Indi berada di rumahnya. Dia kini tengah menunggu Rara. Sejak kejadian tadi pagi sama sekali tak bisa tenang. Terus memikirkan kemungkinan kalau sang suami mengetahui apa yang ia lakukan. Tentu saja Indi tak ingin sama suaminya tahu, karena dia takut ditinggalkan.Saat itu Rara berjalan masuk, kemudian Gadis itu mendekati sang majikan. "Ada apa ya Bu?" Rara bertanya karena panggilan Indi yang begitu tiba-tiba siang ini.Indi menepuk bangku yang berada di sampingnya. "Kamu duduk sini dulu Ra. Ada yang mau saya omongin."Rara menurut, kemudian duduk di samping Indi. Yang kaki tangan kemudian terdiam dan menunggu apa yang akan dikatakan oleh Indi."Kamu udah bisa pastiin kan kalau nggak ada orang suruhan Pak Jun yang ikut ngawasin perempuan itu?" Indi bertanya mencoba untuk memastikan. Tentu saja dia harus mencari tahu.Rara anggukan kepalanya dengan yakin. "Saya udah memeriksa, juga sudah memetakan di tempat itu dan sama sekali nggak ketemu sama orang suruhnya Pak Jun. Jadi, saya bisa p
"Melahirkan?" Jun mengulangi kata-kata yang diucapkan Yudha dari balik telepon."Benar Pak, sudah berada di rumah sakit sejak pagi-pagi sekali sama Yuji."Senyum di bibir Jun sekilas menghilang. Saat ini sedang dalam perjalanan menuju kantor. Pagi ini memang sudah merasa ada yang berbeda. Jadi sengaja berangkat lebih pagi. Ternyata ia mendapatkan sebuah kabar baik. "Tetap ada di sana, kabari saya apa yang terjadi. Kamu tau kan apa yang harus kamu lakukan untuk mendapatkan informasi yang akurat? Kalau ada apa-apa kamu harus segera hubungi handphone saya.""Baik pak, saya tau apa yang harus saya lakukan." Jun segera mematikan panggilan. Ia menghubungi sang sekretaris. "Siapkan helikopter, secapatnya saya akan ke Jakarta. Ingat secepatnya." Jun memerintahkan. Karena tak mungkin ia memiliki waktu yang lebih cepat jika harus memesan tiket penerbangan."Ke Jakarta apa ibu nanti ndak marah pak?" tanya Ahyat karena jujur saja ia cukup cemas dengan apa yang dilakukan Jun. "Nanti saya yang a
Indi saat ini di taman belakang. Kemarin membeli beberapa bibit bunga baru dan tengah sibuk untuk menanamnya kembali di taman. Saat itu ponselnya berdering, segera ia mengambil dari kantong epron yang digunakannya. "Ya Ra?""Ada kabar katanya Bapak ke Jakarta." Rara memberitahu atasannya itu."Apa? Bapak ke Jakarta? Bapak tadi berangkat ke kantor kok.""Iya Bu, ada kabar katanya Bapak minta helikopter perusahaan disiapkan untuk berangkat ke Jakarta hari ini." Rara memberitahu lagi, dia terdengar cemas."Emangnya ada apa kenapa ya bapak ke Jakarta hari ini? Mbak Lis baik-baik aja kan?""Maaf Bu, hari ini kabarnya perempuan itu akan melahirkan." "Reya?""Iya Bu." Indi jelas menjadi geram dan kesal. Belakangnya situasi di rumah pun belum pulih, tapi sang suami malah bertingkah lagi seperti ini."Ya udah, terima kasih ya karena kamu udah kabarin saya." Segera saja dia mematikan ponsel, kemudian segera memanggil sang suami.Hatinya benar-benar cemas, takut Jun kembali kepada Reya. Kare
Orang suruhan Yudha membawa sesosok tubuh yang tadinya terbaring di jalan di pundaknya. Tubuh tersebut kemudian ditaruh di bagasi belakang mobil. Mobil itu melaju meninggalkan gudang kosong. ***"Mami cemas banget sih?" Kuki bertanya. Malam ini, ia bersama dengan Indi sedang duduk di ruang tengah bersama sambil sibuk menonton televisi. Sejak tadi Indy jelas terlihat gelisah. Meskipun tadi siang sama suami sudah mengabarkan kalau berada di Jakarta dan menjenguk. Tetap saja perasaannya gelisah dan cemas"Meskipun papi udah bilang kalau dia lagi ngurus dan ketemu sama bayinya. Mami takut kalau dia malah kembali sama perempuan itu."Kuki terdiam dan ia memerhatikan sang ibu. Di dalam hatinya sebenarnya merasa iba dengan kejadian ini. semua perilaku sang ayah jelas tak bisa dibenarkan. "Sebenarnya, aku agak kaget karena Mami malah mau balik lagi sama papi. Karena laki-laki itu kalau udah berkhianat akan selamanya jadi penghianat.""Mami cuman nggak mau nyia-nyiain apa yang dititipkan alm
Indi tengah duduk di ruang tengah. Tiga hari sudah Jun berada di Jakarta menemani Reya. Jujur saja ia kecewa dan terluka. Nyatanya meskipun ia berusaha mempertahankan, sang suami tetap memilih untuk menemani kekasih gelapnya. Kuki baru saja pulang setelah seharian tadi sibuk mengerjakan tugas bersama teman-temannya di kampus. Jujur saja, ia bisa merasakan kesedihan yang dialami oleh sang ibu. Kuki juga sudah berbicara dengan sang ayah. Jun mengatakan ia akan kembali setelah merayakan akikah yang akan dilakukan untuk Kira, adik tirinya. "Mami pasti mikirin papi?" tanya Kuki.Indi menolah ke arah Kuki, menatap putra semata wayangnya dengan penuh kasih sayang. Indi kemudian menyandarkan kepalanya ke bahu Kuki. Bahu kecil yang kini bahkan bis aia jadikan tempat bersandar. Indi genggam tangan sang putra, tang itu juga dulu kecil dan mungil. Tangan yang bahkan tak bisa menggenggam jari telunjuknya. Kini tangan itu begitu besar, lebih besar dari tangannya."Dulu kamu kecil banget. Mami eng
Pagi ini Jun menemani Reya. Terpaksa Reya menurut, karena Lili dan sang ibu ada kegiatan di luar dan akan kembali sore hari. Reya kini tengah memangku sang putri yang baru saja selesai minum susu formula. ASI yang keluar tak banyak, tapi Reya masih berusaha keras agar ASI nya bisa keluar lebih banyak lagi. Reya hari ini berniat untuk ke rumah sakit ibu dan anak untuk melalui check up. Hanya saja terpaksa dibatalkan karena Lili dan ibunya harus pergi karena urusan mendesak. "ASI kamu masih belum keluar?" tanya Jun."Keluar Om. Cuma kurang untuk Kira." Reya menjawab. Ia juga sedih setiap kali ada yang bertanya seperti itu. Karena jelas itu juga bukan kemauannya. Belakangan Reya terlalu stres memikirkan Jun yang masih saja tinggal di sana. Bahkan memaksanya untuk tinggal di apartemen yang ia beli. Jun memang telah menyiapkan semua dengan baik untuk Reya. Di apartemen yang ia beli sudah disediakan semua kebutuhan untuk bayi. Ia juga membayar perawat dan pelayan. Juga perawatan pijat ke
Lili dan Lis kini dalam perjalan pulang. Lili sejak tadi meminta sang ibu untuk guru-guru kembali ke apartemen. Pasalnya, dia khawatir dengan keadaan Reya. Ia bisa merasakan kalau sahabatnya itu sangat takut jika berada di dekat Jun."Kamu itu, padahal tadi saudara kita belum pada pulang loh nggak enak sama bulekmu." Lis protes. "Aku tuh nggak tega ninggalin Reya lama-lama sama Om Jun." Lis menoleh ke arah sang putri. "Kamu kenapa terlalu khawatir kayak gitu sih? Lagian, nggak mungkinlah kamu itu ngapa-ngapain. Dia kan udah janji kalau bakal berubah. Di sana juga ada mbak yang jagain. Jadi ada yang ngawasin dan nggak mungkin kamu itu berani macam-macam." Lis sangat mempercayai sang adik. dia percaya kalau Jun tak mungkin akan macam-macam Apalagi sudah berjanji tak akan mendekati gadis itu lagi. Lagi pula, selama dia menemani di apartemen juga selalu menjaga jarak dan hanya ingin dekat dengan putri kecilnya."Ya, anggap aja lah Om Jun memang nggak mau dekat sama Reya. Tapi Ibu kan
"Hai Mas," sapa Indi dengan senyuman manisnya. Jun jelas terkejut, amarahnya tiba-tiba saja membuncah. Pria itu mencengkram bahu Indi, membawa sang istri menjauh dari apartemennya. Mereka berjalan menuju pintu emergency. Jun membawa Indi ke sana. Menatap dengan penuh kekesalan."Kamu ngapain sih Mas!" teriak Indi kesal."Kamu ngapain ke sini? Enggak bilang saja juga, sejak kapan kamu jadi lancang begini?!" Jun naik pitam sejak awal melihat Indi, emosinya tak bisa dikendalikan.Indi semakin kesal dengan kelakuannya Jun, ia hanya mencoba menahan emosinya. Tak ingin terlihat kesal dan marah. Indi tak ingin presisi hati Jun semakin berpaling darinya. Bahkan keputusannya untuk datang ke Jakarta adalah dalam rangka mempertahankan rumah tangga yang sudah lama terjalin. "Mas, aku cuma mau lihat anak kamu. Salah memang? Aku juga bawa bingkisan untuk Kira. Aku bisa menerima anak itu, untuk kamu." Indi mengatakan itu berharap Jun akan lebih bisa menerimanya.Jun itu mengerti bagaimana Indi,
Reya dan Kira tidur di tempat tidur, sementara saat ini Yuji tidur di sofa. Reya dan Yuji merebahkan diri dan saling berhadapan. Sejak tadi mereka mengobrol satu sama lain."Mas, besok Ibu Indi ngajak aku untuk ke panti asuhan." Reya memberitahu. "Ke panti asuhan? Mau ngapain ke sana?" Pria itu bertanya karena cukup heran juga. Kenapa mereka akan ke panti asuhan besok.Reya duduk, kemudian menatap kepada Yuji. Yuji juga ikut duduk dan mereka berdua saling berhadapan. "Ibu Indi ada niat buat ngangkat anak dari panti asuhan. Buat nemenin dia di rumah.""Ya udah, nggak apa-apa kalau kamu mau ikut.""Tapi besok katanya kamu mau ngajak aku ke panti asuhan tempat kamu gede dulu?""Kita masih punya waktu beberapa hari di sini kan? Bisa lusa atau habis pulang dari panti asuhan juga bisa kan?" Reya menganggukkan kepalanya mengerti. "Sebenarnya nggak apa-apa ya kalau kita di sini?"Yuji bangkit, mengambil tongkat yang berada di sampingnya, lalu berjalan mendekat. Ia kemudian duduk di samping
"Nginep sini aja Rey." Indi membujuk. Kini semua sedang duduk di ruang tamu. Membujuk Reya untuk menginap di rumah Jun saja. Sebenarnya hal itu membuat Reya jadi sedikit merasa tidak nyaman. Namun, bagaimana lagi dia tidak bisa menghindar."Iya, kalau kamu butuh apa-apa atau mau ke mana-mana di sini ada sopir yang siap nganterin ke mana kamu mau." Kuki kini menimpali. Sementara Jun duduk sedikit menjauh, dia tidak berbicara apa-apa dari tadi dan juga tidak berusaha membujuk. Pria itu ingin menghargai Indi takut jika sang istri cemburu atu berpikir aneh-aneh. Ia juga tau Reya tak nyaman berada dekat dengannya. "Iya, aku tidur di sini." Reya akhirnya mengalah dan ia memutuskan tinggal di sana selama di Surabaya.Kira turun dari pangkuan Lili lalu berlari menghampiri Reya. "Ibu nen." Kira seperti biasa setelah ia melihat sang Ibu sudah selesai dengan pembicaraannya meminta untuk disusui. "Enggak boleh di sini kan banyak orang sayang," kata reya. Kira membecik, menggembungkan pipi
Indi bersama dengan Lili dan Lis sedang duduk bersama di ruang makan. Kuki, Jun dan Kira sedang berjalan-jalan menggunakan mobil untuk berkeliling komplek pagi ini. Kira sudah berada di sana selama dua hari, anak itu senang sekali. Apalagi setiap pagi sang kakak tiri, dan juga sang papi mengajaknya berjalan-jalan.Jika di Jakarta, Kira lebih banyak menghabiskan waktu bersama Yuji jika pagi sampai sore hari dikarenakan sang ibu yang harus berkuliah. Di Surabaya, Kira juga sangat senang mendapatkan banyak perhatian."Reya benar-benar enggak mau datang ke sini ya?" Indi bertanya, agak kecewa juga karena kemarin saat ulang tahun Reya tak datang.Lili menggelengkan kepalanya kemudian menjawab pertanyaan sang tante. "Iya, dia bilang nggak enak kalau datang. Tante tahulah, dia anaknya emang gitu. Tapi nanti kan dia mau ke sini untuk jemput Kira sama Mas Yuji.""Padahal sebenarnya aku kemarin minta dia datang ke sini loh. Mas Jun juga udah nggak apa-apa kok. Kalau ditelepon atau video call d
Lili kini berada di rumah Reya. Dia sedang bermain dengan Kira. Sudah cukup lama tak bertemu dengan Kira membuat Lili begitu kangen dengan anak itu. Saat ini, Lili dengan Kira berada di ruang tengah. Sementara Reya memasak makan siang. Yuji ingin makan sayur lodeh, ikan asin dan telur dadar. "Masih Yuji ke mana?" Lili bertanya sambil sibuk bermain dengan Kira. "Kemarin, Mas Yuji itu ada rencana mau buka restoran. Jadi, dia lagi cari tempat buat restoran kita berdua. Sekarang, nggak bisa andelin uang dari endorse aja. Lo tau kan gue kuliah, ada cicilan mobil juga." Reya mengeluh. "Om Jun kan kirim uang? Lo pakai aja sedikit." Lili memberi saran."Nggak mau, itu kan emang uang untuk Kira. Semua uang dari Om Jun itu masuk ke tabungan pribadinya Kira. Gue nggak mau ngacak acak ataupun ganggu uang anak gue. Gue enggak tau gimana ke depan, uang itu buat biaya Kira sampai kuliah Li." Reya tidak mau memakai uang Kira Reya selama ini memang tak pernah mengganggu uang yang diberikan Jun u
Dua tahun kemudian...Indi berada di dapur sibuk memasak sayur lodeh, ayam goreng dan juga telur dadar. Menyiapkan makan siang sang suami. Makanan kesukaan Jun selalu tersaji hasil tangan sendiri. "Mbak tolong masukin ke kotak bekal, saya mandi dulu ya. Minta tolong juga Pak Boris buat panasin mobil." Indi berkata, kemudian berjalan menuju kamar untuk segera mandi dan bersiap menuju kantor Jun.Selesai mandi, segera dia berangkat bersama sang sopir untuk menuju kantor suaminya mengantar makan siang. Sudah jadi kebiasaan dua tahun terkahir. Perjalanan hari itu sedikit terburu-buru karena dia terlambat bangun tadi. Perjalanan menghabiskan waktu sekitar 10 menit Sampai akhirnya dia tiba di kantor. Indi segera turun dari mobil, dan berjalan masuk ke dalam. Seperti biasa mendapat banyak sapaan ketika ia masuk ke dalam. Banyak karyawan yang menyapanya dengan ramah dan juga ia menjawab dengan sangat ramah."Selamat siang Bu, "ucap salah seorang karyawan."Selamat siang, sudah jam maka
Jun terdiam cukup lama, menatap pada Reya yang hanya memejamkan mata. Menggenggam tangan Reya sambil entah memikirkan apa. Beberapa kali hela napas, tak berhenti berdoa agar Reya lekas sadar. "Li, Om pulang. Kalau ada apa apa hubungi saya."Lili menatap sekilas, lalu anggukan kepala. "Iya Om. Enggak apa-apa, aku juga enggak sendirian."Akhirnya, ia memutuskan pulang ke apartemen meski Reya belum sadarkan diri. Ia berjalan masuk dan melihat Indi yang masih terbangun, sedang membuat susu untuk Kira. "Kamu pulang Mas?"Pria itu anggukan kepala, lalu duduk di kursi makan. "Mau aku buatin minum?""Kopi boleh," jawab Jun."Aku nyelesain buat susu Kira dulu ya." Indi kembali melanjutkan kegiatannya. Lalu ia menyiapkan kopi untuk sang suami. Sambil menunggu kopi ia menuju kamar, mengantarkan susu untuk Kira. Jun bangkit kemudian berjalan menuju kamar kecil untuk membersihkan diri. Mungkin saja jika membersihkan diri akan membuat tubuhnya terasa lebih segar. Apa yang terjadi pada Reya bena
"Mbak kalau mau istirahat, istirahat aja. Lagian ada Kuki di depan. Nanti aku minta temenin dia." Indi berkata pada Lis yang terlihat mengantuk. "Lemes banget aku Ndi. Kejadian hari ini bener-bener nguras tenaga, pikiran, dan perasaan aku." Lis katakan itu sambil mengusap matanya karena rasa kantuk. "Iya Mbak tidur aja, biar Kira aku yang jagain. Kira mungkin ngerasa kangen sama ibunya." Indi berkata sambil mencium pipi gembil bayi cantik itu. "Iya, soalnya dia semua mau sama ibunya. Makasih ya Ndi," ucap Lis dijawab anggukan kepala oleh Indi.Indi dan Lis bertugas di rumah menjaga Kira. sementara itu, Lili dan Jun berada di rumah sakit untuk menjaga Reya. Kuki bahkan segera terbang ke Jakarta ketika dia mendengar kabar itu dari sang mami."Iya mbak, selama ini dia memang cuman sama ibunya aja. Ya udah, mbak tidur aja.""Makasih ya Ndi. kamu mau jagain Kira."Lis segera tertidur karena merasa sangat lelah. sementara Indi menjaga kirara yang masih terbangun. Siang tadi seharian bay
Lili dan Lis kini berada di kamar, Lili berlari masuk kembali setelah mengambil pakaian dan perlengkapan untuk Kira. Sementara itu Lis yang membersihkan bayi itu. Kira sudah tak menangis setelah Lili membuatkan susu formula untuk Kira."Ada apa sih Li?"Lili menghapus air mata yang terus saja menetes. Ia tak menyangka dengan apa yang terjadi. Saat itu Indi berjalan masuk ke dalam kamar Lis. "Ibu sama Tante ya, aku mau bantu Om Jun."Lis menganggukkan kepala. Setelah mendapat persetujuan dari sang Ibu segera berjalan keluar. Tentu saja harus ada yang menemani Jun saat ini. Sementara itu ini duduk di tempat tidur. Ini adalah pertama kalinya dia bisa melihat Kira dalam jarak yang sangat dekat. Bahkan wanita itu kini menyentuh pipi bayi mungil itu dengan lembut.Lis menatap ke arah Indi. "Itulah di. Kenapa kita harus hati-hati dalam bicara. Apalagi sama ibu yang baru melahirkan. Mbak enggak bermaksud menyalakan kamu. Tahu betul kalau kamu kecewa dan terluka karena ulah Jun. Tapi, Reya it
Jun, Lis, lili dan Indi kini dalam perjalan. Jun berada di depan menyetir mobil, di sampingnya ada Indi, lalu di belakang ada Lili dan juga sang ibu. Perjalanan kali ini cukup lancar karena hari juga sudah cukup siang saat mereka berangkat. "Mbak, kita jangan lama-lama di sana ya. Soalnya kasihan kalau Reya sendirian. " Jun memberitahu sang kakak. Karena sejujurnya Ia juga tak tega meninggalkan Reya sendirian di rumah.Indi melirik tak suka ke arah sang suami. Tentu saja dia jadi kesal, karena apa yang dikatakan oleh Jun yang terlalu memberikan perhatian kepada pelakor itu. "Ngapain sih kamu? Lagian kita kan udah lama juga nggak ketemu sama saudara-saudara. Di rumah kan juga ada Mbak, tenang aja lah." Helaan napas berat terdengar dari Jun. Ia kesal dengan apa yang dikatakan sang istri. "Iya, nanti kamu sama Indi bisa pulang duluan ke apartemen. biar Mbak sama Lili yang di sana agak lama." Lis mencoba melerai pertikaian di antara suami istri di hadapannya. "Indi kamu jangan dulu ng