Vianca menyingkirkan tangan Zeva yang melingkar di perutnya. Dia bangkit dari posisi berbaring, dan duduk menghadap ke arah jendela. Walaupun Zeva belum menjawab pertanyaan dirinya. Tapi dia sudah merasa pilu hanya dengan melihat ekspresi wajah Zeva.
"Vianca, tatap mataku, sini!"
"Tidak mau.Tolong jawab pertanyaan aku dulu. Kamu setuju dengan pertunangan itu 'kan?" tanya Vianca
"Tidak, aku tidak setuju. Ayah mengatur acara itu sendiri tanpa minta pendapatku."
"Tapi ujung-ujungnya, Mas Zeva setuju juga 'kan?" Vianca mulai menatap wajah Zeva.
"Ya."
Hal yang dia takutkan akhirnya kejadian. Dia menyesal sudah menitipkan hatinya pada buaya darat macam Zeva.
"Aku ingin kita pisah!" ucap Vianca.
"Jangan main-main, Vianca. Kamu harusnya ingat masa lalumu seperti apa. Masa lalumu yang memalukan tidak akan merubah statusmu jadi seorang putri hanya dengan kamu jadi istriku. Aku mencintaimu, tapi mengenalkan kamu pada keluargaku adal
"Vianca, harusnya apapun yang akan kamu lakukan diskusikan dulu padaku. Aku pun juga ingin punya anak darimu tapi nanti, disaat waktu yang tepat.""Diskusi? Mas Zeva bertunangan dengan Savana pun tidak diskusi dulu padaku, kenapa aku harus diskusi?""Karena aku sebagai suami yang berhak mengambil segala keputusan.""Egois!"Vianca malas berkata-kata lagi, saat Zeva menanggapinya seperti itu. Dia menarik selimut menutupi badannya. Mengelus perut, dia berdoa pada Allah supaya anak yang dia kandung membuat Zeva menjadi sadar, dan membatalkan pernikahan dengan Savana.Zeva melihat tingkah laku Vianca. Meskipun dirinya tak berniat memiliki anak dari Vianca, akan tetapi semuanya sudah terlanjur, dan Zeva tak ingin ada jiwa yang mati hanya karena dirinya tak menginginkannya. Lagipula, itu bukan anak haram.Zeva mendekat, mengelus rambut Vianca. Kemudian memeluknya dari belakang. "Jaga anak kita sayang!"Vianca berbalik badan menj
Vianca membuat janji di sebuah restauran dengan Edrick. Tak pernah terlintas dalam benaknya untuk mengadu dan berkeluh kesah pada adik iparnya tersebut. Namun, dia tak tahu harus berbagi dengan siapa lagi. Saat ini, orang yang bisa dipercaya adalah adik Zeva.Edrick menatap lekat pada Vianca yang duduk di hadapannya. Wanita yang dia sukai, kini telah jadi kakak iparnya. Mungkin, keinginan untuk menjalin cinta dengan Vianca sudah musnah, tapi setidaknya dia bisa berhubungan baik dengan Vianca sebagai saudara."Aku dan Zeva sama-sama memiliki masa lalu yang buruk, dia pernah di penjara dan aku pernah menjadi wanita malam. Aku pikir, karena kami memiliki persamaan masa lalu yang kelam pada akhirnya Zeva akan memaklumi asal usulku yang mungkin bagi keluarga kalian adalah masa lalu yang tidak jelas dan memalukan. Tapi rupanya tetap saja, dia hanya menjadikan aku pelampiasannya saja."Edrick mencermati setiap kata yang Vianca lontarkan. Dia ingin menjadi pendengar yan
Zeva menyesap Macchiato di sebuah coffee shop. Dia terbiasa melepas penat selepas dirinya bekerja di tempat itu karena lokasinya yang dekat, yaitu berada tepat di sebrang gedung kantor.Ada seseorang yang menghampirinya. Zeva melirik dan melihat adiknya berdiri di dekatnya."Bang Zev, gua duduk di sini, ya!""Oke, tumben ke sini juga? Mau ngopi?""Enggak, gua tau lo ada di sini, emang sengaja ke sini buat ketemu sama Bang Zeva.""Ada apa?""Bang, gua udah tau lo udah menikah sama Vianca."Zeva mengerutkan dahi atas informasi yang diberikan adiknya itu. "Siapa yang bilang? Lo jangan banyak omong! Awas! Itu semuanya rahasia.""Vianca yang bilang langsung. Harusnya Bang Zev gak merahasiakan itu dari gua.""Jangan ikut campur, adik sialan! Jangan coba-coba berani cahtting sama Vianca lagi.""Tapi kenapa lo merahasiakan ini? apa karena lo merasa malu dengan masa lalu Vianca?"Zeva tak menjawab, sebenarnya
"Vianca, maaf! Harusnya aku gak bahas masa lalumu, aku sebenarnya hanya cemburu. Aku tahu, aku sudah kelewat batas." Zeva menatap lekat ke arah Vianca.Vianca tertunduk. "Dari dulu emosimu memang selalu meledak Mas Zeva, aku sudah hafal. Kehidupan aku memang memalukan, pantas lah kamu merahasiakan keberadaanku ini."Zeva terdiam, dia semakin merasa bersalah saat Vianca mengatakan hal itu. Berbaring di samping istrinya, dia pun memeluk tubuh Vianca erat. Berharap Vianca tidak murung lagi, tapi semuanya sudah terlambat. Vianca sudah terlanjur sakit hati dan Zeva kehilangan senyum indah Vianca untuknya."Vianca, hal apa yang harus aku lakukan untuk menebus kesalahanku. Apa kamu ingin aku belikan perhiasan baru?""Jangan, tidak usah! Aku hanya ingin Mas Zeva tetap berada di sini. Aku membutuhkanmu dan takut saat melahirkan nanti, kamu malah tak ada di sampingku."Zeva ragu untuk berkata iya. Dirinya tak bisa menjanjikan selalu pulang lebih cepat. "Akan
Vianca merasa tenggorokannya kering. Saat dirinya berjalan ke parkiran matanya lekat tertuju pada stand Milik Shake di sebrang sana. Banner menu berbagai variant rasa menggugah selera. Sementara itu, Zeva melihat arah pandang istrinya. Dia pun berkata, "kamu mau? Aku ke toilet dulu sebentar. Nanti aku akan belikan minuman itu, mau rasa apa?" "Kalau cuma beli ke sebrang aku sendiri bisa, kok. Kamu ke toilet aja, nanti nyusul ke tempat itu." "Oke, hati-hati." Vianca berjalan menuju zebra cross, kemudian menyebrang bersama penyeberang yang lain. Dia langsung menuju stand minum itu dan memilih menu yang dia suka. "Stroberi Milk Shake satu, Pak." "Topingnya apa, Mbak?" "Wipe cream sama taburan choco chips dan sedikit keju." "Oke, tunggu sebentar, Mbak." Vianca melakukan pembayaran di awal, kemudian mencari tempat duduk di sebuah bangku out door. Udara di tempat itu lumayan sejuk, karena walaupun di pusat kota. Akan tetapi su
Vianca tak menyangka perjalanannya yang sekadar mencari perlengkapan bayi, pada akhirnya lanjut ke pemukiman terpencil di daerah dataran tinggi. Sebenarnya, dia tak setuju saat Zeva memutuskan mampir ke rumah Alvin. Akan tetapi, dia ingin menjadi istri yang baik dengan menghormati setiap keputusan suaminya. Vianca duduk di kursi teras depan rumah orang tua Alvin. Zeva memberikan beraneka ragam cemilan untuknya yang dibeli saat melewati mini market. Sementara itu, Zeva membicarakan sesuatu hal dengan Alvin di dalam rumah. Vianca mengedarkan pandangan di rumah itu. Rumah yang kondisinya sudah rapuh dengan pondasi yang tak begitu kokoh. Dia menyimpulkan, bahwa Alvin benar-benar butuh uang sampai rela mencuri. Akan tetapi, Vianca memilih tetap waspada. "Silakan di minum teh nya, Mbak!" seorang wanita paruh baya menaruh secangkir teh hangat di atas meja. "Makasih, Bu. Ibu ini ibunya Alvin bukan?" "Iya, saya ibunya Alvin. Mbak lagi hamil
"Bro, menurut lo Vianca hamil oleh Zeva atau Zeva sengaja pesan jalang yang lagi hamil?" tanya Galih tak tahu malu pada Rio."Bisa saja Zeva sengaja pesan wanita yang lagi hamil buat bangkitkan sahwat."Zeva mengepalkan tangan, berusaha bersabar menunggu teman kampretnya itu pergi dengan sendirinya. Walaupun tawa mereka menggema di udara membuat otaknya mendidih.Sementara itu, Vianca menunduk lesu. Jenis penghinaan secara verbal dari pria, tak asing dia dapatkan di masa lalu, bahkan lebih dari pada ini."Ayolah Zeva, lo ngaku aja, kami bertanya hal seperti ini karena pernah menyewa dia juga. Siapa tahu kita bisa pakai jasa dia secara bergiliran. Rahasia terjamin.""Kurang ajar!" pekik Zeva.Mungkin amarah Zeva tak bisa dibendung lagi, hingga dalam hitungan detik Zeva sudah berada di hadapan ke dua orang itu dan memberikan pukulan bertubi secara bergantian pada temannya."Hey, Zeva! Lo kenapa? Kita gak menghina lo. Justru kita k
Vianca memejamkan mata, duduk di kursi teras ditemani dinginnya malam dan secangkir teh hangat yang berada di meja. Semenjak mendengar penghinaan dari dua teman Zeva hatinya tak bisa tenang. Timbul rasa ragu pada diri sendiri, apakah layak dirinya menjadi pendamping Zeva. Sama seperti saat pertama kali Zeva melamarnya, bahkan keraguannya lebih dari pada itu.Hanya anak di dalam perut yang membuatnya bertahan. Dirinya merasa tidak berharga meskipun Zeva sudah menenangkan batinnya."Gak diminum tehnya, Vi?"Vianca perlahan membuka mata, dan hal pertama kali dia lihat bukanlah langit malam seperti tadi. Melainkan wajah Zeva yang menatap teduh penuh iba."Keburu dingin tehnya, kurang nikmat." Sekali lagi, pria itu membujuk wanita yang ada di hadapannya untuk mau menikmati teh. "Apa kurang biskuit Rom*?"Vianca mulai tersenyum dengan sedikit candaan dari Zeva. Hati yang rapuh itu berusaha dia kuatkan lagi. Dia tidak ingin menyia-nyiakan waktu kebe
Savana baru pulang dari luar negeri. Dia kembali ke rumah orang tuanya dengan hati bahagia. Bahagia saat melihat di internet orang-orang ramai-ramai menghujat Vianca. Pasti saat ini Vianca stres berat, suruh siapa merebut Zeva dari dirinya. Sungguh sangat beruntung, dia adalah seorang selebgram berwajah cantik yang disayangi para netizen. Selama penampilan good looking, jika berkeluh kesah di sosial media akan cepat mendapatkan simpati orang lain.High heels Savana berbunyi saat melangkahkan kaki menuju rumah. Dia saat ini menggunakan mini dress warna maroon sebagai lambang keberanian. Selain itu, kakinya sudah sembuh total membuat dia bebas bergerak. Mungkin, nanti malam dia harus mengadakan pesta, pesta atas penderitaan Vianca.Langkah Savana terhenti. Rupanya, di depan orang tuanya yang megah bernuansa art Deco itu ada seorang pria tinggi bertubuh atletis sedang berdiri menantinya.Mata tajam Zeva tersebut terus menatap ke arah wanita yang pernah singga
Sudah sekian lama Zeva tidak menginjakan kaki di rumah ibunya ini. Sejak memilih hidup bersama Vianca, sejak saat itu pula Zeva tidak pernah ke rumah orang tuanya. Namun, semuanya tidak berubah orang tua Zeva tidak pernah bisa sedikit saja mengerti dirinya.Semilir angin malam bertiup halus di depan wajah Zeva. Dia berjalan dari area parkir, menuju ke dalam rumah dengan langkah yang hampa. Dia mengingat video itu kembali, alasan istrinya memilih pergi jauh dari hidupnya."Bi, di mana mamah?" tanya Zeva pada asisten rumah tangga."Beliau sedang ada di kamar."Zeva tak berkata apa-apa lagi, dia menuju kamar ibunya yang berada di lantai dua dengan langkah yang terburu-buru. Sementara itu, dia juga tahu saat ini ayahnya sedang berada di luar kota.Zeva mengetuk pintu. "Mah, ini Zeva!"Lama Zeva menunggu, hingga akhirnya ibunya yang berada di dalam kamar menyahut panggilannya. "Zeva, masuk saja."Zeva membuka pintu, dia melihat sang ibu se
Keadaan rumah dikunci dari luar. Zeva membuka gerbang dengan kunci cadangan yang dia bawa. Rumahnya sepi, asisten rumah tangga sudah jelas sedang mudik. Namun, istrinya juga tidak ada di rumah. Zeva hanya berpikiran bahwa Vianca sedang pergi ke mini market membeli sesuatu.Namun, sang rumah menampakan kesunyian pula. Seolah dia pun merasakan sedih ditinggal sang nyonya rumah. Sementara itu, tuan rumah tak memiliki prasangka apapun karena merasa baik-baik saja dengan istrinya.Vianca baik, menerima semua kekurangan Zeva, tak mungkin Vianca pergi sembarangan. Kecuali wanita itu sudah berada di puncak kelelahan. Zeva membersihkan badan, mandi di bawah guyuran shower dan merasakan setiap rintik air yang menetes ke tubuhnya dalam kegalauan. Dia terbayang wajah Vianca.Vianca selalu ada di rumah ketika Zeva pulang. Zeva tak menuntut Vianca selalu menyambutnya. Namun, rasanya berbeda saat wanita itu sudah tak melakukan ritual sederhana. Yaitu, hanya sekadar senyum meny
Savana mendapat pesan 'WA dari ibunya. Dia merasa terharu ternyata ibu dan ibu mertuanya sangat sayang padanya. Hingga rela melabrak wanita yang sudah dia ketahui bernama Vianca itu.Awalnya, dia posting di sosial media untuk mencari perhatian orang lain. Setelah berhasil menjadi selebgram dengan kisah cinta yang rumit, rupanya dia mendapatkan kenyamanan. Hal itu dikarenakan, apapun yang dia posting selalu mendapat dukungan.Terbersit dalam hatinya untuk mengunggah video ini. Apalagi jika dia menambahkan soundtrack lagu yang menyayat hati. Pasti setiap orang yang melihat akan iba akan kisah cintanya.Savana tanpa ragu melakukan hal itu. Toh, apapun yang dia lakukan tidak akan membuat Zeva kembali padanya. Dia kini benar-benar menyerah, dan hanya ingin balas dendam pada Vianca. Jika dirinya tak bahagia, maka Vianca juga harus mendapatkan luka yang sama.Akhirnya, video itu berhasil terkirim ke publik dengan judul. "Penggerebegan pelakor mantan suamik
"Kamu wanita playing victim. Yang sebenarnya korban adalah anak saya, Savana." Ibunya Savana mulai berkata-kata lagi, tapi saat ini dengan intonasi yang pelan. Dia pun takut anaknya Vianca menangis lagi."Saya tahu, tapi Savana korban dari kelakuan Zeva. Saya tidak tahu menahu kisah Zeva dan Savana seperti apa. Yang saya tahu, Mas Zeva sudah putus dari Savana sebelum menikah dengan saya.""Berarti Zeva dan Savana putus gara-gara kamu, kamu biang kerok semua masalah.""Mas Zeva bilang, saat itu Savana dan Adam kakaknya Zeva ada hubungan, maka dari itu Zeva kesal.""Jangan so tahu kamu. Malah fitnah anak saya."Ibunya Vianca berkata kembali. "Kamu, wanita murahan! Jangan pernah sekali-kali mencoba memfitnah menantu kesayangan saya. Kamu mau melahirkan berapa belas anak pun dari Zeva, tetap saja kamu wanita murahan yang tidak akan mendapat tempat di kehidupan saya."Ibunya Zeva emosi saat melihat teman akrabnya sekaligus besannya sakit hati ole
Di rumah baru ini, Vianca melewati berbagai hal. Terutama menyaksikan tumbuh kembang anaknya yang sudah mau satu tahun. Anak nya sudah bisa jalan, sering menggapai benda-benda bahaya disekitar. Vianca kewalahan dan kecapean akan hal itu, tapi itu adalah hal yang menyenangkan dalam hidupnya. Saat melihat canda tawa Rafael, Vianca merasa hidupnya sempurna.Rafael pun tak pernah kekurangan kasih sayang ayahnya. Zeva saat pulang bekerja selalu mengajak anak itu bermain baik di rumah maupun di taman dekat rumah. Mengajak Rafael mandi bola dan yang lainnya.Vianca selalu sibuk di sore hari menyiapkan hidangan kesukaan Zeva. Namun memang, hasil masakan Vianca tidak mengecewakan. Zeva selalu lahap bahkan sampai nambah dua kali sangking bersemangatnya menyantap hidangan dari istrinya itu.Yang kurang dari hidup mereka adalah. Tidak adanya restu dari orang tua mereka. Terlebih Savana pergi ke luar negeri dengan alasan berobat, dia
Savana meletakan ujung pena untuk menandatangani surat gugatan cerai dari Zeva. Tangannya bergetar, air matanya berderai. Dia tak pernah mengira nasibnya akan menjadi janda di usianya yang sangat muda. Apa kata orang nanti?Apalagi, saat ini dirinya masih di atas kursi roda. Ingin mendapat perhatian malah dapat celaka yang berkali lipat.Keluarga Savana begitu terpandang dan disegani. Hal itu semakin membebani batin Savana. Dia kembali terisak mengingat bagaimana nanti reaksi ibunya yang mengetahui kejadian ini.Savana tak sanggup menandatangani kertas itu. Surat tersebut malah dibanjiri air mata dan Savana segera meletakan kembali surat itu ke nakas.Dia menelepon Adam, pria yang pernah menenangkan jiwanya walaupun statusnya adalah suami orang.Adam mengangkat telepon. Dan sepertinya mendengar rintihan Savana. "Hallo, Savana! Kamu menangis?"
Vianca melihat istri Melvin membawa kado yang besar. Tadinya dia tidak fokus pada kado yang keluarga itu bawa. Vianca menjadi lega, sepertinya kedatangan Melvin bukan untuk hal yang jahat, tapi untuk berkunjung layaknya saudara."Vianca, ini untuk anak kamu!""Makasih banyak, kak!"Siapa namanya anakmu itu.""Namanya Rafael Nichole. Panggilannya Rafael atau Rafa, tapi kadang aku panggil aja Dek Fael."Lucu banget panggilannya."Cindy masuk ruangan tamu sambil membawa Rafael. "Wah, ada Kak Melvin di sini. Ya, ampun, kak Melvin kemana aja, gak pernah mudik. Ibu sama aku hampir lupa punya kakak cowok.""Iya, maafin Kaka Cindy. Sini bawa dedeknya, kakak mau lihat wajahnya mirip Vianca atau Zeva.""Wajahnya mirip tantenya, dong hahaha." Cindy mendekat ke arah Melvin.Melvin menatap Rafael dengan lekat. "Ganteng banget, mirip gua ternyata.""Huhuuuuu ...." Cindy bersorak meledek Melvin."Saat lahiran berapa kilo?
Vianca sudah menunggu Cindy di depan pintu. Saat Cindy tiba dengan menggunakan mobil Edrick, Vianca sangat heran karena wajah adiknya itu murung sambil buru-buru masuk kamar tanpa ucap salam."Edrick, katanya kamu mau pulang sore, tapi malah pulang semalam ini.""Sorry, Vi. Aku keterusan mainnya.""Lain kali jangan gitu, lalu kenapa Cindy kelihatan kesal? Apa yang kamu perbuat padanya.""Aku tidak melakukan apa-apa. Mungkin dia lelah.""Oh, gitu.""Ya." Edrick tertunduk, takut ketahuan bohong. "Ya, sudah, aku pulang dulu, Vi.""Hati-hati di jalan.""Oke."Vianca berjalan menuju kamar Cindy. Dia melihat Cindy berbaring di kasur dengan selimut menutupi perut."Udah mau tidur? Udah cuci kaki dan cuci muka belum? Atau kamu mau mandi air hangat?""Aku lagi bete, mau tidur aja.""Jangan gitu, dong jorok, tahu.""Bodo amat, lagi bete.""Emang kesal sama siapa, sama Edrick!""Ya sama sia