Sayangnya, suami Intan tak kunjung datang....
Beberapa hari berlalu, tetapi tak ada tanda keberadaan Franz.Mertuanya yang bernama Sarah Aswaja bahkan sudah melaporkan kepada pihak polisi, katanya. Sayangnya, tak ada hasil berarti."Mamah, aku mau pergi ke kantor polisi," ucap Intan pada akhirnya. Dia tidak tahu sistem di Turki bagaimana.Namun, Intan sudah tak sanggup lagi menahan kekhawatirannya.Anehnya, sang mertua yang saat itu sedang duduk di sofa tampak terkejut.Raut wajahnya mendadak berubah gelap. "Kantor polisi? Untuk apa Intan? Apa kamu tidak percaya dengan saya?" bentaknya."Bu-kan begitu," jawab Intan gagap."Sebaiknya, kamu tunggu saja di rumah. Saya yang akan mengurus semuanya! Semua akan baik-baik saja!" ujarnya seraya melotot.Intan terdiam. Ia tidak bisa berbuat apapun. Namun, ia merasa heran."Mengapa mamah berbicara seperti itu? Seolah tahu di mana mas Franz?" batinnya.Pikiran Intan ke mana-mana. Memang, akhir-akhir ini tingkah mertuanya begitu mencurigakan. Lagian, apa salahnya jika Intan menanyakan kembali kepada polisi? Mengapa ia sangat ketakutan?Intan berusaha tenang. Dipijatnya kening yang teramat sangat sakit. Bahkan, ia tidak bisa lagi untuk berfikir jernih.Intan merebahkan tubuhnya di atas kasur, hingga tanpa sadar tertidur.****Tok tok tok!Seseorang dari luar kamar menggedor-gedor pintu di saat ia sudah tertidur.Entah berapa jam ia tertidur.Hanya saja, pintunya terus digedor keras. Jessica yang mendengarnya ikut terbangun."Mami! Apa yang terjadi?" Putrinya itu bertanya dengan suara kantuknya. Ia berkata sambil menguap."Tunggu, Sayang. Mami akan membukakan pintu." Intan berkata dengan tenang seolah baik-baik saja.Jessica mengangguk.Dengan cepat, Intan pun pergi keluar diikuti sang anak.Namun, ia sungguh terkejut menemukan seseorang yang kini berdiri di depannya."Mas Franz? Kamu pulang?!" ucapnya.Intan yang sangat merindukan Franz segera memeluknya.Anehnya, tercium menyengat bau alkohol dari tubuh Franz. Tak sampai di sana, pria itu justru mendorongnya dengan kasar."Papi! Mengapa mendorong Mami?" teriak Jessica dengan marah. Gadis itu melihat Franz mendorongnya dengan kasar.Ia meletakan kedua tangannya di pinggang mungilnya. Gadis kecil ini memang jenius. Ia sangat cepat merespon dan mempelajari apa yang dilihatnya.Di sisi lain, wajah Franz memerah. Dia menyuruh Intan untuk menjauh darinya."Jangan halangi jalanku! Awasss!"Belum sempat memproses yang terjadi, mertuanya kini ikut mengomel, "Intan! Bagaimana sih kamu? Kok buka pintu lama banget! Istri macam apa kamu?"Intan terdiam.Dia tidak menyangka suaminya pulang mabuk setelah hilang."Ada masalah apa sebenarnya?" Intan bertanya-tanya di dalam hatiMeski demikian, Intan tak ingin bertengkar. Saat ini, yang penting, sang suami sudah pulang, fikirnya."Mi...." Jessica menghampiri Intan dan memeluknya. Anak itu tampak takut.Segera saja, Intan menenangkannya. "Tenang saja, Jessy. Papi mungkin lelah. Jangan khawatirkan Mami, Sayang! Lihat, Mami baik-baik saja kan?"ujar Intan seraya tersenyum.Untungnya, gadis kecil itu mau mengerti.Lalu, Intan mengajak Jessy untuk menuju kamarnya menghampiri Franz yang sudah berada di dalam.Pria itu sudah tertidur di atas ranjang. Tapi, anehnya sang mertua malah melarang Intan untuk menemaninya."Tapi, Ma--""Kamu mulai berani sama saya!""Bukan begitu!""Dengar Intan! Anaku sedang tidur. Saya tidak mau jika kalian akan mengganggunya!" bentak Sarah Aswaja kejam. Tak lama, dia berjalan melewati Intan dengan angkuh.Intan terdiam. Dia berusaha untuk memahami semuanya.Ia tidak mau masalah yang sepele menjadi besar.Jadi, pagi ini, Intan melakukan aktivitas seperti biasa.Biasanya, setiap shubuh suaminya bangun menunaikan sholat.Intan pun beriniatif untuk membangunkannya.Dicubitnya pelan hidung sang suami seperti biasa."Mas, apakah kamu yakin tidak akan sholat shubuh?" tanyanya.Hidung sang suami memang mancung karena asli orang Turki. Intan sangat menyukai hidungnya.Anehnya, Franz justru menepis tangan Intan.Wajahnya menampakan ekspresi emosi. Dia tidak terima dengan perlakuan Intan."Siapa yang mengajari kamu bertindak lancang padaku?" ucap lelaki itu dingin. Lalu, dia menarik rambut istrinya itu dengan kasar!Betapa terkejutnya Intan mendapat respon yang tak terduga."Mas. Ampunnn. Sakit mas!" pintanya.Untungnya, Franz melepas tangannya.Meski demikian, hati Intan begitu ngilu.Dengan perasaan bingung, ia menjauh.Entah mengapa? Intan merasa harus berhati-hati kepada suaminya.Hanya saja, ia tak menyangka jika suaminya itu akan bersikap kasar pada Jessica, putri mereka.Sudah hal biasa jika Jessy meminta dibuatkan roti oleh Franz. Ia biasanya meminta memanggang juga. Bahkan kadang Franz sibuk memanggang roti di sela-sela sibuknya. Dia tidak pernah lupa kepada anak gadisnya itu. Sesibuk-sibuknya Franz, dia selalu hangat kepada keluarga kecilnya."Papi. Maukah membuatkan roti dan menyuapi Jessy? Jessy ingin sekali di buatkan oleh Papi," tanyanya pagi ini dengan wajah polosnya.Franz yang saat itu sedang mengunyah roti segera menghabiskannya. Lalu dia meraih susu dan meneguknya."Makanlah bersama ibumu! Saya sibuk!" ucap Franz. Lalu dia menyibukan diri dengan ponselnya. Franz tampak acuh tak acuh.Intan sendiri menatap suaminya dengan bingung, ada juga perasaan kecewa.Dibelainya rambut Jessy yang tampak muram karena mendengar jawaban papinya.Intan berusaha menenangkan diri. Sayangnya, ia sendiri pun tak tenang, bahkan ia masih memikirkan masalah itu, di saat tengah makan siang bersama sang putri.Tiba-tiba Sarah Aswaja datang."Mengapa perasaanku jadi tidak enak?" batin Intan,"Sarah Aswaja tampak serius. Ia berbicara setelah meneguk beberapa kali air minum."Intan, Jessy. Saya mau kasih tau kalian tentang Franz. Beberapa hari yang lalu, Franz mengalami kecelakaan dan dia amnesia. Saya harap kalian bisa merawat dan memaklumi dia,""Jadi, mamah selama ini tau di mana keberadaan Franz?"Sarah tampak diam. Intan sendiri tidak tau apa yang Sarah pikirkan.Kemudian, ia menjawab pertanyaan Intan."Iya, karena kamu tidak becus menjadi seorang istri, Intan!" balas Sarah seraya mengolesi roti dengan meses.Wanita tua itu lalu memberikan roti buatannya untuk Jessy.Namun, anak itu justru menepisnya, hingga jatuh di lantai.Bola mata Sarah jelas terbelalak melihat roti buatannya berada di lantai. Wajahnya bahkan memerah. "Jessy! Kamu benar-benar ya, selalu membuat oma jengkel!" murkanya."Maaf, Jessy tidak sengaja oma!" sahut Jessy dingin. Sebenarnya ia sengaja melakukan itu untuk membalas perlakuan buruk pada ibunya."Ck! Oma bilang, kamu ambil dan makan sekarang juga!" ucap Sarah dengan mata mendelik.Franz yang baru saja datang, hanya melihat sekilas. Dia sama sekali tidak membela anaknya."Mah, biar Intan saja yang memakannya!" ucap Intan dengan panik."Mami! Itu kan kotor! Harusnya mami buang!" teriak Jessica, tak terima.Sarah Aswaja semakin melotot. "Tidak ada makanan yang boleh dibuang!"gertaknya."Intan. Kamu kalau mengajari Jessy itu yang benar dong! Masih kecil sudah diajari buang-buang makanan! Awas saja kalau sampai kejadian ini terulang lagi. Saya tidak akan segan-segan menghukum Jessy!" tegasnya."Saya tidak pernah mengajari Jessy membuang makanan, Mam. Jessy tadi hanya tidak sengaja!" bela Intan.Jessy lalu turun dari tempat duduk. Ia menghampiri Franz dan ingin meminta perlindungannya. "Papi!"Sayangnya, Franz justru tampak dingin."Jangan sentuh aku!" ucapnya dengan suara yang terdengar seram.Melihat hal itu, Intan merasa panik. Dia segera menjauhkan Jessy dari Franz. Masih teringat jelas sang suami yang menjambak rambutnya. Di sisi lain, Jessy yang turun dari tubuh Franz menekuk wajah chubby-nya penuh kekecewaan."Jessy, Sayang. Papi masih sakit. Jangan marah, ya cantik!" ucap Intan berbicara dengan nada lembut. Jessy menganggukan kepala. Tampaknya, anak itu mencoba paham meski terkejut.Hal ini membuat Intan merasa lebih tenang. Selesai berbicara, Intan langsung mengambilkan bekal untuk mereka. Namun tetap saja, di dalam mobil, Franz tetap dingin.'Apakah amnesia dapat mengubah karakter seseorang?' batin Intan bingung.Wajahnya memang milik suaminya. Namun, mengapa sikapnya sangat berbeda?Intan berharap suaminya yang dulu kembali. Sayangnya, meski satu minggu telah berlalu, Franz masih dingin dan kasar. Hubungan keluarga kecil itu semakin renggang. Intan sudah berusaha keras untuk membuat suaminya ingat akan keluarga kecilnya. Namun ketika ditanya, Franz malas me
Setelah mengangkat telephone, Franz menyimpan ponselnya di saku kemejanya. Dia melipat laptopnya, lalu memanggil Intan. "Intannn...," teriak Franz seraya merapikan kemejanya. Deg! Aroma parfumnya berbeda, tercium lebih wangi. Istri mana yang tidak curiga? Apalagi cara berpakaian juga sudah berubah dari sebelumnya. Semuanya berbeda! Menahan gemetar, ia melangkahkan kaki dan ingin berterus terang kepada suaminya. "Mas, kamu mau kemana? Bukannya hari ini hari libur?""Hari libur itu untuk orang malas!" jawabnya dengan ketus, "Lama-lama kamu tambah bawel aja ya! Apa harus aku jelaskan sangat rinci? Sudah lihat pakaian rapi kaya gini harusnya kamu sudah tahu! Masih nanya juga! Aku ngga banyak waktu Intan! Sebaiknya kamu buka pintu gerbang. Aku mau berangkat meeting, aku sudah telat! Jangan buat moodku buruk!"Intan terdiam dan mengangguk.Diturutinya perintah pria itu. Namun setelah mobil Franz sudah keluar, Intan segera menuju pangkalan ojek yang terlihat dari rumah. Lalu, Ia mengikut
Sekarang Intan harus mencari alasan! Ia memutar otaknya, padahal kepalanya sedang sakit.Franz berjalan di depan Intan dengan kaki yang lebar dan cepat. Seolah sedang berada dalam situasi darurat. "Seandainya mas Franz masih seperti yang dulu, aku pasti akan di gandeng tangannya. Aku yang akan marah dan ngambek jika ia seperti ini padaku, setan mana yang menempeli suamiku, Tuhan?" pinta Intan dalam hati.Dia benar-benar tidak sanggup mengikuti langkah Franz saat ini. Bahkan dia berjalan tanpa menengok sedikitpun. Intan bukan seperti seorang istri, malahan ia seperti seorang asistannya."Mas Franz," ucap Intan lirih.Bugh! Stress membuat Intan pingsan. Ia memikul beban banyak di kepalanya. Wajahnya tampak pucat pasi. Ia memang sudah makan, namun ia terlalu lama mengisi perutnya hingga pingsan. Franz yang mendengar suara di belakang terjatuh membalikan badannya. Orang-orang merasa simpatik padanya. Mereka turut berkerumun.Raut wajah Franz yang acuh begitu nampak. Bahkan dia kece
Bapak-bapak, ibu-ibu, kalian bisa melihat foto ini. Apa kalian masih tidak percaya juga?" ucap Sarah seraya menangis tersedu-sedu."Hssss, hssss," Sarah memang sangat keterlaluan. Ia rela bertindak sejauh itu. Bahkan, sejak lama ia bertindak selicik itu.Di sana Franz, tampak terdiam. Alisnya mengkerut seolah sedang berfikir. Bahkan dia mungkin ikut percaya dengan apa yang dikatakan oleh mamahnya. Oleh sebab itu, dia menjadi sangat kesal kepada Intan. Sikapnya Franz terasa terlalu baik selama ini, harusnya dia bersikap lebih buruk lagi kepada Intan. Dia juga menjadi jijik kepadanya. Sekarang. Seolah raut wajah Franz bertanya-tanya. "Mengapa mamah tidak memberi tahu aku?" ucap Franz menghela nafas panjang. Dia merasa gusar.Franz memang tidak melihat fotonya secara langsung. Tapi dia bisa menilai dari raut wajah orang-orang yang telah melihatnya. Di fikirannya merasa harga dirinya diinjak-injak. "Brengsek wanita itu telah menipuku! Kau seakan manusia suci di depanku, tapi ternyata
JEDERRRR Bagaikan tersambar petir saat itu tubuh Intan, bahkan hancur berkeping-keping."Apa?" "Ma-du!" Intan berbicara, namun suaranya sangat lirih, bahkan terbata-bata. Ia tidak pernah menyangka hal ini benar terjadi."Mas, aku tidak akan sudi di madu, apalagi oleh wanita seperti dia! Mana ada wanita baik yang merebut suami orang!" teriak Intan. Keringat bercucuran di keningnya. Ia lalu mengusapnya dengan kasar."Plakk...! Plakk...!" Sebuah tamparan mendarat di pipi kanan dan kiri Intan. Franz yang sedang duduk hanya diam melihat Intan ditampar.Sarah Ajwaja sangat murka. Ia adalah mertua Intan. Ia menampar menantunya dengan sangat keras, hingga Intan terjatuh di lantai, wajahnya memar bahkan terlihat darah segar di ujung bibirnya. "Arg...Mamah, aku sedang hamil!" tekan Intan panik. Ia mengusap perutnya yang sudah besar beberapa kali, beruntung, ia masih kuat, lalu ia susah payah beranjak bangkit dari lantai."Jaga mulutmu wanita kampung! Berani-beraninya kamu menghina calon ist
"Papi, Oma dan tante. Jangan mendekati Jessy . Atau Jessy akan tembak?" Gadis kecil itu langsung berjalan di depan Intan, ia berbicara dengan nada yang tinggi. Seolah ia sedang menjadi peran di aksi kejahatan. Bahkan pendiriannya kuat, "Jessy tidak akan memberi pistol ini?" kekehnya.Suaranya imut, namun membuat merinding. Karena itu, mereka semua mengikuti perintahnya.Karena ketakutannya, Sarah, Franz, dan Clara melotot, tubuh mereka mengumpat di balik bantal sofa. Ketiganya merasa terancam. "Jessica, hati-hati sayang itu berbahaya!" teriak Intan dengan cemas. Selama ini, Jessy jarang di perhatikan. Oleh sebab itu, mereka tidak tahu kalau Jessy ternyata mempelajari cara melawan orang jahat di internet. Gadis itu tumbuh genius karena kecanggihan teknologi yang modern apalagi positif. Lihat sekarang! Bahkan orang dewasa saja kalah.Ia menyaksikan perbuatan keluarga papinya yang kejam kepada maminya. Barusan, Intan sudah berusaha merebutnya, tapi kondisinya yang tidak mendukung
"Aku tidak akan memberi ampun keoada kalian!" batin Intan."Angela. Aku memiliki hadiah istimewa untuk mereka yang berhati iblis! Itu sangat spesial! Kamu orang paling tahu siapa aku bukan? Aku adalah mantan istrinya Franz Anggara, sekaligus rekan bisnisnya, dan aku ingin membuat pesta ini semakin meriah," Intan tersenyum miring, lalu ia menatap sahabat kecilnya. "Haha rekan bisnis apanya? Kamu jangan merendah nona muda Ardidiningrat. Kamu dan Franz itu berbeda jauh, bagaikan langit dan bumi? Franz itu narsis. Sementara kamu, selalu saja menghindari media, itulah sebabnya Franz lebih terkenal. "Kalau bukan karena pelakor itu yang matre, Franz tidak akan mungkin melakukan pesta dengan biaya fantastik! Lihat saja nanti, aku akan buat wanita pelakor itu sesak nafas!" "Jangan beri ampun!Cucu Ardidiningrat sengaja disembunyikan dari media, tapi prestasinya terus saja berjalan! Hingga perusahaan itu bercabang bahkan di berbagai kota dan negara. Malam ini ia keluar dari persembunyiann
Angela berbisik kepada Intan seraya berjalan seolah bak model di atas karpet merah hati yang sudah tertata dengan bunga-bunga berwarna merah di lengkapi hijau daun.Menurut kepercayaan mereka kebanyakan, seolah itu simbol untuk kedua mempelai. saling melengkapi. Sangat mencintai dan selalu abadi.Bunga keabadian"Uwok,"Intan rasanya mulas mendengar Sarah pamer akan keadaan pesta mereka.Beberapa lampu kristal yang memancar membuat panggung terlihat lebih memukai dan hidup. Siapa saja yang melihat memuji kebesaran Tuhan. Accesories dan decorate benar-benar menarik mata Ini benar-benar terlihat nyaman dan elegant, bahkan lebih berkelas!"Inilah Dekorasi kelas dunia!""Ini bahkan hanya dihadiri orang-orang dengan martabat tinggi!" desis Sarah di depan wartawan."Desain Thomas John?"Sebelumnya, gaun mereka adalah yang terbaik di antara yang lainnya. Clara dengan yakin mengatakannya. "Desain kelas tengah dunia aku fikir tidak ada yang menandinginya malam nanti? bahkan biayanya satuharga
"Jika melewati sini tentu kita harus melewati segala rintangan, bukan?""Iya, itu benar,""Mungkin saja kita tidak bisa menghilang karena kita memang diharuskan untuk melewati segala rintangan ini,""Aku rasa juga begitu,"Di depan sana terdapat sebuah jalan. Namun cabangnya sangat banyak."Addab kita lewat mana ini?""Aku sendiri saja tidak tau harus lewat mana," tutur Addab yang tentu saja membuat mereka panik."Addab, katanya kamu tau jalan menuju ke masjid jin muslim?""Intan. Itu benar. Tapi sepertinya rintangan kali ini kita harus mampu memilih jalan. Jika salah aku tidak tau apa yang terjadi. Yang aku dengar begitu, mereka setiap rintangan berbeda,"Mereka semua menyengirkan alisnya. Ada wajah cemas, bingung, takut salah melangkah, dan aneka wajah lainnya.Mereka tampak berdiskusi."Seharusnya kita harus berjalan lurus, namun dalam jalan bercabang itu tidak ada jalan yang lurus. Ini benar-benar membingungkan,""Lah, kalau kayak gini kita ambil jalan yang mana?"Mereka semua mem
"Bukankah pesan Kyai Hasanuddin untuk ke masjid para jin?"Walaupun sang guru memerintahkan untuk menyerang, namun entah kenapa hati Intan masih ada perasaan ragu. Dirinya pun hampir saja lupa bahwa dia harus ke masjid para jin. Bukan tidak bermaksud menentang atau tidak menuruti kemauan guru, tapi ini adalah amanat beliau."Intan, kamu kenapa? Apa ada masalah?"Intan saat ini bersama dengan yang lainnya sedang berkumpul termasuk guru. Mereka sedang membicarakan langkah apa selanjutnya yang harus dilakukan.Haris sendiri yang melihat Intan diam seperti sedang memikirkan sesuatu segera menananyakannya. Pasalnya dia rasa saat ini guru sedang membicarakan hal penting. Dia takut jika bosnya ternyata tidak mendengarkannya.Haris mendekat ke arah Intan."Bos?""Heem. Haris, ada apa?""Apa bos sedang memikirkan sesuatu? Apa bos setuju dengan rencana guru,""Iya Haris. Itu yang sedang saya fikirkan. Kamu ingat kan kita harus kemasjid para jin oesan Kyai Hasanuddin. Sebaiknya kita pergi ke san
Dengan kejadian ini, tentu saja Intan dan yang lainnya menjadi kapok.Arod dan Haris lukanya belum bener pulih. Dia masih lemah tak berdaya."Untuk bisa mengobati luka ini membutuhkan kembang nagaswara. Dan membutuhkan pemulihan beberapa hari,"tuturnya.Guru dan Addab masih tampak kesal. Peraturan yang dibuat demi kebaikan diri masing-masing namun tidak dihiraukan.Oleh sebab itu, mereka semua juga harus menanggung akibat ini."Maafkan aku Addab. Aku tau aku salah,""Karena ulah kalian, rencana kita menyerang mereka harus tertunda. Bagaimana jika keberadaan kita ketahuan oleh mereka? Apalagi jika kita belum memiliki ilmu untuk melindungi diri kita masing-masing? Bukan hanya itu Intan. Gurubdan orang-orang tidak bersalah bisa terkena dampaknya juga. Ini resikonya sangat besar bukan hanya untuk kesenangan pribadi saja!"Addab terus saja mengeluarkan uneg-uneg yang berada di dalam hatinya. Wajahnya semakin muram jika mengingatnya.Intanpun jua terus saja menyesalinya. Apalagi Arod dan Ha
"Terimalah pembalasanku...!"Intan saat itu benar-benar memanfaatkan waktu. Dia kabur. Dia berlari. Dia membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu Intan dengan segera pulang untuk meminta bantuan.Jalanan yang gelap hanya diterangi rembulan. Intan berlari. Kini dia melupakan rasa lelahnya. Yang dia rasa saat ini begitu kuat ialah rasa takutnya.Sesekali hampir terjatuh. Dia dengan berpegangan pepohonan dengan nafas ngos ngosan terus mempertahankan tubuhnya."Semoga saja Haris bisa bertahan. Dan semoga Arod bisa melawan Franz!"Intan berjalan dan terus saja berjalan sesekali berlari dan berhenti berjalan karena rasa lelah yang terasa amat yang entah bisakah dia sampai di kediaman guru Addab.Mengingat perintah Addab Intan merasa tidak enak. Namun, saat ini kondisinya benar-benar genting."Maafkan aku harus merepotkan kalian!"batin Intan."Haris. Arod kalian harus bertahan!"Di tengah jalan menuju kediaman sang guru Intan bertemu dengan Addab dan Haical.Intan saat berlari seraya sesekali
Melihat hal itu Haris tetap kekeh."Aku tidak takut kepada siapapun!"tutur Haris."Haris!" batin Intan. Bola matanya tampak melebar,"Aku tidak mau terjadi sesuatu dengan Haris.Saat Haris dan Franz mulai saling adu jotos, Intan berteriak."Stop! Stop!"Intan berkata seraya melangkah maju dan melerai keduanya. Namun apa yang terjadi?Mereka tidak bisa di lerai.Haris kemudia berteriak,"Intan, sebaiknya kamu pergi saja. Biarkan aku yang mengatasi lelaki ini!"Bagaimana Intan tidak takut. Franz yang berada di depannya ternyata separuh manusia. "Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"Franz yang sudah ingin menguasai Intan tidak segan-segan terus memberi pukulan kepada Haris.Bug bug bug!Haris kalah serang! Dia saat ini malah tampak terjatuh."Haris...!"Kemudian Franz saling menepukan kedua tangannya di depan Intan."Sayang! Ada apa dengan kamu? Kenapa kamu takut kepadaku?"Franz berjalan melangkah hingga Intan terus melangkah mundur."Franz! Jangan berani-beraninya kamu mendekati aku!""H
"Tunggu. Apa kau tidak lihat sajen ini? Sayanglah kalau tidak dihabiskan!"Di sana ada beberapa tempat sajen. Barusan mereka makan bersama disatu tempat. Namun Arod melihat sajen-sajen yang masih utuh ditempat lain merasa sangat disayangkan.Intan seraya mengelus perutnya ingin pergi dari sana dan meninggalkan Arod. namun saat memutar tubuhnya hingga 180 derajat ada seorang pria di sana."Fffranz...!"Intan berkata dengan susah payah bahkan terbata-bata. Matanya tampak membulat. Dalam hati Intan berkata,"Bagaimana mungkin Franz ada di sini? Apakah aku mimpi?"Intan berkata seperti itu seraya menyubit tangannya."Auuu...Ini bukan mimpi?"Arod di sana masih juga sibuk makan. Sementara itu Haris yang melihat Franz juga tidak jauh terkejut seperti Intan."Bagaimana mungkin pria ini ada di sini? Bos! Astaga. Bosku tidak memiliki pelindung. Kalung dia hilang,"Namun di sisi lain Franz sendiri yang melihat wanita yang dicarinya menghilang ternyata berada di sini kemudian berkata," Intan? Ken
Lagi-lagi di dalam perjalanan Intan mendengar kereta kuda. Dia kemudian menjadi teringat dengan Franz. "Intan, kenapa kamu menghentikan langkahmu?"Bukan hanya itu, Intan juga kemudian menarik tubuh Arod dari tepi jalan dan mengumpat."Hustt. Arod, aku mohon kamu diam dulu sebentar saja,"Arod mengerutkan alisnya. Mereka mengumpat di balik semak-semak tepi jalan.Sebuah kereta kuda yang indah tampak lewat. Di sana Intan mengumpat bersama dengan Arod."Siapa dia? Apa kamu mengenalnya? Astaga, kamu? Padahal aku di sini ingin jalan-jalan melihat indahnya malam, indahnya kereta kuda, mungkin saja ada wanita cantik di sana, tapi kenapa kamu bertingkah aneh seperti ini?"Arod terus saja berbicara yang pada akhirnya membuat Intan menceritakan apa yang terjadi.Mereka berjalan dan melupakan apa yang dikatakan oleh Addab. "Intan, apa kamu ingin tahu dimana para manusia yang menumbalkan akan menyerahkan sajennya?""Untuk apa aku ingin mengetahui hal itu? Arod, asal kamu tau yah, itu semua ga
"Maaf guru. Kami tidak bermaksud lancang!" Addab berkata seraya menundukan punggungnya sebagai penghormatan kepadanya, diikuti pula dengan yang lainnya.Guru tampak berjalan seraya kedua tangannya tampak disimpan dibelakangnya, lalu beliau memutari mereka melihat beberapa ekor burung merpati yang sudah terkena bidikan sehingga tak berdaya di lantai."Addab. Sebaiknya kalian segera mengolah dan memakan burungnya,"tutur sang guru yang membuat mereka semua tampak lega."Jadi maksudnya guru tidak marah karena kami tidak meminta izin pada guru?"Senyuman tampak memancar di wajah Addab dan yang lainnya yang semula tampak tegang.Sang guru menganggukan kepala,"Burung-burung itu bukan milik saya. Jadi tidak seharusnya kalian meminta izin padaku!"tutur guru."Segera bersihkan!"tuturnya guru kembali.Dalam diam guru tersenyum tanpa sepengetahuan mereka. "Semoga kalian mampu memberantas dunia gelap,"ucapnya di dalam hati guru penuh harap.Sebenarnya burung-burung merpati itu adalah undangan gur
"Kenapa tidak boleh? Makanlah, barusan guru bilang seperti itu!"Intan kemudian menengahi,"Kemaren kami dalam peejalanan diberitahu jika kami tidak dapat memakan sembarangan. Jika tidak, sesuatu hal bisa terjadi kepada kami,"Addab kemudian berkata,"Kalau begitu, kalian makan saja buahnya dan air putih. Makanan yang lainnya itu memang milik kami,"tutur Addab."Baiklah,"Di sela-sela sibuk makan, Intan masih juga teringat akan Franz, oleh karena itu dia menanyakan kepada Addab."Addab, aku melihat mantan suamiku lagi. Dia ternyata masih berada dan berkeliaran di kota gaib,""Suami kamu yang suka bermain dan bekerja sama dengan makhluk gaib?" "Iya, benar,"tutur Intan."Lalu apa yang kamu takutkan?""Aku ingin sekali menghabisinya! Apa mungkin itu bisa membuat keluargaku yang menjadi tumbal selamat?""Itu tidak bisa!""Suami kamu juga mendapat perlindungan dari makhluk abstral karena itu kita tetap saja harus melawan genderwo dan raja iblis!""Okeh, baiklah kalau begitu,"tutur Intan.Di