Aji Wijaya sudah berhasil keluar dari villa besarnya dengan menggunakan tubuh para pengawal sebagai tameng. Tangannya gemetar saat berusaha membuka pintu mobil. Sayangnya, gerakan tangan pria paruh baya itu terhenti saat tangannya di tembak hingga kunci mobil terlepas dari genggaman tangan. Darah mengucru deras dari tangan Aji yang terserempet peluru.“Aaarghh.” Tubuh Aji Wiajaya terduduk sambil memegang tangannya yang berdarah terkena peluru.Ia berusaha meraih kunci mobil yang terjatuh. Sebelum aksinya berhasil, salah satu polisi sudah berhasil membekuk Aji Wijaya dengan memborgol kedua tangannya. “Lepaskan. Berani sekali kalian akan menahanku. Aku akan melaporkan hal ini pada atasan kalian.” Polisi itu meraih tubuh tuanya agar mau berdiri.Suara langkah kaki terdengar dari dalam rumah. Tidak lama kemudian, Aji dan Hadi sudah keluar dari rumah. Aji menuntun Dini yang menundukan kepalanya. Tubuh gadis kecil itu bergetar ketakutan dengan air mata yang sudah membanjiri pipinya. Sementa
“Dia adalah polisi yang membawa rahasiaku. Jadi, daripada rahasiaku terbongkar lalu hidupku hancur, lebih baik menuruti perintahnya untuk menangkap anda.” Tubuh Aji Wijaya bergetar hebat karena amarah yang membara dalam hatinya. Ia merasa sangat marah melihat orang yang dulu menjadi bawahannya kini berani membangkang.“Kau tahu aku bisa mengatasi masalahmu. Kenapa kau harus menundukan kepala pada polisi bau kencur seperti dia hah?” Nafas Aji terengah-engah setelah memuntahkan segala amarahnya. Meskipun rasa itu bukannya reda, justru semakin bergejolak.Kepala polisi yang duduk di hadapan Aji hanya bisa menggelengkan kepalanya. Sedetik kemudian, kepala polisi itu yang balik tertawa. “Ha.. ha.. ha… ha….”“Jangan tertawa seperti itu. Jika bukan karena aku, maka kau tidak bisa mendapatkan banyak uang seperti sekarang.” Seru Aji marah.Hanya tersisa kekehan kecil yang keluar dari mulut kepala polisi itu. Matanya balik menatap tajam Aji Wijaya." Kau benar. Tapi, kau lupa satu hal Pak Aji WI
Beberapa jam sebelumnya, Aji dan Hadi sudah tiba di hotel. Salah satu polisi wanita sudah datang untuk menemani Dini tidur disini. “Kalian bisa serahkan Dini padaku.” Kata polwan itu. Hadi menganggukan kepala.“Terima kasih untuk bantuanmu. Silahkan naik ke atas.” Polwan itu lalu menggenggam tangan Dini menuju lift. Sedangkan Hadi dan Aji masih duduk di sofa yang terletak di lobby hotel. “Ada yang ingin aku bicarakan denganmu Ji.” Kening Aji berkerut bingung. Pria itu hanya bisa menganggukan kepala. Tanda untuk Hadi agar melanjutkan perkataannya.“Aku sudah menyelipkan bolpoin yang merupakan kamera tersembunyi sekaligus bisa merekam suara orang-orang atau benda di sekitarnya. Setelah ini, kita tidak akan masuk ke dalam kamar. Melainkan pergi dengan menggunakan mobilku yang sudah di kirim oleh sopir.”Aji semakin tidak mengerti dengan setiap perkataan yang di ucapkan temannya itu. Ia mengira jika Hadi memang akan mengajaknya beristirahat di hotel ini setelah misi penggerebekan mereka
Liburan yang di jalani keluarga Mutia telah usai. Mereka saat ini tengah berada di bandara setelah pesawat mendapat di landasan pacu bandara baru ini. Ada tiga mobil taksi online yang sudah mereka pesan. Mutia masuk ke dalam mobil pertama bersama sang Ibu, Tiara, Rani dan Ibunya. Sedangkan karyawan lain beserta keluarga mereka naik ke mobil kedua dan ketiga.Selama perjalanan semua orang di dalam mobil sudah tidur. Hanya Mutia yang masih terjaga karena wanita itu sibuk berkirim pesan dengan Bu Tari dan Hadi terkait dengan penggerebekan villa milik Aji Wijaya. Mutia mendapat kabar jika proses pengadilan tentang penganiayaan Tiara juga akan di limpahkan ke kota. Saat ini ia mendapatkan informasi itu dari Hadi. Ada satu hal yang mengganjal di hatinya saat membaca pesan dari Hadi itu. [Lalu, apakah aku dan Tiara harus hadir disana?] Tanya Mutia setelah mendapat kabar itu.Drrttt.. Pesan balasan dari Hadi masuk tidak lama kemudian. [Tidak perlu. Kau cukup di wakilkan oleh pengacara. Aku
Sekar mendekam di balik jeruji besi. Tidak ada lagi perlawanan saat ia di giring keluar dari kantor polisi yang berada di pulau dewata ini. Setelah dua hari mendekam di kantor polisi, Sekar akan di pindahkan ke Jakarta. Kini, ia punya tiga kasus sekaligus. Pertama kasus pencurian uang di koperasi yang tidak ia ganti. Kedua kasus penganiayaan anak tirinya, Tiara. Ketiga kasus pencucian uang haram milik suami sirinya, Aji Wijaya.“Sial sekali nasibku. Kenapa aku harus menunggu lebih lama. Seharusnya aku dan Dini bisa kabur sejak beberapa minggu lalu sambil membawa uang yang sudah aku kumpulkan.” Rutuk Sekar kesal saat di giring masuk ke dalam polisi.Wanita itu memakai baju tahanan di bagian dalam. Tapi, salah satu polisi wanita berkenan meminjamkan jaket untuknya agar tidak menarik perhatian orang-orang di bandara. Setelah masuk ke dalam mobil, Sekar hanya bisa menangis. Ia memikirkan nasib Dini yang kini harus kembali tinggal di panti asuhan.Saat polisi memberi tahu hal itu pada Seka
“Sialan. Jadi, Aji Wijaya berhasil di sembunyikan sampai saat ini?” Sekar yang duduk di kursi belakang menatap ke arah depan. Dimana kepala polisi duduk di samping sopir. Di kursi belakang ada dua polisi yang duduk di sisi kanan dan kiri wanita itu.“Baiklah. Pastikan kau berhasil menangkap komandan Hadi lebih dulu. Nanti sore Jendral akan membuat pengumuman yang membuat komandan Hadi tidak berkutik lagi. Dengan begitu kita bisa mengancamnya untuk mengetahui dimana keberadaan Aji Wijaya saat ini. Serta semua harta rampasan milik pria tua bangka itu yang di simpan oleh Komandan Hadi.”Sekar hanya bisa mendengarkan tanpa berani bertanya. Air mata yang kembali mengalir di pipi terusap dengan cepat. Di saat seperti ini, Sekar tidak boleh lengah. Dia masih harus memikirkan cara agar bisa terbebas dari penjara. Apalagi jika kasusnya sudah masuk ke dalam pengadilan. Wanita itu akan di adili untuk tiga kasus yang berbeda.Pemandangan kota Jakarta sudah nampak di depan mata. Saat ini, ia tidak
Pemberitaan di media massa terus bergulir secara panas. Meskipun sudah di hujat oleh netizen di kolom sosial media mereka, para polisi baru meringkus Jendral, kepala polisi beserta semua anak buah mereka di hari ketujuh sejak berita itu terkuak ke media. Hadi di tunjuk untuk menyelidiki kasus ini.Di saat yang tepat, Hadi akhirnya mengeluarkan Aji Wijaya dari tempat persembunyiannya. Pria paruh baya itu di sandingkan dengan Sekar. Keduanya memakai masker agar para wartawan tidak bisa memotret wajah mereka secara bebas. Sepanjang acara wawancara itu, Sekar hanya bisa menundukan kepala.Ia ingin bicara banyak hal dengan suami sirinya itu. Tapi, ternyata tidak bisa karena para polisi sudah menghalangi pertemuan mereka. “Apakah aku tidak bisa bicara dengan suamiku sebentar saja?” Tanya Sekar sekali lagi pada polisi wanita yang menggiringnya.“Tidak bisa. Ayo kita masuk ke dalam mobil.” Kata polisi itu setelah sesi wawancara selesai.Sepanjang jalan para wartawan tidak lelah berkerumun unt
Dini di daftarkan sekolah di SMP dekat panti asuhan setelah mengikuti ujian paket C. Karena selama tinggal dengan Sekar, Dini sama sekali tidak sekolah. Bahkan home schooling yang di janjikan Aji Wijaya juga tidak di laksanakan. Kegiatan Dini masih sama seperti dulu. Membantu penjaga panti membersihkan rumah, belajar dan berangkat ke sekolah. Kadang ia juga membantu memasak di dapur saat anak-anak yang lebih tua minta bantuan padanya.Ia juga sudah punya banyak teman di sekolah barunya. Dini benar-benar membentuk perangai yang sangat baru agar tujuannya kelak bisa tercapai. Di depan para penjaga dan teman-teman pantinya, Dini akan mengajak Rasya bermain. Adik laki-lakinya yang kini sudah berusia lima tahun itu tumbuh menjadi anak yang sangat aktif.Sayangnya, di belakang mereka, Dini tidak segan berkata kejam atau menatap dengan pandangan tajam pada Rasya. Sehingga membuat sang adik menangis. Jika para penjaga datang, Dini mengatakan jika Rasya menangis karena terjatuh saat bermain. L
"Bagaimana kabar kamu Bude?" Tanya Mutia ramah. Meskipun dalam hatinya sedang menyimpan bara kemarahan akibat rencana Bu Win yang ingin mencelakai sang putri. "Baik. Kamu kok bisa sampai kesini Ia? Terus kenapa saya harus bertemu dengan kamu?" Ika yang duduk di samping Bu Win hanya bisa menghela nafasnya. "Tolong jelaskan maksud kedatangan anda ke rumah ini Bu Mutia. Apapun keputusannnya akan saya katakan setelah anda menjelaskan semuanya." Mutia menganggukan kepala lalu mengeluarkan ponselnya. Jarinya menggulir layar ponsel lalu memperlihatkan isi pesan Tiara yang di kirim Tiara padanya. Termasuk foto milik Pak Yanto yang sedang berada di kantor polisi. "Sa, saya sama sekali tidak terlibat dengan rencana ini Nyonya Besar. Tolong percaya pada saya." Bukannya memberikan klarifikasi pada Mutia, Bu Win justru menjatuhkan tubuhnya ke lutut sang majikan. Derai air mata Bu Win berjatuhan di wajah tuanya. Ia tidak menyangka jika rencananya bisa ketahuan secepat ini. Dalam hatinya Bu Win
Karena teriakan si penguntit, Yani keluar dari rumah dengan tergopoh-gopoh. Untung saja Tiara sudah mencopot mukena yang baru saja dia pakai. Jadi, Yani tidak akan ikut pingsan saat melihat Tiara masih memakai mukenanya.“Ada apa Ra? Siapa yang teriak tadi?” Tiara menunjuk si penguntit yang sudah jatuh dari motor.Taira berjongkok di samping orang yang memakai seragam ojol itu. Untunglah tidak ada luka serius. Bahkan orang itu masih bisa berdiri dengan tegak. Yani segera mengambil sapu untuk berjaga-jaga. Sedangkan Tiara memegang tali yang tadi mengikat tubuhnya dengan erat.“Beraninya kamu?” Pria itu melepaskan helm yang di pakainya. Helm itu sudah di banting ke tanah hingga menimbulkan bunyi yang keras.“Sekarang Yan.” Teriak Tiara berusaha memukul pria paruh baya yang sudah menguntitnya. Sedangkan Yani memukul pria itu sambil berteriak meminta pertolongan dari warga sekitar.“Tolong ada orang jahat. Tolong kamiiii.” Teriak Yani berulang kali.Pria itu berusaha untuk meraih tubuh Ti
Jarum jam baru menunjukkan pukul dua dini hari saat Mutia masuk ke dalam mobil. Zaki ikut dengannya untuk emngantarkan Mutia menuju bandara. Sementara itu, ada saudara dekat yang menginap di rumah Zaki untuk menjaga Bu Surti. Mutia hanya membawa satu buah koper kecil. Ia menyusul ke Jakarta bukan hanya untuk mengunjungi sang putri. Tapi, juga menangkap Bu Win yang merupakan dalang dari rencana penculikan Tiara.Drttt… Suara dering ponsel dari dalam tasnya membuat Mutia mengambil hp yang ia simpan. Ada pesan masuk dari Saka. Jarinya menggeser layar ponsel untuk membuka aplikasi pesan.[Aku sudah bertanya pada Rudi. Rupanya Bu Win bekerja di rumah adik ipar majikan tempat dulu Rudi bekerja. Entah bagaimana caranya Rudi tahu. Saka juga mengirimkan foto-foto Bu Win yang tengah memasak di dapur mewah.[Datanglah ke alamat ini. Majikan Bu Win sudah tahu apa yang terjadi. Beliau hanya perlu memeriksanya. Mereka yang akan menangkap orang suruhan Bu Win.] Mutia menghela nafas lega karena suda
Pagi harinya, Tiara bangun seperti biasa. Hari ini dia ada jadwal kuliah jam sepuluh pagi. Tapi, karena kejadian kemarin, Tiara lebih memilih untuk menutup pintunya. Seakan-akan ia sudah berangkat kuliah. Pagi ini juga dia terpaksa tidak menerima pesanan jahit dari para tetangga di rumah kontrakannya. Tiara fokus menyelesaikan pesanan jahit dari dua hari sebelumnya.Setelah selesai menjahit, Tiara mengirim pesan pada Yani untuk datang ke rumahnya sebelum merkea berangkat bersama menuju kampus. Yani menyanggupi hal itu walaupun Tiara belum menjelaskan tentang kejadian tadi malam dan permintaan Mutia untuk menginap di rumah kos milik Yani.Saat ini, Tiara sedang berada di depan jendela. Memperhatikan jalan besar di depan rumah kontrakannya. Lalu lalang orang yang berjalan ataupun naik kendaraan seperti motor dan mobil. Ada banyak juga pengendara ojol yang lewat. Sayangnya Tiara tidak dapat melihat wajah mereka karena tertutup helm.“Aku sudah hafal motor dan wajahnya kemarin. Apa hari i
Kesibukan Tiara yang memulai ospek membuatnya baru pulang saat malam hari. Untunglah ospek saat ini sama sekali tidak menggunakan sistem perploncoan. Sehingga para mahasiswa baru tidak perlu membawa barang-barang aneh.Sistem ospek saat ini hanya memperkenalkan tentang lingkungan kampus, semua jenis ekskul dan mata kuliah yang di ambil. Ospek masih di laksanakan selama tiga hari.Pada malam harinya, Tiara sibuk menjahit baju dari tetangga kontrakannya. Di hari kedua ospek ini Tiara bahkan belum menggunakan uang dari sang Ibu lagi. Karena uang dari hasil menjahi sudah cukup untuk membeli bahan makanan.Pukul sembilan malam, Tiara sudag menutup rumah kontrakannya. Ia mencuci tangan dan kaki lalu masuk ke dalam kamar. Gadis itu mengirim pesan pada sang Ibu tenyang kegiatannya hari ini.(Jahitanku cukup ramai Bu. Jadi bisa buat beli bahan makanan dan jajan. Besok hari terakhir ospek di laksanakan di fakultas masing-masing.)Drrtr...Tidak membutuhkan waktu lama bagi Mutia untuk membalas p
Hari ini Mutia akhirnya pulang ke Semarang. Dua hari sebelum kegiatan ospek di mulai. Tiara mengantarkan sang Ibu ke bandara.Mutia memeluk tubuh sang putri saat pengumuman tentang keberangkatan pesawat yang akan di tumpangi Mutia menuju Semarang."Hati-hati ya nduk. Jangan lupa kirim pesan setiap hari ya. Mungkin Ibu memang sangat posesif." Tiara menggelengkan kepalanya sambil terkekeh pelan."Nggak kok Bu. Aku tahu Ibu dan Uti pasti akan khawatir karena aku tinggal sendirian. Tidak seperti saat berada di pondok pesantren. Ibu sudah mengijinkan aku untuk tinggal sendirian di rumah kontrakan saja sudah membuatku senang.""Kamu memang anak Ibu sangat baik Ra. Ya sudah Ibu pergi dulu. Assalamulaikum.""Waalaikumsalam." Mutia berjalan dengan tangan kanan yang menarik koper besar berisi pakaian kotor dan oleh-oleh untuk Bu Surti, Zaki dan yang lain di kampung halaman.Tiara menatap kepergian sang Ibu sambil tersenyum. Ia harus kembali berjauhan dengan keluarganya. Tapi, itu semua dilakuka
Di rumah kontrakan yang di sewa Tiara sudah ada banyak kantung belanja. Mutia sedang sibuk sibuk memasukan oleh-oleh untuk keluarga dan anak-anak panti ke dalam koper. Sementara itu, Tiara sudah pergi ke kampus untuk melakukan pendaftaran ulang.Tiara yang memajai kemeja panjang berwarna krem dengan paduan kerudung dengan warna serupa dan celana kain panjang berwarna hitam melangkahkan kaki masuk ke dalam gedung admisi.Di dalam ruang tunggu, ia duduk sendiri. Berbeda dengan beberapa mahasiswa lain yang datang bersama dengan teman mereka. Selain Tiara yang datang sendiri, ada juga seorang gadis berambut ikal pendek yang memakai kacamata duduk baris kursi depan.Saat namanya dan nama mahasiswi lain di panggil, Tiara maju ke depan. Ternyata ia maju bersama dengan gadis berambut pendek itu."Boleh kenalan nggak?" Tanya gadis itu lebih dulu dengan sengum ramah. Karena mereka masih harus menunggu proses pendaftarab ualng uang di lakukan oleh petugas. Tiara menggukan kepalanya sambil balas
Tiara di terima di fakultas seni di salah satu universitas ternama. Biaya yang tidak sedikit membuat Mutia tidak mundur. Walaupun tabungan pendidikan milik Tiara yang di kumpulkan oleh Mutia tidak cukup untuk kuliah dan bayar kontrakan selama empat tahun.Tapi, rejeki memang tidak akan kemana. Mutia yang punya dua usaha sekaligus bisa membiayai kuliah Tiara selama empat tahun.Saka juga mengatakan tiap bulan akan mengirim uang pada Tiara lewat Mutia. Walaupun jumlah uang yang di titipkan mungkin sangat sedikit. "Rumahnya bagus kan Bu?" Tanya Tiara saat mereka melihat rumah kontrakan pertama."Bagus. Tapi kita lihat bangunan dalamnya dulu. Temboknya harus kokoh, jendela dan pintunya gampang di buka. Aliran airnya harus lancar." Masih banyak hal lagi yang di jelaskan oleh Mutia pada sang putri.Mutia meneriksa bagian rumah satu per satu. Termasuk dengan ruang tamu yang akan si gunakan Tiara untuk membuka usaha jahit.Selain itu, akses jalan yang berada di pinggir jalan raya, dekat deng
Hari ini adalah hari keberangkatan Tiara ke Jakarta. Mutia sudah mengajak Saka dan Rasya untuk ikut. Sayangnya Saka menolak karena ia butuh uang untuk membayar hutang dari mantan majikan Rudi. Begitu juga dengan Rasya yang sedang menjalani ujian akhir semester. Jadi, Saka dan Rasya hanya bisa mengantarkan Tiara ke bandara. Sama seperti Saka dan Rasya, Bu Surti dan Zaki juga tidak bisa ikut. Kondisi tubuh Bu Surti yang mudah drop membuat wanita paruh baya itu tidak boleh kelelahan. Zaki yang mengambil cuti kerja bisa menemani Bu Surti di rumah selama Mutia pergi menemani Tiara.Gadis itu lalu memeluk satu per satu keluarga yang sudah mengantarkannya. Dada Saka berdegup kencang saat Tiara sudah berjongkok di depan Rasya. Itu berarti setelah ini Tiara akan berpamitan dengannya.“Rasya yang pintar ya di rumah. Jadi anak baik dan membanggakan untuk Bapak. Mbak pergi ke Jakarta buat belajar. Kapamn-kapan kalau Rasya liburan kita ke Jakarta bareng.”“Rasya janji mbak.” Kakak beradik itu lal