Share

28. Ajakan Haikal

Penulis: Piemar
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-01 09:32:48

Zaara memutar tubuhnya untuk menghadap lawan bicaranya, Haikal yang tengah duduk dengan tegap. Sudah dia duga, teman yang dimaksud Embun ialah Haikal sebab dari jarak satu meter Zaara sudah bisa menghidu aroma parfum yang sering dipakai olehnya. Parfum mahal dan langka.

“Eh, Mas tumben datang. Apa mau pesan bunga lagi?” tanya Zaara sembari terkekeh.

“Um, bisa-bisa dompetku jebol dong setiap bertemu denganmu beli bunga terus,” jawab Haikal dengan tertawa hambar. Hatinya sedang galau saat ini. Namun ketika melihat Zaara kegalauan itu surut entah apa alasannya.

“Mas orang kaya tak mungkin jebol uangnya,” ledek Zaara menoleh pada Haikal yang juga menoleh padanya. “Bagaimana perasaan Ibu Mas saat mendapat hadiah bunga dari anak tersayang?”

Haikal menyimak betul pertanyaan Zaara. Sayang, dugaan Zaara keliru sebab Elia tidak terlalu senang dengan pemberiannya yang murah. Elia senang dengan pemberian benda-benda mahal dan mewah.

“Senang,” sahut Haikal dengan datar. Mendengar jawaban Haikal, Z
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   29. Pergi ke kedai es krim

    Zaara berusaha mencerna perkataan Haikal soal mengajaknya pergi ke kedai es krim. Apa telinga Zaara tidak salah dengar? Apakah Haikal tidak malu mengajaknya karena dia seorang gadis buta?“Zaara, apa kamu mendengarku?” ulang Haikal dengan tak sabaran. Besar harapannya Zaara mau ikut bersamanya.“Um … tadi kamu ngomong apa? Aku tidak fokus mendengarnya,” cicit Zaara, masih tak percaya ajakannya.“Baiklah, jika kamu tak mendengarku lagi, aku pulang nih,” ancam Haikal.“Ah, iya apa?”Zaara terlihat meringis.“Di dekat alun-alun ada kedai es krim baru buka. Aku ingin mengajakmu pergi ke sana. Dengar sekarang?” tegas Haikal. “Aku tidak akan mengulanginya lagi,”“Um …”“Yaelah mulai deh, untuk menjawab iya atau tidak saja harus merenung dulu, melakukan kontemplasi, semedi atau apalah,” cibir Haikal yang justru membuat Zaara tertekeh.“Kamu malah menertawakanku? Memang aku komika begitu?” ucap Haikal berpura-pura ketus padahal dia tengah menikmati cara gadis itu tertawa. Tertawa yang sangat

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-02
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   30. Seorang pelukis

    "Jangan bilang kamu awalnya seorang pelukis?” ucap Haikal diikuti anggukan oleh Zaara. “Astaga … serius kamu pelukis?” Haikal menganga mengetahui fakta bahwa Zaara seorang pelukis yang kehilangan indera penglihatannya. Sungguh malang sekali nasibnya. Haikal meraih botol minum dan meneguknya cepat. “Iya Mas,” sahut Zaara dengan tatapan merana pada kantong yang tergeletak di atas meja. “Selepas lulus fakultas seni rupa, aku mulai mengikuti pameran lukis. Sayang, Allah punya rencana lain jadi … aku tak bisa ikut pameran,” “Menurut dokter apa matamu bisa dioperasi begitu?” telisik Haikal. Dia tak tega mendengar kisah pilu tentang Zaara. Andai dia bisa membantunya dengan membiayai pengobatan operasi matanya sebagai ucapan terima kasihnya karena Zaara adalah sang dewi penolong yang dikirim Tuhan untuk menolongnya saat itu. Zaara meneguk saliva dengan susah payah. “Kepalaku terbentur beberapa kali sehingga menyebabkan syaraf mata yang terganggu. Bukan kornea mata yang bisa ditransplant

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-02
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   31. Dimata-matai

    Haikal buru-buru menunggangi kuda besinya dan mengantar Zaara pulang ke rumah. Dia tak ingin sampai keluarganya tahu jika dia pergi bersama dengan gadis itu. Kemungkinan akan terjadi badai masalah andai hal tersebut terjadi.Zaara turun dari motor gede Haikal dengan hati-hati lalu dia melambaikan tangannya seraya tersenyum manis padanya. “Makasih ya,” ucap Zaara melengos kembali menapakki jalan setapak menuju rumah dengan perasaan yang berbunga-bunga.“Bye!” singkat Haikal merasa berat harus berpisah dengan Zaara. dia tidak beranjak pergi sebelum punggung Zaara tenggelam tak terlihat.“Ra, semoga kita bisa bertemu lagi,” gumam Haikal memilih pulang pulang ke apartemennya. “Mengapa aku merasa nyaman saat bersamamu, Zaara? Apa aku benar-benar jatuh hati padamu? Argh, yang benar saja!” ***Di kantor PT Mahardika Mine CorpHaikal kembali melakukan rutinitasnya sebagai seorang wapresdir. Mau tidak mau dia berusaha keras untuk bekerja di perusahaan ayah sambungnya karena dia adalah satu-sa

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   32. Tawaran sang ayah

    “Halo Haikal!” ujar Haidar dengan tersenyum hangat pada sang kakak.Hasna yang fokus menatap pada layar laptop langsung mendelik ke arahnya dengan bibir yang menganga. Dia terkesiap melihat adik Haikal yang tak lain Haidar. Mungkin hanya orang-orang terdekat yang mengenal keluarga mereka termasuk Hasna yang pernah mendengar soal Elia memiliki dua orang putra yang tampan.Sementara itu Haikal menoleh ke arah Haidar tetapi dengan sikap datar. Padahal Haidar mendekatinya ingin memeluknya sebagaimana lajimnya hubungan adik dan kakak yang sudah lama tak bersua.“Ngapain kamu ke sini?” tanya Haikal dengan ketus, berhasil membuat Hasna ikut menoleh ke arah saudara adik-kakak yang sama-sama tampan.“Aku kangen lah. Masa gak boleh kangen sama kakak sendiri. Maaf aku baru bisa datang. Aku dengar kamu kecelakaan jadi aku ke sini, meski telat,” sahut Haidar terkekeh renyah. Haidar duduk di sofa yang diduduki Zul.Sepulang dari bandara tak sengaja Haidar melihat Haikal membawa motornya dengan uga

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-03
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   33. Melukis adalah profesi orang buta

    Tanpa perlu pikir panjang, Haidar langsung menjawab pertanyaan pria paruh baya dengan rambut klimis di hadapannya. Matanya beralih dari sang ayah yang memandangnya intimidatif lalu beralih ke sang ibu yang tak kalah intimidatif dan horor. “Terima kasih tawarannya Dad. Mohon maaf dengan berat hati aku menolak untuk menduduki posisi penting tersebut.” Haidar menjawab dengan santun, khawatir salah kata. Suasana mulai menegang. Aura Elia dan Edi mulai terasa kelam. “Apa kamu mau menjadi CEO begitu?” cetus Edi dengan tersenyum miring. Dalam benaknya, mungkin Haidar ingin menempati posisi penting nomor satu, menjadi CEO, bukan nomor dua atau wakilnya. “Bukan seperti itu Dad. Aku tidak memiliki kompetensi dalam bidang itu. Aku lulusan seni rupa dan profesi yang kujalani sesuai dengan ilmu yang aku miliki, pelukis,” Haidar tersenyum tipis dengan perasaan yang gugup. ‘Bagus adikku, kamu jangan ikut-ikutan dua orang serakah di depanmu,’ Haikal tertawa girang dalam hati tentunya. Mungk

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-04
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   34. Bagaimana lukisanku?

    Rasa? Melukis dengan rasa? Zaara telah menemukan kata-kata bijak dari seniman genius berasal dari Spanyol, Pablo Picasso. Dia akan melukis dengan mengandalkan rasa. Bukan hal yang musykil Zaara mampu melakukannya, bertekad pada kemampuan diri dan percaya pada kekuasaan Allah di atas segalanya. Bukankah manusia hanya menggunakan kapasitas otak 10 %? Bagaimana dengan sisanya 90 %? Menurut apa yang Zaara dengar. Terlepas dari semua itu, akhirnya sebuah lukisan sederhana berbentuk meja hasil mahakarya Zaara sudah rampung. Dia hanya mewarnainya dengan warna kayu. Dia mulai melukis sebuah benda dua dimensi dengan dua buah warna yakni; coklat tua dan coklat muda. Zaara telah mencampurkan warna primer biru, kuning dan merah untuk menghasilkan sebuah warna coklat untuk gambar sebuah meja. Sebelumnya dia menandai tutup tube cat akrilik dengan stiker untuk membedakan warna di dalamnya. Zaara buru-buru menaruh lukisannya di kolong meja kamarnya. Dia akan meminta pendapat seseorang-yang mungkin

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-05
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   35. Mencintai wanita yang sama

    “Bagaimana lukisanku, Embun?”Zaara bertanya hingga dua kali tetapi Embun hanya diam.Lukisan Zaara terlihat sangat buruk dan tidak menarik sama sekali bahkan menurut seorang amatir sekalipun.Embun merasa serba salah. Ingin berkomentar secara objektif tetapi dia tak ingin melihat sahabatnya bersedih hati. Haruskah dia mengatakan bahwa lukisan Zaara tak ubahnya lukisan corat coret anak TK yang sedang mengantuk?Embun menebak-nebak dari bentuk gambar yang terlihat olehnya. Bentuk benda tersebut seperti trapesium dengan ke empat kaki yang miring. Semua terlihat miring. Sama sekali tidak ada kemiripan dengan bentuk meja.“Embun, katakanlah! Aku tidak akan marah mendengar pendapatmu. Menurutmu, benda apa yang aku lukis?” telisik Zaara dengan ke dua tangan bersedekap di dada. Menyaksikan sahabatnya yang terdiam secara tiba-tiba sudah membuktikan bahwa hasil lukisan Zaara benar-benar buruk.“Um …”Embun diserbu rasa gugup.‘Allah, tolong beritahu aku, gambar apa yang dilukis Zaara,”Embun m

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-06
  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   36. Kita putus

    Tak disangka Haikal bisa bersikap sedikit manis pada adiknya, Haidar. Alasannya dia senang saat mendengar sang adik menolak tawaran ayah sambung mereka soal mengurus perusahaan. Untuk merayakan rasa senang yang bersemayam dalam dadanya, dia mengajak Haidar bertanding naik kuda.Mereka pun mulai berbincang agak hangat tak sedingin sebelumnya. Terutama Haikal yang menjaga jarak dari Haidar. Mereka berbincang tentang masa kecil mereka hingga cinta pertama mereka, Ayana. Mungkin lebih tepatnya cinta pertama Haidar, Ayana. Sayang, Ayana lebih menyukai Haikal.Hingga suatu hari Ayana menyatakan cintanya pada Haikal dan Haikal menerimanya tetapi dia hanya mempermainkannya lalu mengabaikannya seperti sampah. Padahal Haidar sudah mengikhlaskan Ayana untuknya.“Aku bicara andai, jika kita menyukai wanita yang sama maka aku akan memperjuangkannya meskipun aku harus melawanmu.” Haidar mengutarakan isi hatinya. “Aku takkan membiarkanmu seperti saat kamu mencampakkan Ayana dulu.”“Ayana? Kamu masih

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-07

Bab terbaru

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   122. Pengantin pengganti (tamat)

    Kediamaan Harun malam ini begitu indah, dihiasi bebungaan berwarna warni dan lampu-lampu kristal yang menggantung indah. Halaman rumah yang begitu luas tersebut telah disulap menjadi sebuah venue pernikahan garden party yang hangat dan romantis.Malam ini akan diadakan malam di mana seorang pria dan wanita akan melepas masa lajangnya dengan mengadakan walimah dan dihadiri oleh keluarga inti dan kerabat terdekat.Acara walimah aqad ijab qabul akan diadakan di sebuah pelaminan yang hanya dihadiri oleh calon mempelai pria, wali, saksi dan penghulu. Pengantin wanita menunggu di ruangan terpisah. Zaara kini terlihat cantik dengan penampilan pengantin ala Sunda, mengenakan kebaya berwarna putih tulang dan tetap memakai kerudung yang dipadupadankan dengan hiasan siger di kepalanya. Dia terlihat sangat cantik dan berbeda setelah dirias oleh seorang MUA profesional.Namun Zaara bersedih saat yang sama. Ada banyak kesedihan yang dia rasakan malam ini. Pertama dia sedih karena harus menikah den

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   121. Meminta restu

    Suatu malam yang hening, Zaara tengah duduk di taman depan rumahnya. Dia tengah termenung menikmati hembusan angin malam yang menerpa wajahnya.Harum semerbak anggrek bulan yang tengah mekar menyapa indera penciumannya. Zaara merasa tenang saat menghidunya.Namun ada aroma parfum yang dia kenal familiar tiba-tiba muncul. Hanya satu orang yang dia tahu suka memakai parfum mahal dan mewah berasal dari Paris tersebut, parfum beraroma woody floral musk. Seketika Zaara berdiri dan berusaha mencari sang pemilik aroma tersebut.Mata Zaara berembun tatkala kakinya dengan begitu saja melangkah menghampiri pemuda yang begitu dia rindukan. Namun sosok pemuda yang berdiri di hadapannya memilih melangkah mundur, menghindari Zaara hingga membuat Zaara terlihat sedih dan kecewa.“Mas Haikal, kau kah itu?”Zaara spontan menyebutkan nama sang empunya aroma yang familier tersebut. Pria yang Zaara dekati memilih diam dengan pikiran yang gelisah.“Mas Haikal kenapa diam? Kenapa Mas selalu mempermainkan h

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   120. Lamaran Haidar

    “Di mana Safira?” pekik Haikal ketika kakinya menginjak lantai sebuah apartemen. Kini Safira berada di apartemen miliknya karena lokasinya dekat dengan lokasi shooting di mana dia bekerja. Saat ini Safira Nasution memperoleh tawaran dari salah satu perusahaan advertising untuk menjadi model iklan kosmetik kecantikan.Kean yang merupakan pengawal pribadi Safira langsung menghadang jalan Haikal. Kebetulan Kean saat itu berada di luar pintu apartemen.Kean ditugasi Safira untuk berjaga di depan pintu masuk karena sang nona muda tak ingin diganggu. Dia ingin istirahat sejenak karena letih begadang beberapa hari setelah melakukan shooting.“Nona Safir tak bisa diganggu! Beliau sedang istirahat.”Kean menjawab dengan nada tegas, berharap Haikal akan segera pergi dari sana dan tak mencari gara-gara lagi dengannya. Seingat Kean, Haikal terakhir kali menghajarnya bertubi-tubi.“Aku harus bertemu dengannya sekarang! Minggir kau!” titah Haikal dengan menaikkan suaranya beberapa oktaf. Haikal mem

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   119. Gamang

    “Kau habis dari mana?” tanya Elia berkacak pinggang saat menyambut kedatangan Haikal malam itu. Sepulang mengantar Zaara ke klinik Haikal memutuskan pulang ke kediaman sang ibu karena ada hal yang harus dibicarakan dengannya. Haikal akan mengabari tentang batalnya pernikahan di antara dirinya dan Safira sehingga ibunya tidak akan mempermasalahkannya lagi. Namun tentu Haikal tidak akan langsung mengabari malam itu karena dirinya sudah cukup letih. Dia baru akan mengabari sang ibu keesokan harinya.Siapa sangka, Elia terbangun saat mendengar suara deru mesin mobil Haikal. Melihat kedatangan putranya tersebut, Elia keluar dari kamarnya dengan mengenakan piyama tidur berbentuk kimono, menghampiri Haikal yang baru saja masuk dengan wajah letih dan pakaian yang berantakan.“Belum tidur Mom?”Haikal hanya menimpali sang ibu dengan begitu santai. Dia berjalan melewatinya menuju kamarnya. “Aku mau istirahat Mom! Besok kita bicara. Aku letih.” Haikal memijit pelipisnya.“Tunggu, kita bicara sek

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   118. Selamat

    Tenggorokan Zaara terasa terbakar setelah dipaksa minum minuman cairan berwarna merah oleh pria tua bangka berperut buncit. Entah minuman apa yang diberikan olehnya. Tubuhnya terasa panas dan dia ingin sekali melepas pakaiannya saking merasa kepanasan. Namun dia berusaha menahan diri untuk tetap menjaga kewarasannya. Zaara sama sekali tak memahami reaksi tubuhnya. Dia sampai mengepalkan jemari tangannya pada lantai agar efek tersebut hilang.Pria itu hanya tersenyum miring melihat Zaara terlihat gelisah dan kepanasan. Saat Zaara akan melompat dari balkon, pria itu segera menyeret Zaara masuk ke dalam kamar tersebut setelah memaksanya minum.“Argh, apa ini? Kenapa dengan tubuhku. Panas sekali. Aku tak tahan. Aku harus mengguyur tubuhku dengan air dingin.”Zaara bergumam tak karuan. Namun karena pria tua masih berdiri di hadapannya, Zaara menahan diri untuk tidak melewatinya. Pria itu berdiri tepat di depan Zaara yang duduk bersimpuh dengan kondisi memprihatinkan.Pria tua mengambil pon

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   117. Aksi heroik

    Karena menghindari pengendara yang ugal-ugalan Haikal justru membanting stir dan dia nyaris menabrak seorang pria tua dengan rambut yang sudah memutih tengah berjalan kaki di sisi jalan. Saat itu dia sedang dalam perjalanan menuju istal kuda milik keluarganya. Untuk menghilangkan rasa penat karena begitu banyak beban yang menghimpit pikirannya dia berencana akan berkuda.Pria tua itu baru saja keluar dari pintu parkiran area rumah sakit. Akhirnya dia jatuh bersimpuh karena kaget. Lututnya terbentur jalan beraspal. Pasti terasa sakit sekali apalagi usianya sudah tak lagi muda.Haikal pun segera menepikan kendaraan beroda empatnya ke tepi jalan dan segera turun untuk menghampiri pria itu. Dia harus memastikan jika pria tua itu baik-baik saja. Jika terjadi apa-apa dengannya maka dia akan bertanggung jawab untuk mengobatinya. Seperti itulah yang seharusnya Haikal lakukan.“Pak, maafkan saya. Bapak tidak apa-apa?” tanya Haikal dengan ke dua tangan berusaha merengkuhnya, membantu bapak tadi

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   116. Tak ada pilihan

    “Mas,”Haikal terbangun dari tidurnya. Dia bangun kesiangan karena semalam baru bisa tidur pukul tiga pagi. Namun saat terbangun dia hanya mendengar suara Zaara yang memanggilnya. Mungkin alam bawah sadarnya terus menerus mengingatnya. Haikal turun dari ranjang dan langsung berjalan menuju wastafel untuk mencuci wajahnya. Dia menatap pantulan wajahnya yang terlihat kusam karena menangis, mata yang sembab dan ada lingkaran hitam di bawah matanya. Seorang pria baru pertama kalinya menangis ketika dia merasa patah hati. Itulah yang Haikal rasakan saat ini.Haikal telah melewatkan sarapannya dan harus segera pergi ke kantor. Dia mandi dan bersiap-siap pergi ke kantor pagi itu.Dengan memakai seragam khas eksekutif muda, Haikal berjalan menaiki lift menuju tempat parkir apartemen miliknya. Tak lupa kacamata hitam bertengger di hidungnya yang bangir. Dia mengendarai mobilnya membelah jalanan padat merayap kota hujan dengan keheningan, tanpa musik yang selalu mengiringi perjalanannya. Biasa

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   115. Diculik

    Di hadapan Brandon, Alfian duduk tegak dan menatapnya dengan serius. Alfian membawa sebuah foto Zaara Nadira dan seorang pria tua bermata sipit dengan rambut yang sudah memutih. Alfian sengaja mencetak ke dua foto tersebut demi untuk mengembalikan ingatan Brandon.“Apa kau mengingat ini siapa? Dari kemarin kau menyebutkan nama Zaara Nadira. Nah, ini fotonya! Zaara Nadira keponakan saya.”Alfian menjelaskan pada Brandon dengan begitu serius. Jika Brandon sampai hilang ingatan dan masih mengingat Zaara pertanda bahwa Brandon tidak berbohong dan menipunya mengaku sebagai orang suruhan Hantoro.Brandon duduk dengan bersandar pada bantal dan menatap foto tersebut dengan seksama. Brandon menyebut nama Zaara Nadira berulangkali pasti sebelumnya dia mengenalnya. Semakin mencoba mengingat semakin kepalanya begitu berat sekali.Brandon memegangi kepalanya dengan perasaan frustrasi. Dia tak bisa mengingat siapakah gadis bernama Zaara Nadira itu. Dia hanya mengenal namanya saja. Selebihnya tidak

  • Pelukis Buta Milik Sang CEO   114. Bahaya yang mengancam

    Pagi itu Alfian menjenguk Brandon di rumah sakit karena merasa iba padanya. Setelah Alfian pikir mungkin Brandon memang bukan seorang penipu. Setelah memperoleh informasi dari aparat kepolisian yang melakukan penyelidikian dan penyidikan di tempat kejadian perkara di mana Brandon mengalami kecelakaan naas tersebut, telah ditemukan bahwa seseorang telah berusaha mencelakai Brandon dengan menyabotase kendaraannya seolah hanya kecelakan murni biasa, padahal kecelakaan yang sudah disusun skenarionya terlebih dahulu.Seseorang yang mampu melakukan pekerjaan yang mulus tersebut hanya bisa dilakukan oleh orang berpengaruh dan tak tersentuh.Terlepas dari itu semua, naluri Alfian tergugah ingin mengetahui kondisi pria yang berusia seumuran dengannya tersebut apakah sudah membaik atau belum.Alfian berjalan di lorong rumah sakit menuju ruang rawat inap di mana Brandon berada. Saat ini kartu identitasnya masih bermasalah. Namun pihak kepolisian tengah mengurusnya di kedutaan. Kondisinya cukup m

DMCA.com Protection Status