Pagi ini Jun menemani Reya. Terpaksa Reya menurut, karena Lili dan sang ibu ada kegiatan di luar dan akan kembali sore hari. Reya kini tengah memangku sang putri yang baru saja selesai minum susu formula. ASI yang keluar tak banyak, tapi Reya masih berusaha keras agar ASI nya bisa keluar lebih banyak lagi. Reya hari ini berniat untuk ke rumah sakit ibu dan anak untuk melalui check up. Hanya saja terpaksa dibatalkan karena Lili dan ibunya harus pergi karena urusan mendesak. "ASI kamu masih belum keluar?" tanya Jun."Keluar Om. Cuma kurang untuk Kira." Reya menjawab. Ia juga sedih setiap kali ada yang bertanya seperti itu. Karena jelas itu juga bukan kemauannya. Belakangan Reya terlalu stres memikirkan Jun yang masih saja tinggal di sana. Bahkan memaksanya untuk tinggal di apartemen yang ia beli. Jun memang telah menyiapkan semua dengan baik untuk Reya. Di apartemen yang ia beli sudah disediakan semua kebutuhan untuk bayi. Ia juga membayar perawat dan pelayan. Juga perawatan pijat ke
Lili dan Lis kini dalam perjalan pulang. Lili sejak tadi meminta sang ibu untuk guru-guru kembali ke apartemen. Pasalnya, dia khawatir dengan keadaan Reya. Ia bisa merasakan kalau sahabatnya itu sangat takut jika berada di dekat Jun."Kamu itu, padahal tadi saudara kita belum pada pulang loh nggak enak sama bulekmu." Lis protes. "Aku tuh nggak tega ninggalin Reya lama-lama sama Om Jun." Lis menoleh ke arah sang putri. "Kamu kenapa terlalu khawatir kayak gitu sih? Lagian, nggak mungkinlah kamu itu ngapa-ngapain. Dia kan udah janji kalau bakal berubah. Di sana juga ada mbak yang jagain. Jadi ada yang ngawasin dan nggak mungkin kamu itu berani macam-macam." Lis sangat mempercayai sang adik. dia percaya kalau Jun tak mungkin akan macam-macam Apalagi sudah berjanji tak akan mendekati gadis itu lagi. Lagi pula, selama dia menemani di apartemen juga selalu menjaga jarak dan hanya ingin dekat dengan putri kecilnya."Ya, anggap aja lah Om Jun memang nggak mau dekat sama Reya. Tapi Ibu kan
"Hai Mas," sapa Indi dengan senyuman manisnya. Jun jelas terkejut, amarahnya tiba-tiba saja membuncah. Pria itu mencengkram bahu Indi, membawa sang istri menjauh dari apartemennya. Mereka berjalan menuju pintu emergency. Jun membawa Indi ke sana. Menatap dengan penuh kekesalan."Kamu ngapain sih Mas!" teriak Indi kesal."Kamu ngapain ke sini? Enggak bilang saja juga, sejak kapan kamu jadi lancang begini?!" Jun naik pitam sejak awal melihat Indi, emosinya tak bisa dikendalikan.Indi semakin kesal dengan kelakuannya Jun, ia hanya mencoba menahan emosinya. Tak ingin terlihat kesal dan marah. Indi tak ingin presisi hati Jun semakin berpaling darinya. Bahkan keputusannya untuk datang ke Jakarta adalah dalam rangka mempertahankan rumah tangga yang sudah lama terjalin. "Mas, aku cuma mau lihat anak kamu. Salah memang? Aku juga bawa bingkisan untuk Kira. Aku bisa menerima anak itu, untuk kamu." Indi mengatakan itu berharap Jun akan lebih bisa menerimanya.Jun itu mengerti bagaimana Indi,
"Kenapa kamu larang saya Mas? Seolah-seolah saya ini mau mencelakai perempuan itu?" tanya Indi tak terima. Jun memang sangat takut jika Indi bertemu dengan Reya. Apalagi saat ini kondisi Reya tidak stabil secara fisik, dan juga emosi. Jun tak ingin kondisinya semakin parah jika Indi menemui Reya. "Iya, saya memang takut. Kamu kan tahu, kalau dia itu takut sama kamu. Dengan kamu datang dan jenguk dia, itu kan nambah beban pikirannya. Saat ini aja dia kesulitan menyusui. Jangan tambah beban pikirannya, kasihan anak saya." Jun mengatakan alasan mengapa ia tidak ingin Indi menemui Reya.""Memangnya saya mau ngapain sih Mas? Saya cuman mau lihat doang Kok. Saya juga penasaran gimana muka anak kamu." Indi mencoba menahan diri dan emosinya. Ia ingin bersikap lebih baik lagi agar ia bisa menemui Reya. "Sekarang tidak. Untuk sekarang, lebih baik Kalau kamu tidak bertemu Reya. Kalau kamu mau ketemu sama Kira ndak masalah. Saya bisa minta Lili untuk keluar dan bawa bayi itu supaya kamu bisa l
Lili berjalan masuk kembali dengan cemas. Ia menghampiri Reya yang tengah menimang buah hatinya. Ia menatap Lili dengan tatapan bingung. "Kenapa Li?" tanga Reya tak kalah cemasnya. Lili duduk di samping Reya. "Kalau gue bilang ini, lo nggak boleh cemas atau panik ya," kata Lili. "Lo ngomong kayak gitu, gue malah jadi cemas dan makin panik." Reya berkata. Seperti biasa, apa yang dikatakan seseorang, malah biasanya akan menjadi hal yang dilakukan oleh orang yang mendengar. "Ya, pokoknya lo berpikir yang positif aja ya? Oke?" Lili mengatakan lagi. Ia berharap kalau sahabatnya itu, tidak terlalu cemas dan takut oleh kedatangan Indi.Reya anggukkan kepalanya. Jadi merasa cemas sebenarnya, ia bahkan sampai mendekap erat Kira dalam pelukannya. "Kenapa sih?""Ada Tante Indi di depan." Reya terkejut, terpaku beberapa saat. "Hah? Ibu Indi? Ngapain ke sini?" Reya semakin panik setelah mendengar nama yang disebut. Apalagi Reya merasa tidak melakukan kesalahan apapun. "Gue udah bilang sama Om
Jun jelas merasa marah dan kesal dengan apa yang dikatakan oleh Indi tadi. Bagaimana bisa dia mempunyai ide untuk merebut Kira dari Reya? Padahal bayi kecil itu masih memiliki seorang ibu. Menurutnya Indi sangat egois dalam hal ini.Pria itu kemudian berjalan keluar, berniat untuk meneguk segelas air putih di dapur. Namun, dia bertemu dengan Reya yang sedang membuat mencari makanan karena dia merasa lapar. Waktu makan malam tadi, dia tak keluar kamar. Dan rasanya juga marah sekali untuk makan.Jun berjalan perlahan karena tak mau mengagetkan. Dia juga tahu kalau Reya, tak mau bertemu dengannya. jadi dia benar-benar berhati-hati kali ini. Jun tak mau membuat perasaan ibu yang sedang menyusui bayinya itu berantakan."Kamu nyari apa?" Jun bertanya.Sementara yang ditanya terkejut, dia menoleh ke belakang. kemudian ketika melihat Jun membuat Reya mundur beberapa langkah ke belakang. Dia benar-benar takut apalagi di sini saat ini ada Indi yang tengah menemani Jun. Saat ini tak mau mencari
"Kenapa sih?" Lili bertanya saat ia dan Reya tengah menikmati santap malam yang tadi dipesan. Reya membangunkan Lili, jangan minta tolong pada sahabatnya itu untuk mengambilkan makanan ke depan. Semua itu karena dia takut bahwa masih ada Jun dan juga ini di depan sana. Dia benar-benar tak ingin merasakan terjebak seperti tadi."Tadi gue lagi minum, terus ada Om Jun. Dan tiba-tiba aja ada Bu Indi. Lo nggak denger? Tadi mereka berdua sama-sama saling berantem.""Enggak, gue tidur enak banget. Kenapa bisa tiba-tiba banget kayak gitu sih? Lagian, lo Kenapa nggak bangunin gue sih? Gue kan bisa ngambilin lo minum, Jadi lo nggak bisa ketemu sama Om Jun." "Gue nggak enak, lo tidur pulas banget. Jadi tadi gue ke belakang, dan ternyata air panasnya habis. jadi gue harus nunggu agak lama buat masak air panas dulu." Reya kini tengah menggendong putrinya titik tadi dia berusaha menyusui, dan sama sekali tak ada ASI yang keluar. Lalu pada akhirnya ia terpaksa membuatkan susu formula untuk putriny
Lili berjalan masuk ke dalam kamar. Dia melihat Reya yang duduk di sofa, menatap ke luar jendela, sambil memangku Kira. Lili berjalan mendekat, kemudian duduk di sofa lain yang bersebrangan dengan Reya. Lili menatap ke arah sahabatnya itu yang kini menatap tanpa senyum. Lili terdiam, tatapannya berasdu dengan Reya. Kali ini ia merasa terintimidasi tanpa tau kesalahan apa yang ia perbuat. "Kenapa rey?" tanya Lili. "Gue mau tanya, lo harus jawab dengan jujur." Reya menekankan perkataannya dan ia jelas tak bermain-main dalam hal ini. "Lo mau tanya apa?" Reya terdiam sejenak, menatap putri kecilnya yang terlelap. Setelahnya ia menatap pada Lili. "Ibu Indi bilang kalau dia mau minta Kira. Dia mau rawat Kira sebagai anaknya. Menurutnya, gue itu masih muda, masih bisa melanjutkan hidup dan punya anak lagi. Menurut lo gimana?"Lili terkejut dengar apa yang dikatakan oleh Reya. Sama sekali tak menyangka kalau sang tante akan meminta hal semacam ini pada Reya. "Dia ngomong kayak gitu ke lo?
Reya dan Kira tidur di tempat tidur, sementara saat ini Yuji tidur di sofa. Reya dan Yuji merebahkan diri dan saling berhadapan. Sejak tadi mereka mengobrol satu sama lain."Mas, besok Ibu Indi ngajak aku untuk ke panti asuhan." Reya memberitahu. "Ke panti asuhan? Mau ngapain ke sana?" Pria itu bertanya karena cukup heran juga. Kenapa mereka akan ke panti asuhan besok.Reya duduk, kemudian menatap kepada Yuji. Yuji juga ikut duduk dan mereka berdua saling berhadapan. "Ibu Indi ada niat buat ngangkat anak dari panti asuhan. Buat nemenin dia di rumah.""Ya udah, nggak apa-apa kalau kamu mau ikut.""Tapi besok katanya kamu mau ngajak aku ke panti asuhan tempat kamu gede dulu?""Kita masih punya waktu beberapa hari di sini kan? Bisa lusa atau habis pulang dari panti asuhan juga bisa kan?" Reya menganggukkan kepalanya mengerti. "Sebenarnya nggak apa-apa ya kalau kita di sini?"Yuji bangkit, mengambil tongkat yang berada di sampingnya, lalu berjalan mendekat. Ia kemudian duduk di samping
"Nginep sini aja Rey." Indi membujuk. Kini semua sedang duduk di ruang tamu. Membujuk Reya untuk menginap di rumah Jun saja. Sebenarnya hal itu membuat Reya jadi sedikit merasa tidak nyaman. Namun, bagaimana lagi dia tidak bisa menghindar."Iya, kalau kamu butuh apa-apa atau mau ke mana-mana di sini ada sopir yang siap nganterin ke mana kamu mau." Kuki kini menimpali. Sementara Jun duduk sedikit menjauh, dia tidak berbicara apa-apa dari tadi dan juga tidak berusaha membujuk. Pria itu ingin menghargai Indi takut jika sang istri cemburu atu berpikir aneh-aneh. Ia juga tau Reya tak nyaman berada dekat dengannya. "Iya, aku tidur di sini." Reya akhirnya mengalah dan ia memutuskan tinggal di sana selama di Surabaya.Kira turun dari pangkuan Lili lalu berlari menghampiri Reya. "Ibu nen." Kira seperti biasa setelah ia melihat sang Ibu sudah selesai dengan pembicaraannya meminta untuk disusui. "Enggak boleh di sini kan banyak orang sayang," kata reya. Kira membecik, menggembungkan pipi
Indi bersama dengan Lili dan Lis sedang duduk bersama di ruang makan. Kuki, Jun dan Kira sedang berjalan-jalan menggunakan mobil untuk berkeliling komplek pagi ini. Kira sudah berada di sana selama dua hari, anak itu senang sekali. Apalagi setiap pagi sang kakak tiri, dan juga sang papi mengajaknya berjalan-jalan.Jika di Jakarta, Kira lebih banyak menghabiskan waktu bersama Yuji jika pagi sampai sore hari dikarenakan sang ibu yang harus berkuliah. Di Surabaya, Kira juga sangat senang mendapatkan banyak perhatian."Reya benar-benar enggak mau datang ke sini ya?" Indi bertanya, agak kecewa juga karena kemarin saat ulang tahun Reya tak datang.Lili menggelengkan kepalanya kemudian menjawab pertanyaan sang tante. "Iya, dia bilang nggak enak kalau datang. Tante tahulah, dia anaknya emang gitu. Tapi nanti kan dia mau ke sini untuk jemput Kira sama Mas Yuji.""Padahal sebenarnya aku kemarin minta dia datang ke sini loh. Mas Jun juga udah nggak apa-apa kok. Kalau ditelepon atau video call d
Lili kini berada di rumah Reya. Dia sedang bermain dengan Kira. Sudah cukup lama tak bertemu dengan Kira membuat Lili begitu kangen dengan anak itu. Saat ini, Lili dengan Kira berada di ruang tengah. Sementara Reya memasak makan siang. Yuji ingin makan sayur lodeh, ikan asin dan telur dadar. "Masih Yuji ke mana?" Lili bertanya sambil sibuk bermain dengan Kira. "Kemarin, Mas Yuji itu ada rencana mau buka restoran. Jadi, dia lagi cari tempat buat restoran kita berdua. Sekarang, nggak bisa andelin uang dari endorse aja. Lo tau kan gue kuliah, ada cicilan mobil juga." Reya mengeluh. "Om Jun kan kirim uang? Lo pakai aja sedikit." Lili memberi saran."Nggak mau, itu kan emang uang untuk Kira. Semua uang dari Om Jun itu masuk ke tabungan pribadinya Kira. Gue nggak mau ngacak acak ataupun ganggu uang anak gue. Gue enggak tau gimana ke depan, uang itu buat biaya Kira sampai kuliah Li." Reya tidak mau memakai uang Kira Reya selama ini memang tak pernah mengganggu uang yang diberikan Jun u
Dua tahun kemudian...Indi berada di dapur sibuk memasak sayur lodeh, ayam goreng dan juga telur dadar. Menyiapkan makan siang sang suami. Makanan kesukaan Jun selalu tersaji hasil tangan sendiri. "Mbak tolong masukin ke kotak bekal, saya mandi dulu ya. Minta tolong juga Pak Boris buat panasin mobil." Indi berkata, kemudian berjalan menuju kamar untuk segera mandi dan bersiap menuju kantor Jun.Selesai mandi, segera dia berangkat bersama sang sopir untuk menuju kantor suaminya mengantar makan siang. Sudah jadi kebiasaan dua tahun terkahir. Perjalanan hari itu sedikit terburu-buru karena dia terlambat bangun tadi. Perjalanan menghabiskan waktu sekitar 10 menit Sampai akhirnya dia tiba di kantor. Indi segera turun dari mobil, dan berjalan masuk ke dalam. Seperti biasa mendapat banyak sapaan ketika ia masuk ke dalam. Banyak karyawan yang menyapanya dengan ramah dan juga ia menjawab dengan sangat ramah."Selamat siang Bu, "ucap salah seorang karyawan."Selamat siang, sudah jam maka
Jun terdiam cukup lama, menatap pada Reya yang hanya memejamkan mata. Menggenggam tangan Reya sambil entah memikirkan apa. Beberapa kali hela napas, tak berhenti berdoa agar Reya lekas sadar. "Li, Om pulang. Kalau ada apa apa hubungi saya."Lili menatap sekilas, lalu anggukan kepala. "Iya Om. Enggak apa-apa, aku juga enggak sendirian."Akhirnya, ia memutuskan pulang ke apartemen meski Reya belum sadarkan diri. Ia berjalan masuk dan melihat Indi yang masih terbangun, sedang membuat susu untuk Kira. "Kamu pulang Mas?"Pria itu anggukan kepala, lalu duduk di kursi makan. "Mau aku buatin minum?""Kopi boleh," jawab Jun."Aku nyelesain buat susu Kira dulu ya." Indi kembali melanjutkan kegiatannya. Lalu ia menyiapkan kopi untuk sang suami. Sambil menunggu kopi ia menuju kamar, mengantarkan susu untuk Kira. Jun bangkit kemudian berjalan menuju kamar kecil untuk membersihkan diri. Mungkin saja jika membersihkan diri akan membuat tubuhnya terasa lebih segar. Apa yang terjadi pada Reya bena
"Mbak kalau mau istirahat, istirahat aja. Lagian ada Kuki di depan. Nanti aku minta temenin dia." Indi berkata pada Lis yang terlihat mengantuk. "Lemes banget aku Ndi. Kejadian hari ini bener-bener nguras tenaga, pikiran, dan perasaan aku." Lis katakan itu sambil mengusap matanya karena rasa kantuk. "Iya Mbak tidur aja, biar Kira aku yang jagain. Kira mungkin ngerasa kangen sama ibunya." Indi berkata sambil mencium pipi gembil bayi cantik itu. "Iya, soalnya dia semua mau sama ibunya. Makasih ya Ndi," ucap Lis dijawab anggukan kepala oleh Indi.Indi dan Lis bertugas di rumah menjaga Kira. sementara itu, Lili dan Jun berada di rumah sakit untuk menjaga Reya. Kuki bahkan segera terbang ke Jakarta ketika dia mendengar kabar itu dari sang mami."Iya mbak, selama ini dia memang cuman sama ibunya aja. Ya udah, mbak tidur aja.""Makasih ya Ndi. kamu mau jagain Kira."Lis segera tertidur karena merasa sangat lelah. sementara Indi menjaga kirara yang masih terbangun. Siang tadi seharian bay
Lili dan Lis kini berada di kamar, Lili berlari masuk kembali setelah mengambil pakaian dan perlengkapan untuk Kira. Sementara itu Lis yang membersihkan bayi itu. Kira sudah tak menangis setelah Lili membuatkan susu formula untuk Kira."Ada apa sih Li?"Lili menghapus air mata yang terus saja menetes. Ia tak menyangka dengan apa yang terjadi. Saat itu Indi berjalan masuk ke dalam kamar Lis. "Ibu sama Tante ya, aku mau bantu Om Jun."Lis menganggukkan kepala. Setelah mendapat persetujuan dari sang Ibu segera berjalan keluar. Tentu saja harus ada yang menemani Jun saat ini. Sementara itu ini duduk di tempat tidur. Ini adalah pertama kalinya dia bisa melihat Kira dalam jarak yang sangat dekat. Bahkan wanita itu kini menyentuh pipi bayi mungil itu dengan lembut.Lis menatap ke arah Indi. "Itulah di. Kenapa kita harus hati-hati dalam bicara. Apalagi sama ibu yang baru melahirkan. Mbak enggak bermaksud menyalakan kamu. Tahu betul kalau kamu kecewa dan terluka karena ulah Jun. Tapi, Reya it
Jun, Lis, lili dan Indi kini dalam perjalan. Jun berada di depan menyetir mobil, di sampingnya ada Indi, lalu di belakang ada Lili dan juga sang ibu. Perjalanan kali ini cukup lancar karena hari juga sudah cukup siang saat mereka berangkat. "Mbak, kita jangan lama-lama di sana ya. Soalnya kasihan kalau Reya sendirian. " Jun memberitahu sang kakak. Karena sejujurnya Ia juga tak tega meninggalkan Reya sendirian di rumah.Indi melirik tak suka ke arah sang suami. Tentu saja dia jadi kesal, karena apa yang dikatakan oleh Jun yang terlalu memberikan perhatian kepada pelakor itu. "Ngapain sih kamu? Lagian kita kan udah lama juga nggak ketemu sama saudara-saudara. Di rumah kan juga ada Mbak, tenang aja lah." Helaan napas berat terdengar dari Jun. Ia kesal dengan apa yang dikatakan sang istri. "Iya, nanti kamu sama Indi bisa pulang duluan ke apartemen. biar Mbak sama Lili yang di sana agak lama." Lis mencoba melerai pertikaian di antara suami istri di hadapannya. "Indi kamu jangan dulu ng