"Aku harus menyembunyikan hal ini dari Intan!" gumam Ardidiningrat, lalu dia menatap wajah cucunya yang saat ini sedang dinasehati oleh ustadz.Selanjutnya, Kakek Ardidiningrat melangkahkan kaki dengan wajah cemas bahkan wajah ditekuk menjauh dari Intan. Dia berjalan tampak serius setelah melihat ponsel.Sebelum pergi, Ardidiningrat membisikan sesuatu di telinga Intan."Intan. Sebentar, kamu di sini dulu ya!" Bisik dia seraya menepuk bahu Intan.Intan mengedarkan pandangannya ke arah kakeknya seraya mendengus. Bibirnya tampak sedikit roman wajah cemberut."Padahal aku sedikit tidak nyaman bersama orang asing, malah kakek tinggalin aku," gumam Intan. Karena kakek tampak buru-buru. Lalu ia dengan cepat menanyakan."Kakek mau kemana? Jangan lama-lama, Kek!""Tunggu kakek sebentar saja. Jangan pergi sebelum kakek datang kemari! Ada hal penting yang harus diurus,"Intan sedikit merasa heran. "Ada apa dengan kakek? Tidak biasanya dia bersikap seperti itu padaku?"Walaupun Intan baru tin
Lalu, mendengar dugaan Ardidiningrat ternyata benar.Ardidingrat segera menarik nafasnya pelan-pelan setelah itu, dia menghembuskannya."Alasan apa yang harus aku berikan pada cucuku, Oh Tuhan....! Kasihan sekali kamu cucuku," ucap Ardidingrat dengan wajah gelisah.Akhir-akhir ini, Ardidingrat tahu betul beban yang dipikul cucunya. Kehilangan putrinya setelah bercerai masih menyimpan luka yang dalam bukan? Lelaki tua itu lalu mengedarkan netranya ke arah cucunya."Apa Intan sanggup mendengar kejadian Angela yang sebenarnya, sekarang?" Ardidiningrat tampak menerka-nerka.Namun di sisi lain, Intan yang sedang membaca raut wajah kakeknya senyumnya mulai memudar."Ada apa dengan kakek? Sepertinya kakek memang ada masalah? Lah, sekarang aku minta anterin beli ciki sepertinya malah keberatan? Lihat saja. Kakek malah melamun! Aku jadi tidak tega kalau begini," batin Intan.Seketika Intan berfikir. Pasalnya, kakek orang yang tidak pelit, apalagi kepada cucunya. Dengan demikian, Intan memutu
Namun, Mbah Kirono malah diam dengan tatapan seram. Bahkan, seolah dia seperti orang yang sedang marah. Kemudian, Mbah Kirono beranjak berdiri dan membelakangi Franz.Sebelumnya, Mbah Kirono marah sampai memukul meja dengan keras. Tapi saat ini malah diam seribu bahasa, seolah orang bisu. Satu jam sudah berlalu. Satu jam masih juga diam? Siapa yang kuat? Kalau tidak butuh pasti saja memilih pulang bukan?Oleh sebab itu, melihat kelakuan Mbah Kirono sekarang, tentu saja membuat Franz bingung, mau marah tidak bisa, diam hanya seperti pecundang. Apalah daya yang hanya bisa bengong saja?"Mbah Kirono kok ngga jawab, ya? Apa aku salah ngomong?" batin Franz bertanya-tanya.Kemudian, Mbah Kirono mulai berkata,"Aku tidak bisa membantumu lagi wahai anak muda!"Franz yang sedari tadi memperhatikan mbah Kirono, bahkan dia mendongakan wajahnya, netranya terus saja mengawasi setiap gerak ternyata tidak ada hasil...Jika dia bukan orang pintar, tentu saja Franz sudah membunuhnya!Sebenarnya Franz
"Angela..,"Bibir Kakek tua itu berucap di hati. Ia merasa sungguh sedih.Sewaktu Kakek melihat keadaan Angela di rumah sakit, ia sungguh sangat memprihatinkan.Ingatannya masih membekas jelas.Luka parah karena kecelakaan mobil menabrak pohon membuat dia koma, Intan, "Apa kamu sanggup melihatnya?" gumam Kakek Ardidingrat.Namun tiba-tiba, alis lelaki tua paruh baya itu mengkerut, seolah teringat kembali keadaan Angela."Mengapa bisa Angela koma tapi mulut terbuka seperti itu?"Lalu Kakek tua itu menghela nafasnya."Mungkin karena saraf tebaknya,"Hari ini Intan kedatangan seorang tamu lelaki.Menggunakan mobil dan barang-barang mahal membuat Kakek Ardidiningrat merasa senang, apalagi saat ini Intan sedang membutuhkan seorang teman."Assalamualaikum,""Waalaikumsalam,""Perkenalkan, saya Glenn temannya, Intan. Apakah Intannya ada?"Mendengar penuturan dari lelaki yang kelihatannya anak baik-baik membuat Kakek Ardidiningrat mengizinkannya untuk bertemu Intan.Pria muda itu memakai keme
Demi Intan bisa sembuh, ia rela menjalankan ritual selama 99 hari.Apakah aku bisa melewatinya? Bola mata Intan menerawang dengan ragu.Hari demi hari berlalu, awal-awal ia gagal, ia ulang kembali, banyak perjuangan yang dia lakukan untuk bisa mandi persis jam dua belas malam.Menangis, mengeluh, merengek, putus asa, males, capek.Kadangkala kelewatan karena kesiangan, kadang ada rasa takut, berbagai godaan hinggap di kepalanya, untung saja kakek selalu saja memberi semangat.Seolah seperti sebuah perlombaan, di sanalah Kakek terus berteriak dan bertepuk tangan memberi Intan semangat!Selama menjalankan ritual pun dia selalu seringkali mengantuk sebelum shubuh ia sudah tertidur, sekali-kali ia berhenti lalu mencuci mata, habis itu ia melanjutkan dzikir atau membaca Alquran dan beribadah kepada Allah. Dalam ritual ini diharuskan. Oleh karena itu, jika gagal harus diulang kembali.Intan mengeluh? Intan menangis? Intan ingin menyerah? Hingga pada akhirnya, tepat tujuh bulan Kemudian ia
"Membuka lembaran baru, Kek?" Kakek bisa melihat sebuah luka yang masih membekas di hati cucunya. Oleh karena itu, dia hari ini mengajak cucunya ke sebuah perusahaan.KORAAAN....,Saat itu, keluarga Ardidingrat sedang sarapan pagi. "Bi, korannya, yang terbaru tolong simpan di atas meja ruang tamu, aku nanti mau baca!" ujar Kakek Ardidingrat melihat bibi membawa sebuah koran ke meja yang ada di kolam ikan memang biasanya Kakek Ardidingrat akan membaca di sana, tapi kali tampak berbeda, dia sudah terlihat rapi untuk menemani cucunya agar lebih semangat bekerja.Sambil menunggu Kakek bersiap-siap, Intan yang melihat sebuah koranpun ikut penasaran."Ada berita apa hari ini?" batin Intan seraya meraih koran dan duduk dengan menaikan kaki menyenderkan tubuhnya di sofa.Intan kali ini tampil berbeda, ia memutuskan untuk menjadi dirinya sendiri. Ia tidak perlu menyamar menjadi Dewi. Untuk apa?"Ini koran terbaru kan? Hmm, benar sekali. Clara...?"Intan bola matanya terbelalak melihat nama C
"Meeting kita batalkan! Saham akan saya tarik!"Kakek Ardidingrat berbicara dengan ngegas.Sontak Clara terasa mati kutu mendengarnya, para pembisnis yang lain di sana tampak mulai ingin menarik saham juga dari sana. Pasalnya para pembisnis mau berbisnis dengan suami Clara karena Ardidingrat sendiri."Tidak ada yang harus diperbaiki bu Clara yang terhormat! Anda yang sudah mengusir cucuku bahkan memanggil dua Satpam, secara langsung Anda juga mengusir saya! Bisnis kita saya batalkan! Saya akan segera menarik saham!"Kakek Ardidingrat berkata seraya berdiri bahkan menunjuk-nunjuk Clara yang berani bersikap kurang ajar kepada cucunya."Sungguh ini pasti salah paham, Tuan Ardidiningrat, cucu Anda yang mana ya?"Clara lalu berdiri berkata dengan penuh hati-hati."Masa iya si, wanita kampung itu!" batin Clara."Maaf. Kalau begitu saya juga akan mengundurkan diri dari perusahaan ini!"Melihat 10 pemegang saham semua kabur, Clara mendadak viral kembali hari ini.Semua berita cetak, online dan
Hari kedua di kantor.Hari ini Intan memakai pakaian yang baru saja di beli. Sengaja ia mencuci satu pakaian semalam, lalu menjemurnya dan tidak lupa minta tolong bibi untuk menggosoknya jika tidak sempat.Setelah Intan bercermin, ia yakin sudah memberikan penampilan yang terbaik. Hanya liftik merah bibir dan pelembab Intan fikir sudah cukup."Lihatlah, bibirku sudah merah! Aku rasa aku sudah cantik!"Setelah itu, dilihat dari cermin almari yang panjangnya sepanjang dinding dan membentuk huruf u, ia melihat kembali jas dan rok yang panjangnya hingga di bawah lututnya. Intan juga memutar lehernya melihat belakangnya."Aku rasa tidak ada masalah,"Di hari ke dua ini, Intan yakin tidak akan ada masalah atau para karyawan yang bergosip tentangnya lagi.Seperti biasa, pagi hari ia menyambut Kakeknya di tempat makan."Pagi, Kek...," ucap Intan seraya mendudukan pantatnya di kursi menghadap Kakek Ardidingrat."Hai cucu Kakek..., selamat pagi juga...Kebetulan kamu sudah datang. Kakek ingin me
"Jika melewati sini tentu kita harus melewati segala rintangan, bukan?""Iya, itu benar,""Mungkin saja kita tidak bisa menghilang karena kita memang diharuskan untuk melewati segala rintangan ini,""Aku rasa juga begitu,"Di depan sana terdapat sebuah jalan. Namun cabangnya sangat banyak."Addab kita lewat mana ini?""Aku sendiri saja tidak tau harus lewat mana," tutur Addab yang tentu saja membuat mereka panik."Addab, katanya kamu tau jalan menuju ke masjid jin muslim?""Intan. Itu benar. Tapi sepertinya rintangan kali ini kita harus mampu memilih jalan. Jika salah aku tidak tau apa yang terjadi. Yang aku dengar begitu, mereka setiap rintangan berbeda,"Mereka semua menyengirkan alisnya. Ada wajah cemas, bingung, takut salah melangkah, dan aneka wajah lainnya.Mereka tampak berdiskusi."Seharusnya kita harus berjalan lurus, namun dalam jalan bercabang itu tidak ada jalan yang lurus. Ini benar-benar membingungkan,""Lah, kalau kayak gini kita ambil jalan yang mana?"Mereka semua mem
"Bukankah pesan Kyai Hasanuddin untuk ke masjid para jin?"Walaupun sang guru memerintahkan untuk menyerang, namun entah kenapa hati Intan masih ada perasaan ragu. Dirinya pun hampir saja lupa bahwa dia harus ke masjid para jin. Bukan tidak bermaksud menentang atau tidak menuruti kemauan guru, tapi ini adalah amanat beliau."Intan, kamu kenapa? Apa ada masalah?"Intan saat ini bersama dengan yang lainnya sedang berkumpul termasuk guru. Mereka sedang membicarakan langkah apa selanjutnya yang harus dilakukan.Haris sendiri yang melihat Intan diam seperti sedang memikirkan sesuatu segera menananyakannya. Pasalnya dia rasa saat ini guru sedang membicarakan hal penting. Dia takut jika bosnya ternyata tidak mendengarkannya.Haris mendekat ke arah Intan."Bos?""Heem. Haris, ada apa?""Apa bos sedang memikirkan sesuatu? Apa bos setuju dengan rencana guru,""Iya Haris. Itu yang sedang saya fikirkan. Kamu ingat kan kita harus kemasjid para jin oesan Kyai Hasanuddin. Sebaiknya kita pergi ke san
Dengan kejadian ini, tentu saja Intan dan yang lainnya menjadi kapok.Arod dan Haris lukanya belum bener pulih. Dia masih lemah tak berdaya."Untuk bisa mengobati luka ini membutuhkan kembang nagaswara. Dan membutuhkan pemulihan beberapa hari,"tuturnya.Guru dan Addab masih tampak kesal. Peraturan yang dibuat demi kebaikan diri masing-masing namun tidak dihiraukan.Oleh sebab itu, mereka semua juga harus menanggung akibat ini."Maafkan aku Addab. Aku tau aku salah,""Karena ulah kalian, rencana kita menyerang mereka harus tertunda. Bagaimana jika keberadaan kita ketahuan oleh mereka? Apalagi jika kita belum memiliki ilmu untuk melindungi diri kita masing-masing? Bukan hanya itu Intan. Gurubdan orang-orang tidak bersalah bisa terkena dampaknya juga. Ini resikonya sangat besar bukan hanya untuk kesenangan pribadi saja!"Addab terus saja mengeluarkan uneg-uneg yang berada di dalam hatinya. Wajahnya semakin muram jika mengingatnya.Intanpun jua terus saja menyesalinya. Apalagi Arod dan Ha
"Terimalah pembalasanku...!"Intan saat itu benar-benar memanfaatkan waktu. Dia kabur. Dia berlari. Dia membutuhkan pertolongan. Oleh karena itu Intan dengan segera pulang untuk meminta bantuan.Jalanan yang gelap hanya diterangi rembulan. Intan berlari. Kini dia melupakan rasa lelahnya. Yang dia rasa saat ini begitu kuat ialah rasa takutnya.Sesekali hampir terjatuh. Dia dengan berpegangan pepohonan dengan nafas ngos ngosan terus mempertahankan tubuhnya."Semoga saja Haris bisa bertahan. Dan semoga Arod bisa melawan Franz!"Intan berjalan dan terus saja berjalan sesekali berlari dan berhenti berjalan karena rasa lelah yang terasa amat yang entah bisakah dia sampai di kediaman guru Addab.Mengingat perintah Addab Intan merasa tidak enak. Namun, saat ini kondisinya benar-benar genting."Maafkan aku harus merepotkan kalian!"batin Intan."Haris. Arod kalian harus bertahan!"Di tengah jalan menuju kediaman sang guru Intan bertemu dengan Addab dan Haical.Intan saat berlari seraya sesekali
Melihat hal itu Haris tetap kekeh."Aku tidak takut kepada siapapun!"tutur Haris."Haris!" batin Intan. Bola matanya tampak melebar,"Aku tidak mau terjadi sesuatu dengan Haris.Saat Haris dan Franz mulai saling adu jotos, Intan berteriak."Stop! Stop!"Intan berkata seraya melangkah maju dan melerai keduanya. Namun apa yang terjadi?Mereka tidak bisa di lerai.Haris kemudia berteriak,"Intan, sebaiknya kamu pergi saja. Biarkan aku yang mengatasi lelaki ini!"Bagaimana Intan tidak takut. Franz yang berada di depannya ternyata separuh manusia. "Bagaimana mungkin ini bisa terjadi?"Franz yang sudah ingin menguasai Intan tidak segan-segan terus memberi pukulan kepada Haris.Bug bug bug!Haris kalah serang! Dia saat ini malah tampak terjatuh."Haris...!"Kemudian Franz saling menepukan kedua tangannya di depan Intan."Sayang! Ada apa dengan kamu? Kenapa kamu takut kepadaku?"Franz berjalan melangkah hingga Intan terus melangkah mundur."Franz! Jangan berani-beraninya kamu mendekati aku!""H
"Tunggu. Apa kau tidak lihat sajen ini? Sayanglah kalau tidak dihabiskan!"Di sana ada beberapa tempat sajen. Barusan mereka makan bersama disatu tempat. Namun Arod melihat sajen-sajen yang masih utuh ditempat lain merasa sangat disayangkan.Intan seraya mengelus perutnya ingin pergi dari sana dan meninggalkan Arod. namun saat memutar tubuhnya hingga 180 derajat ada seorang pria di sana."Fffranz...!"Intan berkata dengan susah payah bahkan terbata-bata. Matanya tampak membulat. Dalam hati Intan berkata,"Bagaimana mungkin Franz ada di sini? Apakah aku mimpi?"Intan berkata seperti itu seraya menyubit tangannya."Auuu...Ini bukan mimpi?"Arod di sana masih juga sibuk makan. Sementara itu Haris yang melihat Franz juga tidak jauh terkejut seperti Intan."Bagaimana mungkin pria ini ada di sini? Bos! Astaga. Bosku tidak memiliki pelindung. Kalung dia hilang,"Namun di sisi lain Franz sendiri yang melihat wanita yang dicarinya menghilang ternyata berada di sini kemudian berkata," Intan? Ken
Lagi-lagi di dalam perjalanan Intan mendengar kereta kuda. Dia kemudian menjadi teringat dengan Franz. "Intan, kenapa kamu menghentikan langkahmu?"Bukan hanya itu, Intan juga kemudian menarik tubuh Arod dari tepi jalan dan mengumpat."Hustt. Arod, aku mohon kamu diam dulu sebentar saja,"Arod mengerutkan alisnya. Mereka mengumpat di balik semak-semak tepi jalan.Sebuah kereta kuda yang indah tampak lewat. Di sana Intan mengumpat bersama dengan Arod."Siapa dia? Apa kamu mengenalnya? Astaga, kamu? Padahal aku di sini ingin jalan-jalan melihat indahnya malam, indahnya kereta kuda, mungkin saja ada wanita cantik di sana, tapi kenapa kamu bertingkah aneh seperti ini?"Arod terus saja berbicara yang pada akhirnya membuat Intan menceritakan apa yang terjadi.Mereka berjalan dan melupakan apa yang dikatakan oleh Addab. "Intan, apa kamu ingin tahu dimana para manusia yang menumbalkan akan menyerahkan sajennya?""Untuk apa aku ingin mengetahui hal itu? Arod, asal kamu tau yah, itu semua ga
"Maaf guru. Kami tidak bermaksud lancang!" Addab berkata seraya menundukan punggungnya sebagai penghormatan kepadanya, diikuti pula dengan yang lainnya.Guru tampak berjalan seraya kedua tangannya tampak disimpan dibelakangnya, lalu beliau memutari mereka melihat beberapa ekor burung merpati yang sudah terkena bidikan sehingga tak berdaya di lantai."Addab. Sebaiknya kalian segera mengolah dan memakan burungnya,"tutur sang guru yang membuat mereka semua tampak lega."Jadi maksudnya guru tidak marah karena kami tidak meminta izin pada guru?"Senyuman tampak memancar di wajah Addab dan yang lainnya yang semula tampak tegang.Sang guru menganggukan kepala,"Burung-burung itu bukan milik saya. Jadi tidak seharusnya kalian meminta izin padaku!"tutur guru."Segera bersihkan!"tuturnya guru kembali.Dalam diam guru tersenyum tanpa sepengetahuan mereka. "Semoga kalian mampu memberantas dunia gelap,"ucapnya di dalam hati guru penuh harap.Sebenarnya burung-burung merpati itu adalah undangan gur
"Kenapa tidak boleh? Makanlah, barusan guru bilang seperti itu!"Intan kemudian menengahi,"Kemaren kami dalam peejalanan diberitahu jika kami tidak dapat memakan sembarangan. Jika tidak, sesuatu hal bisa terjadi kepada kami,"Addab kemudian berkata,"Kalau begitu, kalian makan saja buahnya dan air putih. Makanan yang lainnya itu memang milik kami,"tutur Addab."Baiklah,"Di sela-sela sibuk makan, Intan masih juga teringat akan Franz, oleh karena itu dia menanyakan kepada Addab."Addab, aku melihat mantan suamiku lagi. Dia ternyata masih berada dan berkeliaran di kota gaib,""Suami kamu yang suka bermain dan bekerja sama dengan makhluk gaib?" "Iya, benar,"tutur Intan."Lalu apa yang kamu takutkan?""Aku ingin sekali menghabisinya! Apa mungkin itu bisa membuat keluargaku yang menjadi tumbal selamat?""Itu tidak bisa!""Suami kamu juga mendapat perlindungan dari makhluk abstral karena itu kita tetap saja harus melawan genderwo dan raja iblis!""Okeh, baiklah kalau begitu,"tutur Intan.Di