"Aku harus pergi, aku lupa ada janji ketemu seseorang,” sahut Haikal dengan panik.“Seseorang? Siapa? Safei? Eh maksudku Safira? Tunanganmu?”“Bukan, tolong bayarin dulu. Aku harus segera pergi,”Haikal menyambar jaket denim yang selalu dibawanya dan meninggalkan Antonie begitu saja di sana. Antonie tak habis pikir dengan Haikal yang menerebos hujan yang sangat deras. Haikal memang tidak waras.“Gila tuh Anak! Dari dulu gak pernah berubah, tetep stubborn. Mau ngapain coba hujan-hujanan mana ada guntur nyamber, apa gak takut disambar baru tahu rasa,”Antonie bersenandika dan membayangkan hal buruk menimpa Haikal. Haikal terlihat gosong disambar petir dan membatu jatuh ke jalan.Haikal mengendarai mobilnya dengan mengebut demi menemui Zaara. Namun seketika dia menghentikan mobilnya. Dia termenung sejenak. Dia ragu jika Zaara akan menunggunya di sana sebab sudah sekitar satu jam Haikal tidak menemuinya.“Apa dia menungguku? Sudah lebih dari satu jam. Gak mungkin dia menungguku. Tapi … ba
Mendengar pertanyaan Haikal mengingatkan Zaara tentang peristiwa tabrak lari yang dialaminya. Dia seringkali merasa sesak saat mengenangnya. Penyesalan datang terakhir kali. Sebelum petaka itu datang Zaara mengabaikan nasihat almarhum ibunya bahwa dia harus bisa memilah dan memilih teman. Salah satu teman Zaara mengundang Zaara untuk menghadiri acara ulang tahunnya di sebuah Pub. Tentu saja di sana mau tak mau dia menikmati apa yang dinamakan alkohol meskipun sedikit. Sementara itu sang ibu begitu cerewet soal minuman haram itu agar Zaara bisa menjaga dirinya. Perkataan sang ibu akhirnya terbukti. Saat Zaara terpuruk, teman-teman Zaara yang berasal dari kalangan jetset tersebut bahkan tidak ada yang menemaninya. Zaara memejamkan matanya lalu bersuara. “Aku mengalami kecelakaan,” “Sorry,” “Gak apa-apa, sekarang aku sudah terbiasa kok. Kalau orang nanya, aku gak bakalan marah. Soalnya sudah takdir,” “Aku salut sama kamu …” “Euh?” “Iya, jujur aku salut sama kamu. Kamu cukup tega
Beberapa detik kemudian, Zaara baru ingat jika dia memang sudah menduplikasi kunci rumah. Zaara spontan menggetok kepalanya sendiri atas kebodohannya sendiri bisa-bisanya lupa dengan kunci.Dengan meraba-raba, Zaara merogoh kunci yang berada di dalam tasnya lalu dengan cepat memasukan kunci ke dalam ring kunci, memutarnya perlahan hingga menyebabkan bunyi klik. Kunci pintu rumah terbuka. Zaara langsung merangsek masuk ke dalam dengan langkah hati-hati.Zaara langsung mencari keberadaan Fatimah. Tak sengaja kakinya terantuk sesuatu di lantai yang dilapisi karpet. Seperti sebuah tangan yang menjulur.“Astagfirullah, Ibu. Ibu kenapa?”Zaara menurunkan tubuhnya untuk menyentuh Fatimah yang tergolek di lantai. Fatimah tak sadarkan diri dengan posisi telentang.“Bu, bangun!”Zaara terus menepuk-nepuk pipi ibunya dengan keras agar terbangun. Namun nihil Fatimah masih tak sadarkan diri. Zaara langsung memeriksa nafasnya apakah masih ada atau tidak. Fatimah masih bernafas hanya terdengar lemah
Haikal memalingkan wajah, menahan tawa saat melihat penampilan Antonie yang tak karuan. “Dia Antonie, asistenku. Siapkan baju ganti untuknya! Sepertinya telah terjadi kesalahpahaman di sini,” ucap Haikal dengan suara penuh wibawa pada salah satu OG di sana. “Bubar kalian semua!” Para karyawan pun membubarkan diri. Antonie masih terbilang baru bergabung dengan perusahaan PT Mahardika Mine Corp sehingga wajar saja belum ada yang mengenalnya kecuali keluarga Haikal sebab dia sahabatnya sewaktu duduk di bangku kuliah. “Sialan, kampret! Aku sudah bilang aku asistenmu tapi tidak ada yang percaya,” keluh Antonie. “Puas kamu menertawakanku? Hah?” Kini Antonie menjelma badut dan tontonan gratis untuk Haikal. Rambut yang berantakan dan pakaian yang dipenuhi lumpur kotor. Haikal tertawa terpingkal-pingkal melihat kondisi sahabatnya yang mengenaskan. Tentu setelah karyawan tak ada di sana untuk menjaga wibawanya. Antonie membersihkan dirinya dan memakai pakaian ganti milik Haikal di ruangan
"Siapa Rara?”Begitulah yang terdengar oleh Safira. Hampir saja terdengar jelas Haikal menyebut nama Zaara.“Kamu ngomong apa sih Safir?” ucap Haikal dengan berusaha menormalkan perasaan canggungnya. “Sejak kapan kamu datang?”Safira terlihat menekuk wajahnya dengan ke dua tangan melipat di dadanya.“Well, tolong jelasin siapa Rara?”Berurusan dengan perempuan sangatlah tidak mudah, rumit. Haikal harus memutar otak untuk mencari sejuta alasan hanya karena menyebut nama seorang gadis. Atau mungkin ini karma dari Antonie yang salah sebut nama belakang Haikal. Kini dia mendapat semburan dari kekasihnya.“Oh my Gosh, itu nama si penjual bunga … aku lupa belum bayar bunga …”Haikal berdusta. Ini pertama kalinya dia merasa terintimidasi oleh pertanyaan Safira.“Em,”Safira menghela nafas.“Iya, sudah deh jangan mikir macam-macam! Lihat bunga itu aku jadi teringat dia soalnya belum bayar,”Haikal menuding jarinya ke arah taman yang ditumbuhi bunga mawar.“Bunga untuk siapa?” telisik Safira.
“Haikal, stop!” seru seorang pemuda yang tak lain adik kandung Haikal, Haidar Harun. Dia mencekal tangan sang kakak untuk menghentikannya meminum alkohol berlebihan. Haikal mengabaikan suara adiknya. Dia mulai kehilangan kesadaran dirinya dan meracau.“Safira … kita putus saja,” gumam Haikal. Dia mulai mengeluarkan unek-unek yang menjadi duri dalam hatinya. Dia merasa lelah dengan hubungan yang menggantung. Bagaimanapun dia ingin menjalani kehidupan yang normal di usianya yang sudah menginjak kepala tiga. Haidar memapahnya masuk ke dalam mobil dan mengantarnya pulang. “Kamu masih tidak berubah Haikal,”Haidar mendengus kesal. Hadiar adalah adik kandung Haikal dari pernikahan Elia dan Harun. wajah mereka sangat mirip bahkan seringkali dikira kembar. Saat Elia dan Harun bercerai, mereka memutuskan untuk memilih salah satu anak mereka. Namun nyatanya mereka tak bisa memilih dan menyerahkan pilihan tersebut pada putra mereka. Haikal memilih tinggal dengan Elia sedangkan Haidar memilih
“Tenang saja, Mas Haikal tak usah khawatir soal Antonie. Dia sekarang masih menjadi asisten juga. Tapi asisten Pak Arif,” seru Zul yang bisa melihat kilatan khawatir yang terpancar dari mata Haikal.Haikal hanya bisa mendengus kesal. Selain asisten pamannya, Arif, Zul juga kaki tangan Edi sehingga gerak-gerik Haikal kini diawasi.“Aku tidak mengkhawatirkan anak itu,” sahut Haikal ketus lalu kembali menatap berkas di atas meja dan mulai mempelajarinya satu per satu.“Jika ada kesulitan, kita bisa diskusikan semua hal,” desis Zul seraya duduk di bangku yang biasa ditempati Antonie.‘Sialan, dasar Nenek lampir! Bisa-bisanya berbuat sesuka hati,’Haikal menggerutu dalam hati, kesal dengan sikap sang ibu yang padahal tidak punya kuasa di perusahaan tetapi tingkahnya di atas suaminya.***Hari ini Zaara mengantar Fatimah pergi ke dokter. Mau tak mau Fatimah mengikuti keinginan Zaara untuk pergi ke sana. Zaara sangat mengkhawatirkan kondisi kesehatannya yang memburuk.“Bu Fatimah hanya perlu
“Baiklah, tidak apa-apa. Lain kali saja aku akan ke sini lagi. Aku minta brosur saja Mbak,” ucap Zaara memilih untuk kembali pulang sebab tak mungkin dia bisa masuk saat ini.‘Coba ketemu Mae,’ gumam Zaara.Zaara berjalan keluar dari lobi gedung tetapi tiba-tiba brosur pameran jatuh terhempas begitu saja dari tangannya membuatnya meraba-raba mencari brosur tersebut. Hingga Zaara tak menyadari pergerakan sebuah mobil yang tengah berusaha parkir.“Awas!” seru seorang pemuda yang mengendarai mobil itu dengan mengerem mendadak.Zaara terjatuh karena kaget mendengar suara pekik klakson mobil.“Ough!” seru Zaara meringis sebab saat terjatuh tangan kanannya menahan bobot tubuhnya. Tangannya terasa sakit. Tongkatnya pun terlepas begitu saja. Namun Zaara masih mencari brosur itu.Setelah meraih brosur pameran kini Zaara terlihat meraba-raba mengambil tongkatnya yang terjatuh. “Dasar kertas nakal!” omel Zaara pada secarik kertas tersebut sembari berusaha berdiri.Sementara itu pemuda itu keluar
Kediamaan Harun malam ini begitu indah, dihiasi bebungaan berwarna warni dan lampu-lampu kristal yang menggantung indah. Halaman rumah yang begitu luas tersebut telah disulap menjadi sebuah venue pernikahan garden party yang hangat dan romantis.Malam ini akan diadakan malam di mana seorang pria dan wanita akan melepas masa lajangnya dengan mengadakan walimah dan dihadiri oleh keluarga inti dan kerabat terdekat.Acara walimah aqad ijab qabul akan diadakan di sebuah pelaminan yang hanya dihadiri oleh calon mempelai pria, wali, saksi dan penghulu. Pengantin wanita menunggu di ruangan terpisah. Zaara kini terlihat cantik dengan penampilan pengantin ala Sunda, mengenakan kebaya berwarna putih tulang dan tetap memakai kerudung yang dipadupadankan dengan hiasan siger di kepalanya. Dia terlihat sangat cantik dan berbeda setelah dirias oleh seorang MUA profesional.Namun Zaara bersedih saat yang sama. Ada banyak kesedihan yang dia rasakan malam ini. Pertama dia sedih karena harus menikah den
Suatu malam yang hening, Zaara tengah duduk di taman depan rumahnya. Dia tengah termenung menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya.Harum semerbak anggrek bulan yang tengah mekar menyapa indera penciumannya. Zaara merasa tenang saat menghidunya.Namun ada aroma parfum yang dia kenal familiar tiba-tiba muncul. Hanya satu orang yang dia tahu suka memakai parfum mahal dan mewah berasal dari Paris tersebut, parfum beraroma woody floral musk. Seketika Zaara berdiri dan berusaha mencari sang pemilik aroma tersebut.Mata Zaara berembun tatkala kakinya dengan begitu saja melangkah menghampiri pemuda yang begitu dia rindukan. Namun sosok pemuda yang berdiri di hadapannya memilih melangkah mundur, menghindari Zaara hingga membuat Zaara terlihat sedih dan kecewa.“Mas Haikal, kau kah itu?”Zaara spontan menyebutkan nama sang empunya aroma yang familier tersebut. Pria yang Zaara dekati memilih diam dengan pikiran yang gelisah.“Mas Haikal kenapa diam? Kenapa Mas selalu mempermainkan h
“Di mana Safira?” pekik Haikal ketika kakinya menginjak lantai sebuah apartemen. Kini Safira berada di apartemen miliknya karena lokasinya dekat dengan lokasi shooting di mana dia bekerja. Saat ini Safira Nasution memperoleh tawaran dari salah satu perusahaan advertising untuk menjadi model iklan kosmetik kecantikan.Kean yang merupakan pengawal pribadi Safira langsung menghadang jalan Haikal. Kebetulan Kean saat itu berada di luar pintu apartemen.Kean ditugasi Safira untuk berjaga di depan pintu masuk karena sang nona muda tak ingin diganggu. Dia ingin istirahat sejenak karena letih begadang beberapa hari setelah melakukan shooting.“Nona Safir tak bisa diganggu! Beliau sedang istirahat.”Kean menjawab dengan nada tegas, berharap Haikal akan segera pergi dari sana dan tak mencari gara-gara lagi dengannya. Seingat Kean, Haikal terakhir kali menghajarnya bertubi-tubi.“Aku harus bertemu dengannya sekarang! Minggir kau!” titah Haikal dengan menaikkan suaranya beberapa oktaf. Haikal mem
“Kau habis dari mana?” tanya Elia berkacak pinggang saat menyambut kedatangan Haikal malam itu. Sepulang mengantar Zaara ke klinik Haikal memutuskan pulang ke kediaman sang ibu karena ada hal yang harus dibicarakan dengannya. Haikal akan mengabari tentang batalnya pernikahan di antara dirinya dan Safira sehingga ibunya tidak akan mempermasalahkannya lagi. Namun tentu Haikal tidak akan langsung mengabari malam itu karena dirinya sudah cukup letih. Dia baru akan mengabari sang ibu keesokan harinya.Siapa sangka, Elia terbangun saat mendengar suara deru mesin mobil Haikal. Melihat kedatangan putranya tersebut, Elia keluar dari kamarnya dengan mengenakan piyama tidur berbentuk kimono, menghampiri Haikal yang baru saja masuk dengan wajah letih dan pakaian yang berantakan.“Belum tidur Mom?”Haikal hanya menimpali sang ibu dengan begitu santai. Dia berjalan melewatinya menuju kamarnya. “Aku mau istirahat Mom! Besok kita bicara. Aku letih.” Haikal memijit pelipisnya.“Tunggu, kita bicara sek
Tenggorokan Zaara terasa terbakar setelah dipaksa minum minuman cairan berwarna merah oleh pria tua bangka berperut buncit. Entah minuman apa yang diberikan olehnya. Tubuhnya terasa panas dan dia ingin sekali melepas pakaiannya saking merasa kepanasan. Namun dia berusaha menahan diri untuk tetap menjaga kewarasannya. Zaara sama sekali tak memahami reaksi tubuhnya. Dia sampai mengepalkan jemari tangannya pada lantai agar efek tersebut hilang.Pria itu hanya tersenyum miring melihat Zaara terlihat gelisah dan kepanasan. Saat Zaara akan melompat dari balkon, pria itu segera menyeret Zaara masuk ke dalam kamar tersebut setelah memaksanya minum.“Argh, apa ini? Kenapa dengan tubuhku. Panas sekali. Aku tak tahan. Aku harus mengguyur tubuhku dengan air dingin.”Zaara bergumam tak karuan. Namun karena pria tua masih berdiri di hadapannya, Zaara menahan diri untuk tidak melewatinya. Pria itu berdiri tepat di depan Zaara yang duduk bersimpuh dengan kondisi memprihatinkan.Pria tua mengambil pon
Karena menghindari pengendara yang ugal-ugalan Haikal justru membanting stir dan dia nyaris menabrak seorang pria tua dengan rambut yang sudah memutih tengah berjalan kaki di sisi jalan. Saat itu dia sedang dalam perjalanan menuju istal kuda milik keluarganya. Untuk menghilangkan rasa penat karena begitu banyak beban yang menghimpit pikirannya dia berencana akan berkuda.Pria tua itu baru saja keluar dari pintu parkiran area rumah sakit. Akhirnya dia jatuh bersimpuh karena kaget. Lututnya terbentur jalan beraspal. Pasti terasa sakit sekali apalagi usianya sudah tak lagi muda.Haikal pun segera menepikan kendaraan beroda empatnya ke tepi jalan dan segera turun untuk menghampiri pria itu. Dia harus memastikan jika pria tua itu baik-baik saja. Jika terjadi apa-apa dengannya maka dia akan bertanggung jawab untuk mengobatinya. Seperti itulah yang seharusnya Haikal lakukan.“Pak, maafkan saya. Bapak tidak apa-apa?” tanya Haikal dengan ke dua tangan berusaha merengkuhnya, membantu bapak tadi
“Mas,”Haikal terbangun dari tidurnya. Dia bangun kesiangan karena semalam baru bisa tidur pukul tiga pagi. Namun saat terbangun dia hanya mendengar suara Zaara yang memanggilnya. Mungkin alam bawah sadarnya terus menerus mengingatnya. Haikal turun dari ranjang dan langsung berjalan menuju wastafel untuk mencuci wajahnya. Dia menatap pantulan wajahnya yang terlihat kusam karena menangis, mata yang sembab dan ada lingkaran hitam di bawah matanya. Seorang pria baru pertama kalinya menangis ketika dia merasa patah hati. Itulah yang Haikal rasakan saat ini.Haikal telah melewatkan sarapannya dan harus segera pergi ke kantor. Dia mandi dan bersiap-siap pergi ke kantor pagi itu.Dengan memakai seragam khas eksekutif muda, Haikal berjalan menaiki lift menuju tempat parkir apartemen miliknya. Tak lupa kacamata hitam bertengger di hidungnya yang bangir. Dia mengendarai mobilnya membelah jalanan padat merayap kota hujan dengan keheningan, tanpa musik yang selalu mengiringi perjalanannya. Biasa
Di hadapan Brandon, Alfian duduk tegak dan menatapnya dengan serius. Alfian membawa sebuah foto Zaara Nadira dan seorang pria tua bermata sipit dengan rambut yang sudah memutih. Alfian sengaja mencetak ke dua foto tersebut demi untuk mengembalikan ingatan Brandon.“Apa kau mengingat ini siapa? Dari kemarin kau menyebutkan nama Zaara Nadira. Nah, ini fotonya! Zaara Nadira keponakan saya.”Alfian menjelaskan pada Brandon dengan begitu serius. Jika Brandon sampai hilang ingatan dan masih mengingat Zaara pertanda bahwa Brandon tidak berbohong dan menipunya mengaku sebagai orang suruhan Hantoro.Brandon duduk dengan bersandar pada bantal dan menatap foto tersebut dengan seksama. Brandon menyebut nama Zaara Nadira berulangkali pasti sebelumnya dia mengenalnya. Semakin mencoba mengingat semakin kepalanya begitu berat sekali.Brandon memegangi kepalanya dengan perasaan frustrasi. Dia tak bisa mengingat siapakah gadis bernama Zaara Nadira itu. Dia hanya mengenal namanya saja. Selebihnya tidak
Pagi itu Alfian menjenguk Brandon di rumah sakit karena merasa iba padanya. Setelah Alfian pikir mungkin Brandon memang bukan seorang penipu. Setelah memperoleh informasi dari aparat kepolisian yang melakukan penyelidikian dan penyidikan di tempat kejadian perkara di mana Brandon mengalami kecelakaan naas tersebut, telah ditemukan bahwa seseorang telah berusaha mencelakai Brandon dengan menyabotase kendaraannya seolah hanya kecelakan murni biasa, padahal kecelakaan yang sudah disusun skenarionya terlebih dahulu.Seseorang yang mampu melakukan pekerjaan yang mulus tersebut hanya bisa dilakukan oleh orang berpengaruh dan tak tersentuh.Terlepas dari itu semua, naluri Alfian tergugah ingin mengetahui kondisi pria yang berusia seumuran dengannya tersebut apakah sudah membaik atau belum.Alfian berjalan di lorong rumah sakit menuju ruang rawat inap di mana Brandon berada. Saat ini kartu identitasnya masih bermasalah. Namun pihak kepolisian tengah mengurusnya di kedutaan. Kondisinya cukup m