"Di mana ini?"
Sebuah pertanyaan itu terlontar dari bibir Nara, ketika kendaraan mewah milik Dimas sampai pada suatu tempat yang sangat asing di matanya. Ada beberapa logo stasiun TV yang terpajang pada beberapa mobil di hadapannya, dan juga ada sebuah kerumunan besar yang menimbulkan rasa ingin tahunya."Apa kamu sudah membawa seluruh surat-suratnya?" tanya Dimas yang malah melontarkan pertanyaan lain.Nara mengangguk, hingga membuat rambut hitam indahnya bergerak menutupi sebagian wajahnya. Dimas yang melihatnya pun langsung refleks membenarkan tatanan rambut itu, sampai seketika pandangannya kembali bertemu."Cantik," gumam pria itu tanpa sadar, tepat di hadapan Nara. Satu sudut bibirnya terangkat, hingga kembali menampilkan sebuah lesung pipi kecil di pipi kanannya.Untuk sesaat Dimas terlihat mengagumi kecantikan Nara. Bulu mata lentik alami, bibir merah merona, sungguh membuat fokusnya teralihkan. Dimas memperhatikan lama wajah Nara yang kini telah berbalut polesan makeup tipis, hingga membuat hatinya sedikit bergetar."Apa, Mas?""Ah, tidak. Aku hanya mengagumi perubahan tampilanmu saja. Sekarang kamu bisa turun dan lihat apa yang telah terjadi di sana," ucap Dimas yang langsung menjauh, dan kembali menyandarkan diri pada sandaran kursi kemudinya.Nara yang masih belum mengerti pun akhirnya turun dari mobil tersebut. Ia nampak ragu melajukan langkahnya ke arah sana, sampai dirinya melihat sebuah anggukan meyakinkan dari pria yang telah menolong hidupnya itu."Mas Evan dan Mbak Bella! Apa tanggapan kalian dengan acara pernikahan kalian berdua yang hampir saja dirusak oleh seorang perempuan? Apa kalian berdua mengenal perempuan itu?" tanya salah satu wartawan berita, yang seketika membuat Nara menghentikan langkahnya."Seperti yang sudah kubilang kemarin, dia hanyalah perempuan kampungan yang mengaku-ngaku sebagai istriku," jawab Evan singkat sambil mengecup punggung tangan istri barunya dengan begitu mesra.Suasana riuh para wartawan pun kini mulai terdengar mengitari indera pendengaran Nara. Di mana hal itu kian membuat hatinya sakit sekaligus panas, karena Evan nampak semakin bahagia di sisi istri barunya. Pria yang sempat dicintainya dengan sepenuh hati itu terlihat tak mempunyai beban hidup apa pun, di mana hal tersebut sangat bertolak belakang dengan kehidupannya kini."Jadi perempuan itu memang benar hanya mengaku-ngaku saja? Lalu, apa penyebabnya? Kenapa dia bisa nekat mengakui Mas Evan sebagai suaminya? Apa sebelumnya dia tidak tahu kalau Mbak Bella sudah lama menjalin hubungan pacaran dengan Mas Evan? Apa perempuan itu memang sengaja ingin mencari ketenaran dari nama Mbak Bella sebagai artis baru, agar dirinya bisa disorot oleh berbagai media?""Ya, mungkin bisa jadi seperti itu. Saya tidak tahu alasan lebih jelasnya karena apa, yang terpenting semua yang diakuinya itu tidak benar. Suami saya sama sekali belum pernah menikah dengan siapa pun, kecuali dengan saya send—""Bohong!" hentak Nara yang tiba-tiba mengambil alih atensi.Perempuan itu akhirnya maju melangkah, dan berdiri tepat di sisi Bella yang nampak belum mengenali dirinya. Nara sudah terlalu letih terus disakiti, hingga kini ia memutuskan untuk melawan ketidakadilan ini."Evan memang pernah menikah sebelumnya!" tekan Nara sekali lagi, dengan membalas tatapan tajam Evan tanpa takut.Pembawaan Nara terlihat lebih santai dan tak menggebu-gebu, tetapi terasa sangat serius hingga membuat hawa situasi sekitar seketika berubah menjadi lebih tegang. Berbagai sorot kamera pun kini mulai terarah kepadanya, hingga seluruh para wartawan kini mulai kompak terdiam sambil menyimak dan menunggu segala ucapan yang akan keluar dari bibirnya.Sementara Evan, raut wajah pria itu seketika terlihat panik tak terkontrol. Batinnya gelisah, dengan kedua matanya tak lepas memandang gerak-gerik Nara. Kedua tanganya telah terkepal erat di sisinya, tetapi sayangnya ia juga tak bisa langsung begitu saja menyerang perempuan yang sempat terpaksa dinikahinya itu."Aku adalah Nara! Mantan istrinya Evan! Kalau kalian tidak percaya, aku bisa menunjukkan beberapa bukti yang lainnya!"Nara langsung mengambil beberapa berkas yang ada di dalam tas barunya. Deru napasnya terdengar sedikit lebih tenang, seiring dengan tatapan tajam Evan yang semakin menikam ke arahnya. Hingga akhirnya ia menunjukkan beberapa bukti pernikahan, dan juga surat cerai pada banyak kamera yang ada di hadapannya."Pria ini menikahiku dua bulan yang lalu, dan pergi menceraikanku begitu saja setelah menggadaikan rumahku demi mendapatkan sejumlah uang pinjaman yang cukup besar dari pihak bank!" lanjut Nara yang semakin membuat orang-orang di sekelilingnya tercengang.Mereka semua nampak sangat terkejut dengan pengakuan itu, begitu pula dengan Bella yang juga tak bisa berkata apa-apa. Bukti-bukti yang ditunjukkan oleh Nara terlihat sangat kuat, sehingga semua orang bisa dengan begitu cepat mempercayai segala kata-katanya yang tadi sempat dianggap bohong."Stop! Sudahi segala kebohonganmu, Nara!" ucap Evan berusaha menghentikan.Pria itu nampak tak mau semua kebusukannya terungkap dengan begitu cepat. Namun sayangnya, hal tersebut malah semakin membuat senyum manis di bibir Nara berkembang dengan lebar."Aku tidak berbohong! Dia adalah penipu yang sebenarnya di sini!" hentak Nara sekali lagi, tanpa mengindahkan kekesalan Evan yang telah meluap-luap.Satu jari telunjuknya mengacung tegas ke arah wajah sang mantan suami, hingga hadir sedikit perasaan puas yang menjalar di hatinya ketika ia telah sedikit banyak mengimbangi keadaan. Wajah Evan terlihat merah padam tanpa bisa melawan, persis seperti yang telah Nara rasakan kemarin."Aku rasa penjelasanku sudah cukup. Aku ke sini hanya untuk menjelaskan itu saja, agar pria ini bisa dengan segera menyadari kesalahannya dan mengembalikan hartaku yang telah dirampasnya," tutup Nara mengakhiri sesi pengakuannya.Perempuan yang tak lagi berpenampilan kampungan itu langsung pergi begitu saja, setelah berhasil membangun suasana menegang. Hingga membuat sebagian para wartawan berita berlari meninggalkan Bella dan Evan yang masih nampak sangat syok, dan berbalik mengejar dirinya.Plakkk!"Kau telah membuatku malu, Mas!" ujar Bella kecewa yang juga langsung berlalu pergi dengan cepat meninggalkan suami yang baru menikahinya kemarin.Evan berlari berusaha mengejar kepergian istrinya itu, tetapi sayangnya Bella bisa dengan begitu cepat menghilang dari hadapannya. Pria itu mendengus kesal, hingga mengusap wajahnya dengan gusar dan berputar ke arah yang tak menentu."Ah! Sial! Perempuan kampungan itu memang benar-benar telah merusak semua rencanaku! Awas saja kau Nara!" geram Evan dengan emosi yang tak lagi terkontrol.Segala gerak-gerik Evan, tak lepas dari pengawasan seseorang yang kini tengah tersenyum dengan puas melihat penderitaannya. Ia begitu senang dengan awal yang sebagus ini, hingga akhirnya kembali melihat ke arah sebuah cincin yang tak lagi terpasang di jari manisnya."Ini baru permulaan, Mas! Mulai detik ini, aku tidak akan lagi membiarkanmu bahagia di atas penderitaanku! Kau harus membayar kehancuran hidupku dengan hal yang setimpal! Agar kau tidak lagi bisa meremehkan diriku!""Sudah puas kau, Nara!"Plakk!Nara seketika terkejut, di saat Bella tiba-tiba hadir di hadapannya. Ia pikir wanita itu sudah pergi meninggalkan tempat ini, tetapi nyatanya tidak. Kini Bella malah menemukan tempat persembunyiannya dari kejaran para wartawan, dan berdiri di hadapannya dengan tatapan yang berapi-api."Apa-apaan ini? Kenapa kau menamparku?" tanya Nara sambil memegangi salah satu pipinya yang terasa panas."Kau bertanya, Nara? Kau pikir aku akan diam saja setelah kau mempermalukanku di depan para wartawan? Hah?" ujar Bella dengan tatapan yang kian menusuk tajam ke arah Nara. Langkahnya semakin maju, hingga membuat Nara semakin terpojokkan."Kau ini aneh, Bella! Seharusnya kau berterima kasih kepadaku, karena aku sudah membongkar semua kebusukan suami barumu di awal seperti ini! Bukan malah berbalik menyerangku, seolah-olah aku penjahatnya di sini!"Tangan Nara bergerak hendak mendorong bahu wanita itu, tetapi sayangnya Bella malah menarik terlebih dahulu rambutnya. Geraka
"Hmmphh!"Nara tercekat, ketika tiba-tiba saja ada yang membekap mulutnya dan langsung menarik tubuhnya menjauh. Ia berusaha melawan, tetapi sayang tubuhnya malah seketika terangkat melayang ke atas."Ssstt! Jangan berisik!" bisik sesosok pria dengan hoodie hitam yang menutupi sebagian wajahnya. Pria itu membawa Nara bersembunyi di balik tumpukan drum kosong, dengan terus menutup mulutnya agar tak lagi mengeluarkan suara. Sampai akhirnya langkah Evan dan Bella terdengar semakin mendekat, dan kedua orang tersebut terlihat terus berlalu-lalang tak jelas di hadapannya."Sepertinya dia sudah kabur, Mas!""Akhh! Sial! Biar nanti kita beri pelajaran perempuan kampungan itu lagi! Biar bagaimanapun dia harus bertanggung jawab atas aksi nekatnya tadi!" ujar Evan kesal, sambil kembali menuruni anak tangga bersama Bella.Melihat situasi yang sudah mulai aman, pria misterius itu pun akhirnya melepaskan dekapannya pada Nara. Tak lupa juga ia membuka penutup kepalanya, dan menampakkan wajahnya lan
"Sebenarnya kamu siapa, Mas?"Dengan tangan yang sedikit bergetar, Nara pun langsung memutuskan untuk memisahkan foto itu dari bingkainya. Ia melipatnya menjadi dua bagian, dan mengantonginya di dalam saku celana."Sebaiknya aku harus segera tanyakan ini pada Mas Dimas nanti," putusnya sambil menyeka sekilas tetes air matanya yang sempat terjatuh.Sementara tanpa sepengetahuan Nara, Dimas sedang terlibat dalam situasi yang cukup tegang dengan seorang wanita di dalam ruangan kerjanya. Wanita itu menuntut banyak hal pada pemilik rumah produksi DMS Hitz tersebut, karena tak terima dengan keputusan sepihak perusahaan yang baru saja memberhentikannya secara sementara beberapa saat yang lalu."Tetapi kenapa harus tiba-tiba seperti ini keputusannya, Pak? Saya sangat merasa dirugikan di sini!""Maaf, Bella. Seperti yang sudah tertera di perjanjian kontrak awal, DMS Hitz tidak pernah menyukai artis yang terlibat dalam kasus. Ini hanya untuk sementara, sampai semua kasusmu menemui titik terang.
"Aku mau .... Awhh!"Seketika Nara terpeleset, dan hampir terjatuh andai saja tak ada Dimas yang langsung cepat tanggap menggapai tubuhnya."Jangan terburu-buru," bisik Dimas tepat di samping telinga Nara. Bahu perempuan itu seketika terangkat sekilas, mencoba menahan rasa geli yang seketika menjalar di tubuhnya.Selang tiga jam setelah kakinya dipijat oleh salah satu asisten rumah tangga Dimas, Nara pun mengerenyitkan dahinya ketika melihat beberapa gaun cantik yang tiba-tiba saja sudah ada di hadapannya. Ia menoleh ke kiri dan kanan, hingga terdengar suara langkah seseorang yang mulai memasuki area kamarnya."Sudah bangun?" tanya Dimas yang seketika langsung duduk di tepian ranjang. "Apa sudah lebih baik?" Dimas menatap ke arah kedua kaki Nara yang masih tertutupi oleh selimut. Sorot mata pria itu selalu terlihat tajam, hingga membuat Nara beringsut dari tempat tidur dan menganggukkan kepalanya tanpa berani berkata-kata."Bagus, kalau begitu sekarang pilihlah dari beberapa gaun yan
Napas Bella seketika tercekat, ketika mendapati sorot mata tajam dan dingin ke arahnya. Sama halnya dengan Nara, yang sedetik kemudian langsung memanfaatkan momen ini untuk terlepas dari jeratan Evan."Atau apa, Bella? Apa yang akan kau lakukan pada wanitaku?"Deggh!Jantung Nara benar-benar berhenti, di saat Dimas menarik salah satu lengannya dan langsung merangkulnya dengan begitu posesif. Tak hanya itu, pria tersebut juga terus menyentuh dan mengusap bahunya sangat lembut dan membunuhi kecupan singkat di sana.Sumpah demi apa pun, Nara tak kuasa dengan sensasi aneh yang seketika menjalar di seluruh tubuhnya! Rasanya ia ingin pingsan saja detik ini!"Ap–apa maksudmu, Pak? Dia wanita bayaran yang kau sewa?" tanya Bella terbata-bata, dengan kedua mata yang hampir tak berkedip memandangi interaksi dekat antara Nara dan Dimas.Siapa yang tidak terkejut, atau bahkan cemburu dan iri dengan perempuan yang berhasil dekat dengan Dimas? Pria pemilik rumah produksi yang cukup terkenal itu, mem
Kedua netra Nara seketika terbelalak, bahkan kini satu per satu peluh mulai membasahi tubuhnya. Tatapan Dimas yang kini mulai menajam ke arahnya, seolah membuktikan bahwa ucapan pria itu tak main-main. Bahkan detik ini Dimas kian mengikis jaraknya, dengan satu tangan yang semakin melingkar sempurna di pinggangnya."Dia ... Dia telah mengejekku sebagai wanita bayaran, Mas!"Satu sudut bibir Dimas kembali terangkat, ketika Nara sekarang bisa lebih lantang berbicara di hadapan Bella. Kini ia semakin menarik perempuan tersebut ke dalam pelukannya, dengan sesekali menghirup aroma wangi yang menguar dari tengkuk perempuan tersebut. Dimas mengarahkan tatapannya secara sinis ke arah Bella, dan juga ke arah beberapa wanita yang nampak sangat iri dengan Nara."Maaf, Bella. Sepertinya kesalahanmu itu tidak bisa lagi dimaafkan, terlebih ini bukanlah kesalahan pertamamu. Bukankah saya sudah memberikanmu peringatan pertama sebelumnya?" ucap Dimas yang sedikit menyindir tentang video pertengkaran da
Keesokan harinya, langkah kaki Nara terdengar buru-buru meniti sebuah anak tangga. Napasnya terdengar sedikit tersengal, begitu pula dengan tetes keringat yang mulai terlihat di keningnya. Kedua netranya memandang sekitar, dan berhenti tepat di sebuah pintu besar yang ada di hadapannya.Tokkk! Tokk!"Permis—""Masuk!"Nara menghela napasnya pelan, sebelum akhirnya salah satu tangannya tergerak meraih kenop pintu dan mendorongnya secara perlahan. Sebelumnya ia telah menduga, pasti sosok pria pemilik ruangan itu akan sangat marah padanya karena telah terlambat datang satu jam dari waktu yang telah ditentukan sebelumnya."Maaf, Mas. Aku—"Cupp!"Sudah tidak apa-apa, lebih baik kita langsung berangkat sekarang," sela Dimas yang ternyata tanggapannya sangat jauh di luar ekspektasi.Nara pikir Dimas akan sangat marah, tetapi nyatanya tidak. Pria itu malah dengan santainya mengecup pucuk kepalanya, hingga membuat dirinya membeku untuk beberapa saat. Akhir-akhir ini Dimas memang selalu bersik
Kedua netra Nara menajam, setelah dirinya mendorong salah satu meja yang ada di sampingnya ke arah Evan. Ia akhirnya terlepas dari jeratan Evan, dan segera membalikkan keadaan dengan cara mendorong tubuh pria itu."Ingat ya, Mas! Mulai detik ini aku berikan peringatan padamu! Jangan pernah menuduhku yang macam-macam, kalau tidak mau hidupmu semakin hancur!" ancam Nara dengan hati yang kian berapi-api."Cih! Sampai kapan pun aku tidak akan hancur di tanganmu dan juga selingkuhanmu itu, Nara!" balas Evan yang masih mempunyai nyali."Asal kamu tahu, dulu aku sama sekali tidak mengenal Mas Dimas. Aku bertemu padanya, tepat di hari kau menikah dengan Bella, setelah kau berhasil merendahkanku di depan orang banyak dan mencampakkanku begitu saja! Dia pria yang sangat baik, dan tentu sangat berbeda jauh dengan pria berengsek sepertimu!" jelas dengan memberikan tamparan terakhir di wajah pria tersebut.Tanpa mau berbasa-basi lagi, Nara pun akhirnya langsung meninggalkan Evan yang masih belum b
"Nara? Hey? Bangun, Sayang! Tolong bangun!"Sayup-sayup suara terdengar, membuat Nara perlahan membuka kedua netranya. Dengan menahan rasa sakit di sekujur tubuh, Nara langsung melihat sekeliling. Dahinya mengernyit kala menyadari sekitarnya yang terbalik, hingga setelahnya mendapati seutas senyum tulus dari seseorang yang sama sekali tak disangkanya."Mas? Mas, aku ... Awhh!""Sabar, Sayang! Tolong berikan Melody dulu," ucap Dimas pelan, seraya mengulurkan kedua tangannya.Dengan situasi yang masih terhimpit, Nara pun berusaha menyerahkan Melody yang tengah menangis pada sang suami. Dirinya berusaha tenang, meski saat ini ia melihat Evan yang masih belum tersadar dengan beberapa bercak kemerahan di dahinya.Mobil yang ditumpangi Nara memang sempat terpelanting cukup jauh. Mobil itu rusak berat dalam kondisi yang terbalik, setelah Evan sempat dengan cepat memutar setir kendaraan di saat Bella berusaha menabraknya.Ah, iya. Mengingat Bella, bagaimana keadaan wanita itu sekarang? Nara t
Keesokan harinya berita tentang pembunuhan Haris pun kian tersebar meluas ke seluruh penjuru setiap kota. Beberapa stasiun televisi dan media cetak pun tak luput menyorotinya, terlebih sebuah nama yang ikut terseret dalam kasus pembunuhan pengusaha kaya raya itu adalah seorang mantan artis papan atas yang telah dinikahi oleh pemilik rumah produksi terkenal yang kini sedang berada di ambang kebangkrutan.Anara Aditya, nama itulah yang kini menjadi puncak pembicaraan seluruh orang. Kini wanita itu telah menjadi buronan polisi, terlebih setelah Bella mengungkapkan berbagai keterangan mengejutkan yang sangat menghebohkan publik.Ada yang yang percaya begitu saja dengan mudah, dan ada juga yang sama sekali tak menyangka. Sama halnya dengan apa yang dirasakan oleh Dimas saat ini. Pria itu semakin memijat pelipisnya yang terasa sangat pusing, seraya terus berusaha melacak keberadaan sang istri dengan secepat mungkin."Bagaimana? Apa kau telah mendapatkan kabar tentang keberadaannya?" tanya D
Suara mobil polisi langsung berbunyi setelahnya. Di mana hal tersebut tentu membuat Nara dan Bu Inah menoleh panik. Rasanya percakapan mereka tak bisa diteruskan lagi, sehingga dengan cepat Evan segera memutar dan menyuruh ketiga perempuan berbeda generasi itu untuk masuk ke dalam mobilnya."Baiklah, kita jalan sekarang!"Tak ada lagi perdebatan, Bu Inah dan Nara pun akhirnya duduk terdiam bersisian. Saat ini yang terpenting memang hanyalah kabur sejauh mungkin. Nara tentu tak mungkin menyerah begitu saja, karena pasti Bella akan membuatnya terlihat bersalah di hadapan seluruh orang dengan seluruh upaya yang dilakukannya."Maaf karena telah membuat kalian berdua seperti ini," lirih Nara pelan, tepat setelah menidurkan Melody di dekapannya.Dengan mencoba menahan tangisnya, Nara mengeratkan pelukannya pada sang buah hati. Bibirnya bergetar, menahan semua rasa pening dan sakit. Sehingga membuat Bu Inah yang melihatnya pun tak tega, dan segera langsung memeluk dan menenangkannya."Tidak
Bella tersenyum sekilas sebelum akhirnya berlari dan berteriak seolah mencari pertolongan. Sementara Nara, wanita itu masih terdiam dengan ekspresi syok yang tak dapat ditahannya lagi. Seluruh tubuhnya benar-benar membeku, melihat Haris tergeletak tak berdaya di hadapannya dengan cairan kental kemerahan yang mengalir dengan deras dari belakang tengkuknya."Tidak! Apa yang harus aku lakukan?!"Nara berteriak dengan sekujur tubuh yang bergetar ketakutan. Sungguh, sebenarnya ia ingin segera pergi dari tempat ini. Namun di sisi lain, dirinya juga tak tega meninggalkan Haris begitu saja sebelum benar-benar memastikan pria itu telah ditangani oleh tangan yang tepat."Stop! Jangan sentuh dia! Sebaiknya kau sekarang segera pergi dari tempat ini, Nara!"Nara terperanjat, kala mendengar suara Evan yang tergesa-gesa dan mendapatkan tarikan dari pria itu. Entah sejak kapan mantan suaminya tersebut ada di tempat ini, dirinya tak tahu. Yang jelas saat ini Evan sama sekali tak memberikannya jeda wak
Dengan langkah tergesa-gesa, Nara langsung mengecek satu persatu semua nomor pintu kamar hotel yang telah dilewatinya. Ia sungguh tak sabar ingin segera bertemu dengan sang suami, apalagi tadi di telepon Bella sempat menangis sesenggukan tanpa menjelaskan sebab."Kamar 207! Tidak salah lagi ini pasti tempatnya!" Nara bergumam pelan, sambil melihat ke arah celah pintu yang tak tertutup rapat tersebut. Dirinya merasa sangat penasaran, tetapi ragu ingin masuk begitu saja atau tidak. Biar bagaimanapun Nara bukanlah wanita yang polos, ia tahu hal apa saja yang biasa dilakukan jika seorang wanita dan pria berada di dalam kamar hotel yang sama. Terlebih tadi, Bella sempat mengabarkan bahwa suaminya itu dalam keadaan yang mabuk berat."Tidak! Aku harus percaya dengan Mas Dimas!" gumam wanita itu berusaha membuyarkan pikiran buruknya.Dengan menarik napas terlebih dahulu, Nara pun akhirnya mengetuk pintu. Ia berusaha mempersiapkan mental sebelum mengetahui apa pun yang tengah terjadi di dalam
Sementara itu di sebuah hotel di pusat kota, terdapat seorang pria yang tengah tertidur dengan pulas di atas sebuah ranjang besar dengan pakaiannya yang terlihat sedikit acak-acakan. Seorang wanita yang baru saja membawanya ke tempat ini terlihat tersenyum penuh kemenangan, hingga akhirnya tatapannya pada pria itu teralihkan berkat panggilan masuk dari seseorang."Bagaimana?" tanya seseorang dari sambungan telepon."Semuanya berjalan sesuai rencana! Tapi, aku masih kesal denganmu! Kenapa sangat mendadak seperti ini sih? Karenamu aku jadi tidak mempunyai persiapan yang lebih, sehingga aku hanya memasukkan obat tidur saja dalam minumannya!"Wanita itu berdecak kesal, karena perintah mendadak yang ditujukan padanya. Andai saja lawan bicara teleponnya ini mengutarakan rencananya dari jauh-jauh hari, sudah pasti dirinya memasukkan obat lain yang akan membuat malamnya detik ini menjadi lebih panas dan menyenangkan."Hahaha! Itu semua salahmu yang tidak cekatan!" ejek sosok lelaki itu dari
"Tunggu!"Nara berteriak, mencegah kepergian Bi Inah. Dengan tergesa-gesa, ia langsung menahan salah satu tangan perempuan paruh baya tersebut seraya menatapnya dengan penuh harap."Tidak bisakah semua ini dibicarakan secara baik-baik terlebih dahulu, Mas? Biar bagaimanapun kita harus selesai masalah ini dengan kepala dingin, bukan seperti di saat situasi tegang dan kacau seperti ini!" pintanya dengan pandangan yang mulai berkaca-kaca.Masih dengan adanya Melody di dekapannya, Nara melangkah menghampiri sang suami. Ia berharap agar Dimas bisa merubah keputusannya, atau setidaknya pria itu mau memberikan kelonggaran waktu sebelum benar-benar mengusir Bi Inah dari tempat ini.Walau sebenarnya Nara tahu bahwa sekarang suaminya sedang sangat hancur dan terkejut dengan semua kenyataan ini, akan tetapi tetap saja dirinya tidak mau membiarkan semua masalah ini semakin memburuk. Menurutnya semua itu masih bisa dibicarakan dengan baik-baik, meskipun pastinya sangat sulit sekali mengalahkan ego
"Apa maksudmu? Kenapa Bi Inah bisa akan tahu itu? Jangan sembarang asal tuduh Darren!"Dimas tiba-tiba muncul dari balik pintu dengan tatapan tajamnya yang penuh menyelidik. Langkahnya yang perlahan pasti mendekat, kian membuat nyali perempuan paruh baya yang sudah lama mengabdikan dirinya pada keluarga besar itu pun semakin menciut. Bi Inah sekarang hanya bisa menunduk dalam, tanpa bisa berkata-kata atau pun membela dirinya sendiri."Aku? Asal tuduh?" ucap Darren tak terima."Ya! Kau jelas mengada-ngada! Mana mungkin orang seperti Bi Inah tahu tentang perusahaan ayahku yang telah direbut oleh orang tuamu!"Darren tersenyum miring setelahnya. Ia mengamati sesaat wajah Bi Inah yang semakin terlihat ketar-ketir, dan kembali memusatkan perhatiannya pada sang saudara sepupu."Lebih baik kau sekarang pulang, Darren! Kedatanganmu sangat mengganggu rumah ini! Apalagi sekarang sudah ada Melody yang sangat sensitif dengan suara keributan!" tegas Dimas tepat di hadapan wajah Darren yang bergemi
"Ada apa, Sayang? Apa yang telah mengganggu pikiranmu?" Dimas akhirnya bertanya seraya mendekap pelan tubuh sang istri dari belakang. Selama di perjalanan pulang tadi, ia memang sempat memperhatikan istrinya yang terus terdiam dan seperti tengah memikirkan sesuatu. Namun sayang yang didapatkannya saat ini hanyalah sebuah gelengan singkat, dan usapan lembut di lengannya.Dalam kepala cantiknya, Nara memang masih terbayang-bayang dengan ucapan Evan dan Bella. Dirinya berpikir, apakah benar ia hanya memanfaatkan suaminya saja? Apakah dirinya memang sejahat itu? Lalu, bagaimana jika suatu saat nanti suaminya yang sangat baik padanya ini akan berpaling pada wanita lain yang jauh lebih baik darinya? Entah kenapa Nara semakin merasa tak percaya diri, seiiring dengan bayang-bayang ucapan Bella dan Evan yang terus menggema di telinganya."Sayang? Apa yang telah aku tidak ketahui?" tanya Dimas sekali lagi, seraya mencuri sebuah kecupan singkat di bibir merah menggo