Dan setelah kehilangan anaknya Aini jadi tak bisa berpikir jernih, dia sering menggamuk dan meminta uang pad warg sekitar, mengatan bahwa dia ingin sekali menjadi kaya dan menikahi Dokter, mengatakan dia pewsris.rumah sakit dan banyak lagi lainnya.Setelah lama membuat masalah, akhirnya Satria memutuskan membawany ke rumah sakit Jiwa. Aini harus memoertangung jawabkan apa yang sudah di lakukannya selama ini, bahkan ingatanny selalu berulang pada masa di man pK Alex datang ke rumahnya. Sri tak bisa membalas apa yang Aini lakukan padanya, namun ketamakan dan sikap buruknya sndiri membuat dia tak lagi bisa memilih takdirnya sendiri."Dia aka terus seperti itu, sampai entah kapan dirinya sembuh." Ucap Satria saat melihat Aini di ikat fi atas ranjang rumah sakit dan terus meraung dan mengatakan banyak hal sendiri.****Sementara sejak di usir pergi oleh tuannya, Aini tak bisa tidur tenang, bayang Lala bahkan semua kesalahannya pada gadis kecil itu serasa terus mengikuti langkahnya. Suara,
Fandi mendapati kabar ibunya tiada, dia terus menangis tanpa henti dnman menahan segala kesedihanny sendiri. berkali-kali dia coba sabar dan menerima kenyataan, namun bayanh semua kejaidma itu membuatnya dendam.Fandi membawa pulanh jenazah ibunya ke karanganyar,.me.akamkannya demgan baik fsn layak lalu mengadakan pengajian di sana. beberapa kerabat datang melayat, namun banyak yang hanya sekedar mengirim karangan bunga."Apa kamu tak bisa datang?" Suara mas Fandi terdengar lemah, meminta saudata jauh nya datang.."Tidak bisa mas, tidak malam ini!" Ucapnya membalas seolah tak ingin memberinya kesempatan lebih.Fandi berjalan menuju kamarku sendiri dan menguncinya dari dalam."Kenapa? Aku sedang butuh teman, Kila juga terus menangis di sini, aku nggak tai harus berbuat apa!""Dimana Fani?" Aku masih memegang ponsel dan meletakkan tas di meja rias."Aku belum bisa menghubunginya, apa tak ada yang bisa datanv?" Suara Fandi terdengar kecewa."Hubungi lagi Fani mas, dia juga harus tau ibun
Cien kembali dari rumah tuan Lee dengan perasaan tak menentu, sepanjang jalan dia terus memikirkan untuk bisa menyelamatkan Yuan, namun dia juga harus bersiap dengan semua hal yang mungkin saja bisa terjadi."Kita akan kembali ke surabaya, namun sebelumnya aku ingin menemui agnes terlebih dahulu." Ucap tuan Cien, meminta sang supir mengarahkan mobilnya ke tempat wanita yang di maksud Cien.Agnes adalah anak Yuan dengan seorang wanita jawa bernama Sinta. Entah bagaimana pertemuan keduanya hingga Sinta yang merupakan putri juragan besar di pasar Klewer akhirnya jatuh hati pada Yuan. Mereka menikah sederhana, sebab Yuan tak memiliki cukup uang di negara asing yang baru saja dia tinggali. dua tahun hidup bersama, Yuan meninggalkan istrinya sendirian saat hamil besar.Lama tak mendapat kabar Yuan, Sinta pulang ke rumah orang tuanya, membawa janin dalam perut yang terus membesar hingga Agnes tumbuh tanpa sosok ayahnya. Bebersopa saat lalu Cien mendapat kabar bahwa sang anak telah menikah de
Cien kembali dari rumah tuan Lee dengan perasaan tak menentu, sepanjang jalan dia terus memikirkan untuk bisa menyelamatkan Yuan, namun dia juga harus bersiap dengan semua hal yang mungkin saja bisa terjadi."Kita akan kembali ke surabaya, namun sebelumnya aku ingin menemui agnes terlebih dahulu." Ucap tuan Cien, meminta sang supir mengarahkan mobilnya ke tempat wanita yang di maksud Cien..Agnes adalah anak Yuan dengan seorang wanita jawa, lama tak mendapat kabar Yuan, Agnes tumbuh tanpa sosok ayahnya. Bebersopa saat lalu Cien mendapat kabar bahwa sang anak akan menikah dan dia ingin bertemu Agnes sebelum benar-benar membawa pergi sang ayah.Mobil Cien berhenti di salah satu rumah sakit besar dan mereka menemui Agnes yang saat itu sedang bertugas. Wanita itu menatap dengan penuh tanya."Ada yang bisa saya bantu tuan?" Wanita yang memiliki wajah sang ayah itu menatapnya dengan ramah."Agnes?" Tanya Cien seolah mengenal lama wanita itu."Betul tuan, saya Agnes. Tapi, apakah tuan ini me
"Apakah kamu kenal tuan Cien sayang?" Sri bertanya pada Satria, melihat suaminya itu begitu di hormati Cien, pastilah ada alasan kenapa hal itu bisa terjadi."Ya, aku kenal dia dalam sebuah bisnis di negara tempat aku di besarkan.""Begitu? kamu tak pernah cerita." Sri bicara sedikit dingin, dia merasa masih ada hal yang di sembunyikan suaminya itu."Hey, ada apa? kamu merasa curiga padaku?" Satria menarik tangan sang istri dan mbuat wanita itu tertunduk dengan wajah tertekuk."Katakan sayang, apakah pertemuan tadi membuatmu merasa ada yang salah dariku?" Satri berusaha membaca raut wajah sang istri.Sri mengangkat bahu dengan pasrah. "Aku hanya merasa mungkin kamu masih menyembunyikan sesuatu dariku."Satria tersenyum lepas, ketakutannya hilnag sudah. " Dengarkan aku sayang, harusnya kamu bertanya dulu padaku. Tuan Cien adalah lelaki yang di segani di tempat kami, beberapa usahnya bahkan ada dalam wilayah keluargaku, karena itu dia tak mungkin mau berurusan denganku lebih dari hari in
Sri tiba di depan rumah Fandi, rumah megah yang dia tau bukanlah milik lelaki menyebalkan itu. dengan wajah marah dan kesal, Sri melihat orangnya keluar dan berjalan mendekati oagar besi yang menjulang tinggi. Dia sempat melihat perdebatan di sana, membuat dirinya kesal dan memutuskan keluar dari dalam mobil."Ada apa?"Anak buahny memberi hormat, beberaoa orang di dalam rumah ity mendekat ke dekat pagar dan segers menggenali Sri sebagai pewaris tunggal Hwang Grup."Nyonya Mei?" Seorang lelaki dengan jas rapi mendekati gerbang dsn memberi hormat."Kenapa nyonya ada di sini?"Aku? tentu saja karena urusan yng tak bisa kuntinggalkan. Ada apa?""Nyonya ingin menemui seseorang?""Ya, Fandi." Ucap Sri tak bisa lagi berbasa-basi.Lelaki itu mengangkat alisnya. " Anda ingin menemui Fandi?""Ya, bukankah dia tuanmu, katakan padanya aku datang!Lelaki itu lalu meminta satu orang membukakan pintu untuk Sri.Sri berjalan masuk ke dalam pelataran, di ikuti Arman dan beberapa orangnya."Tapi kenap
Kila menatap marah pada Fandi yang hanya duduk dalam diam di lantai kamar, bersandar pada dinding lelaki itu mencengkeram erat rambutnya sendiri. Setelah Sri pergi, Kila merasa dirinya benar-benar murah sekarang, bahkan di hadapan mantan istri lelaki yang dia puja, dirinya masih tak mendapat tempat dan penggakuan."Katakan mas, apakah aku benar masih ada di hatimu?" Kila mendekat dan tertunduk menatap tajam ke arah Fandi.Lelaki itu hanya menatapnya sebentar, bibirnya bahkan terkatup enggan menjawab tanya Kila padanya, sebentar kemudian dia kembali membuang pandangan ke arah lain."Kenapa kau hanya diam mas Fandi, katakan padaku sekarang, seberapa penting aku dalam hidupmu?" Kila meninggikan suaranya, rasa kecewa dan marah kini tertumpuk jadi satu, membut hatinya teriris perih menahan hinaan lelaki di depannya itu.Dia menahan netra yang memanas, mencoba tak menangisi sikap yang dia terima."Jadi kau hanya bisa diam?" Dia masih bicara sendiri, tangannya mencengkeram erat ujung dres ka
Fani membawa uang dan perhiasan lalu bersembunyi di dalam sebuah kamar hotel selama beberapa hari. Sambil menunggu situasi aman, dirinya terus menyembunyikan wajahnya di manapun."Halo? aku sudah siap, tunggu saja aku di luar!" Ucapnya nampak menghubungi seseorang. Dia lalu membereskan barang-barangnya masuk ke dalam koper yang tak terlalu besar, di sana jugalah tersimpan seluruh uang dan perhiasan yang di ambilnya dari kamar Fandi.Fani berjalan keluar kamar,, menarik dengan santai kopernya ke arah lif, dirinya menunggu lif terbuka dan saat lif terbuka tubuhnya mematung."Fani? rupanya di sini kamu bersembunyi?" Kila membuka kaca mata hitamnya.Dia mencari tempat untuk menenangkan diri namun justeru bertemu dengan Fani yang sejak kemarin di cari oleh sang kakak.Melihat Kila di depannya, Fani mencengkeram erat koper di sisi kanan tubuhnya, lalu dirinya. mundur perlahan dan bersiap untuk pergi menjauh."Tunggu Fani!" Kila berteriak tepat saat Fani membalikkan tubuhnya menjauh."Dengar,
Jani mengambil foto di tangan Leon dan memperhatikan lebih jelas, gadis bermata abu itu memang nampak sanggat bahagia bersanding dengan seorang anak lelaki kecil dengan rambut menutup poninya."Ini_" Jani menghentikan kalimat nya dan menatap ke arah Leon."Ya, itu aku. Meski tak kamu ingat kita adalah sahabat kecil Jani..Kata Jani berkaca menatap ke arah Leon, memperhatikan setiap lekuk wajah lelaki nan tampan itu dengan seksama."Benarkah itu dirimu? sahabat yang kadang hadir dalam mimpiku, aku selalu bertanya itu kisah siapa, sebab ta ada yang aku ingat dari masa lalu ku selain karena sepenggal kisah yang ku denggar dari bapak yang membesarkan ku."Jani berkata dalam hati, air mata nya turun tanpa sadar, membuat wajahnya yang putih merona kemerahan sekarang."Ada apa sayang?" "Sekarang aku tau kenapa kamu begitu baik padaku." Ucap nya lirih.Ya, selama ini Jani selalu merasa bersyukur sebab masih di beri hidup lebih lama, mengucap terimakasih pada Leon dalam hatinya sebab memberin
"Karena kamu tau segalanya Jani, kamu kehilangan ingatanmu saat mengalami kecelakaan setelah bertemu dengan Lenzia, itu pertemuan terakhirmu, sebab Lenzia menghilang setelahnya." Leon menjelaskan dengan gamblang"Jadi aku pernah bertemu dengan Lenzia?""Ya, dan Aini mencoba juga untuk membunuhmmu."Sri dan Jani sama-sama terkejut, menghadapi kenyataan yang teramat berat sekarang. ""Dan wanita tadi adalah Aini? ." Ucap Jani membuat Sri menatap nya serius."Kalian sudah bertemu Aini?""Iya, kami tak sengaja bertemu dengannya saat aku turun membeli minum, dia hampir membunuh Jani.""Dia terus menyebut ku Lusia.""Ya karena itu yang dia tau, dia hanya mengenal nama Lenzia Jani." Leon kembali menjelaskan dan membuat Jani semakin diam."Dimana kalian bertemu Aini?" Sri penasaran."Di minimarket tengah hutan.""Begitu? aku harus segera mencarinya." Sri berdiri, dia ingin bicara lebih banyak namun Sepertinya Aini jauh lebih Penting sekarang."Sepertinya aku harus permisi dulu, kami sudah lam
Sri tersenyum menyetujui, dirinya memang harus mengatakan banyak hal pada Jani sekarang."Saya janji tidak akan memaksa, bila nona Lusia berkenan saya pergi, saya akan pergi." Ucap Sri jujur, dia tak ingin mengusik Lusia yang sedang sakit namun jika wanita itu meminta penjelasan, Sri tentu saja lebih senang mendengarnya."Baiklah, hanya sebentar saja, tanyakan saja apa yang ingin kamu dengar dan setelah itu istirahatlah."Jani tersenyum dan mengganggukkan kepala. "Terimakasih sayang, terimakasih." Ucap Jani dengan wajah merona, mereka lalu masuk ke dalam kamar Leon.Leon meletakkan Jani ke atas tempat tidur, Jani bersandar pada tempat tidur nya dan Leon menyelimuti wanita itu hingga menutupi sebagian tubuhnya yang putih. Sri duduk di sisi ranjang, melihat betapa Leon memperlakukan Jani dengan istimewa, dia yakin lelaki ini memang tulus mencintai Jani."Katakan segera yang ingin anda katakan." Leon bicara dengan tegas, tak ingin Janin terusik lebih lama lagi.Jani menyentuh lengan keka
"Wanita ini menyebutku Lusia, Leon." Ucap Jani pada Leon membuat Leon juga merasa tak tenang."Dia menyebut Lusia, Leon! Dia tau Lusia!!" Jani terdengar panik, memeluk Leon dalam ketakutan.Leon mendekap mendekap erat Jani, menatap menatap marah pada apa yanh baru saja Aini lakukan, dia tak mengenal Aini, namunn beraninya wanita otu bahkan menyakiti orang yang sangat dia lindungi."Bawa dia pergi!" Ucap Leon kesal, dia ingin membuat. perhitungan pada Aini, namun menenangkan Jani jauh lebih penting sekarang.Leon melihat Aini di bawa paksa pergi, sementara Jani yang ketakutan merosot terduduk di lantai pelataran, dia terus menatap Aini yang menjauh, tak dapat lagi berpikir biaik, Jani berharap semua yang di lalukan bisa membuat nya mengingat sesuatu."Kamu baik-baik saja sayangku?" Leon tertunduk, mendekap Jani penuh penyesalan."Harusnya aku tak meninggalkan mu sendirian. sayang." Ucapnya merutuki kebodohan nya sendiri.Jani menangis kencang, tangisan yang entah kenapa tiba-tiba saja
"Jauhkan tanganmu, siapa kamu!" Jani berteriak histeris, tatapannya melihat ke arah dalam minimarket"Kenapa kamu cantik? Aku benci saat kamu cantik!'" Ucap Aini kesal, tangannya terus mencoba menyentuh wajah Jani."Kemari kami sialan!" Aini meremas kuat kerah baju Jani, membuat ia gemetar karena histeris."Tidak!.... tidak!" Ucapnya kencang dan sebuah ingatan masa lalu kembali muncul....Jani melihat wanita berparas mirip dirinya berlari letakutan dengan perut membesar, entah apa yang sudah di lalui hingga gaun putih yang di kenakan berlumur darah dan tanah, dinginya malam bukanlah musuh terbesarnya, dia lebih takut jika bayi dalam dekapan itu lepas dari pelukan. "Jangan mencoba lari Lusia!" Teriakan itu begitu nyaringo dan lantang terdengar.Lusia gemetar dalam tangis, berjongkok pada rimbunya dedaunan kecil dan ilalang, berharap diri nya tak di temukan."Lusia!" Teriakan itu kembali terdengar, tubuh kecil Lusia semakin gemetar."Sabarlah sayang, mama akan membawamu pulang, kita ak
"Aku ingin tau apa yang terjadi Leon, aku mohon katakan sesuatu." Ucapnya meminta, segala hal yang menimpanya begitu menyiksa dan membuat dirinya bertanya."Perlahan saja sayang, kita akan bicara nanti." Ucap Leon lalu membawa Jani masuk ke dalam mobil mereka.Meninggalkan rumah kosong yang serasa tak asing bagi jani, rumah yang sepertinya sangat dia kenal namun tak bisa di ingat lebih baik.Mobil Leon membelah malam sunyi, melewati hutan yang lebat dengan hanya satu, ldua penerangan minim, mereka hanya berdua saat datang dan pergi, menyisakan kesunyian nyata setiap kali tak ada suara di antara mereka."Kenapa diam?" Tanya Leon, ia masih Melihat Jani terdiam Menatap ke luar jendela."Rasanya aku pernah ada di sini." Ucapnya sembari melihat ke arah rumah kosong di sisi jalan.Leon berhenti mendadak, menatap ke arah rumah kosong di sisinkanan mereka, rumah tangga memang sejak lama tak di tempati, namun kenapa Jani merasa pernah ada di sana?"Kamu yakin pernah ada di sana?"Jani mengangg
Aini menjerit di depan toko, dia takut sebab Fandi sudah meninggalkan dirinya sendiri di tempat asing, pegawai toko juga ketakutan sekarang, Aini bisa saja melukai orang karena tertekan. "Wanita murahan!" Tiba-tibsa saja kalimat itu keluar dari bibir Aini, dia teringat pernah menyebut nama itu begitu sering dulu.Aini terduduk di trotoar jalan, uang yang di genggamnya ia lepas begitu saja, ia menatap nanar ke jalan yang sepi, seakan dirinya bisa saja tenggelam dalam gelap.Aini mengingat betul dia pernah hidup mewah, namun entah kenapa sekarang semua hanya bergantung pada saat orang memberinya perhatian dan cinta. "Kenapa kamu pergi mas!" Aini menangis lagi, kali ini bayang wajah Arka suaminya tergambar jelas, lelaki itu bahkan telah damai sekarang.Aini begitu mengingat bagaimana Arka yang tak pernah berbuat jahat padanya dulu, masih menjadi lelaki yang menempati hatinya selain Satria. Dia bahkan rela menyingkirkan semua rintangan yang ada hanya untuk menempati ruang yang tak lagi
Sementara Fandi dengan perasaan tak menentu memutuskan pulang ke Solo, dia tak ingin mendapat masalah dengan bertemu lelaki seperti tuan Cien. Bergegas dia berjalan ke kamar dan melihat Kila tertidur dengan baju terbuka."Ada apa Sayang?" Kila bertanya dengan cemas, melihat Fandi membuka lemari baju dan mengemasi barangnya."Ayo pulang sekarang." Ucapnya kesal terus di tanya namun Kila masih tak memahami situasi yang ada."Kenapa mendadak pulang?""Ya karena kita memang harus pulang Kila!" Ucap Fandi kesal. "Bantu aku berbenah dan jangan banyak tanya!" Ucapnya lagi lalu melanjutkan lagi menata pakaiannya.Dengan kesal Kila medekat, menarik kopernya juga ke depan lemari dan ikut memasukkan barang-barangnya."Padahal kita baru berapa hari di sini!" Ucapnya ketus."Kalau kau mau di sini terus, silahlan! aku mau pulang!" Ucap Fandi lagi dengan nada tinggi, dia benci sekali saat Kila merajuk tanpa alasan.Fandi menatap Kila dengan wajah tak suka."Harus nya kau malu bilang begitu, aku suda
"Kau tau tempat ini?" Leon bertanya dengan alis terangkat.Jani menggelengkan kepalanya, meski merasa tak asing namun dirinya tak dapat mengenali lingkungan tempatnya barada sekarang."Aku tak tau, ada sesuatu di sini?" Jani berusaha mengingat, namun tak dapat menemukan serpihan cerita dari tempatnya berada sekarang."Ayo kita masuk, mungkin kamu akan menemukan jawabannya. " Ucap Leon membuka pintu mobil nya dan segera berjalan ke sisi yang lain."Ayo keluar." Ucap Leon lagi, menarik jemari kecil Jani keluar dari dalam mobil mereka."Aku tak mengerti." Jani masih mematung di tempat, takut bila Leon berbuat sesuatu yang mungkin membuat dirinya merasa kecewa."Kau hanya perlu mengikuti kata hatimu, tak ada yang perlu di mengerti Jani, aku tak akan pernah membuatmu merasa terluka, percayalah!" Ucap Leon meyakinkan wanita di hadapannya itu.Mata Jani keluar menelisik ke sekitar tempatnya berdiri, sebuah pelataran kecil dengan pohon mangga besar di dekat pagar rumah itu, membuat hati kecil