Dia ingin membina rumah tangga yang harmonis dengan Shena.“Aku akan memenuhi janji yang pernah kuucapkan saat kau pergi dari kamar itu. Aku akan menjadikanmu milikku dan tidak akan kubiarkan kau lepas,” gumam Aryan yang sedang menikmati lahan tersembunyi milik istrinya.Sinar mentari mulai memasuki kamar bernuansa industrialis milik Aryan. Kelopak mata Shena mulai terbuka perlahan saat s
Hubungan Alan dan Clara mulai tidak baik. Clara cemburu melihat Alan yang seolah mencoba mendekati Shena lagi. Perempuan itu semakin membenci Shena yang bertindak seperti wanita lugu tetapi nyatanya dia mahir memainkan perasaan lelaki.“Alan, kapan pernikahan kita segera dilaksanakan? Kamu tahu kan aku sedang hamil,” desak Clara sembari mengusap perutnya.Alan yang sedang membaca laporan seketika mengangkat kepalanya. Dia menatap tajam ke arah selingkuhannya itu. Napasnya terdengar berat dan tangan mulai mengepal.“Hamil? Kalau begitu kita lakukan USG sekarang juga,” tantang Alan yakin.Clara menelan salivanya kasar. Sudah pasti bualannya itu tidak akan mempan untuk Alan. Mereka adalah pasangan tukang ngarang handal yang sering membuat korbannya hancur.“Kenapa kamu enggak percaya sama aku? Kita melakukannya sering, Alan. Hampir setiap malam kamu tanam benih, kena
“Astaga!” Shena menutup mulut dengan tangannya.Aryan segera mendorong tubuh Prisilia. Dia tidak mau Shena salah paham dengan kelakuan mantan kekasihnya itu.“Apa-apaan ini!” Aryan mendorong tubuh Prisilia dan langsung menutup pintu kamar dan menguncinya.Shena tidak terkejut melihat Sisil melakukan tindakan seperti itu. Sejak awal pun dia memang berniat untuk merebut hati Aryan. Namun, kali ini Aryan dengan tegas mengeluarkannya dari kamar. Ada perasaan senang di hati Shena, mungkin suaminya benar-benar tulus ingin berubah.“Aku bisa jelaskan, Shena.” Aryan bergegas memegang kedua bahu istrinya.Shena mengangguk, “Sudahlah.”Aryan mengembuskan napas lega. Dia merangkul dan membawa Shena pergi ke meja makan untuk menikmati sarapan bersama. Mereka duduk di tepian jendela dengan pemandangan cantik yang disuguhkan oleh Tuhan untuk insan di bumi.Tangan Aryan mengusap dan mencium jemari istrinya. “Terima kasih sudah percaya padaku.”Sinar mentari mulai menyinari tempat mereka berada. Caha
Shena membeku, tidak bisa berkata-kata lagi. Matanya seperti ditaruh irisan bawang merah. Ungkapan ini tidak pernah dirinya dengar dari bibir Alan. Kisah cinta mereka hanya berawal dari pernyataan suka tanpa ada getaran seperti saat ini. Mata Shena dan Aryan saling beradu, menatap begitu dalam dan syahdu. Perlahan langit semakin menunjukkan warna aslinya. Taburan bintang mulai menghiasi langit kota. Suasana menggelap, tetapi secerca sinar temaram memberikan siluet indah di tempat itu. “Pembual!” umpat Shena mencoba mengalihkan suasana yang membuatnya terhanyut. Aryan tidak terpancing kata-kata provokatif Shena. Dia tahu, mana ada orang yang percaya dengan ucapannya setelah memaki dengan kasar. “Terserah, mau percaya atau tidak. Aku sengaja membawamu ke kantor, mengenalkan kepada klien dan investor hanya untuk memberitahu kepada seluruh dunia kalau aku memilikimu. Caraku memang tidak seindah rayuan Romeo atau Deni Cagur, tapi inilah aku.” Hati perempuan mana yang tidak terenyuh den
Pintu lift terbuka, Aryan tidak memberikan Shena kesempatan untuk melepaskan diri. Lelaki itu bahkan menggendongnya bak sekarung beras. Beberapa orang melihat ke arah Aryan, mereka melihat seperti sebuah tindakan asusila. “Dia istriku!” Aryan mencoba menjelaskan. Semua orang tidak berani membuka mulut setelah mendengar klarifikasi Aryan. Pun saat melihat Shena, perempuan itu terlihat pasrah dan tidak memberontak. Tangannya bahkan mengatup sebagai permintaan maaf. “Sudah turunkan aku!” pinta Shena sambil menepuk bahu suaminya. Aryan tidak mengindahkan permintaan Shena. Lelaki itu membawanya masuk ke kamar lalu menguncinya dengan cepat. Untung saja Shena tidak memberontak. Perempuan itu seolah menjadi jinak, tentu saja membuat Aryan sedikit curiga. Langit biru sudah berubah menjadi jingga. Sinar mentari yang mulai tenggelam masih memberikan kilau terakhirnya di kamar pasangan tersebut. Lampu yang semula padam, kini perlahan menghiasi pemandangan kota. “Lucutkan pakaianmu!” titah Pr
Shena merasa tidak asing dengan wajah itu. Sepertinya mereka pernah bertemu. Cukup lama keduanya saling berpandangan hingga Aryan semakin tidak nyaman saja dengan kursinya. “Aku tidak apa. Maaf ya, aku tidak sengaja menabrakmu,” ucap Shena sembari melepaskan pegangan tangannya. “Justru aku yang tidak hati-hati. Aku minta maaf,” sesal orang itu. “Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Rasanya kenapa tidak asing, ya?” sambungnya. Shena pun merasa demikian. Dia mencoba mengingat, pun dengan lelaki tersebut. “Sepertinya kita memang pernah bertemu,” imbuhnya. Lelaki itu kembali mengingat, sudah lama dia tidak berinteraksi dengan orang lain selain di rumah sakit. “Apakah kamu pernah ke rumah sakit sebelumnya?” Shena mengangguk. Dia baru saja pulang dari rumah sakit. Akhirnya dia teringat, lelaki ini adalah orang yang mengadang saat hendak kabur. Ingin sekali dia memukul kepalanya saat itu. “Kamu petugas rumah sakit yang mengejutkanku tempo hari. Kamu terus meminta maaf dan mengantarka
Aryan tidak menjawab. Dia senang sekali melihat istrinya panik seperti ini, ada kenikmatan tersendiri hanya dengan mengerjainya.“Kenapa, takut?” tanya Aryan sambil membuka kancing bajunya satu per satu.“Tidak!” bantah Shena menantang padahal kakinya gemetar setengah mati.Aryan menyingkap selimut yang baru saja menutupi sepatuh kaki Shena. Perempuan itu terkejut dan segera menarik kaki.“Bilang saja takut. Kita sudah melakukannya tiga kali dan kamu masih takut?” Aryan menyeringai puas.“Ehm … tidak! Eh iya,” jawab Shena. Buat apa juga dia berbohong. Setiap kali lelaki itu mendekat dia selalu paranoid.Aryan menaiki ranjang, merangkak seolah hendak menerkam mangsa dengan perlahan. Shena menelan salivanya berulang kali, tangannya bahkan meremas seprai kuat. Aryan tersenyum dan semakin mendekat, dan kini w