Pelakor Itu Tanteku
"Fa, kamu tidak masak untuk makan siang?" tanya tante masuk ke kamarku."Tidak, Tan. Tadi Mas Pram telepon nanti pulang kerja sekalian membawa makanan.""Oh," jawab tante singkat dan ikut merebahkan tubuhnya di atas kasur.Aku masih sibuk membaca ulang pesan lama dari Mas Pram. Sesuatu yang biasa, tapi membuatku semakin cinta dengan suamiku."Bau aroma, Pram," celetuk tante yang membuatku begitu kaget.Aku melihat Tante Lili memeluk bantal yang di pakai Mas Pram dengan memejamkan matanya.Kenapa dengan Tante? Apa yang sedang dia pikirkan?"Tan," panggilku sambil menepuk tangannya."E - Eh, ada apa, Fa?" jawab dia begitu gugup."Harusnya Sifa yang tanya. Tante kenapa meluk bantalnya Mas Pram? Tadi aku dengar Tante juga menyebut nama Mas Pram," tanyaku menatap Tante Lili serius."Ngawur saja kamu, Fa. Mana mungkin aku menyebut nama suami kamu. Aku peluk bantal karena emang terbiasa, entah bantal siapapun."Terlihat jelas kalau Tante Lili sedang ngeles, tadi jelas banget kok apa yang dia ucapkan.Apa Tante sedang memikirkan hal yang aneh-aneh? Tapi masa iya, dia memikirkan hal seperti itu dengan suamiku. Ah ... mikir apa aku ini. Tidak mungkin lah Tante seperti itu. Tapi, ucapan tadi? Apa aku salah dengar?"Mama ...," terdengar panggilan Fadil yang mengalihkan pikiranku.Aku langsung bergegas keluar menuju kamar Fadil. Aku lihat Fadil belum mau bangun dari kasurnya, meskipun dia sudah bangun dari tidurnya."Fadil sudah bangun, Nak? Ayo ke kamar Mama!" ajakku. Tapi sepertinya Fadil masih ingin tiduran di kasurnya. Akhirnya aku pun menunggu Fadil di kamarnya.Tidak berapa lama, aku mendengar suara mobil Mas Pram.Tumben sudah pulang jam segini?Aku berusaha mengajak Fadil untuk keluar, tetapi dia belum mau. Aku putuskan untuk tetap berada di kamarnya karena kalau aku tinggal pasti menangis.Nanti Mas Pram pasti akan mencariku ke sini, kalau di kamar tidak ada.Aku menemani Fadil dan mengelus punggungnya yang masih terlihat ngantuk."Fadil masih mau bobok?" tanyaku.Fadil tidak menjawab dan matanya sudah terpejam. Aku menyanyikan lagu nina bobok kesukaannya. Dia pun terlihat sudah pules lagi tidurnya.Saat ingin menyelimuti Fadil, tiba-tiba aku ingat kalau Tante Lili ada di kamarku. Dengan cepat aku langsung beranjak dari kasur. Alhasil Fadil yang sudah tertidur pulas terbangun. Aku segera menggendongnya dan bergegas menuju kamarku.Pintu kamar tertutup? Terus Mas Pram ke mana? Tante Lili? Pikiranku sudah yang tidak-tidak."Mas, Mas Pram," teriakku sembari menggedor pintu kamar yang terkunci.Kenapa harus di kunci?"Mas, buka pintunya!""Se - sebentar, Fa, tadi ada kecoa masuk. Ini baru di cari sama Pram. Pintu tidak sengaja Tante kunci," jawab Tante Lili sangat tidak masuk akal.Berarti, Mas Pram sama Tante Lili di dalam hanya berdua? Bertiga sama kecoa?Tidak berapa lama, pintu kamar dibuka. Aku melihat wajah Mas Pram dan Tante Lili yang terlihat begitu tegang.Aku menatap mereka dengan tatapan curiga. Aku lihat Mas Pram dari ujung kepala sampai ujung kaki, begitu juga dengan Tante Lili.Tidak ada yang mencurigakan. Mas Pram masih rapi dengan hem yang dia pakai tadi pagi. Rambut Tante Lili terlihat kurang rapi, mungkin karena habis tiduran, pikirku."Tadi aku mencarimu, Sayang. Ternyata ada Tante Lili di kamar. Saat aku mau keluar, tiba-tiba ada kecoa di dekat meja rias kamu," jelas Mas Pram."I - Iya, Fa. Kamu sendiri tahu 'kan kalau Tante paling takut dengan kecoa dan tikus. Tante reflek menutup dan mengunci pintu, Fa."Mereka berdua berlomba menjelaskan padaku apa yang terjadi. Padahal aku belum bertanya sepatah katapun pada mereka."Aku di kamar Fadil, Mas. Aku pikir kamu akan mencariku ke sana.""Aku permisi dulu, ya," ucap tante menyela pembicaraan dan langsung keluar dari kamar.Mas Pram mengambil Fadil dari gendonganku. Dia mengajakku ke ruang makan. Di sana banyak sekali bungkusan berisi makanan."Banyak sekali, Mas, beli makanannya?""Ngga apa-apa, Sayang. Semua makanan ini menu kesukaanmu."Aku langsung membuka semua makanan tersebut dan menempatkan di piring."Ya sudah, mendingan Mas Pram ganti baju dulu! Setelah itu kita makan bersama! Aku akan panggil Tante Lili."Aku berjalan menuju kamar Tante Lili. Pintu kamarnya tidak tertutup rapat. Aku melihat dia senyum-senyum sendiri. Seperti mengatakan sesuatu, tapi kurang jelas."Tan. Ayo kita makan siang bersama! Mas Pram beli makanan banyak sekali," ajakku dengan membuka pintu kamarnya lebih lebar."Baik, Fa."Tante Lili langsung keluar dan menuju ruang makan bersamaku.Di meja makan, Mas Pram dan Fadil sudah menunggu. Mas Pram memakai kaos hitam kesukaanku.Dia memang suami yang selalu membuatku jatuh cinta setiap saat. Padahal awal bertemu, aku sangat sebel dengan dia, tapi Mas Pram tidak pernah putus asa mendekatiku. Sampai akhirnya kami bersatu dalam ikatan pernikahan.Kami semua sudah duduk di meja makan. Menu makanan yang dibeli Mas Pram sangat komplit."Kamu mau makan pake apa, Mas?" tanyaku menawarkan.Aku mengambilkan cumi saus tiram kesukaannya."Aku juga mau dong, Fa," ucap tante, dia menyodorkan piringnya.Aku pun mengambilkan untuk Tante Lili juga.Seperti biasa, aku makan sambil menyuapi Fadil. Saat menoleh ke arah Mas Pram, aku melihat dia seperti sedang memikirkan sesuatu. Entah apa."Mas, kamu kenapa?" tanyaku memastikan."Tidak apa-apa, Sayang," jawabnya lembut dan mengulas senyum."Tumben kamu pulang jam segini, Pram?" sela tante."Kangen sama istriku dan juga Fadil," jawab Mas Pram ketus.Aku melihat sikap mereka berdua seperti ada yang aneh. Mereka begitu kaku akhir-akhir ini. Mas Pram juga cuek dengan Tante Lili. Sedangkan Tante Lili sering kupergoki menatap Mas Pram diam-diam.Sebenarnya ada apa dengan mereka?BersambungPelakor Itu TantekuSelesai makan siang, Mas Pram keluar dan duduk di kursi panjang yang ada di taman rumah. Sedangkan aku masih sibuk membereskan dan membersihkan meja makan. "Fadil, main dulu sana sama Papa! Aku menyuruh Fadil untuk keluar."Ayo, Tante anter kamu ke tempat Papa! ajak Tante Lili pada Fadil. Akhirnya Tante Lili dan Fadil keluar menuju taman tempat Mas Pram duduk. Aku masih tetap sibuk beres-beres dilanjutkan mencuci piring dan gelas yang kotor. Setelah itu aku menyapu lantai ruang makan yang kotor sisa Fadil makan. Tanpa disengaja, aku menoleh ke arah taman di mana ada Mas Pram, Tante Lili dan Fadil di sana. Betapa terkejut dan kagetnya diriku sampai-sampai sapu yang kupegang lepas dari genggaman. Kakiku bergetar hebat, tubuhku terasa lemas. Aku melihat Tante Lili bersandar di bahu Mas Pram dengan tangan yang bermain nakal di wajah Mas Pram. Fadil, anakku yang masih bocah dan polos itu masih tetap asyik bermain mengambil batu-batu kecil dan menatanya. Sedangkan M
Pelakor Itu TantekuSesampainya di kamar, aku langsung menurunkan Fadil dari gendongan dan mendudukkan dia atas kasur bersama papanya.Aku sendiri duduk di kursi meja rias untuk menyisir rambut dan merapikan kunciran. Deg ... tiba-tiba teringat kejadian tadi saat Mas Pram dan Tante Lili di kamar berduaan. Mereka beralasan ada kecoa di kamar ini. Lalu pintu kamar di kunci dari dalam. Sebenarnya apa yang mereka lakukan di kamar ini? Aku merasa ada yang aneh dengan alasan kecoa di dalam kamar. Apalagi mereka terlihat begitu tegang tadi.Bau parfum Mas Pram di baju Tante Lili? Ucapan Tante Lili saat di kamar bersamaku? Berarti semua itu ada hubungannya dengan cinta terlarang antara Mas Pram dan Tante Lili?Sebenarnya aku sudah tidak mampu menahan air mata, tapi tidak mungkin aku menangis di depan Mas Pram. Aku tidak ingin dia curiga dengan apa yang telah aku ketahui tentang hubungannya dengan tanteku sendiri.Aku masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Ku tumpahkan air mata tanpa
Pelakor Itu Tanteku"Kenapa lagi, Sayang? Aku lihat dari tadi kamu banyak melamun, seperti ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan. Cerita sama aku!"Aku pasti akan cerita, Mas, tapi bukan sekarang. Nanti kalau aku sudah mendapatkan bukti yang lebih. Aku akan cerita soal pengkhianatan suami bersama tanteku."Mas ... kita batalkan saja, ya, makan di luarnya!""Lho. Bukannya tadi kamu yang pengen kita pergi berdua?"Sebenarnya aku tidak pengen, Mas. Aku hanya ingin membuat Tante Lili panas. Aku hanya ingin tahu sejauh mana dia menaruh hati padamu. "Lain kali saja, Mas."Mas Pram tiba-tiba memelukku begitu erat. Biasanya aku merasa senang saat Mas Pram ingin bermanja denganku. Tetapi setelah aku melihat kejadian di taman tadi, rasanya jijik saat melihat Tante Lili memegang wajah Mas Pram dengan begitu nakal. "Mas, aku mandiin Fadil dulu," alasanku agar bisa menghindari kemanjaan Mas Pram yang lebih lagi.Mas Pram langsung melihat jam yang melingkar di tangannya."Baru jam segini, Sayang.
Pelakor Itu TantekuBuru-buru ganti baju agar bisa segera keluar menyusul Mas Pram. Bahkan sampai tidak sempat mengeringkan dan menyisir rambut yang habis keramas. Aku langsung berjalan dengan begitu cepat mencari Mas Pram dan Fadil. Kulihat mereka sedang duduk di ruang keluarga. Hatiku merasa lega karena tidak melihat Tante Lili.Segera menghampiri Mas Pram dan Fadil di sana. Aku duduk di samping Mas Pram dengan menghembuskan napas kasar.Seketika Mas Pram menoleh ke arahku dengan pandangan aneh. Langsung kurapikan rambut yang terurai dan sedikit berantakan. "Kenapa?" tanyaku membalas balik pandangannya. "Cantik." ucapnya dengan senyum yang begitu menawan."Cantik? Mas Pram ngeledek aku, ya? Orang belum sisiran gini dibilang cantik.""Lha, kenapa tidak di sisir dulu rambutnya?" Mas Pram mengelus rambutku begitu hangat. Dengan sikap Mas Pram yang selalu membuatku terpesona. Rasanya ingin sekali untuk tidak percaya dengan apa yang aku lihat tadi. Tapi ... semua itu nyata, dan aku t
Pelakor Itu TantekuPintu kamar Tante Lili terbuka karena dorongan tanganku."Eh ... ada apa, Fa?" tanya tante membuyarkan keteganganku."Ti - tidak apa-apa, Tan," jawabku sembari melangkahkan kaki ke dalam kamar."Terus?" tanya tante dengan wajah penasaran dan alis yang naik ke atas.Sepertinya Mas Pram tidak ada di sini. Lalu apa yang harus aku katakan pada Tante Lili? "O - oh. Sifa mau minta tolong Tante buat bantuin masak. Iya. Masak," jawabku agak sedikit gugup karena bingung harus berkata apa.Ayo Sifa, relaks!"Oh, ya sudah, nanti Tante bantu. Tante mau mandi dulu." "Mandi? Bukannya tadi Tante sudah mandi, ya? Habis luluran," "Iya, Fa, tapi rambut Tante lengket. Tante mandi dulu, nanti Tante susul ke dapur."Aku keluar dengan pikiran yang penuh tanda tanya. Mas Pram memang tidak kutemukan di kamar ini, tapi kenapa aku merasa curiga dengan Tante Lili. Aku melangkahkan kaki ke garasi. Ternyata mobil Mas Pram tidak ada. Hah ... aku terlalu cemas dan takut dengan hal yang kuli
Pelakor Itu TantekuAku mencoba mendengarkan obrolan mereka yang samar-samar dan mengintip mereka dari balik tembok. Terlihat Tante Lili memegang tangan Mas Pram. Seketika Mas Pram menarik tangannya dengan kasar.Tante Lili pun langsung memeluk Mas Pram. Saat itu Mas Pram terlihat menolak, tapi Tante Lili terus memeluknya dengan erat. Aku benar-benar sudah tidak tahan melihat hal tersebut. Apa yang aku lihat sudah lebih dari cukup memberi bukti kalau mereka mempunyai hubungan terlarang.Aku harus kuat, aku tidak boleh lemah. Karena aku sendiri yang ingin membuktikan sejauh mana hubungan mereka. Kulangkahkan kaki dengan cepat dan menarik lengan Tante Lili kasar.PLAKKKK Tamparan itu aku layangkan ke wajah suamiku. Suami yang selalu kubanggakan karena kebaikannya, tanggung jawabnya, dan sikapnya yang selalu membuatku terpesona.Seketika Mas Pram terdiam bak patung. Kutatap matanya tanpa berkedip dengan amarah yang sudah kutahan dari tadi siang. Aku memergoki Mas Pram dan Tante Lili d
Pelakor Itu TantekuAkhirnya aku hanya terdiam. Percuma berontak sekuat apapun untuk melepaskan diri, karena Mas Pram lebih kuat dariku.Aku biarkan Mas Pram tetap memeluk erat diriku. Bukan karena aku terlena dengan pelukannya, Tetapi karena aku tidak bisa melepaskan pelukan Mas Pram. Aku tidak ingin terpesona lagi dengan semua sikap manisnya selama ini. Aku tidak ingin hatiku lemah karena rasa cinta yang begitu dalam pada Mas Pram.Akhirnya Mas Pram sedikit melonggarkan pelukannya. Dia memegang wajahku dengan kedua tangannya. Dia menatapku begitu dalam. Ingin rasanya kupalingkan wajah, tetapi kedua tangan Mas Pram mengapit pipiku, membuat pandangan tetap tertuju padanya."Sayang. Aku tahu, perbuatanku begitu melukai perasaanmu. Aku minta maaf!"Dadaku begitu sesak mendengar pengakuan Mas Pram atas perbuatannya. Air mataku sudah membendung, aku berusaha untuk tidak mengerdipkan mata. Aku takut air mataku jatuh di depan Mas Pram dan terlihat lemah. Ternyata sekuat apapun menahannya,
Pelakor Itu Tanteku"Kamu mengusirnya atau menyuruh dia tinggal di tempat lain, Mas? Tempat yang sudah kamu sediakan agar lebih mudah untuk bermesraan dan melanjutkan hubungan cinta terlarang kalian.""Kamu kenapa bicara seperti itu, Sayang? Di mana Sifa yang aku kenal? Sifa yang yang selalu bersikap lembut, Sifa yang selalu percaya dengan suaminya."Aku memang sudah berubah, Mas. Dan semua perubahan itu karena kesalahanmu. Seandainya kamu tidak melakukan semua ini, mungkin kamu masih akan merasakan kelembutan dan mendapatkan kepercayaan dari seorang Sifa."Kamu masih ingin mengharapkan kelembutan dariku, Mas? Kamu masih berharap aku akan mempercayaimu seperti dulu lagi? Tidak semudah itu, Mas. Bahkan bisa saja untuk selamanya aku bersikap seperti ini padamu."Aku langsung menggendong Fadil yang masih terpejam. Dan memindahkan dia ke kamarku. Aku langsung mengunci pintu kamar agar Mas Pram tidak mengikuti lagi.Hahh ... kuatkanlah aku menghadapi semua ini. Aku tidak pernah menyangka k
Pelakor Itu TantekuSatu bulan setelah kepulangan Tante Lili di rumah Ayah dan Ibu. Keadaannya masih tetap sama. Tante Lili hanya bisa berbaring. Dan semua aktivitasnya harus dibantu. Hari ini, aku dan Mas Pram berencana untuk menengok Tante Lili. Dan membujuk dia agar mau dibawa ke rumah sakit._"Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Kalian sudah datang. Ayo masuk! Ibumu sedang di kamar Lili," terang Ayah dengan menyambut kedatangan kami.Aku dan Mas Pram langsung menuju kamar Tante Lili. Sedangkan Fadil, dia bersama Mbak Tutik bermain di halaman. Kami memang sengaja mengajak Mbak Tutik agar aku bisa membantu Ibu mengurus Tante Lili selama di sini. Dan kami akan menginap untuk beberapa hari."Assala'mualaikum.""Wa'alaikumsalam. Pram, Fa," sapa ibu yang duduk di samping Tante Lili.Tante Lili hanya bisa menatap kami. Dia memang mulai sulit untuk berbicara. Dan lebih merespon dengan tatapannya. Sungguh tidak tega melihat keadaannya yang semakin hari semakin parah.Sudah berkali-kali
Pelakor Itu TantekuAku dan Mas Pram sudah sepakat untuk memberitahu Ayah dan Ibu tentang keadaan Tante Lili saat ini.Kami memutuskan untuk pulang ke rumah Ayah dan Ibu. Karena tidak mungkin, kami mengabari hal ini hanya lewat telepon."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Sifa, Pram, kalian datang ke sini kok tidak memberi kabar dulu." Ibu terlihat sedikit kaget dengan kedatangan kami yang tiba-tiba. "Ayo, masuk!" ajak ibu dengan mengambil Fadil dari gendongan Mas Pram.Kami langsung duduk di ruang depan."Ibu tinggal sebentar, ambil minum dan kue. Kebetulan Ibu habis bikin kue kesukaanmu, Fa. Pas sekali kalian datang ke sini.""Ti - tidak usah, Bu. Ayah mana, ya? Sifa mau bicara sama Ayah dan Ibu." "Iya, tapi kalian kan habis perjalanan lumayan jauh. Istirahat dulu, nyantai-nyantai, baru kita bicara. Memangnya mau bicara soal apa, Fa? kamu terlihat serius banget.""Soal Tan - Tante Lili, Bu."Kini pandangan Ibu langsung tertuju ke arahku dengan tatapan yang dalam."Lili lagi. Apal
Pelakor Itu Tanteku"Apa, Bu? Tante Lili kabur?"Baru semalam kulewati kebahagiaan bersama Mas Pram. Sekarang pikiranku sudah mulai cemas dan tidak tenang. Ibu memberi kabar, kalau Tante Lili kabur dari rumah. "Kenapa, Fa?" tanya bapak mertua dengan wajah yang penasaran."Kenapa, Sayang? Siapa yang kabur?""Tan - Tante Lili, kabur." "Fa, Ibu minta maaf, karena tidak bisa menjaga tantemu. Ibu sudah kunci kamarnya, tapi dia izin mau ke belakang. Dia pergi tanpa membawa pakaiannya."Tidak bisa dipungkiri, kalau aku merasa takut. Takut kalau Tante Lili akan datang untuk merusak rumah tanggaku bersama Mas Pram, lagi."Bu - bukan salah Ibu. Tapi, memang Tante Lili yang sudah kelewatan. Apa mungkin dia akan ke kota ini lagi, Bu?""Ibu juga tidak tahu, Fa. Kemarin, dia memang keberatan Ibu ajak pulang. Ibu suruh dia resign dari tempat kerjanya. Tapi, dia menolak."Apa sebenarnya rencana Tante Lili sekarang?"Kamu simpan baik-baik surat perjanjian waktu itu, Fa! Kalau Lili macam-macam lagi,
Pelakor Itu Tanteku"Kalau berkenan, Mas Pram bisa dibawa pada Ustadz Faiz. In Syaa Allah, beliau bisa menangani keadaan Mas Pram saat ini," terang Pak Burhan selesai menandatangani surat perjanjian. Beliau menjadi salah satu saksi dalam surat perjanjian tersebut. Pak Burhan adalah RT di tempat tinggal Panji. Dan saran dari Pak Burhan disetujui semua pihak keluarga. Mereka yakin kalau Pak Burhan tidak mungkin berbohong atau punya niat tidak baik pada kami.Akhirnya, Pak Burhan langsung mengantar kami ke tempat Ustadz Faiz. Sedangkan Tante Lili, dia tidak dilepaskan begitu saja. Ayah dan Ibu akan membawanya pulang ke rumah. Mereka tidak mengizinkan Tante Lili tinggal satu kota denganku dan Mas Pram, lagi. Sesampainya di rumah Ustadz Faiz, aku terdiam sejenak. Pak Burhan dan semua keluarga nemandangku. Sepertinya mereka paham dengan sikapku itu. "Mari!" ajak Pak Burhan pada kami. "Assalamu'alaikum, Ustadz.""Wa'alaikumsalam," jawab ustadz dengan sikap yang begitu ramah. Aku berdiri
Pelakor Itu Tanteku"Jangan, Mbak! Jangan bawa Lili ke pihak berwajib. Lili ngga mau di penjara. Lili mohon, Mbak! Lili minta maaf!" Kata-kata yang terus terucap dari mulut Tante Lili.Hal yang tidak pernah terbayangkan sedikitpun, kalau hubungan Tante Lili dengan kami akan seperti ini.Tangan Ibu terus menyeretnya. Dan Tante Lili tetap berusaha berontak. Ibu langsung menghentikan langkahnya. Dengan mata berkaca-kaca, Ibu menatap Tante Lili begitu tajam. "Minta maaf? Kamu bilang minta maaf? Kamu tahu, berapa banyak hati yang tersakiti karena ulahmu? Terutama Sifa, keponakanmu sendiri."Aku memang belum banyak bicara, karena masih syok dengan apa yang kulihat tadi. Bahkan, degupan jantung yang kencang masih begitu terasa. "Ini soal hati, Mbak. Aku sendiri juga tidak tahu, kenapa bisa mencintai, Pram. Kenapa harus aku yang disalahkan atas semua ini. Tidak adil. Benar-benar tidak adil."PLAKKKKJawaban itu, membuatku mendaratkan sebuah tamparan untuk kesekian kalinya pada Tante Lili.
Pelakor Itu Tanteku"Sudah pindah? Mak - maksud Bapak bagaimana, ya?" tanyaku pada seorang Bapak yang mengaku pemilik rumah yang di tempati pamannya Panji."Iya Mbak, mereka cuma nempatin rumah ini untuk satu bulan saja, tapi belum ada seminggu mereka sudah mengosongkan rumah ini. Kelihatannya mereka buru-buru."Tubuhku rasanya begitu lemas. Entah apa maksud dengan semua ini. Aku takut. Benar-benar takut."Ba - Bapak tahu dengan Ustadz yang menempati rumah ini?""Ustadz, Mbak? Saya malah tidak tahu kalau ada Ustadz. Saya permisi dulu, Mbak."Aku langsung berlari menuju mobil, di mana semua keluarga ada di dalam."Kenapa, Fa? Kenapa kamu terlihat bingung seperti itu?" tanya ayah dengan wajah penasaran."Sifa harus segera telepon Panji, Yah."Dadaku terasa bergemuruh dengan begitu banyak pertanyaan yang bergelayut dalam pikiran.Aku harus segera menelepon Panji. Apa maksud dari semua ini? Dengan cepat kutekan nama Panji dalam ponselku. "Panji, kamu di mana sekarang?" tanyaku tanpa mem
Pelakor Itu TantekuSedikitpun tak kualihkan pandangan ini dari Panji. Aku merasa ada yang aneh dari sikapnya, apalagi setelah mendengar dia menyebut tanteku dengan sebutan 'Lili' seakan-akan begitu akrab. "Ngga enak banget lho, diliatin sampai segitunya," ucap Panji dengan memberi senyum tipis."Kamu sedang tidak menyembunyikan sesuatu dariku 'kan?" tanyaku tanpa basa-basi.Panji terdiam sejenak."Maksudmu aku berbohong?""Aku ngga bilang kamu berbohong. Memangnya kamu sedang berbohong?" Kuputar balik ucapan dari Panji.Suasana jadi terasa tegang dan kaku. "Ini sudah sampai pertigaan lho, Fa. Masa iya, kamu mau ngeliatin aku terus seperti itu?" terangnya dengan mengalihkan pertanyaan.Ekhem ... seketika pandangan kualihkan ke depan. "Kita berhenti di depan Coffee Shop."Hmhh ... sudahlah, lebih baik aku fokus soal Tante Lili dulu. Sudah terlalu banyak masalah yang aku hadapi saat ini."Makasih. Aku turun dulu, Nji."Aku langsung turun menuju Coffee Shop tempat ketemuan dengan Tant
Pelakor Itu TantekuPagi yang seharusnya menjadi pagi paling membahagiakan. Di mana semua keluarga berkumpul. Tetapi hal itu tidak kurasakan, karena Mas Pram tidak ada di tengah-tengah kami."Fa. Mendingan kamu berangkat ke toko saja, daripada banyak pikiran di rumah! Lagian Fadil banyak yang jagain. Kamu bisa fokus dengan kerjaan di toko," ucap Mbak Indah yang mendekatiku di ruang depan."Ngga tahu lah, Mbak. Pikiranku masih fokus dengan Mas Pram.""Pram 'kan sudah ditangani sama Ustadz, kamu tenang, Fa!"Harusnya aku memang tenang, tapi entah kenapa perasaanku masih saja cemas. Apa mungkin karena aku tidak terbiasa tanpa Mas Pram? Hmhh ....Ada baiknya kalau aku berangkat ke toko saja. Daripada kepikiran Mas Pram terus di rumah. "Mbak, Sifa siap-siap dulu, ya. Mau ke toko.""Nah, gitu, Fa. Semangat!"Aku pun berlalu meninggalkan Mbak Indah sendirian dan masuk ke kamar untuk ganti baju serta menyiapkan semua yang harus dibawa. "Semuanya, Sifa pamit ke toko dulu, ya. Sifa titip Fadi
Pelakor Itu TantekuPOV PanjiPerempuan itu memang tidak bisa kulupakan. Meski sudah bertahun-tahun tidak bertemu. Dan sekalinya bertemu lagi, ternyata dia sudah menikah dengan teman kuliahku, Pram.Dari awal tidak ada niat sedikitpun untuk merebut dia dari temanku sendiri. Namun sebuah kesempatan membuat diriku tidak ingin menyia-nyiakannya.Aku memang pernah suka dengannya, sebuah rasa yang tumbuh ketika kita masih ABG. Kalaupun cinta, bisa disebut hanya cinta monyet. Berkali-kali aku mengirim surat padanya, tapi tak ada satupun yang dibalas. Dia memang salah satu primadona di SMP kami. Tetapi perasaanku dulu padanya masih tetap ada.Sifa, perempuan yang bisa menarik hati setiap lelaki yang memandangnya. Dia memang perempuan yang sederhana, tidak neko-neko seperti perempuan kebanyakan. Dan dari dulu tidak berubah. Dengan kesederhanaannya saja, dia terlihat begitu menarik dan anggun. Pria manapun tidak mungkin bisa menolaknya.***"Eh ... ngapain, Mbak, mengendap-endap di depan rumah