Shasha jadi makin salah tingkah karena pertanyaan Tirta. “Jangan sok tahu, Ta,” elaknya. “Dari sikapmu sekarang aja udah kelihatan kok, Sha.” Tirta tersenyum miring. “Enggak usah bohong, Sha. Dosa tahu kalau bohong. Nanti masuk neraka loh.” “Aku mesti jujur gimana lagi, Ta. Memang aku merasa nyaman sama Mas Juna. Dan aku juga nyaman dengan hubungan kami yang seperti ini,” papar Shasha. “Yakin cuma merasa nyaman? Bukan sayang atau cinta? Awal cinta itu dari rasa nyaman loh, Sha.” Tirta kembali memainkan kedua alisnya, menggoda sang sahabat. Shasha menggelengkan kepala. “Aku sudah memutuskan enggak akan memikirkan cinta sampai bisa membahagiakan mama, Ta. Aku mau fokus kuliah terus kerja di tempat yang bagus. Tidak lagi membebani mama. Aku ingin membelikan sesuatu yang berharga buat mama. Sampai saat itu tiba, aku enggak akan berhubungan sama siapa pun.” Dia mengungkapkan apa yang ada di pikirannya selama ini. Tirta mengernyit. “Kok gitu, bukannya kalau punya pacar malah bisa menamb
Tirta menggeleng. “Bukan.” “Terus siapa? Pacarmu?” Kening Kaisar mengerut. Tirta kembali menggeleng. “Mas Juna itu katingku sama Alesha. Dia tuh halus banget caranya dekati Alesha,” bebernya. “Oh, Juna itu pacar temanmu yang ke sini?” tanya Kaisar. “Bukan. Mereka enggak pacaran tapi sebenarnya sama-sama suka,” jawab Tirta. “Kalau sama-sama suka kenapa enggak pacaran?” Kaisar kembali bertanya. “Soalnya Alesha enggak mau pacaran. Dia mau fokus kuliah terus kerja. Jadi cuma sama-sama memendam cinta. Besok pagi Alesha jadi pendamping wisudanya Mas Juna. Aku tuh gemes sama mereka berdua, kenapa enggak jadian saja. Nikahnya nanti kalau mereka sudah sama-sama kerja.” Tirta sampai mengepalkan kedua tangan saking gemasnya. “Ya, kalau mereka jodoh, Ta. Kalau enggak ‘kan ya buang-buang waktu saja pacaran,” tukas Kaisar. “Masih mending pacaran tapi putus, Mas. Setidaknya pernah saling cinta. Daripada cuma memendam cinta, tapi ujung-ujungnya enggak jodoh. Kan lebih nyesek, Mas. Rasanya saki
“Jadi, mamamu buka butik? Di mana?” Bu Ayu bertanya dengan penuh antusias pada Shasha setelah gadis itu menceritakan soal keluarganya. “Iya, Tante.” Shasha kemudian menyebutkan alamat butik mamanya. “Besok tante pasti mampir ke sana. Tante tuh sering bikin baju soalnya. Lebih sreg saja kalau bikin daripada beli jadi. Siapa tahu tante cocok sama desain mamanya Alesha. Kalau bagus nanti tante rekomendasikan sama teman-teman dan keluarga,” ujar Ayu. Shasha tersenyum lebar. “Terima kasih sebelumnya, Tante.” “Mami, kebiasaan deh kalau udah ketemu sama yang klop terus lupa sama yang lain.” Arjuna merajuk karena maminya terus lengket dengan Shasha, membuatnya tidak bisa dekat-dekat adik tingkat yang disukainya itu. “Mumpung mami ketemu sama Alesha, kan. Kapan lagi mami bisa ketemu Alesha kecuali kamu janji ajak dia ke rumah,” sahut maminya santai. “Kalau itu sih mami tanya sendiri sama dia, mau enggak aku ajak ke rumah.” Arjuna menunjuk Shasha dengan dagunya. “Alesha, mau kan main ke r
“Cie, Juna sudah punya pacar sekarang,” goda salah satu kerabat. “Siapa nih, Jun? Bening banget?” Kerabat yang lain ikut menimpali. “Udah wisuda berani bawa cewek ya sekarang,” celetuk kerabat lainnya. Begitulah beberapa celetukan yang terdengar setelah melihat Arjuna menggandeng gadis cantik di acara keluarga. Karena baru kali ini pria berambut cepak itu mengajak seseorang berkumpul dengan kerabatnya. Jadi, merupakan hal yang wajar kalau mendapat banyak godaan dari yang lain. “Eh, Alesha sudah datang.” Bu Ayu langsung menghampiri gadis yang digandeng Arjuna itu. Setelah bersalaman dan melakukan ritual cipika cipiki, mami Arjuna langsung mengajak Shasha duduk di sampingnya. Membuat Arjuna menekuk wajah, niatnya ingin mengajak juniornya itu ngobrol tapi kalah cepat dari sang mami. Mana berani Arjuna memprotes wanita paruh baya itu, bisa-bisa dia mendapat ceramah sepanjang hari. Hal yang sangat pemuda itu hindari. “Kamu ke sini naik apa?” tanya Bu Ayu pada adik tingkat sang putra.
Kedatangan Rendra disambut baik oleh Pak Wijaya dan Bu Hasna. Pemuda itu bahkan dijamu dengan masakan kesukaannya. Hal yang tak pernah dia duga sebelumnya. Pak Wijaya menanyakan banyak hal pada Rendra tentang pribadi dan keluarganya. Pria paruh baya itu dalam hati mengagumi Rendra yang sudah punya tanggung jawab besar di usia muda sejak papanya meninggal. Sebagai pria satu-satunya dalam keluarga, Rendra harus melindungi dan menjaga mama, kakak, dan juga adiknya. Rendra juga sudah mandiri karena punya kafe sendiri setelah lulus SMA. Sebelum itu, dia sudah sering mendapat uang dari pekerjaannya mendesain. Setelah menginterogasi, Pak Wijaya menanyakan maksud kedatangan Rendra. Pemuda itu pun mengungkapkan maksudnya. “… Saya ingin meminta izin dan restu Bapak dan Ibu agar bisa lebih dekat lagi dengan Dita,” ucapnya dengan begitu lancar dan tenang. Pak Wijaya menghela napas sebelum menjawab. "Nak Rendra, meski Nak Rendra dan Dita sama-sama saling mencintai, tapi maaf, saya tidak mengizin
Sepulang dari masjid, Rendra langsung ke ruang tengah. Bu Dewi dan Shasha sudah menunggunya di sana. Sementara Nisa berada di kamar, mengerjakan tugas dari sekolah “Kamu tidak ganti baju dulu?” tanya Ibu Dewi pada putranya yang masih mengenakan baju koko dan sarung. “Enggak, Ma,” jawab Rendra yang langsung duduk di samping mamanya. “Jadi gimana hasilnya tadi siang?” Shasha mulai tak sabar mendengarkan cerita adiknya. “Sabar dulu, Kak. Ini ada titipan salam, takut aku lupa menyampaikan. Mama dapat salam dari Bu Hasna, bundanya Dita,” ujar Rendra. “Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh,” balas Bu Dewi. “Jadi begini, tadi Pak Wijaya, ayahnya Dita, tidak mengizinkan aku pacaran sama Dita.” Belum selesai Rendra bicara, Shasha sudah memotong ucapannya. “Wah, kasihan adikku ini! Sekalinya jatuh cinta langsung ditolak sama bakal calon mertua,” ledek Shasha. “Kak, dengar dulu! Aku belum selesai ngomong,” tegur Rendra dengan kesal. “Galak amat sih! Iya aku diam,” timpal Shasha samb
Beberapa hari kemudian Shasha mengajak Rendra bicara empat mata saat ada kesempatan. “Kamu sudah yakin mau menikah sama Dita, Ren?” Shasha mengawali pembicaraan mereka. “Insya Allah sudah yakin. Kenapa memangnya, Kak?” Rendra balik bertanya setelah menjawab pertanyaan kakaknya. “Aku cuma memastikan saja. Jangan sampai kalian memutuskan menikah hanya karena emosi sesaat. Jujur, kakak suka sama Dita. Anaknya baik, lugu, sopan, juga supel. Tapi kayanya kamu mesti banyak sabar menghadapi dia, Ren,” ujar Shasha sambil menatap adiknya. Rendra menganggut. “Iya, Kak. Mas Adi juga sudah sering bilang kalau aku harus sabar. Wataknya Dita keras, kalau dikerasin jadinya malah ribut. Dulu ‘kan awalnya aku sama Dita saling nyolot tiap ketemu karena sama-sama keras.” Rendra tersenyum sambil menerawang. Membayangkan awal pertemuan mereka beberapa bulan lalu. “Dih, yang baru jatuh cinta senyum-senyum sendiri. Jadi serem ah lihatnya,” ledek Shasha yang berpura-pura takut. Rendra tertawa melihat
"Kamu ngapain di sini, Mas?" Tirta menegur Kaisar yang sedang melamun di belakang rumah. Perwira polisi itu menoleh begitu mendengar suara adiknya. "Mancing," jawabnya asal. Tirta mengernyit mendengar jawaban sang kakak. Memang di belakang rumah mereka ada kolam ikan, tapi tidak mungkin kakaknya itu sedang memancing karena tidak terlihat alat pancing dipegang atau dipasang Kaisar. "Mancing apa? Kerusuhan?" celetuknya. Kaisar tidak menjawab, dia malah mengambil batu kecil lalu melempar ke arah kolam ikan. Membuat ikan-ikan jadi berkerumun karena dikira melemparkan makanan. "Jangan lempari ikannya, Mas. Mereka enggak salah. Yang salah itu orang yang tidak melakukan sesuatu yang benar," seloroh Tirta. Berharap kakaknya itu bisa tersenyum atau tertawa mendengar lelucon garingnya itu. "Masuk ke rumah sana! Ganggu orang saja." Kaisar membuat gerakan tangan untuk mengusir adiknya. "Memangnya ada aturan kalau Mas Kai ada di sini enggak boleh ada orang lain?" Tirta sama sekali tidak beran
Setelah kelahiran dua buah hatinya, Kaisar jadi lebih semangat bekerja. Dia bertekad memberikan yang terbaik untuk mereka. Meskipun sibuk, sebelum atau sesudah pulang kerja, Kaisar akan menyempatkan waktu untuk bermain dengan Bagus dan Ayu. Dia tidak ingin kehilangan momen perkembangan mereka.Sementara itu, Shasha benar-benar jadi ibu rumah tangga sepenuhnya. Walaupun beberapa pekerjaan rumah seperti menyapu, mengepel, menyetrika, dan lainnya dikerjakan oleh asisten rumah tangga, tapi untuk urusan masak dan mengurus anak, dia yang menanganinya sendiri.Shasha sekarang jarang menginap di rumah Bu Dewi. Kalau Kaisar dinas malam atau tidak bisa pulang, Nisa atau Bu Dewi yang menemaninya di sana. Akan repot kalau Shasha pergi sendiri membawa dua bayi dan segala perlengkapannya.Minimal sebulan sekali, Kaisar akan mengajak istrinya pergi berdua. Entah sekadar makan, menonton film atau berbelanja. Setidaknya mereka bisa ada waktu berdua tanpa anak-anak. Perwira polisi itu tahu kalau istrin
Waktu terus berlalu, kandungan Shasha semakin hari bertambah besar. Saat usia kandungannya mencapai tujuh bulan, dia memutuskan untuk berhenti bekerja karena badannya semakin cepat pegal dan lelah. Meskipun teman-teman kantor dan atasannya memaklumi hal tersebut, Shasha yang merasa tak enak hati. Jadi lebih baik mengundurkan diri dengan meninggalkan kesan baik pada semua. Meskipun sang atasan mau memberinya cuti lebih lama sampai dia siap bekerja kembali, Shasha tidak bersedia. Dia berencana mengasuh sendiri kedua anaknya setelah melahirkan.Shasha tidak pernah telat memeriksakan kehamilannya dengan didampingi oleh Kaisar. Perwira polisi itu selalu menyempatkan waktu menemani sang istri. Kalau Kaisar tidak punya banyak waktu, keduanya bertemu di klinik. Sesudah menemani pemeriksaan, Kaisar akan langsung kembali bekerja sementara istrinya pulang ke rumah.Shasha mengikuti prenatal yoga sejak kehamilannya menginjak lima bulan. Prenatal yoga ini selain untuk kesehatan, juga membuat ibu h
Kaisar meminta waktu libur saat dia mengadakan acara syukuran empat bulan kehamilan Shasha dan pengajian di rumahnya. Kedua orang tuanya sudah datang sejak kemarin siang karena sorenya mereka berempat pergi ke klinik di mana dokter Lita praktek untuk memeriksakan kehamilan Shasha.Bu Ryani senang sekali saat melihat USG kedua calon cucunya. Wanita paruh baya itu bahkan meneteskan air mata karena terharu. Sudah cukup lama dia menginginkan cucu, begitu menantunya hamil ternyata langsung diberi dua cucu. Sungguh Allah telah memberinya nikmat yang banyak karena kesabarannya selama ini.Ibu Kaisar rasanya sudah tidak sabar ingin menimang kedua cucunya. Dia tidak peduli jenis kelamin cucunya, yang penting menantu dan kedua cucunya sehat dan selamat. Diberi cucu saja, Bu Ryani sudah sangat bersyukur. Tidak mau meminta banyak karena takut jadi hamba yang kufur nikmat.Bu Dewi, dan Nisa sudah datang ke rumah Kaisar sejak pagi. Sedangkan Dita, Ale, dan Rendra datang agak siang karena selain Dit
Sekitar pukul 04.00 sore, Kaisar datang ke rumah sakit dengan dua anggotanya. Kali ini dia sudah mandi dan berganti pakaian. Rencananya mereka akan meminta keterangan dari Adi dan juga Adelia. Namun Adelia belum bisa memberikan keterangan karena belum siap mentalnya. Kaisar memaklumi hal itu, karena itu dia hanya meminta keterangan Adi.Kaisar, Adi, dan dua polisi tadi mencari tempat yang lebih nyaman dan bebas untuk bicara. Akhirnya mereka pergi ke coffee shop yang ada di rumah sakit tersebut."Timku tadi sudah menginterogasi Sekar, tapi dia jawabnya berbelit-belit, Di." Kaisar membuka pembicaraan setelah mereka duduk dan memesan beberapa menu."Tapi tetap bisa menjerat dia kan?" Adi menatap sahabatnya."Bisa, cuma mungkin hukumannya tidak maksimal. Dia tidak mau ngaku kalau punya niat membunuh Adel. Sekar juga tidak menjabarkan apa yang dia bicarakan sama istrimu." Kaisar menghela napas panjang setelah berbicara.Adi ikut menghela napas panjang usai mendengar perkataan sang perwira
Sekar Ayu terkesiap mendengar ucapan perempuan yang tadi mengetuk pintu rumahnya. Karena baru bangun tidur, jadi dia sedikit lambat berpikir. Namun begitu sadar apa yang terjadi, Sekar Ayu berniat menutup pintu yang tidak terbuka lebar itu, tapi Kaisar dengan sigap menahan pintu dengan kakinya agar tetap terbuka."Sekar!" teriak Kaisar. "Percuma kamu mau sembunyi, rumah ini sudah dikepung!""Cepat borgol dia!" perintah Kaisar pada anggota polwannya.Salah satu polwan langsung mencekal tangan Sekar Ayu, kemudian memasang gelang kembar di kedua pergelangan tangan cinta pertama Adi itu."Apa-apaan ini, Kai? Aku tidak bersalah." Sekar Ayu berusaha memberontak. "Kalian salah menangkap orang. Aku pasti sudah difitnah!” teriaknya."Diam!" hardik Kaisar. "Bukti sudah menunjukkan kalau kamu yang menusuk Adelia. Jangan coba mengelak dan pura-pura tidak bersalah!” sergahnya.Sekar Ayu tersenyum sinis. "Bukti apa yang kalian punya? Jangan mengarang!""Ada rekaman CCTV di dalam toilet mal, Sekar.
Kaisar benar-benar menghubungi Bu Ryani menanyakan alamat Sekar di kota. Dia memberi tahu sang ibu apa yang wanita itu lakukan pada istri Adi. Bu Ryani merasa geram, sayangnya dia juga tidak tahu alamat Sekar di kota. Namun, wanita paruh baya itu berjanji akan mencarikan informasi. Begitu mendapat alamat Sekar, Bu Ryani berjanji akan langsung memberi tahu putra sulungnya itu.Perwira polisi itu kemudian menghubungi istrinya. Dia memberi tahu kalau ada kasus baru, dan kemungkinan akan pulang terlambat. Kaisar tidak bilang kalau Adelia ditusuk orang karena takut istrinya jadi kepikiran apalagi di rumah hanya sendiri. Sesudah itu Kaisar menghubungi anggotanya, meminta laporan sekaligus melakukan koordinasi dengan mereka.Kaisar kembali masuk ke IGD. Ternyata di sana sudah ada keluarga Adelia. Dia menyalami kedua orang tua Adelia dan juga Arsenio begitu bertemu dengan mereka."Nanti akan ada dua anggotaku yang berjaga 24 jam di luar kamar Adelia. Sebentar lagi mereka akan menyusul ke sin
Berita Shasha hamil kembar membuat bahagia siapa saja yang mendengarnya. Termasuk atasan dan teman-teman sekantornya. Shasha tidak diberikan banyak pekerjaan seperti sebelumnya. Dia juga tidak diizinkan lembur. Begitu jam kerja selesai, langsung disuruh pulang. Meskipun mendapat perlakuan istimewa, Shasha tetap melakukan pekerjaannya dengan baik.Karena hamil kembar, membuat baby bump Shasha terlihat lebih besar dari kehamilan tunggal. Saat usia kandungannya tiga bulan sudah seperti hamil empat bulan hamil tunggal. Badan Shasha pun semakin berisi, terutama di bagian dada dan pinggang. Pipinya juga jadi tembam.Satu hari saat Shasha dan Kaisar libur, perwira polisi itu mengajak istrinya pergi ke luar. Kaisar beralasan ingin mengajak jalan-jalan karena sudah agak lama mereka tidak berkencan. Mumpung masih berdua, menikmati asyiknya pacaran setelah menikah.“Loh, Mas. Kok ke sini?” Shasha bertanya karena Kaisar menggandengnya menuju pameran mobil yang ada di dalam mal yang keduanya datan
Sejak dinyatakan hamil tak ada perubahan yang berarti pada Shasha. Dia tidak mengalami mual dan muntah, serta tidak mengidam makanan tertentu. Hanya Shasha jadi lebih manja pada Kaisar. Kalau sedang di rumah berdua, dia tak pernah mau jauh dari suaminya. Untung saja tidak pernah mengambek kalau harus ditinggal karena ada tugas mendadak. Biasanya Shasha akan menginap di rumah sang mama kalau Kaisar tidak bisa pulang.Shasha kadang sangat malas mandi, bahkan malas beranjak dari tempat tidur. Ada kalanya dia jadi sangat rajin, bahkan di rumah pun berdandan. Kaisar tak mempermasalahkan perubahan-perubahan yang dialami sang istri. Dia sudah banyak diberi tahu Rendra kalau menghadapi wanita hamil harus punya lebih banyak stok sabar. Yang penting istrinya merasa bahagia.“Mas, jangan lupa ya nanti jadwal kontrol ke dokter Lita.” Shasha mengingatkan suaminya saat mereka sedang menyantap sarapan.“Jamnya seperti yang dulu ‘kan?” Kaisar menatap sang istri.Shasha mengangguk. “Iya. Mulai praktik
"Alhamdulillah berdasarkan hasil tes urine dan darah, Bu Alesha positif hamil. Selamat ya," ucap dokter Lita sambil memandang pasangan suami istri baru di hadapannya. "Pak Kaisar, tokcer ini bisa langsung membuat Bu Alesha hamil setelah menikah," selorohnya agar suasana tidak menjadi tegang. "Alhamdulillah. Kamu beneran hamil, Sha." Kaisar sontak memeluk sang istri yang duduk di sampingnya. Membuat dokter yang mengenakan hijab bermotif bunga-bunga kecil itu menjadi saksi kebahagiaan yang dirasakan oleh calon orang tua baru tersebut. "Iya, Mas. Alhamdulillah," sahut Shasha. "Mas, tolong lepas. Malu sama dokter," bisiknya kemudian. Kaisar pun langsung mengurai pelukan. "Maaf, Dok. Saya refleks memeluk istri karena bahagia," aku sang perwira polisi. Dokter Lita tersenyum. "Tidak apa-apa, Pak. Saya paham apa yang Bapak dan Ibu rasakan. Bagaimana kalau kita USG sekarang, untuk mengecek kondisinya?" "Silakan, Dok," sahut Kaisar. "Apa saya boleh melihat proses USG-nya?" tanyanya ragu.