Shena membeku, tidak bisa berkata-kata lagi. Matanya seperti ditaruh irisan bawang merah. Ungkapan ini tidak pernah dirinya dengar dari bibir Alan. Kisah cinta mereka hanya berawal dari pernyataan suka tanpa ada getaran seperti saat ini. Mata Shena dan Aryan saling beradu, menatap begitu dalam dan syahdu. Perlahan langit semakin menunjukkan warna aslinya. Taburan bintang mulai menghiasi langit kota. Suasana menggelap, tetapi secerca sinar temaram memberikan siluet indah di tempat itu. “Pembual!” umpat Shena mencoba mengalihkan suasana yang membuatnya terhanyut. Aryan tidak terpancing kata-kata provokatif Shena. Dia tahu, mana ada orang yang percaya dengan ucapannya setelah memaki dengan kasar. “Terserah, mau percaya atau tidak. Aku sengaja membawamu ke kantor, mengenalkan kepada klien dan investor hanya untuk memberitahu kepada seluruh dunia kalau aku memilikimu. Caraku memang tidak seindah rayuan Romeo atau Deni Cagur, tapi inilah aku.” Hati perempuan mana yang tidak terenyuh den
“Astaga!” Shena menutup mulut dengan tangannya.Aryan segera mendorong tubuh Prisilia. Dia tidak mau Shena salah paham dengan kelakuan mantan kekasihnya itu.“Apa-apaan ini!” Aryan mendorong tubuh Prisilia dan langsung menutup pintu kamar dan menguncinya.Shena tidak terkejut melihat Sisil melakukan tindakan seperti itu. Sejak awal pun dia memang berniat untuk merebut hati Aryan. Namun, kali ini Aryan dengan tegas mengeluarkannya dari kamar. Ada perasaan senang di hati Shena, mungkin suaminya benar-benar tulus ingin berubah.“Aku bisa jelaskan, Shena.” Aryan bergegas memegang kedua bahu istrinya.Shena mengangguk, “Sudahlah.”Aryan mengembuskan napas lega. Dia merangkul dan membawa Shena pergi ke meja makan untuk menikmati sarapan bersama. Mereka duduk di tepian jendela dengan pemandangan cantik yang disuguhkan oleh Tuhan untuk insan di bumi.Tangan Aryan mengusap dan mencium jemari istrinya. “Terima kasih sudah percaya padaku.”Sinar mentari mulai menyinari tempat mereka berada. Caha
Hubungan Alan dan Clara mulai tidak baik. Clara cemburu melihat Alan yang seolah mencoba mendekati Shena lagi. Perempuan itu semakin membenci Shena yang bertindak seperti wanita lugu tetapi nyatanya dia mahir memainkan perasaan lelaki.“Alan, kapan pernikahan kita segera dilaksanakan? Kamu tahu kan aku sedang hamil,” desak Clara sembari mengusap perutnya.Alan yang sedang membaca laporan seketika mengangkat kepalanya. Dia menatap tajam ke arah selingkuhannya itu. Napasnya terdengar berat dan tangan mulai mengepal.“Hamil? Kalau begitu kita lakukan USG sekarang juga,” tantang Alan yakin.Clara menelan salivanya kasar. Sudah pasti bualannya itu tidak akan mempan untuk Alan. Mereka adalah pasangan tukang ngarang handal yang sering membuat korbannya hancur.“Kenapa kamu enggak percaya sama aku? Kita melakukannya sering, Alan. Hampir setiap malam kamu tanam benih, kena
Sejak pengakuan perasaan Aryan, hubungannya dengan Shena semakin membaik. Terakhir kali saat di pantai, mereka menghabiskan malam panas bersama diiringi dengan deburan ombak yang menggema di seisi cottage-nya. Saat bangun pagi, pipi Shena merona kemerahan. Dia merasa malu pada dirinya sendiri.Malam itu dirinya menjadi liar, seperti burung yang baru dilepaskan dari sangkar. Shena meliuk, mendesah semakin menggila saat Aryan memperlakukannya begitu lembut. Kali ini Aryan sudah tidak mempedulikan apapun. Dia ingin membina rumah tangga yang harmonis dengan Shena.“Aku akan memenuhi janji yang pernah kuucapkan saat kau pergi dari kamar itu. Aku akan menjadikanmu milikku dan tidak akan kubiarkan kau lepas,” gumam Aryan yang sedang menikmati lahan tersembunyi milik istrinya.Sinar mentari mulai memasuki kamar bernuansa industrialis milik Aryan. Kelopak mata Shena mulai terbuka perlahan saat s
“Brian cepat berikan laporan keuangan dan penjualan kita sekarang!” Aryan yang baru saja datang ke kantor langsung menyalakan komputernya. Dia segera melihat grafik penjualan selama setahun belakangan ini.“Baik Pak,” jawab Brian yang segera mengambil berkas laporan keuangan dan penjualan selama setahun belakangan ini.Aryan segera mencari file tentang statistik penjualan dan juga keuangan. Beberapa reject dari bahan mentah hingga barang jadi yang tertolak karena produk tidak sesuai dengan permintaan. Matanya berkunang-kunang saat melihat begitu banyak barang reject meskipun masih memberikan keuntungan tetapi tidak banyak.“Brian, kenapa pengeluaran bulan ini besar? Saya tidak pernah menyetujui proyek pembuatan pakaian ini. Kenapa sekarang proyek ini terlihat membengkak sedangkan penjualan masih dibawah margin?” tanya Aryan.Brian melihat di tabletnya file
Suasana di lantai lima apartemen tersebut terbilang sepi. Belum ada terlihat penghuni yang berkeliaran di sekitar sana. Isak tangis Shena terdengar begitu lirih memenuhi selasar apartemen tersebut. Terdengar suara langkah sepatu pantofel yang berjalan semakin mendekat.Shena tidak mau mengangkat kepalanya. Dia terlalu takut jika itu adalah Aryan. Meskipun suaminya, rasanya masih berat untuk melihat wajahnya saat ini. Namun, aroma wood yang melekat kuat di tubuh Aryan tidak tercium saat ini.“Hei, kamu tidak apa-apa?” tanya suara bariton yang begitu familiar di telinga Shena.Shena mengangkat kepalanya, mencoba membuka mata dan melihat siapa yang berada di hadapannya kini. Meskipun matanya kurang jelas karena dipenuhi air mata, tetapi dia masih bisa mengenali orang itu adalah Edward. Lelaki itu menurunkan lututnya lalu mengusap wajah Shena tanpa ragu.“Hah,” jawab Shena.
[Shena, kamu sudah janji ya. Hotel Diamond nomor 1501. Ini kuncinya, jangan lupa pakai gaun yang sudah kukirimkan kemarin.]Shena menatap layar ponselnya lekat-lekat. Ada sebuah keraguan, jantungnya pun berdebar sangat kencang. Hari pernikahan bersama kekasihnya tinggal menghitung hari, tetapi kenapa kekasihnya itu menginginkan hal yang sebenarnya bisa diraihnya.Shena menghela napas panjang. Dia menengadahkan kepala sembari terus berpikir apa yang dilakukannya ini benar atau salah. Perempuan itu berdandan sangat cantik, rambutnya dibiarkan panjang terurai dengan sedikit curly di bagian bawahnya. Gaun merah mini dengan bagian dada cukup rendah membuatnya sedikit tidak nyaman.“Tenanglah Shena, sebentar lagi kamu akan menikah, jadi tidak usah khawatir,” monolog Shena sembari mengepalkan kedua tangannya seolah memberi semangat.Seorang asisten rumah menghampiri Shena. Dia memberikan segelas minuman seperti permintaan majikannya. Perempuan itu menghabiskan air minum itu lalu pergi ke hot
“Bagaimana bisa dia ada di sini?” batin Shena dengan mata terbelalak.Lelaki itu tetap memandangi Shena dengan kedua tangan yang dimasukkan ke saku celananya. Sengaja membuat Shena terintimidasi. Kebetulan sekali, polisi dan ketua RT pergi meninggalkan Shena di kamar jenazah sendiri.Di saat Shena tengah sendiri, lelaki itu datang lalu menutup pintu kamar mayat. Herannya petugas kamar mayat pun tidak ada di sana.“Apa tujuanmu menjebakku semalam?” tanya lelaki itu dengan nada rendah tetapi penuh penekanan.Shena membulatkan mata saat lelaki itu menutup pintu. Perempuan itu mundur hingga berakhir ditepian pintu pendingin mayat. Jantungnya berdebar sangat kencang dengan pipi yang masih basah oleh air mata.“Aku tidak—“ belum selesai bicara, lelaki itu langsung memotong.“Bohong! Berani-beraninya kamu menjebak Aryan Mahendra. Kamu pasti sudah tahu akibatnya, kan!” bentak Aryan sambil melayangkan tangan hendak ke pipi Shena tetapi meleset ke pintu pendingin.Shena gemetar bukan main. Sepe
Suasana di lantai lima apartemen tersebut terbilang sepi. Belum ada terlihat penghuni yang berkeliaran di sekitar sana. Isak tangis Shena terdengar begitu lirih memenuhi selasar apartemen tersebut. Terdengar suara langkah sepatu pantofel yang berjalan semakin mendekat.Shena tidak mau mengangkat kepalanya. Dia terlalu takut jika itu adalah Aryan. Meskipun suaminya, rasanya masih berat untuk melihat wajahnya saat ini. Namun, aroma wood yang melekat kuat di tubuh Aryan tidak tercium saat ini.“Hei, kamu tidak apa-apa?” tanya suara bariton yang begitu familiar di telinga Shena.Shena mengangkat kepalanya, mencoba membuka mata dan melihat siapa yang berada di hadapannya kini. Meskipun matanya kurang jelas karena dipenuhi air mata, tetapi dia masih bisa mengenali orang itu adalah Edward. Lelaki itu menurunkan lututnya lalu mengusap wajah Shena tanpa ragu.“Hah,” jawab Shena.
“Brian cepat berikan laporan keuangan dan penjualan kita sekarang!” Aryan yang baru saja datang ke kantor langsung menyalakan komputernya. Dia segera melihat grafik penjualan selama setahun belakangan ini.“Baik Pak,” jawab Brian yang segera mengambil berkas laporan keuangan dan penjualan selama setahun belakangan ini.Aryan segera mencari file tentang statistik penjualan dan juga keuangan. Beberapa reject dari bahan mentah hingga barang jadi yang tertolak karena produk tidak sesuai dengan permintaan. Matanya berkunang-kunang saat melihat begitu banyak barang reject meskipun masih memberikan keuntungan tetapi tidak banyak.“Brian, kenapa pengeluaran bulan ini besar? Saya tidak pernah menyetujui proyek pembuatan pakaian ini. Kenapa sekarang proyek ini terlihat membengkak sedangkan penjualan masih dibawah margin?” tanya Aryan.Brian melihat di tabletnya file
Sejak pengakuan perasaan Aryan, hubungannya dengan Shena semakin membaik. Terakhir kali saat di pantai, mereka menghabiskan malam panas bersama diiringi dengan deburan ombak yang menggema di seisi cottage-nya. Saat bangun pagi, pipi Shena merona kemerahan. Dia merasa malu pada dirinya sendiri.Malam itu dirinya menjadi liar, seperti burung yang baru dilepaskan dari sangkar. Shena meliuk, mendesah semakin menggila saat Aryan memperlakukannya begitu lembut. Kali ini Aryan sudah tidak mempedulikan apapun. Dia ingin membina rumah tangga yang harmonis dengan Shena.“Aku akan memenuhi janji yang pernah kuucapkan saat kau pergi dari kamar itu. Aku akan menjadikanmu milikku dan tidak akan kubiarkan kau lepas,” gumam Aryan yang sedang menikmati lahan tersembunyi milik istrinya.Sinar mentari mulai memasuki kamar bernuansa industrialis milik Aryan. Kelopak mata Shena mulai terbuka perlahan saat s
Hubungan Alan dan Clara mulai tidak baik. Clara cemburu melihat Alan yang seolah mencoba mendekati Shena lagi. Perempuan itu semakin membenci Shena yang bertindak seperti wanita lugu tetapi nyatanya dia mahir memainkan perasaan lelaki.“Alan, kapan pernikahan kita segera dilaksanakan? Kamu tahu kan aku sedang hamil,” desak Clara sembari mengusap perutnya.Alan yang sedang membaca laporan seketika mengangkat kepalanya. Dia menatap tajam ke arah selingkuhannya itu. Napasnya terdengar berat dan tangan mulai mengepal.“Hamil? Kalau begitu kita lakukan USG sekarang juga,” tantang Alan yakin.Clara menelan salivanya kasar. Sudah pasti bualannya itu tidak akan mempan untuk Alan. Mereka adalah pasangan tukang ngarang handal yang sering membuat korbannya hancur.“Kenapa kamu enggak percaya sama aku? Kita melakukannya sering, Alan. Hampir setiap malam kamu tanam benih, kena
“Astaga!” Shena menutup mulut dengan tangannya.Aryan segera mendorong tubuh Prisilia. Dia tidak mau Shena salah paham dengan kelakuan mantan kekasihnya itu.“Apa-apaan ini!” Aryan mendorong tubuh Prisilia dan langsung menutup pintu kamar dan menguncinya.Shena tidak terkejut melihat Sisil melakukan tindakan seperti itu. Sejak awal pun dia memang berniat untuk merebut hati Aryan. Namun, kali ini Aryan dengan tegas mengeluarkannya dari kamar. Ada perasaan senang di hati Shena, mungkin suaminya benar-benar tulus ingin berubah.“Aku bisa jelaskan, Shena.” Aryan bergegas memegang kedua bahu istrinya.Shena mengangguk, “Sudahlah.”Aryan mengembuskan napas lega. Dia merangkul dan membawa Shena pergi ke meja makan untuk menikmati sarapan bersama. Mereka duduk di tepian jendela dengan pemandangan cantik yang disuguhkan oleh Tuhan untuk insan di bumi.Tangan Aryan mengusap dan mencium jemari istrinya. “Terima kasih sudah percaya padaku.”Sinar mentari mulai menyinari tempat mereka berada. Caha
Shena membeku, tidak bisa berkata-kata lagi. Matanya seperti ditaruh irisan bawang merah. Ungkapan ini tidak pernah dirinya dengar dari bibir Alan. Kisah cinta mereka hanya berawal dari pernyataan suka tanpa ada getaran seperti saat ini. Mata Shena dan Aryan saling beradu, menatap begitu dalam dan syahdu. Perlahan langit semakin menunjukkan warna aslinya. Taburan bintang mulai menghiasi langit kota. Suasana menggelap, tetapi secerca sinar temaram memberikan siluet indah di tempat itu. “Pembual!” umpat Shena mencoba mengalihkan suasana yang membuatnya terhanyut. Aryan tidak terpancing kata-kata provokatif Shena. Dia tahu, mana ada orang yang percaya dengan ucapannya setelah memaki dengan kasar. “Terserah, mau percaya atau tidak. Aku sengaja membawamu ke kantor, mengenalkan kepada klien dan investor hanya untuk memberitahu kepada seluruh dunia kalau aku memilikimu. Caraku memang tidak seindah rayuan Romeo atau Deni Cagur, tapi inilah aku.” Hati perempuan mana yang tidak terenyuh den
Pintu lift terbuka, Aryan tidak memberikan Shena kesempatan untuk melepaskan diri. Lelaki itu bahkan menggendongnya bak sekarung beras. Beberapa orang melihat ke arah Aryan, mereka melihat seperti sebuah tindakan asusila. “Dia istriku!” Aryan mencoba menjelaskan. Semua orang tidak berani membuka mulut setelah mendengar klarifikasi Aryan. Pun saat melihat Shena, perempuan itu terlihat pasrah dan tidak memberontak. Tangannya bahkan mengatup sebagai permintaan maaf. “Sudah turunkan aku!” pinta Shena sambil menepuk bahu suaminya. Aryan tidak mengindahkan permintaan Shena. Lelaki itu membawanya masuk ke kamar lalu menguncinya dengan cepat. Untung saja Shena tidak memberontak. Perempuan itu seolah menjadi jinak, tentu saja membuat Aryan sedikit curiga. Langit biru sudah berubah menjadi jingga. Sinar mentari yang mulai tenggelam masih memberikan kilau terakhirnya di kamar pasangan tersebut. Lampu yang semula padam, kini perlahan menghiasi pemandangan kota. “Lucutkan pakaianmu!” titah Pr
Shena merasa tidak asing dengan wajah itu. Sepertinya mereka pernah bertemu. Cukup lama keduanya saling berpandangan hingga Aryan semakin tidak nyaman saja dengan kursinya. “Aku tidak apa. Maaf ya, aku tidak sengaja menabrakmu,” ucap Shena sembari melepaskan pegangan tangannya. “Justru aku yang tidak hati-hati. Aku minta maaf,” sesal orang itu. “Apakah kita pernah bertemu sebelumnya? Rasanya kenapa tidak asing, ya?” sambungnya. Shena pun merasa demikian. Dia mencoba mengingat, pun dengan lelaki tersebut. “Sepertinya kita memang pernah bertemu,” imbuhnya. Lelaki itu kembali mengingat, sudah lama dia tidak berinteraksi dengan orang lain selain di rumah sakit. “Apakah kamu pernah ke rumah sakit sebelumnya?” Shena mengangguk. Dia baru saja pulang dari rumah sakit. Akhirnya dia teringat, lelaki ini adalah orang yang mengadang saat hendak kabur. Ingin sekali dia memukul kepalanya saat itu. “Kamu petugas rumah sakit yang mengejutkanku tempo hari. Kamu terus meminta maaf dan mengantarka
Aryan tidak menjawab. Dia senang sekali melihat istrinya panik seperti ini, ada kenikmatan tersendiri hanya dengan mengerjainya.“Kenapa, takut?” tanya Aryan sambil membuka kancing bajunya satu per satu.“Tidak!” bantah Shena menantang padahal kakinya gemetar setengah mati.Aryan menyingkap selimut yang baru saja menutupi sepatuh kaki Shena. Perempuan itu terkejut dan segera menarik kaki.“Bilang saja takut. Kita sudah melakukannya tiga kali dan kamu masih takut?” Aryan menyeringai puas.“Ehm … tidak! Eh iya,” jawab Shena. Buat apa juga dia berbohong. Setiap kali lelaki itu mendekat dia selalu paranoid.Aryan menaiki ranjang, merangkak seolah hendak menerkam mangsa dengan perlahan. Shena menelan salivanya berulang kali, tangannya bahkan meremas seprai kuat. Aryan tersenyum dan semakin mendekat, dan kini w