Share

Bab 112

Author: Lilia
"Aku ...." Wulan tercekat.

Pratama mengibaskan lengan bajunya dengan kesal, seolah kecewa berat pada putrinya yang tak kunjung jadi seperti yang dia harapkan. Ayunda segera datang setelah mendapat kabar. Melihat putrinya yang tampak lemah dan berlinang air mata, tubuhnya langsung melemas hingga nyaris jatuh.

"Kondisi tubuhmu nggak sehat, kenapa kamu keluar juga?" bentak Pratama.

Ayunda menekan sudut matanya dengan saputangan dan berusaha menghapus air mata. "Kalau aku nggak datang, apa kamu mau memakan Lanlan hidup-hidup?"

Wulan menangis dengan suara lirih, "Ibu ...."

"Kamu masih saja melindunginya! Kalau dulu kamu peduli sedikit saja sama Anggi, hari ini nggak akan seperti ini."

Hari ini, Pratama baru saja memohon pada Kaisar, dan Kaisar juga mengatakan sebuah kalimat. Asalkan Anggi mau memohon deminya, demi menghargai Pangeran Selatan, perintah pernikahan itu pasti bisa ditarik kembali.

Namun, sayangnya, Anggi memang ingin melihat Wulan menikah dengan tidak bahagia.

Ayunda yang dimar
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Kaugnay na kabanata

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 113

    Ayunda sempat terdiam, tidak tahu harus berkata apa. Dia pun tersenyum kaku lalu memberi jalan, "Baik, Ibu akan coba cari cara lain."Wulan pun pergi bersama Fani.Ibunya itu memang tidak pandai berpikir. Sampai saat ini, Wulan tiba-tiba merasa, lebih baik dia mengandalkan diri sendiri daripada harus menggantungkan harapan pada orang lain.Namun, saat dia akhirnya berhasil menemui Satya dan sempat bermesraan sejenak, Wulan bertanya, "Kak Satya, aku sudah nggak punya jalan lain. Tolong bantu aku, ya?"Satya yang sudah berpakaian rapi, menoleh ke arah gadis itu. Rambutnya sedikit berantakan, dia menunduk malu sambil memainkan ujung selimut dengan gelisah.Satya terdiam sejenak. Dia teringat kembali wajah ayahnya saat memarahinya. Akhirnya, dia duduk di tepi ranjang dan menarik Wulan ke dalam pelukannya. "Lanlan ...."Dia hanya memanggil sekali, lalu terdiam sangat lama.Wulan merasa tidak tenang. Matanya yang berkaca-kaca memandang Satya dengan penuh rasa takut. "Kak Satya ... mau bilang

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 114

    Kabar bahwa Wulan pergi ke Kediaman Pangeran Aneksasi tidak luput dari pengawasan Sura dan yang lainnya. Saat mereka melapor kepada Luis, Anggi hanya berkata, "Dia pasti sudah gila karena putus asa."Sura menambahkan, "Kasim pribadi Satya membawa seseorang keluar dari pintu belakang. Tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi kelihatannya cukup kacau. Pelayan pribadi Nona Wulan sampai terduduk di tanah karena terkejut. Sampai lama sekali baru bisa kembali sadar."Anggi mengernyit. Namun setelah lama terdiam, dia hanya berkata, "Fani itu memang setia."Luis berkata, "Besok, Keluarga Suharjo akan mengadakan jamuan."Tanggal sembilan, pernikahan resmi dilaksanakan. Pangeran Pradipta akan datang menjemput pengantin."Benar, kita juga harus pergi menghadiri jamuan.""Kalau kamu nggak ingin pergi ....""Saya justru ingin pergi," belum selesai Anggi berbicara, Satya berkata, "Kalau begitu, kita pergi."Anggi menggeleng, "Kita ke kediaman Pangeran Pradipta saja untuk memberi selamat. Bagaima

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 115

    Pengantin wanita menangis sepanjang jalan.Anggi membayangkan pemandangan itu. Pangeran Pradipta yang bertubuh gemuk dan berwajah lebar menggendong Wulan yang menangis tersedu ke atas kuda .... Pemandangan seperti itu memang tidak sulit untuk dibayangkan.Luis berkata, "Kalau begitu, kita juga sebaiknya segera berangkat."Dalam hati, Anggi berpikir, sayang sekali dia tidak bisa melihat Wulan saat bersujud di upacara pernikahan. Entah bagaimana jadinya adegan itu.Tanggal sembilan bulan Januari. Setelah keluar rumah, terlihat jalanan kota yang dipenuhi suasana meriah. Setiap rumah menempelkan pasangan kaligrafi merah dan menggantungkan lentera merah. Suasana penuh kebahagiaan di mana-mana.Di depan kediaman Pangeran Pradipta, lantai dipenuhi sisa-sisa kertas petasan berwarna merah menyala. Musik suling dan seruling tradisional dimainkan bergantian.Anggi mendorong kursi roda Luis. Saat menaiki tangga, Dika pun membantu menopangnya.Satya yang melihat Luis datang dengan mengenakan topeng

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 116

    Mendengar dari mulut orang lain tentu tidak bisa dibandingkan dengan sensasi saat melihatnya dengan mata kepala sendiri?Namun, melihat sorot mata penuh harap dari Luis, Anggi mengangguk pelan. "Baiklah."Pria itu tersenyum tipis.Saat Anggi berdiri dan mendorong Luis, tatapan Satya yang kelam dan sulit ditebak menatap ke arahnya. Pandangan itu lembut, seolah-olah ingin mengatakan sesuatu.Ingin mengatakan sesuatu? Anggi merasa geli. Apa lagi yang ingin dikatakan pria ini padanya?Dia teringat malam tahun baru itu, saat pria ini bicara dengannya. Itu tidak lain karena takut Luis punya keturunan yang bisa membahayakan posisi mereka di Kediaman Bangsawan Aneksasi."Anggi ...." Luis jelas merasakan bahwa dia didorong, tetapi kenapa mereka malah berhenti? Saat menoleh, dia melihat Anggi dan Satya saling menatap. Ada keresahan dalam hatinya.Anggi membungkuk sedikit. "Pangeran?" Kenapa memanggilnya?"Ayo."Benar juga, apa menariknya Kediaman Pangeran Pradipta ini?Anggi terus mendorong pria

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 117

    Aska menatap papan catur sambil terkekeh-kekeh. Permainan mereka barusan seimbang. Namun, begitu Luis meletakkan bidaknya yang terakhir, dia langsung memenangkan permainan. Memang benar, keberuntungan sedang berpihak padanya.Luis bertanya, "Apa kamu juga percaya pada rumor kalau Wulan adalah wanita yang terlahir dengan takdir menjadi permaisuri?"Aska menjawab, "Tentu saja. Pangeran mungkin belum tahu, pendeta tua yang menyebarkan kabar itu adalah mantan kepala Biro Falak yang dulu meramalkan nasibmu juga.""Serius?""Tentu saja. Masa saya menjelekkan nama guru saya sendiri?"Luis tertawa kecil. "Pantas saja selama ini, setiap kali aku minta kamu meramal nasibku, kamu selalu menghindar."Aska tertawa kaku. "Bukan begitu. Saya sudah pernah meramalnya, hanya saja hasilnya selalu buruk. Sampai Pangeran menikahi putri sulung dari Keluarga Suharjo, baru takdir Pangeran mulai berubah.""Maksudmu, Anggi mengubah nasibku?""Kemungkinan besar begitu." Aska melemparkan bidak catur ke dalam kota

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 118

    Luis berdeham, lalu menatap Aska dengan ekspresi datar. "Apa kamu punya nasihat khusus untuk kami?"Aska tertawa dengan canggung. "Nggak, nggak sama sekali.""Atau mungkin makanannya nggak sesuai selera?""Enak, sangat enak."Kalau sangat enak, kenapa matamu terus tertuju pada Anggi? Lihat saja makananmu itu!"Baguslah. Kalau begitu, jangan sungkan." Dalam hati, Luis telah memutuskan untuk tidak mengajak Aska makan di kediamannya lagi.Aska hanya mengangguk sambil tersenyum kecil, tanpa berkata apa-apa. Tadi, dia hanya mengamati wajah Anggi. Melihat dari bintang nasib saja membuatnya masih agak ragu. Namun, setelah melihat wajah aslinya, efeknya benar-benar mengejutkan.Kalau hanya dari bentuk wajah, dia mungkin hanya terlihat seperti wanita cantik biasa. Namun, tanpa riasan pun, wajahnya tampak anggun dan berkelas. Pakaiannya sederhana tetapi sangat rapi, setiap gerak-geriknya membawa aura seorang permaisuri.Bagus! Sekarang dia bisa menjalin hubungan baik dengan Luis tanpa kekhawatir

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 119

    Pada malam pertama pernikahan, Luis sempat melihat sebagian tubuh Anggi yang putih mulus. Gambaran itu terus menghantui pikirannya, begitu kuat hingga sulit dikendalikan.Dia menghela napas pelan, mentertawakan dirinya sendiri. Belakangan ini, kenapa dia makin mirip lelaki hidung belang? Bahkan, tubuh bagian bawahnya pun tak mampu dia kendalikan.Setelah mandi, Anggi mengenakan baju tidur yang bersih dan mendekati ranjang. Dia melihat Luis memejamkan mata rapat-rapat seperti sedang tidur.Dia melangkah perlahan, meniup lilin di atas meja, lalu baru naik ke ranjang dengan hati-hati, takut membangunkan Luis.Namun, dia tidak tahu Luis sedang kepanasan, mana mungkin bisa tertidur? Kalau diamati dengan saksama, daun telinganya pun memerah.Luis menahan diri dengan susah payah. Setelah napas Anggi mulai teratur, dia akhirnya membuka mata perlahan. Dia menoleh menatap wajah istrinya yang samar dalam cahaya temaram, sambil mengingat ucapan Aska siang tadi.Apakah benar takdirnya berubah karen

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 120

    Begitu masuk ke aula utama, Anggi langsung melihat Wulan berlutut di depan Ambar, menangis tersedu-sedu.Mina berseru lantang, "Yang Mulia Putri Selatan tiba!"Begitu mendengar panggilan resmi itu, wajah Ambar dan Ayunda seketika memucat. Ambar pun mendengus dingin, menatap Anggi dengan wajah datar, "Sekarang nenekmu juga harus memberi salam padamu?"Ayunda awalnya sudah berdiri untuk menyambut. Namun, setelah mendengar ucapan Ambar, dia duduk kembali dan berujar, "Hari ini Wulan hanya pulang untuk jamuan keluarga. Ini bukan acara resmi." Tatapannya melirik sinis ke arah Mina.Pelayan dari Kediaman Pangeran Selatan ini benar-benar angkuh. Berani sekali bersikap angkuh di Kediaman Jenderal Musafir!Anggi memandang seluruh ruangan dengan tatapan dingin, lalu berjalan menuju kursi utama di samping Ambar dan langsung duduk. "Etika Keluarga Suharjo sudah sangat kupahami. Nggak usah beri hormat kok.""Kamu ...." Wajah Ambar sontak memucat. Kursi utama di sebelah kiri itu biasanya hanya didud

Pinakabagong kabanata

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 142

    Tangan Luis yang sedang menuang teh tiba-tiba terhenti. "Pangeran Pradipta bisa punya urusan besar macam apa lagi?"Dika menjawab dengan sedikit ragu, "Dia ... seluruh dunia tahu Pangeran Pradipta hidup dalam kemerosotan moral. Dulu dia hanya mengajak beberapa selir atau selingkuhan untuk ikut berpesta pora. Tapi kali ini ... bahkan Putri pun ikut dia seret untuk ... bersenang-senang bersama orang lain."Braak!Cangkir di tangan Luis terguling di atas meja kecil, air tehnya tumpah membasahi papan catur. Dia menoleh ke arah Anggi hanya untuk melihat pipi gadis itu sudah merah padam.Luis buru-buru berdeham, "Itu ... benar-benar nggak tahu malu."Dika bergumam dalam hati, 'Bukankah tadi sudah kubilang jangan kedengaran sama Putri?'"Ada lagi?" Luis menoleh dengan tatapan agak memaksa."Ng ... nggak ada lagi," jawab Dika gugup."Keluar.""Baik."Dika pun menutup pintu dengan hati-hati dan menghilang dari pandangan. Luis tampak sedikit canggung. "Itu ... Pangeran Pradipta benar-benar nggak

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 141

    "Pangeran ...."Wulan menutup pipinya yang baru saja ditampar, hatinya seperti mengucurkan darah. Melihat sosok Parlin yang semakin menjauh, dia pun tak kuasa menahan diri dan mulai menangis tersedu-sedu."Fani ...." Baru saja dia memanggil nama itu, Wulan baru teringat bahwa Fani terakhir kali dibawa pergi oleh Dimas dan menerima hukuman berat. Sejak itu, dia tidak pernah lagi kembali ke kediaman Pangeran Pradipta bersamanya.Setelah beberapa saat terisak, dia kembali berteriak, "Pelayan!"Terdengar suara deritan pintu.Pintu yang sebelumnya ditutup keras oleh Parlin perlahan terbuka. Seorang pelayan perempuan masuk ke dalam. "Hamba di sini, apa perintah Putri?""Bantu aku berganti pakaian.""Baik."Pelayan itu segera bersiap. Dia mendekat untuk membantu Wulan keluar dari bak mandi. Namun, begitu dia melihat tubuh Wulan, matanya terbelalak. Tubuh itu penuh memar di mana-mana, nyaris tak ada satu bagian pun yang masih utuh."Kalau kamu berani cerita pada siapa pun tentang ini, akan aku

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 140

    "Sudah pergi?" Begitu kepala pelayan mendekat, Parlin langsung bertanya dengan cepat."Sudah, sudah pergi," jawab kepala pelayan segera.Parlin tersenyum santai, lalu berjalan melewati lorong panjang menuju bangunan utama. Para pelayan silih berganti membawakan air masuk ke kamar utama. Wulan sedang mandi. Sambil menyiram tubuh, dia menggosok kulitnya dengan penuh tenaga.Parlin masuk dengan dahi berkerut, "Wah, kulit Putri selembut ini, jangan digosok terlalu keras. Nanti rusak, lho."Mendengar suara pria itu, seluruh tubuh Wulan seketika menegang, "Ke ... kenapa Pangeran kembali lagi?""Bukannya aku harus repot-repot mengusir si tua bangka itu demi kamu?" jawab Parlin santai.Wulan tersenyum kaku. Parlin ini usianya hampir setara dengan ayahnya, tapi pria segemuk, sebejat, dan semenyebalkan ini benar-benar langka di dunia!"Jadi, ayahku sudah pulang? Apa dia bilang sesuatu?" tanyanya dengan hati-hati.Parlin menjawab, "Dia minta kamu pulang ke rumah sebentar, nggak ada yang lain. Lag

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 139

    "Kalau begitu ... mungkin benar kata Wulan bahwa dia membuatkan dupa penenang untukku. Karena itu, dia sempat memberikan sebotol kecil kepada Dimas untuk dibawa pulang," ujar Ambar sambil memegangi kepalanya. Suaranya terdengar lemah dan letih."Tapi, hanya sebotol kecil ... sekarang sudah habis dan aku kembali nggak bisa tidur nyenyak di malam hari. Sakit kepala ini semakin menjadi-jadi. Benar-benar anak perempuan yang nggak tahu berbakti!"Pratama pun ikut geram, "Anggi benar-benar menyebalkan dan Wulan juga keterlaluan. Aku sendiri sudah kirimkan undangan secara langsung, bahkan ibunya juga sudah mengirimkan surat resmi. Tapi sampai sekarang, tak satu pun dari mereka kembali ke rumah. Bahkan surat balasan pun nggak ada!"Ambar masih memegangi kepalanya dengan kesal, "Apa-apaan semua ini. Ini karena kalian berdua nggak bisa mendidik anak-anak dengan baik! Sekarang, aib keluarga sampai mencoreng nama leluhur!""Benar, Ibu. Teguran Ibu sangat tepat.""Cepat pergi! Bagaimanapun caranya,

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 138

    Kediaman Jenderal Musafir.Hidayat kembali dan menyampaikan informasi yang berhasil dia kumpulkan kepada Dimas, "Hari ini Nona Anggi mengadakan pengobatan gratis. Banyak pasien yang memuji keahlian medisnya tanpa henti.""Memuji tanpa henti ...," gumam Dimas dengan nada tak percaya."Benar, dan Pangeran Selatan pun mengizinkan Nona untuk mengadakan pengobatan gratis. Mulai sekarang, setiap tanggal yang ada tujuhnya akan ada kegiatan yang sama."Dimas mengusap dagunya, menimbang-nimbang setiap kata sebelum bertanya, "Jadi maksudmu, Anggi akan mengadakan pengobatan gratis setiap tanggal 7, 17, dan 27?""Benar," Hidayat menjawab dengan pasti, meskipun wajahnya tetap bingung. "Tuan, tapi sejak kapan Nona Anggi bisa mengobati orang? Bukankah yang selama ini dikenal ahli pengobatan adalah Nona Wulan?"Dimas menarik napas panjang, lalu menatap ke arah langit cerah di luar jendela dan bergumam, "Mungkin ini adalah rahasia besar yang selama ini disembunyikan."Hidayat pun mulai merasa ada sesua

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 137

    Tangan pria itu sempat sedikit ditarik, tapi langsung ditekan oleh Anggi. "Jangan bergerak."Melihat sikapnya yang begitu serius, pria itu pun tidak berani banyak bertingkah. Namun, dalam hatinya muncul keraguan. Bagaimanapun, Putri memeriksa nadi langsung dengan tangan telanjang. Apakah Pangeran Selatan benar-benar akan mendukung hal ini?Saat pikirannya mulai melayang-layang, Anggi bertanya, "Pagi ini makan apa?"Pria itu berpikir sejenak, "Ubi rambat.""Cuma ubi rambat saja?""Iya.""Anggota keluarga lain makan juga?""Nggak, itu sisa dari yang dikukus waktu tahun baru. Diletakkan dekat tungku sudah terlalu lama, jadi saya sendiri yang makan. Saya nggak membiarkan keluarga ikut makan."Mendengar hal itu, Anggi bertanya lagi, "Apa kamu muntah dan buang air terus-menerus?"Wajah pria itu langsung pucat pasi, "Iya ...."Sampai di sini, Anggi sudah bisa memastikan bahwa pria itu mengalami diare akibat makanan basi. Dia segera menuliskan resep, lalu menyuruh seorang murid dari Balai Peng

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 136

    Dengan adanya penghiburan dari Luis, rasa kesal dalam hati Anggi perlahan-lahan mereda. Dia mengangguk, lalu berkata dengan lembut, "Mau." Mana mungkin dia sanggup mengecewakan ketulusan hati pria itu?Seperti apa Luis sebenarnya?Melihat senyum tipis yang terangkat di sudut bibirnya, hati Luis yang tadinya sempat sedikit cemas pun langsung merasa lega.Tanggal 27.Anggi mengunjungi Balai Pengobatan Afiat langsung untuk menangani pasien. Begitu melihat bahwa tabib yang bertugas adalah seorang wanita, banyak orang yang langsung ragu dan berhenti melangkah masuk.Untuk menangani pasien, Anggi meminta Faisal untuk datang empat jam lebih lambat dari biasanya ke toko obat.Mina pun berdeham, lalu berdiri dan berseru ke arah kerumunan, "Hadirin sekalian, ini adalah istri dari Pangeran Selatan, Anggi, yang telah belajar ilmu pengobatan sejak kecil. Nggak perlu meragukan kemampuannya. Bahkan Pangeran sendiri juga dirawat langsung oleh Putri saat ini!""Hari ini pengobatan gratis dan harga obat

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 135

    Emosi yang tidak stabil seperti ini, sebenarnya sudah lama tidak kambuh sejak Luis menikah dengan Anggi."Pangeram, saat ini Putri sedang sendirian di kamar." Apakah Pangeran ingin menenangkannya?Luis tersenyum pahit, "Dia sekarang justru butuh waktu sendiri." Waktu dan ruang yang sepenuhnya jadi miliknya.Setelah berpikir sejenak, Luis berkata, "Suruh bagian dapur untuk menyiapkan dua jenis makanan penutup tambahan hari ini. Waktu makan malam nanti, mungkin Putri akan menyukainya.""Baik." Torus pun keluar dari ruang kerja, sambil menutup pintunya dengan pelan.Sementara itu, Luis mencoba mengambil buku strategi militer yang ada di atas meja, tapi tak satu pun kalimat bisa dia cerna. Yang muncul dalam benaknya, hanyalah bayangan saat gadis itu diam-diam menangis. Penampilannya terlihat begitu menyentuh dan membuat orang iba.Hanya membayangkan pemandangan itu saja ... Luis sudah merasa tubuhnya tidak nyaman. Tadi dia memang berbicara dengan sangat tenang dan rasional, mengatakan bahw

  • Pembalasan Dendam Sang Pemeran Figuran   Bab 134

    "Putri tenang saja, hamba pasti akan menjelaskannya." Dimas memberi hormat dengan sikap yang sangat sopan."Bagus kalau begitu. Jangan sampai niat baikku malah diberikan pada orang yang nggak tahu berterima kasih." Usai bicara, Anggi menyuruh Mina menyerahkan botol obat itu kepada Dimas. Setelah itu, dia pun berbalik dan kembali masuk ke dalam kediaman.Dimas menatap punggung Anggi yang perlahan menjauh, lalu menunduk melihat botol obat di tangannya. Rasa curiganya kini makin jelas.Jika benar dupa penenang itu dibuat oleh Wulan, mengapa sudah didesak sekian lama tapi tak kunjung bisa dia keluarkan? Sedangkan Anggi bisa langsung memberikannya dengan mudah?Jika semua dugaannya benar, berarti Wulan hanyalah seorang pembohong besar selama ini .... Dia bahkan merasa takut untuk membayangkannya.Setelah Anggi kembali ke kediaman utama, dia menerima lagi sebuah surat penghinaan dari Yohan. Kali ini, Torus bahkan tidak selesai membacakannya dan langsung berhenti di tengah jalan.Anggi tertaw

Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status