Share

9. Tentang Haikal

Penulis: Piemar
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-22 11:58:14

Di sebuah mansion mewah berkonsep klasik-kontemporer, para pelayan cantik yang mengenakan seragam khusus menyambut kedatangan majikan mereka. Seorang butler langsung menyambut Elia Mariyam dan membawakan barang bawaannya sedangkan pelayan yang lain langsung meraih jaket wol yang dikenakan olehnya dan langsung menaruhnya dengan menggantungnya pada gantungan besi etnik.

Pelayan yang lain juga segera menyambut kedatangan tuan majikannya yang tak lain Haikal sang putra semata wayang yang berjalan di belakang sang ibu. Beberapa pelayan muda seringkali berlomba agar bisa bertemu, bercengkerama dan melayani tuan muda mereka yang terlihat sangat tampan berwajah khas timur tengah. Namun Haikal tidak suka diperlakuan semacam itu.

Apalagi rambut Haikal yang gondrong sedikit ikal tampak menampakkan sisi maskulin seorang lelaki macho, membuat para gadis menjerit melihatnya. Padahal Haikal tak pernah berniat menggoda para hawa dengan penampilannya yang paripurna, terkesan cowok badboy dengan setelan kasual, celana jeans robek-robek yang dipadupadankan dengan sepatu sneaker. Namun dia memiliki pesona bagaikan magnet yang bisa menarik lawan jenis ke dalam pangkuannya andai dia mau.

“Tuan, ada yang bisa saya bantu?” tanya seorang butler senior menghampiri tuannya. Pasalnya tuannya baru pulang dari rumah sakit karena mengalami kecelakaan.

“Tidak, terima kasih,” jawab Haikal irit bicara. “Oh ya Pak Ri, panggil saya Mas saja! Kita tinggal di Indo bukan di Wentworth Woodhouse,” ucap Haikal lalu bersiul. Dia berjalan menuju kamarnya dengan memilih menaiki anak tangga yang dibalut karpet merah mewah dari pada menaiki lift.

Para pelayan terkekeh mendengar tuan muda mereka berbicara yang santai tidak seperti tuan muda pada umumnya yang gila hormat.

“Mas Haikal … aw … aw …” kata pelayan muda yang begitu terobsesi dengan majikannya.

“Aku padamu, Mas,” kata pelayan yang lain.

“Diamlah! Jangan kurang ajar nanti terdengar Nyonya besar,” ucap Hairi butler senior di mansion tersebut dan langsung membubarkan para pelayan.

Tanpa bantuan pelayan, Haikal langsung menyeret koper berisi pakaiannya dan membawa ke kamarnya di lantai dua. Dia tidak sudi menerima bantuan pelayan yang padahal sedari tadi mengikuti langkah kakinya agar bisa melayaninya. Namun pelayan cukup mafhum dengan sikap majikannya bahwa dia memang terbiasa mandiri dan melakukan hal sendiri sewaktu tinggal di apartemen. Semenjak duduk di bangku kuliah dia lebih memilih tinggal di apartemen seorang diri.

“Apakah Tuan membutuhkan sesuatu?” tanya pelayan lelaki dengan sedikit gugup tatkala mereka tiba di lantai dua kamarnya. Tanpa sepatah kata dia mengikuti majikannya seumpama bayangan.

Haikal menoleh setelah membuka pintu kamarnya. “Sudah aku bilang, aku tidak butuh bantuan. Kamu tuli? Menyingkirlah dari hadapanku!” ucap Haikal bernada dingin. “Satu lagi, panggil aku Mas atau apalah asal jangan dipanggil Tuan!”

“Baik Tuan … eh … Mas Haikal,” sahut pelayan itu dengan mengangguk takut.

Haikal langsung mendorong kopernya ke sembarang arah hingga terjungkal. Lalu dia membanting pintu raksasa kamarnya hingga menciptakan gema suara yang menakutkan. Pelayan lelaki yang baru saja melangkah dekat lift langsung terdiam karena gendang telinganya terusik dengan bunyi pintu yang dibanting.

‘Tuan muda aneh,’ gumamnya menggelengkan kepala.

Haikal memegangi perutnya yang masih terasa sakit dan perih. Dia merebahkan tubuhnya untuk beristirahat. Rupanya dia masih sakit tetapi tak pernah memperlihatkan rasa sakitnya ataupun mengeluh. Baginya sakit fisik tak seberapa jika dibandingkan sakit psikis yang dideritanya sebab dia terpaksa harus berpisah dengan ayah kandung dan adik kesayangannya.

Beberapa kali kekasihnya meneleponnya tetapi dia malas mengangkatnya. Alasannya dia tengah kesal karena terpaksa harus mengikuti keinginan Elia untuk tinggal di mansion miliknya bersama ayah sambungnya. Pun, kesal pada Zaara yang menolak pemberiannya. Dia berpikir Zaara seperti para gadis umumnya tetapi di luar dugaan dia gadis yang berbeda.

“Aku nyaris lupa siapa namamu?” gumam Haikal sembari memejamkan matanya dan berusaha mengingat senyum gadis itu yang terasa hangat.

Sejurus kemudian Haikal membuka matanya perlahan. Dia bangun lalu duduk dengan menyandar pada kepala ranjang. Dia merutuki dirinya sendiri atas kenakalan isi kepalanya mengingat gadis lain padahal dia sudah bertunangan.

Karena merasa bersalah, Haikal menengok ponselnya lalu menelepon balik kekasihnya itu. Mungkin kekasihnya marah sebab sudah lebih dari dua puluh kali dia menelepon tetapi tidak diangkat. Sedetik kemudian Haikal yang mengidap temperamen akut langsung melempar ponselnya ke dinding sehingga menyebabkan ponselnya pecah menjadi beberapa bagian. Entah ponsel ke berapa yang dia banting saat dia meledak-ledak meluapkan emosinya. Safira benar-benar marah karena kekasihnya sudah mengabaikan panggilannya.

Jam makan siang sudah tiba. Seorang house keeper sudah memanggilnya lewat interkom di depan kamarnya, membuat Haikal terpaksa bangun dan menyeret ke dua tungkai kakinya malas menuju ruang makan megah yang berada di lantai satu.

Tampak Elia Mariam dan Edi Mahardika sang ayah sambung duduk di ruang makan. Mereka tengah berbincang hangat dan mesra sebagaimana pasangan suami istri yang awet meski usia pernikahan telah berlangsung lama.

Haikal bahagia melihat sang ibu tetapi sedih di saat yang sama sebab Elia tersenyum bukan karena Harun ayah kandungnya melainkan lelaki lain yang mungkin mampu memperlakukan ibunya dengan sangat istimewa.

Haikal duduk berseberangan dengan mereka. Dia tak berkata sepatah katapun dan hanya langsung menarik piring porselen yang sudah diisi dengan toast. Dia meraih garpu dan pisau untuk memotong roti miliknya. Dia langsung melahapnya dalam waktu yang super singkat.

Baik Elia dan Edi cukup mafhum pada sikap Haikal yang terlihat dingin. Atau bisa dikatakan lebih baik sekarang karena Haikal bersedia duduk satu meja dengan ayah sambungnya.

“Jadi kamu bersedia ke kantor menggantikan Daddy?” cetus Edi Mahardika seketika menghentikan kunyahan roti yang masih tersisa di dalam mulut Haikal. Buru-buru dia menelannya kasar dan meneguk lemon yang dicampur madu.

Batin Elia berdebar-debar. Semoga saja anaknya tersebut tidak berulah lagi agar kehidupan rumah tangganya tenang. Edi sudah menekan egonya beberapa tahun terakhir dalam menghadapi Haikal yang sudah bukan anak remaja lagi. Di usianya yang menginjak tiga puluh tahun Haikal masih bersikap labil dan tidak dewasa sama sekali.

Haikal terlihat menarik nafas dalam.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Camelia
haikal ohhh haikal
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   10. Kesal pada kekasih hati

    Haikal terlihat menarik nafas dalam.“Ya …” ucap Haikal singkat.Elia dan Edi saling menoleh kaget melihat respon Haikal. Tak percaya, Elia masih merekam memori beberapa tahun silam saat Haikal ditawari mengurus perusahaan tetapi Haikal memilih meninggalkan rumah dan berbuat sesuka hati.Haikal lantas meninggalkan meja makan tanpa suara. Dia langsung keluar mansion dan menyisir kendaraan miliknya, sebuah motor ninja yang sudah dimodifikasi. Dia pergi mengunjungi kekasihnya yang sedang marah saat ini.Di depan sebuah kantor agency model, Haikal menyesap sebatang rokok seraya menunggu kekasihnya keluar. Dia ingin memberi kejutan padanya. Yang ditunggu tak kunjung tiba. Lalu Haikal memutuskan masuk ke kantor tersebut.Beberapa pasang mata menoleh ke arahnya tanpa berkedip. Apa yang dilakukan seorang badboy rupawan di kantor tersebut?“Siapa dia?” tanya salah satu model.“Dia … bukankah dia Haikal Mahardika? Anak pengusaha tambang itu loh,”“Serius?”“Mau ngapain di sini?”Begitulah perca

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-22
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   11. Diikuti penguntit

    Zaara dicegat oleh dua orang pemuda asing.“Apa mau kalian?” pekik Zaara panik saat menyadari kehadiran mereka.“Kamu sudah berbuat tak sopan pada ibu kami. Kamu siapa? Um, dasar gadis buta. Dengar, ibu kami warga sini sedangkan kamu hanya orang asing. Kamu jangan sok-sokan ngatur warga sini? Berani main labrak,”Salah satu pemuda itu menarik tongkat yang dipegang Zaara hingga membuat Zaara kaget.“Hei, jangan kurang ajar!”“Bagaimana Bang, kita lihat apa gadis itu bisa berjalan tanpa tongkat? Kasihan, gadis cantik tapi …”“Buta dan yatim piatu,”“Benar Bang, malang kali nasibnya,”“Diam? Atau ..”“Atau apa?” salah satu pemuda itu menjawil dagu Zaara.“Jangan kurang ajar? Atau aku akan berteriak?””“Teriak saja, memang kami takut,”“Sialan,”Zaara tidak tinggal diam, dia melepas salah satu sepatunya lalu menudingkan ke arah pemuda tadi lalu memukul-mukul asal ke berbagai arah yang akhirnya salah satu wajah pemuda itu tertimpuk cukup keras mengenai pangkal hidungnya.Lalu terdengar Zaa

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-22
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   12. Siapa yang menabrakku?

    "Mas!” seru Zaara sebab lawan bicaranya terdiam tiba-tiba. Padahal lawan bicaranya saat ini tengah menatap Zaara lekat. Zaara terlihat sangat cantik, berwajah oriental dan berkulit kuning langsat. Kecantikannya bertambah dengan pashmina yang dia kenakan, sebuah pashmina berwarna krem dipadupadankan dengan tunik berwarna moka serta celana flare pants putih. Dari penampilannya yang bergaya, Haikal menyimpulkan jika Zaara bukanlah gadis desa sehingga membuatnya penasaran. “Iya, aku masih di sini. Nunggu jawaban kamu,” “Jawaban apa?” “Kamu mau terima tawaranku? Lusa ibuku ulang tahun, aku ingin bunga segar mirip yang kamu kasih ke aku pas di rumah sakit. Bunga mawar putih dengan kelopak yang besar. Aku suka itu …” “Okay,” Setelah menimang-nimang Zaara akhirnya menerima tawaran Haikal. Dia memang butuh uang. Untuk sesaat dia mengenyampingkan rasa gengsinya. “Apa mau dibayar sekarang atau nanti?” tanya Haikal berhati-hati. Khawatir Zaara tersinggung. “Ada uang ada barang,” Zaara ter

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-23
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   13. Makeover

    Lamunan Zaara terinterupsi karena kedatangan Fatimah.“Assalamualaikum!” ucap Fatimah yang membuka sedikit pintu kamar Zaara. “Waalaikumsalam, Ibu ada apa?”Zaara buru-buru mengusap wajahnya yang basah dari air mata dan beristigfar.“Kamu sudah makan malam Nak?”“Sudah, Bu. Bagaimana keadaan Ibu sekarang?”Zaara beranjak dari kursi dekat jendela dan menghampiri Fatimah. Dia terlihat khawatir pasalnya Fatimah sedari kemarin meringkuk di kamar. Namun dia tidak berani menganggunya. Fatimah hanya keluar untuk memasak saja.“Sudah baikkan Nak,” jawab Fatimah padahal sedang tidak baik-baik saja. Keringat dingin mengucur di tubuhnya dan tekanan darahnya rendah. Dia kelelahan karena bekerja terlalu keras, memanen bunga.“Alhamdulillah baik, Bu,”Zaara mengukir senyum tatkala mendengar sang ibu dalam kondisi membaik. “Bagaimana jualanmu?” tanya Fatimah membuat Zaara membatu. Zaara tak berniat menceritakan padanya bahwa jualannya tidak laku sebab ada saingan sesama penjual bunga. Tidak hany

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-23
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   14. Ziarah

    “Gila Bos! Gak kenal sumpah, mirip siapa ya … mirip aktor Turki,” puji Antonie dengan tertawa puas. “Jambangnya ilang juga,” katanya mengusap dagunya. Dalam hati, dia sangat iri pada Haikal yang memiliki rambut yang subur berbeda dengan dirinya yang defisit rambut padahal sudah sering memakai obat-obatan penyubur rambut. “Baiklah, misiku sudah selesai. Sekarang kita kemana?” tanya Antonie seraya kembali memanaskan mobil majikannya. “Pulang,” Antonie berbalik arah untuk mengantarkan pulang majikannya yang tak lain sahabatnya sendiri. “Ngapain belok, aku bilang pulang!” “Kan apartemen Bos ada di sana,” “Gak ke apartemen, pulang ke rumah nyokap,” “Cie … yang udah akur,” “Emang siapa yang berantem?” “Gak ada sih. Tapi kalau diem-dieman itu termasuk berantem gak ya?” “Terserah,” Haikal membuang nafas kasar. Selama perjalanan Haikal senantiasa menyapu jalan sebab dia ingin melihat sesuatu yang belakangan ini seringkali mengusik pikirannya selain Safira. “Stop!” titah Haik

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-23
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   15. Bunga untuk siapa?

    Tak hanya Antonie yang terkejut dengan penampilan Haikal, Elia pun tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Haikal mengubah seluruh penampilan fisiknya. Dia berpenampilan sebagaimana penampilan seorang CEO pada umumnya dengan potongan rambut quiff haircut, sebuah model rambut pendek tetapi masih mempertahankan messy look alias sedikit berantakan bagian depan, menyesuaikan karakter Haikal.“It’s me Mom, please jangan lebay deh,” tukas Haikal mengomentari ibunya."Tante sampe cengo gitu lihat anak kesayangan jadi ganteng dan rapi klimis gitu ya. Model Cekmek yang lagi ngehits Tan. Siapa dulu dong asistennya. Asistennya juga gak kalah ganteng,” ucap Antonie membusungkan dada, berhasil membuat sepasang netra ibu dan anak mengarah padanya.“Eh, canda Bos and Tan,” ucap Antonie nyengir kuda. Dia menyugar rambut caesar hair miliknya, sebuah model rambut dipotong pendek dengan poni yang yang ditata ke arah depan dan samping mirip Jungkook.Haikal menatap Antonie dengan sorot mata yang tajam se

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-24
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   16. Tak kunjung datang

    Fatimah bisa merasakan kalau Zaara tengah menyukai seseorang tetapi dia berusaha untuk tidak menanyakannya langsung. Biarlah Zaara sendiri yang mengatakannya. Fatimah ingin dipercaya olehnya sepenuh hati sebagaimana seorang ibu pada umumnya. Dan, seseorang itu ialah pemuda yang memesan bunga.“Menurut Ibu, orang yang memesan bunga seorang pemuda tampan. Benar?”Fatimah menerka-nerka. Tentu saja menerka berdasarkan kemampuan analisanya membaca ekspresi wajah Zaara yang mendadak memerah kentara kulitnya yang kuning langsat. “Lah, Ibu kok tahu sih?”Senyum Zaara semakin melebar. Zaara berusaha membayangkan wajah Haikal Harun dalam ingatannya. Dia sempat meraba wajahnya sehingga membuatnya, melukis wajah Haikal dalam bayangannya. Haikal berwajah timur tengah dan pasti tampan sekali. Karakternya sedikit menyebalkan tetapi hatinya baik. Singkatnya itu yang dirasakan Zaara tentang Haikal.“Ibu hanya menebak saja,”Fatimah terkekeh senang sebab analisanya tepat sekali.“Dia pemuda yang aku t

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-24
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   17. Lupa janji

    Setahun sudah Haikal seringkali bermimpi didatangi seorang gadis berambut panjang. Hanya wajahnya samar-samar, tak jelas. Gadis tersebut mengejarnya hingga Haikal tak bisa berlari lagi sebab di belakangnya hanya ada jurang yang dalam dengan tebing bebatuan vulkanik tajam. Haikal bangun dari tidurnya dengan nafas yang memburu dan keringat dingin mengucur di sekujur tubuhnya. Lantas dia mengambil air putih yang berada di atas nakas di samping tempat tidur. Dia pun meneguk air minum perlahan dan berusaha menormalkan kembali nafasnya; menarik nafas lalu membuangnya. Dia lakukan beberapa kali agar segera sadar dan mengumpulkan ruhnya. Mimpi buruk Haikal erat kaitannya dengan peristiwa setahun silam tatkala dia menabrak seseorang di jalan dalam kondisi tidak sadarkan diri, di bawah pengaruh alkohol. Mungkin bukan seseorang tetapi pernah beberapa kali dia menabrak orang atau pohon yang dilewatinya saat dia melajukan motor balapnya dengan tidak waras. Parahnya dia tidak pernah berniat men

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-25

Bab terbaru

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   122. Pengantin pengganti (tamat)

    Kediamaan Harun malam ini begitu indah, dihiasi bebungaan berwarna warni dan lampu-lampu kristal yang menggantung indah. Halaman rumah yang begitu luas tersebut telah disulap menjadi sebuah venue pernikahan garden party yang hangat dan romantis.Malam ini akan diadakan malam di mana seorang pria dan wanita akan melepas masa lajangnya dengan mengadakan walimah dan dihadiri oleh keluarga inti dan kerabat terdekat.Acara walimah aqad ijab qabul akan diadakan di sebuah pelaminan yang hanya dihadiri oleh calon mempelai pria, wali, saksi dan penghulu. Pengantin wanita menunggu di ruangan terpisah. Zaara kini terlihat cantik dengan penampilan pengantin ala Sunda, mengenakan kebaya berwarna putih tulang dan tetap memakai kerudung yang dipadupadankan dengan hiasan siger di kepalanya. Dia terlihat sangat cantik dan berbeda setelah dirias oleh seorang MUA profesional.Namun Zaara bersedih saat yang sama. Ada banyak kesedihan yang dia rasakan malam ini. Pertama dia sedih karena harus menikah den

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   121. Meminta restu

    Suatu malam yang hening, Zaara tengah duduk di taman depan rumahnya. Dia tengah termenung menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya.Harum semerbak anggrek bulan yang tengah mekar menyapa indera penciumannya. Zaara merasa tenang saat menghidunya.Namun ada aroma parfum yang dia kenal familiar tiba-tiba muncul. Hanya satu orang yang dia tahu suka memakai parfum mahal dan mewah berasal dari Paris tersebut, parfum beraroma woody floral musk. Seketika Zaara berdiri dan berusaha mencari sang pemilik aroma tersebut.Mata Zaara berembun tatkala kakinya dengan begitu saja melangkah menghampiri pemuda yang begitu dia rindukan. Namun sosok pemuda yang berdiri di hadapannya memilih melangkah mundur, menghindari Zaara hingga membuat Zaara terlihat sedih dan kecewa.“Mas Haikal, kau kah itu?”Zaara spontan menyebutkan nama sang empunya aroma yang familier tersebut. Pria yang Zaara dekati memilih diam dengan pikiran yang gelisah.“Mas Haikal kenapa diam? Kenapa Mas selalu mempermainkan h

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   120. Lamaran Haidar

    “Di mana Safira?” pekik Haikal ketika kakinya menginjak lantai sebuah apartemen. Kini Safira berada di apartemen miliknya karena lokasinya dekat dengan lokasi shooting di mana dia bekerja. Saat ini Safira Nasution memperoleh tawaran dari salah satu perusahaan advertising untuk menjadi model iklan kosmetik kecantikan.Kean yang merupakan pengawal pribadi Safira langsung menghadang jalan Haikal. Kebetulan Kean saat itu berada di luar pintu apartemen.Kean ditugasi Safira untuk berjaga di depan pintu masuk karena sang nona muda tak ingin diganggu. Dia ingin istirahat sejenak karena letih begadang beberapa hari setelah melakukan shooting.“Nona Safir tak bisa diganggu! Beliau sedang istirahat.”Kean menjawab dengan nada tegas, berharap Haikal akan segera pergi dari sana dan tak mencari gara-gara lagi dengannya. Seingat Kean, Haikal terakhir kali menghajarnya bertubi-tubi.“Aku harus bertemu dengannya sekarang! Minggir kau!” titah Haikal dengan menaikkan suaranya beberapa oktaf. Haikal mem

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   119. Gamang

    “Kau habis dari mana?” tanya Elia berkacak pinggang saat menyambut kedatangan Haikal malam itu. Sepulang mengantar Zaara ke klinik Haikal memutuskan pulang ke kediaman sang ibu karena ada hal yang harus dibicarakan dengannya. Haikal akan mengabari tentang batalnya pernikahan di antara dirinya dan Safira sehingga ibunya tidak akan mempermasalahkannya lagi. Namun tentu Haikal tidak akan langsung mengabari malam itu karena dirinya sudah cukup letih. Dia baru akan mengabari sang ibu keesokan harinya.Siapa sangka, Elia terbangun saat mendengar suara deru mesin mobil Haikal. Melihat kedatangan putranya tersebut, Elia keluar dari kamarnya dengan mengenakan piyama tidur berbentuk kimono, menghampiri Haikal yang baru saja masuk dengan wajah letih dan pakaian yang berantakan.“Belum tidur Mom?”Haikal hanya menimpali sang ibu dengan begitu santai. Dia berjalan melewatinya menuju kamarnya. “Aku mau istirahat Mom! Besok kita bicara. Aku letih.” Haikal memijit pelipisnya.“Tunggu, kita bicara sek

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   118. Selamat

    Tenggorokan Zaara terasa terbakar setelah dipaksa minum minuman cairan berwarna merah oleh pria tua bangka berperut buncit. Entah minuman apa yang diberikan olehnya. Tubuhnya terasa panas dan dia ingin sekali melepas pakaiannya saking merasa kepanasan. Namun dia berusaha menahan diri untuk tetap menjaga kewarasannya. Zaara sama sekali tak memahami reaksi tubuhnya. Dia sampai mengepalkan jemari tangannya pada lantai agar efek tersebut hilang.Pria itu hanya tersenyum miring melihat Zaara terlihat gelisah dan kepanasan. Saat Zaara akan melompat dari balkon, pria itu segera menyeret Zaara masuk ke dalam kamar tersebut setelah memaksanya minum.“Argh, apa ini? Kenapa dengan tubuhku. Panas sekali. Aku tak tahan. Aku harus mengguyur tubuhku dengan air dingin.”Zaara bergumam tak karuan. Namun karena pria tua masih berdiri di hadapannya, Zaara menahan diri untuk tidak melewatinya. Pria itu berdiri tepat di depan Zaara yang duduk bersimpuh dengan kondisi memprihatinkan.Pria tua mengambil pon

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   117. Aksi heroik

    Karena menghindari pengendara yang ugal-ugalan Haikal justru membanting stir dan dia nyaris menabrak seorang pria tua dengan rambut yang sudah memutih tengah berjalan kaki di sisi jalan. Saat itu dia sedang dalam perjalanan menuju istal kuda milik keluarganya. Untuk menghilangkan rasa penat karena begitu banyak beban yang menghimpit pikirannya dia berencana akan berkuda.Pria tua itu baru saja keluar dari pintu parkiran area rumah sakit. Akhirnya dia jatuh bersimpuh karena kaget. Lututnya terbentur jalan beraspal. Pasti terasa sakit sekali apalagi usianya sudah tak lagi muda.Haikal pun segera menepikan kendaraan beroda empatnya ke tepi jalan dan segera turun untuk menghampiri pria itu. Dia harus memastikan jika pria tua itu baik-baik saja. Jika terjadi apa-apa dengannya maka dia akan bertanggung jawab untuk mengobatinya. Seperti itulah yang seharusnya Haikal lakukan.“Pak, maafkan saya. Bapak tidak apa-apa?” tanya Haikal dengan ke dua tangan berusaha merengkuhnya, membantu bapak tadi

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   116. Tak ada pilihan

    “Mas,”Haikal terbangun dari tidurnya. Dia bangun kesiangan karena semalam baru bisa tidur pukul tiga pagi. Namun saat terbangun dia hanya mendengar suara Zaara yang memanggilnya. Mungkin alam bawah sadarnya terus menerus mengingatnya. Haikal turun dari ranjang dan langsung berjalan menuju wastafel untuk mencuci wajahnya. Dia menatap pantulan wajahnya yang terlihat kusam karena menangis, mata yang sembab dan ada lingkaran hitam di bawah matanya. Seorang pria baru pertama kalinya menangis ketika dia merasa patah hati. Itulah yang Haikal rasakan saat ini.Haikal telah melewatkan sarapannya dan harus segera pergi ke kantor. Dia mandi dan bersiap-siap pergi ke kantor pagi itu.Dengan memakai seragam khas eksekutif muda, Haikal berjalan menaiki lift menuju tempat parkir apartemen miliknya. Tak lupa kacamata hitam bertengger di hidungnya yang bangir. Dia mengendarai mobilnya membelah jalanan padat merayap kota hujan dengan keheningan, tanpa musik yang selalu mengiringi perjalanannya. Biasa

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   115. Diculik

    Di hadapan Brandon, Alfian duduk tegak dan menatapnya dengan serius. Alfian membawa sebuah foto Zaara Nadira dan seorang pria tua bermata sipit dengan rambut yang sudah memutih. Alfian sengaja mencetak ke dua foto tersebut demi untuk mengembalikan ingatan Brandon.“Apa kau mengingat ini siapa? Dari kemarin kau menyebutkan nama Zaara Nadira. Nah, ini fotonya! Zaara Nadira keponakan saya.”Alfian menjelaskan pada Brandon dengan begitu serius. Jika Brandon sampai hilang ingatan dan masih mengingat Zaara pertanda bahwa Brandon tidak berbohong dan menipunya mengaku sebagai orang suruhan Hantoro.Brandon duduk dengan bersandar pada bantal dan menatap foto tersebut dengan seksama. Brandon menyebut nama Zaara Nadira berulangkali pasti sebelumnya dia mengenalnya. Semakin mencoba mengingat semakin kepalanya begitu berat sekali.Brandon memegangi kepalanya dengan perasaan frustrasi. Dia tak bisa mengingat siapakah gadis bernama Zaara Nadira itu. Dia hanya mengenal namanya saja. Selebihnya tidak

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   114. Bahaya yang mengancam

    Pagi itu Alfian menjenguk Brandon di rumah sakit karena merasa iba padanya. Setelah Alfian pikir mungkin Brandon memang bukan seorang penipu. Setelah memperoleh informasi dari aparat kepolisian yang melakukan penyelidikian dan penyidikan di tempat kejadian perkara di mana Brandon mengalami kecelakaan naas tersebut, telah ditemukan bahwa seseorang telah berusaha mencelakai Brandon dengan menyabotase kendaraannya seolah hanya kecelakan murni biasa, padahal kecelakaan yang sudah disusun skenarionya terlebih dahulu.Seseorang yang mampu melakukan pekerjaan yang mulus tersebut hanya bisa dilakukan oleh orang berpengaruh dan tak tersentuh.Terlepas dari itu semua, naluri Alfian tergugah ingin mengetahui kondisi pria yang berusia seumuran dengannya tersebut apakah sudah membaik atau belum.Alfian berjalan di lorong rumah sakit menuju ruang rawat inap di mana Brandon berada. Saat ini kartu identitasnya masih bermasalah. Namun pihak kepolisian tengah mengurusnya di kedutaan. Kondisinya cukup m

DMCA.com Protection Status