Sosok itu tersenyum bahagia karena telah mendapatkan apa yang diinginkannya, "Tch, tugasku sudah selesai, sebaiknya cepat-cepat pergi, sebelum ada yang bangun, bisa berabe," gumamanya sambil terkekeh geli membayangkan apa yang dia katakan.Ia segera bangkit dan meninggalkan tempat itu melalui jendela samping yang terpeleh dengan lemari besar. Sehingga, kedua sejoli yang sedang mengerang nikmat, mengejar puncak kenikmatan duniawi di atas ranjang penginapan itu tidak menyadari bahwa ada orang lain di kamar itu.Setelah berada diluar ruangan, Ia segera berjalan menuju parkiran. Sambil berjalan, pria itu merogoh saku celana panjang Chinos semata kaki berwarna beige yang Ia kenakan lalu mengeluarkan benda pipih berukuran 7 inci. Ia segera melakukan panggilan pada seseorang.Berselang beberapa detik, "Halo, Boss! plan A Oke!" ujarnya. Entah apa yang mereka bicarakan selanjutnya, pria itu tersenyum dan segera memutuskan panggilan mereka. Ia kemudian menunggangi kuda besinya dan berlalu pergi
Kaki Dewi tak mampu menopang tubuhnya, Ia terduduk lemas di atas ranjang, "Tantri!" lirih wanita paruh baya itu.*Flashback, 4 Jam Sebelumnya*"Tuan, sepertinya apa yang Tuan takutkan sudah terjadi!" bunyi pesan singkat yang masuk ke handphone milik RK, beserta sebuah Video berdurasi 1 menit."Siapa mereka Bu?" RK membalas pesan setelah menonton video yang dikirimkan oleh Bu'Retno."Mereka adalah Ibu dan Adik perempuan Ivan! mungkin Ivan yang menyuruh mereka datang kesini,"balas Bu'Retno.Ya, Bu'Retno adalah pengirim pesan beserta video singkat itu. Ia melakukan apa yang diperintahkan oleh RK sebelum kembali pulang ke rumah bersama Brian putranya.Setelah melihat tingkah Ivan yang bersikeras untuk bertemu dengan Aira, RK yakin, pria itu tidak akan tinggal diam, atau tidak melakukan sesuatu. Oleh sebab itu, setelah berada di parkiran rumah sakit, Ia segera menelpon Bu'Retno agar jika terjadi sesuatu pada Aira, Bu'Retno harus segera melapor padanya. Berdasarkan hal itu, Bu'Retno segera
RK tersenyum, merasa aneh dengan dirinya sendiri. "Kenapa aku begitu terobsesi untuk membalaskan dendam wanita itu? Sejak kapan aku peduli sama wanita?" gumam RK dengan senyum yang dipaksakan.Senyuman aneh itu menandakan, betapa dia baru menyadari hal itu, setelah segala sesuatu yang Ia rencanakan telah berakhir dengan baik dan sesuai keinginannya.Namun, apa arti semua itu baginya? Senyuman yang perlahan berubah menjadi kekehan dan kini terdengar suara tawa, tak henti-hentinya. Ia bahkan tidak dapat menghentikan tawanya."Tch, Aku bahkan, menyembunyikan hal ini dari Donny! Mengapa?" Gejolak aneh dan perasaan yang tidak biasa terus beradu didalam hati dan pikirannya."Yahh, aku tahu! Ini semua aku lakukan demi putraku, demi Brian. Brian begitu mencintai gadis itu, sejak awal pertemuan mereka." RK menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya kasar lewat mulut. Sembari mendongak menatap langit malam dari balkon kamarnya. "Sebagai seorang ayah, tidak ada salahnya, aku memenuhi keinginan
Aira terus menatap sosok itu dengan tatapan tak percaya. Ada begitu banyak hal yang seketika memenuhi pikirannya. 'Apa ... apa yang Dia lakukan disini? Apa aku sudah melakukan kesalahan? Owh ... Apa karena Bu'Retno gak pulang yahh, jadi dia datang untuk marahin aku! Tuhan ... Aku mintanya malaikat, kok yang datang, pria dingin jahat ini?' batin Aira yang ketakutan seperti sedang melihat hantu.Ya, sosok itu adalah RK. RK sendiri tidak mengerti, mengapa dia bisa berada disana. Berkendara malam hari, rencananya hanya ingin berjalan jalan sebentar, langkah kakinya malah membawanya ke tempat itu.Namun, saat sudah membuka pintu kamar tempat Aira di rawat, Ia ingin mengurungkan niatnya dan segera kembali. Tapi saat melihat Aira yang duduk tertunduk, sambil memeluk lutut di atas tempat tidur, membuat RK membatalkan niatnya untuk pergi, dan melanjutkan langkahnya untuk masuk dan menemui Aira.Dan disinilah mereka, RK dengan perasaan tak menentu, karena sebenarnya dia tidak berniat untuk dat
RK yang tidak begitu mudeng dengan pembicaraan itu, terus saja melangkahkan kakinya untuk keluar dari lobby rumah sakit itu.Namun, "Ehh ... Apa? Aira, bukannya ...," RK mengeryitkan keningnya dan segera menghentikan langkah kakinya.Ia kemudian berbalik dan berjalan kembali ke dalam lobby rumah sakit itu. Dilihatnya sosok bertubuh tinggi tegap tadi masih berada di meja resepsionis. Rupanya, sang resepsionis ingin mengonfirmasikan kedatangannya sebelumnya ke Aira, sebelum mempersilahkan dirinya untuk pergi ke ruangan yang masih di rahasiakan oleh petugas resepsionis itu, karena hal itu menyangkut hal privasi pasien.RK segera mengambil jarak lebih dekat, agar bisa mendengar pembicaraan mereka. "Maaf, dengan Mas siapa yah? Saya ingin memberitahukannya pada Mbak'Airanya," tanya sang Resepsionis sambil menatap tajam pria itu."Katakan saja, aku Ruby! Dia sudah tahu," jawab pria itu santai. "Oh baiklah!" Setelah mengkonfirmasi tentang kedatangan Ruby, Aira terkesan menolak, sehingga t
"Selamat pagi, Dek! Gimana kabarmu?" Sapaan yang sudah sejak lama, tidak Aira dengar, kini terdengar lagi, dan menghancurkan mood Aira yang sedang bagus sejak bangun tadi. Ia terperangah menatap sosok yang begitu Ia benci sampai-sampai, rasanya haram baginya hanya untuk sekedar menjawab sapaan itu.Aira hanya terdiam dan menatap tajam pria berparas tampan, tinggi tegap dengan senyuman yang menjadi candu bagi Aira kala itu. Namun, saat ini senyuman itu bagaikan sampah yang sudah Ia bersihkan dari hidupnya dan tidak ingin memungutnya kembali.Seketika, bayangan masa lalu saat Ivan mengabaikannya hingga kepergian kedua anaknya kini merajai pikirannya. Tanpa ekspresi, hanya wajah datar yang Aira tunjukkan. Gejolak amarah, benci, kesedihan dan kekecewaan membaur menjadi satu didalam pikirannya, membuat Aira hanya mampu menatapnya datar.Ya, Dia adalah Ivan Putra Pradana, mantan suaminya yang telah berkhianat dan menghancurkan hidupnya. Kini Ia kembali hanya membawa luka yang telah dengan
Ivan tersentak kaget, "Tantri, Ibu kenapa?" panik Ivan. "Aku gak tahu kak, tadi pas masuk kamar, ibu udah jatuh dilantai, entah kenapa kak, aku takut!" ucap Tantri dengan suara bergetar karena ketakutan."Ya udah, jangan panik, tenang! Kamu bisa gak bawa ibu kesini? ke rumah sakit Hermina, kakak tunggu!" "Gak bisa kak, gimana cara ngangkatnya. Aku tunggu kakak yah, cepetan kesini, aku takut!" suara Tantri terdengar bergetar dan sesegukan."Ya udah, tunggu kakak." Ivan segera memutuskan panggilan teleponnya dan bergegas menuju parkiran mobil. Dijalan, handphonenya berdering, tanpa melihat siapa yang menelepon Ivan langsung menjawab. "Tunggu kakak dek, kakak lagi dijalan ke rumah ini. Jangan biarkan ibu sendirian, temani terus ibu!""Mas, kamu dimana? Kenapa gak pulang semalaman? Terus ibu siapa?" tanya suara dari seberang sana, yang ternyata adalah tunangannya, Selena."Ohh, kamu Sel! Ibu lagi jatuh pingsan, barusan Tantri telepon, ini Mas lagi buru-buru, nanti kita ngobrol lagi ya
"Ke-kenapa ... kamu bisa ada disini?" panik Selena."Bukan urusanmu! sebaiknya kamu berbaring sekarang dan nikmati hadiah yang akan aku berikan untukmu!" Ucap pria itu dengan nada dingin.Selena semakin gelisah, namun saat dia ingin berjalan keluar kamar, tiba-tiba,"Aghhhh ...," lirih Selena yang kemudian terduduk di atas ranjang karena rasa pusing yang saat ini tengah Ia rasakan.Sekujur tubuhnya terasa lemas dan tak berdaya lagi. Airmatanya mulai menetes, "Apa yang kau berikan padaku Vin?""Ssssttt ... Diam dan nikmatin!" bisik Pria bernama Vincent itu, Selena bergidik ngeri dibuatnya."Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Selena lagi."Balas Dendam!" Jawaban singkat Vincent itu saja sudah dapat menjelaskan semuanya. Sebab Selena tahu, kesalahan apa yang sudah dibuatnya hingga Vincent mantan kekasihnya itu begitu membencinya.Tatapan Vincent, sorot mata tajam yang penuh kebencian begitu nampak di kedua manik berwarna cokelat itu, sehingga membuat Selena ketakutan."Ayahmu, ingin kau m
Aira sangat terkejut dengan apa yang dirinya dengar, dia tidak pernah menyangka kalau RK melakukan semua ini. Meskipun dalam hatinya, dia tahu pasti bahwa RK bukanlah seseorang yang akan memilihnya, tanpa tahu latarbelakang dirinya, namun dengan menjadikan Selena, putri CEO PT.Bintang Laut itu seorang tukang kebun, itu out of mind banget, pikirnya. "Kamu kenal dia, Mas?" tanya Aira pelan. "Musuh istriku, adalah musuhku!" jawab RK singkat, namun membuat Aira terperangah. "Udahh, lupakan Dia, nanti besok aku akan memperkenalkan Nyonya Mension ini secara resmi pada semua Pekerjaku, termasuk si siapa namanya tadi?" "Selena, Mas!" "Iyah, Dia!" ucap RK sembari tersenyum semanis madu pada Aira yang masih bingung dengan apa yang sudah diperbuat suaminya ini. Ada rasa bahagia yang perlahan merayapi hati Aira, namun bersamaan dengan itu, ada rasa takut dan cemas jika sesuatu yang buruk terjadi pada suaminya karena hal ini. Aira memandang RK lekat-lekat, perlahan tangannya terangkat dan
Aira terkejut dengan sosok yang sedang berdiri kikuk dihadapannya. Wanita itu terlihat tertunduk sedalam-dalamnya karena takut pada Aira. Namun, Aira yang masih tidak dapat mencerna hal ini semakin bingung. Selena bisa berada satu atap dengan dirinya adalah satu keanehan, ditambah dengan tingkahnya yang menurut Aira sedikit aneh, tidak seperti Selena yang Ia kenal. "Ma-maafkan saya nyonya, saya sedikit merasa pusing, jadi kesini untuk mengambil Air. Saya tidak akan melakukannya lagi. Permisi!" jawabannya membuat Aira segera mencubit tangannya sendiri. "Mami gak lagi mimpi kok, sini menunduk!" ucap Brian sembari menarik tangan Aira agar menunduk ke arahnya. Brian melayangkan sebuah kecupan hangat, di Pipi ibunya. "Kan? Berasa gak?" tanya Bri sembari terkekeh geli, karena senang bisa menggoda sang Mami. "Idih, anak Mami genit banget sii!" "Saya permisi Nyonya!" "Selena tunggu!" Aira mengeryitkan kening, karena wanita itu terlihat bingung dengan panggilannya. "Bu' Aira, saya
Setelah menjawab panggilan Bent, dalam sekejap wajah sumringah RK hilang entah kemana. Kini tampilan dingin dengan sorot mata yang tajam, seperti mampu melihat hingga ke kedalam jiwa seseorang. Aira yang paham dengan sikap itu, tidak ingin bertanya. Dirinya takut akan salah berucap, dan pria bengis disebelahnya ini akan marah. Ya, meskipun telah resmi menjadi istri pria dingin itu, Aira masih tetap saja menganggap dirinya Bossnya yang dingin dan sangat ditakuti seluruh pekerja di Mension mewah yang sekarang sudah menjadi miliknya juga. Aira hanya terdiam dan meraih tangan suaminya untuk di pegang erat-erat, sambil terus menatap jalanan yang mulai dipenuhi cahaya lampu jalan, sebab malam mulai perlahan menyapa mereka. Brian yang mengetahui ayahnya sedang dalam mode yang tidak boleh diganggu, hanya terdiam ditempatnya duduk. "Bri, Mami pangku yahh?" Bujuk Aira, sebab Brian sangat membenci di pangku karena merasa dirinya sudah besar. Namun, pria kecil itu tahu kegelisahan hati ibun
Refleks RK menghadang pria yang menyapa Aira itu. Pria dengan tampilan awut-awutan, rambut yang diikat ke belakang, tanda tak pernah dipotong. Wajah yang kusam dan tubuh yang kurus, menjelaskan betapa memprihatinkannya, keadaan pria itu. "Ai ... Tolong maafin Mas, kita pulang yukk! Mas kangen Ai," ucap pria itu yang adalah Ivan, mantan suami Aira, sambil berusaha meraih tangan Aira dari balik tubuh RK yang menjulang tinggi dihadapannya. "Jangan berfikir untuk menyentuh tangannya, atau aku akan mematahkan tanganmu!" ketus RK. "Menyingkir kau, aku hanya ingin bicara dengan istriku," ucap Ivan penuh percaya diri. RK mengeraskan rahangnya, tatapan membunuh, dirinya tujukan pada Ivan. Rasanya, jika tidak ada istri dan anaknya saat ini, mungkin Ivan sudah pergi bertemu putrinya Kayla sekarang. Aira tahu, RK sedang dalam kemarahan yang jika Ivan melanjutkan dramanya, maka dirinya akan berakhir tragis. "Mas, aku mau pulang," ucap Aira sembari meraih tangan RK dan memberikan Bri padany
"Apa ...?" RK menatap istri yang sangat dirindukan ini dengan tatapan sendu. "Sayang, ini aku suamimu, tolong jangan lupakan aku, Ai!" ucap RK sembari meraih tangan Aira, dan mengecupnya dalam-dalam, sambil menutup mata, meresapi kebahagiaan yang datang, namun hanya setengah. "Mas ...!" ucap Aira lembut sambil mengusap rambut coklat yang sudah terlihat besar karena tidak dipotong itu, dengan penuh kasih sayang. "Bagaimana aku bisa melupakan, satu-satunya alasan aku bertahan dan kembali kesini. Dirimu dan Bri lah kekuatan dan alasanku. Aku cinta kamu, Mas!" ucap Aira sembari mengecup tangan suaminya. "Maafkan aku, aku hanya bercanda!" tambah Aira. RK terdiam cukup lama dan segera memeluk Aira erat-erat. "Tidak masalah sayang, asalkan itu hanya tipuan, aku tidak akan mempedulikannya, sebab aku sedang sangat bahagia karena dapat mendengar suara istriku dan tatapan sayang darinya seperti saat ini." RK tak henti-hentinya menciumi tangan pasien wanita itu yang adalah istrinya. "Ming
Pesan singkat disertai foto itu, membuat Andi kebingungan. Disisi lain, anak dalam kandungan Tantri yang terancam meninggal sebab sudah memasuki bulan ke 8, sedangkan diseberang sana sedang terjadi sesuatu yang membuat Andi mematung ditempatnya berdiri. "Apa ini, Mah?" Andi meremas rambutnya kuat-kuat. Dia berjalan gontai dan terduduk di kursi-kursi taman, yang berada dekat dengan parkiran. "Selena ... Dimana kamu, Nak! Papa bingung harus bagaimana," lirih Andi sembari menunduk. "Maaf Tuan, apa yang harus saya lakukan?" ucap salah satu orang kepercayaannya yang masih belum memahami apa yang dilihat Andi di handphonenya, sehingga dirinya bereaksi seperti ini. "Tolong, hubungi siapa saja yang ada dirumah, tolong selamatkan istriku, tolong!" Andi memohon untuk istri yang tadi telah Ia abaikan. Seluruh tubuhnya bergetar, bagaikan kilatan petir yang menyambar dengan kecepatannya beberapa detik, namun mampu menghancurkan. Dirinya menerima kiriman pesan dari istrinya yang mengatakan,
Karena kesal dengan perkataan Tantri yang menyuruh ibunya untuk menelpon Andi, Tuti gegas merampas handphone Dewi dan membantingnya."Beraninya kalian, ingin menelepon suamiku! Seharusnya kalian itu malu!" geram Tuti."Kalau begitu, kamu ajah Ti, tolong antar Tantri ke rumah sakit! Kalau sampai nanti ada apa-apa sama anakku, kamu harus tanggung jawab, karena ini adalah salahmu!" ucap Dewi sedikit menekan.Tuti yang mendengar hal itu jadi serba salah, "ehh ... Iya juga, kalau ada apa-apa sama perempuan sialan ini, pasti aku yang bakal disalahin. Apalagi, anak itu adalah anak Mas'Andi, bisa kacau nanti masalahnya." Tuti membatin, sambil menatap kasar Tantri yang sedang sangat kesakitan.Namun, sebelum Tuti mengambil keputusan, tiba-tiba terdengar suara yang sangat dirinya kenali."Tantri kamu kenapa?" ucap Andi yang baru saja muncul dari balik pintu."Mas tolongin anak kita Mas, aku kesakitan ini! Aahhh ...," lirih Tantri.Tanpa menghiraukan keberadaan istrinya, Andi gegas menggendong T
"Kakak!" Gadis cantik itu gegas menenggelamkan tubuhnya kedalam pelukan hangat pria gagah yang sedang berdiri menatapnya dengan tatapan bahagia dan rindu. "Kakak ... Aku selalu menunggumu mengunjungiku di asrama, tapi kakak sudah tidak pernah muncul lagi! Aku rindu!" gadis itu menangis tersedu-sedu. "Heyy, tenangkan dirimu! Ody sudah sangat besar, dan sangat cantik, apa ada pria nakal yang menggangu adikku disekolah?" tanya pria itu. "Tidak, mereka selalu takut pada para bodyguard rahasiku. Aku sudah seperti tuan putri lemah yang selalu di kawal 24 jam." "Ohh ya? Ayahmu pasti melakukan hal itu, untuk memastikan kau tetap aman." "Bukan ayah, tapi kau, kakak! Berhentilah membodohiku. Meskipun aku seperti ini, aku selalu mendapatkan nilai bagus, meskipun tidak pernah mendapat juara kelas," ucapnya sambil terkekeh geli. Mereka akhirnya saling menatap dan tertawa terbahak-bahak. "Ya sudahlah, kau jangan terlalu pintar. Cukup kepintaran itu dimiliki RK saja. Kalau kau bisa menaklukk
RK terpaku menatap wajah gadis dihadapannya ini. Ada desiran aneh, RK terus menatap wajah cantik itu lekat-lekat. "Kak, kakak!" Audrey sedikit mengeraskan suaranya, sebab RK menatapnya dengan tatapan yang terlihat sendu dan begitu dalam. Mendengar suara melengking itu, RK terkaget dan segera melepaskan genggaman tangannya yang begitu kuat. "Kann ... tanganku kesakitan, Ayoo tiup! Sakit tahu," kesal gadis itu meniup dan memijat tangannya sendiri secara perlahan. RK kemudian berbalik menatap Bent yang berada di anak tangga dua tingkat di bawah dirinya. "Sudah kubilang," ucap Bent sembari memamerkan tawa terpaksanya. RK kemudian melanjutkan langkah kakinya, meninggalkan Audrey yang kesakitan. Namun, disaat yang bersamaan Audrey tertegun, mengingat tatapan sendu sang penguasa Starlight itu. 'ada apa dengan tatapan itu? meskipun mereka tidak pernah memberitahukan semuanya padaku. Tapi aku bukan anak kecil lagi, aku tahu kau adalah kakakku, dan sebagai adikmu, aku bisa merasakan kese