Zeva meraup udara di sekitar. Dia mengedarkan pandangan, merasa mimpi dirinya bisa terbebas dari jeruji besi yang mengekang hidupnya selama ini. Hal pertama yang dia ingin lakukan selepas dari tahanan adalah, memeluk seorang wanita. Lima tahun dipenjara membuat dia kehilangan kesempatan itu.
Namun, wanita mana yang bisa dia peluk? Statusnya sebagai mantan napi membuat dia ragu untuk menjalin hubungan serius. Prasangka buruk itu semakin menjadi saat dia mencoba menghubungi mantan kekasihnya Savana, tapi Savana menolak walau hanya sekadar bertemu.
Zeva memasukan kembali ponsel yang sempat dia buka barusan. Nomer Savana masih yang lama, masih bisa dihubungi. Namun wanita itu sudah berubah sejak Zeva ditangkap oleh polisi. Bagi Zeva, prilakuan Savana masuk akal karena wanita mana yang mau menjadi kekasih seorang pria yang sudah menghabiskan masa mudanya di tahanan. Kecuali, wanita tersebut sama brengseknya dengan dirinya.
Zeva tidak pulang ke rumah. Meskipun sudah bebas tapi rumah seperti di neraka, ketika dia mengingat dua saudara kandungnya sudah berhasil membuat orang tua bangga dengan gelar dan pekerjaan yang baik. Dia hanya akan jadi sampah di antara dua berlian yang bersinar.
Bermodal tidak tahu diri dan tak tahu malu, Zeva dengan lancang menumpang di rumah Leon yang ukurannya kecil jika dibanding dengan rumah ayahnya. Namun, karena dia sudah terbiasa di hidup di penjara, tidak menjadi masalah walau tinggal di kontrakan yang sempit. Toh, hanya sementara, sebelum dirinya dapat tempat tinggal sendiri.
"Lagi ngapain Bang Zev? Serius amat!" tanya Leon sambil diam-diam mengamati mantan bos besarnya dulu mengutak-atik ponsel.
"Lagi cari yang open BO!"
Leon mendengus. "Bapak kasih uang bukannya buat cari kerja 'kan? Bukan nyari PSK!"
Zeva tidak menjawab. Dia berjanji akan pulang ke rumah jika sudah bekerja. Entahlah, dia sendiri bingung cari kerja ke mana gara-gara sempat menjadi napi. Dia malas menulis lamaran karena merasa akan sia-sia juga. Sementara, dirinya pun tidak diijinkan masuk ke perusahaan ayahnya dengan alasan sering membuat ulah dan masalah.
"Susah juga ya, cari wanita malam," celetuk Zeva.
"Susah apanya? Di ibukota banyak banget PSK."
"Susah, karena rata-rata mukanya gak sesuai dengan imajinasi gua."
Leon memberanikan diri mengintip ponsel Zeva, hanya untuk melihat wanita yang menawarkan diri via medsos di aplikasi kencan. "Cantik-cantik, kok."
"Iya, cantik. Tapi wajahnya ngeselin."
Leon berpikir keras, tapi tetap saja dia bingung wajah yang ngeselin itu seperti apa. "Ya sudah, Bang. Saat hubungan jangan lihat wajahnya aja. Yang penting badannya sexy 'kan?"
"Gak bisa, gua harus lihat wajahnya jelas."
Begadang sampai lewat tengah malam hanya untuk mencari wanita bayaran yang sesuai dengan imajinasinya. Akhirnya Zeva mendapatkan satu yang sesuai. Lalu akhirnya Zeva mulai mengirim WA karena tertera nomer WA langsung di situ.
"Open BO? Fix jadi besok malam."
"Maaf, saya sudah gak open BO. Maaf postingannya belum sempat dihapus."
"Besok malam, fix. Please."
Zeva mengumpat, mengabsen nama kebun binatang di tengah malam yang sunyi. Beberapa kali Leon terperanjat dari tidurnya karena mendengar suara Zeva yang gaduh. Untungnya, Leon berhasil tidur lagi.
Dia tidak menyerah, terus membujuk wanita degan nama akun Vianca. Tentu saja dengan taktik jitu buaya darat yang dia miliki, karena dia takut malah diblokir jika memperlihatkan sifat asli dirinya yang tempramen.
Zeva menulis pesan teks untuk kesekian kalinya. Hingga menawar tinggi. "Gua bisa bayar lo berkali lipat. Serius gua tertarik banget sama lo."
Wanita itu tidak membalas. Dan Zeva tidak suka penolakan wanita yang bernama Vianca itu. Baginya penolakan itu adalah penghinaan besar. Zeva lantas mengirim pesan kembali, untuk terakhir kali di malam ini.
"Vianca, save nomer gua! Siapa tahu lo butuh bantuan gua kapan-kapan."
Komunikasi mereka berakhir malam itu. Zeva pun tidak mencari wanita lain karena dia hanya ingin Vianca. Wanita yang masih kalah cantik dibanding dengan mantan Zeva. Vianca tidak secantik Savana, hanya saja wajahnya sesuai dengan imajinasi yang Zeva inginkan, menenangkan hati dengan senyuman yang tulus.
Tentu saja imajinasi seperti itu sangat sulit didapatkan Zeva, karena pada umumnya penampilan wanita malam itu glamor dan menantang.
***Zeva sudah mengantongi setiap medsos Vianca baik F*, IG, maupun Tiktok. Dia meminta bantuan Leon untuk mendapatkannya. Setiap hari dia melihat postingan Vianca, sambil berharap Vianca akan kena musibah dan memilih menjual diri kembali, tapi sudah satu bulan berlalu nampaknya Vianca hidup dengan biasa-biasa saja.
Hingga akhirnya, dia melihat status WA wanita incarannya itu memasang emoticon menangis. Zeva akhirnya memilih untuk mengirim pesan.
"Hallo Vianca! Kenapa statusnya sedih gitu?"
"Lagi ada masalah aja."
Zeva tersenyum, dia tidak berani bertanya blak-blakan untuk menghindari pemblokiran nomer. Hanya saja, dia sangat berharap bahwa Vianca mendapat kesulitan keuangan, dan tidak bisa mendapat jalan keluar selain menyerahkan diri pada dekapan Zeva.
Zeva mengirim pesan kembali."Sesuai janji gua sama lo, lo bisa minta bantuan sama gua dalam hal apa pun. Emang ada masalah apa? Cerita aja."
"Lagi pusing aja, belum dapat pekerjaan," balas Vianca.
"Sabar aja, nanti juga dapat. Jangan dulu putus asa."
Sebenarnya, Zeva juga pengangguran 'kan? Tapi melalui harta ayahnya Zeva tidak terlalu khawatir. Dia hanya tinggal bilang belum ada pekerjaan yang cocok, nanti akan dikirim uang oleh ayahnya. Lain halnya dengan Vianca yang tidak memiliki nasib sebagus Zeva. Walau sudah setengah mati kirim lamaran dan mengikuti berbagai tes. Tapi akhirnya gagal juga, kalah dengan orang yang bawa uang untuk menyogok pekerjaan.
Vianca selalu mendapat nilai tes yang sempurna. Baik tes tulisan maupun interview. Namun saat akan medical cek up biasanya tidak ada kejelasan. Dan tahu-tahu, orang yang sudah gagal interview sudah diterima di perusahaan tersebut. Vianca tahu, orang itu punya orang dalam sementara dirinya tidak. Dia sering melamun karena hal itu.
Vianca akhirnya mengeluarkan unek-unek pada pria yang baru saja dia kenal lewat chat. "Saya kesal, gara-gara gak ada uang sogokan jadi susah cari kerja."
"Lo bisa kerja kaya dulu lagi, Vi."
"Enggak, ah. Capek kaya gitu terus."
"Lo tenang aja! Gua akan lakuinnya pelan-pelan. Jadi nanti gak bakal cape."
"Astaga! Bukan itu maksudnya. Maksud saya, cape hidup gak berkah terus." Vianca membalas chat Zeva dengan menambahkan emoticon wajah datar yang banyak.
Zeva terkekeh atas balasan Vianca yang membuat layar ponselnya dipenuhi emoticon tersebut. "Sementara aja, Vi! Sambil cari pekerjaan, open BO lagi aja, nanti gampang bisa tutup lagi 'kan? Please, jangan dulu taubat!"
Zeva menatap layar ponsel, tidak ada balasan lagi dari Vianca. Untuk pertama kalinya Zeva merasa bodoh menunggu balasan sampai tidak bisa menjauhkan mata dari layar ponsel seperti ini. Dan ini sangat menyiksa batinnya. Dia hanya ingin bersenang-senang tapi kenapa harus seribet ini.
Mata Zeva membulat saat ada notifikasi masuk dari Vianca. Nyaris saja ponsel di tangannya dia lempar karena terlalu senang. Harapannya tidak musnah, karena Vianca setuju untuk diajak bertemu.
Zeva merasa puas dengan kebodohan Vianca. Dia membaca kembali pesan wanita itu.
"Saya bersedia bertemu, tapi mau dikasih bayaran 7 kali lipat. Maaf, soalnya nyogok kerja jaman sekarang gak ada yang murah, semuanya seakan mencekik leher. Boleh 7 kali lipat?"
"Fix! Tapi syarat dan ketentuan berlaku kalau mau 7 kali lipat. Jangan pernah mau lagi layani pria lagi selain gua."
Vianca menatap jam di dinding, resah karena sebentar lagi dia harus menemui Zeva. Dia meregangkan badan dengan durasi yang lama, mengulur waktu menuju meja rias di kamarnya. Hatinya tidak bisa tenang, walau demikian dia tetap membuka lemari memilih beberapa pakaian terkutuk yang sudah beberapa bulan tidak gunakan.Tidak ada satu pun yang baik untuk digunakan. Semua pakaian itu membuat dirinya nampak terlalu sexy. Vianca tidak merasa risi sama sekali untuk memakainya, karena sudah biasa memakainya dulu. Namun, seakan menjilat ludah sendiri saat dia berkata tidak akan memakai baju ini lagi, dan saat ini dia malah memakainya. Pilihannya, jatuh pada dress warna maroon dengan belahan dada terbuka.Dia membuka kotak make up. Memoles dengan make up yang lebih mencolok namun masih terlihat apik dan memukau. Seimbang dengan kulit putih mulusnya. Kemudian, menyemprot parfume mahal, yang akan dia semprotkan jika pergi dengan tamu saja.Ponsel Vianca berdering, ada notifika
Menjelang dini hari, meskipun mereka sudah melalui malam indah bersama, keduanya tidak terpejam. Seolah, waktu sayang untuk dilewatkan hanya dengan tidur. Besok, bisa saja mereka akan saling melupakan dan hari ini adalah hari di mana pertama dan terakhir kali mereka bertemu."Gua ingin melakukan banyak hal bersama lo, hanya dalam waktu satu malam.""Ngapain lagi?" tanya Vianca setengah ngantuk."Ngobrol sama lo."Vianca tidak menjawab, dirinya ingin tidur tapi tidak diijinkan. Tadi sempat dia terpejam, tapi bahunya diguncang oleh Zeva hingga akhirnya bangun lagi.Namun Zeva tidak peduli. Masa bodo dengan wajah Vianca yang menahan ngantuk. Dia ingin wanita itu mendengarkan apa pun yang Zeva ungkapkan. "Usia lo berapa tahun, kenapa bisa seimut ini?"Vianca yang nyaris terlelap mendadak segar bugar hanya dengan satu kalimat pujian. "Imut?""Serius, imut banget. Jadi berapa taun usia lo?""22 tahun. Kalau Mas berapa tahun?"
Zeva merebahkan diri, mencoba memejamkan mata, tapi tidak berhasil. Dia tidak menyangka, sampai kini pun otaknya dipenuhi memori saat bersama dengan Vianca. Wanita itu, berhasil mencuri hatinya, walau hanya baru bertemu satu malam.Zeva meraih ponsel, kemudian mengirim pesan pada Vianca hanya sekadar menggoda tanpa ada maksud lain. "Gua ingin ketemu sama lo lagi. Setiap hari dan seumur hidup. Lo mau?"Zeva merasa geli sendiri. Jika dia bertemu setiap hari dengan Vianca, maka dia harus sedia uang yang banyak untuk membayar rutin wanita itu. Padahal, uang dari ayahnya sudah hampir menipis. Semakin ke sini, ayahnya terlalu rese dan susah memberikan uang lagi. Zeva jadi kepikiran untuk mencari pekerjaan dengan benar.Ada notifikasi pesan masuk, dan itu dari Vianca. "Jangan aneh-aneh, Mas."Zeva tidak suka balasan itu. Baginya, Vianca sudah lancang menolak dirinya."Lo adalah wanita malam paling rese yang pernah gua temui. Lo nolak keinginan gua?"
Zeva menyaksikan sendiri minuman yang diberikan pada Vianca jatuh. Alisnya berkerut, dia keberatan niat baiknya disambut dengan penolakan.Vianca mengigit bibir bawah, resah karena dia tidak sengaja menumpahkannya. Dia masih waras untuk tidak mencari gara-gara dengan Zeva. "Maafkan saya!"Zeva terkekeh, dia memang kesal. Namun melihat ekspresi Vianca saat ini, malah membuat Zeva ingin memeluk wanita itu."Ya sudah, lupakan minuman itu. Sekarang, lo mau gua antar beli baju tak senonoh, gak? Buat dipakai nanti malam.""Em, gak usah."Mendengar kata baju tak senonoh dari mulut Zeva, rasanya Vianca ingin sekali mencekik pria di hadapannya itu. Namun lagi-lagi Vianca hanya bisa ketakutan, apalagi Zeva saat ini kembali memakai stelan hitam-hitam seperti anggota mafia.Zeva menarik tangan Vianca, mengajaknya ke pusat perbelanjaan. "Ikut, yuk!""Gak mau!" Vianca menahan tubuhnya supaya tidak bergeser."Kenapa?"
Sudah kesekian kalinya Zeva dan Vianca bertemu. Sekadar berkeluh kesah layaknya teman yang saling mendukung. Namun, baru kali ini Vianca diajak ke kontrakan milik Zeva. Kontrakan yang lebih mirip persembunyian teroris karena letaknya yang jauh dari jalan utama. Serta, stiker logo death metal menempel penuh di jendela membuat kesan yang urakan.Vianca kembali berburuk sangka, dengan kontrakan sekecil ini mengapa Zeva selalu memiliki uang yang cukup banyak. Apa Zeva jualan obat-obatan terlarang? Langkah Vianca terhenti. Bahkan lebih daripada itu, kakinya bergetar."Ayo masuk! Kenapa diem kaya patung gitu? Alergi masuk kontrakan kecil?""Kontrakan aku juga kecil, emm tapi__""Tapi tidak menyeramkan seperti ini?" Zeva menebak.Vianca membulatkan mata. "Bukan begitu!""Atau lo takut gua rebus hidup-hidup di dalem? Atau mungkin, takut ada tikus dan kecoa? Asal lo tahu, biarpun stiker jendela gua band cadas tapi isi kontrakan rapi dan bersih, kok."
Setelah satu bulan lamanya, Vianca sudah tak mendengar kabar laki-laki itu lagi. Terakhir mereka bertemu, Zeva membantu menyiapkan lamaran pekerjaan. Hal kecil itu membuat kesan tersendiri bagi seorang Vianca, yang sangat jarang berinteraksi dengan orang sekitar. Saat Zeva tidak hadir, maka hari-harinya kembali sepi dan membosankan. Sebenarnya bukan karena jatuh hati pada pria itu. Dia hanya rindu suasana berisik yang Zeva ciptakan. Bahkan dia belum meminta maaf karena sudah menuduh Zeva adalah seorang buronan. Sehabis menandaskan sarapannya. Dia meraih ponsel. Mencoba memberanikan diri mengirim pesan pada pria itu. "Hallo Mas Zeva apa kabar? Saat Mas tidak menghubungiku,aku tahu itu artinya aku sedang tidak dibutuhkan. Tapi saat ini sepertinya aku yang membutuhkan Mas Zeva. Apa bisa kita bertemu?" Vianca masih memegang ponsel, menanti centang satu abu berubah menjadi centang dua biru. Namun, hal itu tidak terjadi meskipun sudah cukup lama dia m
Vianca sudah memakai pakaian putih-hitam karena hari ini ada panggilan kerja. Namun, walaupun masih pagi, dia diresahkan oleh kehadiran Melvin di depan rumahnya. Kakaknya itu, nampak kumal, serta belum mengganti pakaian hang out. Sepertinya, Melvin semalaman habis party bersama teman-temannya.Vianca berada dibalik pintu, dia tidak ingin berurusan dulu dengan kakaknya. Dia tahu, kakaknya akan datang jika sudah kehabisan uang."Vi ... Vi ... buka pintunya! Kakak tahu kamu ada di dalam!" teriak Melvin.Vianca terperanjat, berdiri dibalik pintu, tetap bertahan menunggu kakaknya itu pergi. Namun, cukup sulit membuat Melvin pergi. Vianca beberapa kali melihat jam di tangannya, cemas karena khawatir akan terlambat.Melvin lagi-lagi mengetuk pintu, kali ini lebih kencang karena sudah cukup pusing dari tadi menunggu. "Woy, buka, woy! Adik sialan, gak tahu diri! Udah syukur kamu disekolahin sama bokap, pas udah gede malah pelit kaya gini."Vianca melirik ke
Bukan hal yang mudah bagi Vianca berpura-pura tidak mengenal Zeva. Setelah beberapa malam dilewati bersama, tapi Zeva malah menyuruh wanita itu melupakan segala kenangan tentang mereka. Vianca bekerja ditempatkan di bagian resepsionis, dan mau tidak mau dia harus melihat Zeva berjalan tanpa melihat ke arahnya. Vianca terperanjat dari lamunan tentang Zeva, dari jarak beberapa meter ada pria tegap yang berdiri menatap lekat ke arahnya. Vianca menyipitkan mata, merasa pernah melihat pria itu, namun jarak pandangnya agak jauh sehingga dia takut salah orang. Pria itu mendekat, semakin mendekat dan tiba-tiba jantung Vianca berpacu tak terkendali. Bayangan kejadian saat SMA melintas dipikirannya. Hal yang pernah membuat dirinya putus asa dalam meraih cita-cita. "Selamat pagi, Pak!" sapa Vianca "Via!" Pria itu tidak menjawab ucapan salam. Malah, memanggil nama kecil Vianca. Risa yang berada di samping Vianca tercengang karena Vianca dipanggil de
Savana baru pulang dari luar negeri. Dia kembali ke rumah orang tuanya dengan hati bahagia. Bahagia saat melihat di internet orang-orang ramai-ramai menghujat Vianca. Pasti saat ini Vianca stres berat, suruh siapa merebut Zeva dari dirinya. Sungguh sangat beruntung, dia adalah seorang selebgram berwajah cantik yang disayangi para netizen. Selama penampilan good looking, jika berkeluh kesah di sosial media akan cepat mendapatkan simpati orang lain.High heels Savana berbunyi saat melangkahkan kaki menuju rumah. Dia saat ini menggunakan mini dress warna maroon sebagai lambang keberanian. Selain itu, kakinya sudah sembuh total membuat dia bebas bergerak. Mungkin, nanti malam dia harus mengadakan pesta, pesta atas penderitaan Vianca.Langkah Savana terhenti. Rupanya, di depan orang tuanya yang megah bernuansa art Deco itu ada seorang pria tinggi bertubuh atletis sedang berdiri menantinya.Mata tajam Zeva tersebut terus menatap ke arah wanita yang pernah singga
Sudah sekian lama Zeva tidak menginjakan kaki di rumah ibunya ini. Sejak memilih hidup bersama Vianca, sejak saat itu pula Zeva tidak pernah ke rumah orang tuanya. Namun, semuanya tidak berubah orang tua Zeva tidak pernah bisa sedikit saja mengerti dirinya.Semilir angin malam bertiup halus di depan wajah Zeva. Dia berjalan dari area parkir, menuju ke dalam rumah dengan langkah yang hampa. Dia mengingat video itu kembali, alasan istrinya memilih pergi jauh dari hidupnya."Bi, di mana mamah?" tanya Zeva pada asisten rumah tangga."Beliau sedang ada di kamar."Zeva tak berkata apa-apa lagi, dia menuju kamar ibunya yang berada di lantai dua dengan langkah yang terburu-buru. Sementara itu, dia juga tahu saat ini ayahnya sedang berada di luar kota.Zeva mengetuk pintu. "Mah, ini Zeva!"Lama Zeva menunggu, hingga akhirnya ibunya yang berada di dalam kamar menyahut panggilannya. "Zeva, masuk saja."Zeva membuka pintu, dia melihat sang ibu se
Keadaan rumah dikunci dari luar. Zeva membuka gerbang dengan kunci cadangan yang dia bawa. Rumahnya sepi, asisten rumah tangga sudah jelas sedang mudik. Namun, istrinya juga tidak ada di rumah. Zeva hanya berpikiran bahwa Vianca sedang pergi ke mini market membeli sesuatu.Namun, sang rumah menampakan kesunyian pula. Seolah dia pun merasakan sedih ditinggal sang nyonya rumah. Sementara itu, tuan rumah tak memiliki prasangka apapun karena merasa baik-baik saja dengan istrinya.Vianca baik, menerima semua kekurangan Zeva, tak mungkin Vianca pergi sembarangan. Kecuali wanita itu sudah berada di puncak kelelahan. Zeva membersihkan badan, mandi di bawah guyuran shower dan merasakan setiap rintik air yang menetes ke tubuhnya dalam kegalauan. Dia terbayang wajah Vianca.Vianca selalu ada di rumah ketika Zeva pulang. Zeva tak menuntut Vianca selalu menyambutnya. Namun, rasanya berbeda saat wanita itu sudah tak melakukan ritual sederhana. Yaitu, hanya sekadar senyum meny
Savana mendapat pesan 'WA dari ibunya. Dia merasa terharu ternyata ibu dan ibu mertuanya sangat sayang padanya. Hingga rela melabrak wanita yang sudah dia ketahui bernama Vianca itu.Awalnya, dia posting di sosial media untuk mencari perhatian orang lain. Setelah berhasil menjadi selebgram dengan kisah cinta yang rumit, rupanya dia mendapatkan kenyamanan. Hal itu dikarenakan, apapun yang dia posting selalu mendapat dukungan.Terbersit dalam hatinya untuk mengunggah video ini. Apalagi jika dia menambahkan soundtrack lagu yang menyayat hati. Pasti setiap orang yang melihat akan iba akan kisah cintanya.Savana tanpa ragu melakukan hal itu. Toh, apapun yang dia lakukan tidak akan membuat Zeva kembali padanya. Dia kini benar-benar menyerah, dan hanya ingin balas dendam pada Vianca. Jika dirinya tak bahagia, maka Vianca juga harus mendapatkan luka yang sama.Akhirnya, video itu berhasil terkirim ke publik dengan judul. "Penggerebegan pelakor mantan suamik
"Kamu wanita playing victim. Yang sebenarnya korban adalah anak saya, Savana." Ibunya Savana mulai berkata-kata lagi, tapi saat ini dengan intonasi yang pelan. Dia pun takut anaknya Vianca menangis lagi."Saya tahu, tapi Savana korban dari kelakuan Zeva. Saya tidak tahu menahu kisah Zeva dan Savana seperti apa. Yang saya tahu, Mas Zeva sudah putus dari Savana sebelum menikah dengan saya.""Berarti Zeva dan Savana putus gara-gara kamu, kamu biang kerok semua masalah.""Mas Zeva bilang, saat itu Savana dan Adam kakaknya Zeva ada hubungan, maka dari itu Zeva kesal.""Jangan so tahu kamu. Malah fitnah anak saya."Ibunya Vianca berkata kembali. "Kamu, wanita murahan! Jangan pernah sekali-kali mencoba memfitnah menantu kesayangan saya. Kamu mau melahirkan berapa belas anak pun dari Zeva, tetap saja kamu wanita murahan yang tidak akan mendapat tempat di kehidupan saya."Ibunya Zeva emosi saat melihat teman akrabnya sekaligus besannya sakit hati ole
Di rumah baru ini, Vianca melewati berbagai hal. Terutama menyaksikan tumbuh kembang anaknya yang sudah mau satu tahun. Anak nya sudah bisa jalan, sering menggapai benda-benda bahaya disekitar. Vianca kewalahan dan kecapean akan hal itu, tapi itu adalah hal yang menyenangkan dalam hidupnya. Saat melihat canda tawa Rafael, Vianca merasa hidupnya sempurna.Rafael pun tak pernah kekurangan kasih sayang ayahnya. Zeva saat pulang bekerja selalu mengajak anak itu bermain baik di rumah maupun di taman dekat rumah. Mengajak Rafael mandi bola dan yang lainnya.Vianca selalu sibuk di sore hari menyiapkan hidangan kesukaan Zeva. Namun memang, hasil masakan Vianca tidak mengecewakan. Zeva selalu lahap bahkan sampai nambah dua kali sangking bersemangatnya menyantap hidangan dari istrinya itu.Yang kurang dari hidup mereka adalah. Tidak adanya restu dari orang tua mereka. Terlebih Savana pergi ke luar negeri dengan alasan berobat, dia
Savana meletakan ujung pena untuk menandatangani surat gugatan cerai dari Zeva. Tangannya bergetar, air matanya berderai. Dia tak pernah mengira nasibnya akan menjadi janda di usianya yang sangat muda. Apa kata orang nanti?Apalagi, saat ini dirinya masih di atas kursi roda. Ingin mendapat perhatian malah dapat celaka yang berkali lipat.Keluarga Savana begitu terpandang dan disegani. Hal itu semakin membebani batin Savana. Dia kembali terisak mengingat bagaimana nanti reaksi ibunya yang mengetahui kejadian ini.Savana tak sanggup menandatangani kertas itu. Surat tersebut malah dibanjiri air mata dan Savana segera meletakan kembali surat itu ke nakas.Dia menelepon Adam, pria yang pernah menenangkan jiwanya walaupun statusnya adalah suami orang.Adam mengangkat telepon. Dan sepertinya mendengar rintihan Savana. "Hallo, Savana! Kamu menangis?"
Vianca melihat istri Melvin membawa kado yang besar. Tadinya dia tidak fokus pada kado yang keluarga itu bawa. Vianca menjadi lega, sepertinya kedatangan Melvin bukan untuk hal yang jahat, tapi untuk berkunjung layaknya saudara."Vianca, ini untuk anak kamu!""Makasih banyak, kak!"Siapa namanya anakmu itu.""Namanya Rafael Nichole. Panggilannya Rafael atau Rafa, tapi kadang aku panggil aja Dek Fael."Lucu banget panggilannya."Cindy masuk ruangan tamu sambil membawa Rafael. "Wah, ada Kak Melvin di sini. Ya, ampun, kak Melvin kemana aja, gak pernah mudik. Ibu sama aku hampir lupa punya kakak cowok.""Iya, maafin Kaka Cindy. Sini bawa dedeknya, kakak mau lihat wajahnya mirip Vianca atau Zeva.""Wajahnya mirip tantenya, dong hahaha." Cindy mendekat ke arah Melvin.Melvin menatap Rafael dengan lekat. "Ganteng banget, mirip gua ternyata.""Huhuuuuu ...." Cindy bersorak meledek Melvin."Saat lahiran berapa kilo?
Vianca sudah menunggu Cindy di depan pintu. Saat Cindy tiba dengan menggunakan mobil Edrick, Vianca sangat heran karena wajah adiknya itu murung sambil buru-buru masuk kamar tanpa ucap salam."Edrick, katanya kamu mau pulang sore, tapi malah pulang semalam ini.""Sorry, Vi. Aku keterusan mainnya.""Lain kali jangan gitu, lalu kenapa Cindy kelihatan kesal? Apa yang kamu perbuat padanya.""Aku tidak melakukan apa-apa. Mungkin dia lelah.""Oh, gitu.""Ya." Edrick tertunduk, takut ketahuan bohong. "Ya, sudah, aku pulang dulu, Vi.""Hati-hati di jalan.""Oke."Vianca berjalan menuju kamar Cindy. Dia melihat Cindy berbaring di kasur dengan selimut menutupi perut."Udah mau tidur? Udah cuci kaki dan cuci muka belum? Atau kamu mau mandi air hangat?""Aku lagi bete, mau tidur aja.""Jangan gitu, dong jorok, tahu.""Bodo amat, lagi bete.""Emang kesal sama siapa, sama Edrick!""Ya sama sia