Manhattan, USA. | 19.25 PMTangan Kate melambai begitu mobil yang dikendarai oleh Liam mulai meninggalkan gedung panthousenya. Membuat Kate terdiam beberapa menit sebelum masuk ke dalam. Bersandar pada dinding kokoh di belakangnya bersama tatapan yang lurus ke depan.Karena setelah ini pada akhirnya dia akan kembali ke Madrid untuk memenuhi janjinya kepada Gustavo. Meninggalkan Liam di sini, Kate bisa saja menyelesaikan hubungan mereka ketika berada di Kafe. Namun Kate takut jika dia yang menyesal, jadi biarlah ini berjalan seperti air yang mengalir. Kakinya melangkah masuk ke dalam, berjalan menuju lift yang akan membawanya ke unitnya. Sedari tadi ponselnya bergetar, dan Kate sudah bisa menebak kalau itu adalah dari Sean. Dia merasa sedang bermain kucing-kucingan dengan Sean. Mengabaikan ratusan pesan yang dikirimkan laki-laki itu padanya, dalam satu hari Sean pasti beberapa kali mengiriminya pesan. Tetapi jika dipikir ulang, Sean bisa saja datang ke tempatnya. Namun laki-laki itu
Mansion William’s, Manhattan, USA. | 20.31 PMKali ini suasana mansion William cukup ramai karena kepulangan Shanice. Adik Sean yang aktif itu tidak bisa diam ketika tiba di mansion, terus merecoki Sean dengan berbagai pertanyaan tidak penting. Tapi sekarang Shanice justru menikmati waktunya dengan Ken, kejar-kejaran seperti anak kecil.Bahkan Angeline sampai kewalahan melarang keduanya. Untung saja Mark belum kembali dari Chicago, karena Ayahnya tidak menyukai keributan. Jika saja Mark sudah di rumah maka mereka berdua akan dipisahkan secara paksa. “Ken! Kau mau lari ke mana hah?!” Shanice berlari memutari mobil Sean yang belum dia masukkan ke garasi. Mobilnya masih terparkir di aula rumah, penjaga pun tidak ada yang berani menyentuh jika Sean belum melemparkan kuncinya. Di sebelahnya ada mobil milik Ken, karena Pamannya lah yang menjemput Shanice dari bandara.“Sudahlah Shan, aku lelah meladenimu. Jika kau merindukan ketampananku bukan seperti ini caranya!” teriak Ken sambil
Manhattan, USA. | 06.31 AM Tiga puluh menit sudah berlalu, dan orang-orang sudah mulai keluar dari kediaman mereka satu persatu dengan pakaian yang sudah rapi. Kali ini suasana gedung tempat tinggal Zara begitu ramai dengan orang hilir mudik keluar masuk. Bahkan sudah tidak aneh lagi jika bertemu atau melihat model yang berada di kawasan ini. Karena penthouse mewah ini bisa dibilang tempat singgah para model berasal dari berbagai negara yang berkarir di New York.Liam tidak berhenti mengetuk ujung ponselnya ke atas meja. Merasa bosan menunggu Zara keluar, perempuan yang tiga tahun ini sudah bersamanya di belakang Kate. Zara Mellano, seorang model papan atas yang berasal dari Chicago itu belum menunjukan batang hidungnya. Tapi Liam tahu, meski sudah melihat Zara dia tidak bisa mengajaknya begitu saja. Melihat situasi ramai seperti sekarang, bisa-bisa namanya terseret isu baru dengan model itu. Meski di balik itu ada yang lebih parah dari sekedar bertemu. Setengah jam menunggu membu
Xaviendra’s Group, Manhattan, USA. | 08.09 AMRasa panik yang dirasakan oleh James semakin menjadi-jadi ketika Kate tidak kunjung menjawab teleponnya. Saat ini dia juga sudah menduga kalau Kate pingsan di sana. Dengan tergesa dia mendorong pintu masuk perusahaan Liam dengan tidak sabar. James memanggil resepsionis dan petugas keamanan yang berjaga di sekitarnya. Laki-laki itu makin panik ketika mendapati wajah orang-orang itu yang terlihat bingung, menatap James yang menggedor pintu lift dari luar.“Ada apa Pak? Mengapa anda terlihat begitu panik?” tanya Bertha, resepsionis yang menyusul James. “Saudaraku terjebak di dalam lift sialan ini, dan dia pingsan. Karena tidak biasa dengan tempat sempit,” jawab James dengan suara yang sedikit kasar. Pakaiannya sudah tidak serapi saat berangkat, bahkan dia melupakan di mana keberadaan jas dokternya. “Sialan! Mengapa masih berdiri di sini? Cepat ke ruangan kontrol lift untuk menyalakan liftnya.” James berteriak dengan keras sehingga menimbul
William’s Group, Manhattan, USA. | 16.37 PMWilliam Group pada sore hari ini tidak seramai siang hari, para karyawan sudah pulang satu persatu terkecuali untuk karyawan yang lembur. Dalam waktu dua puluh empat jam, kantornya tidak pernah tidak ada manusia di dalamnya. Keamanan perusahaan semakin diperketat. Kemarin juga Sean menambah pengawal baru sebanyak tiga puluh orang yang diseleksi oleh Luke dan Joshua kepala pengawal yang sudah berkerja dengan William Group semenjak dia kecil. “Luke, sepertinya aku tidak pulang cepat hari ini. Katakan pada Mom ketika kau menjemputnya nanti,” ucap Sean sekembalinya dari kantin perusahaan. Luke yang berjalan di belakangnya membalas ucapan Sean. “Baik Pak, akan saya sampaikan. Kalau begitu saya pamit lebih dulu untuk menjemput, mrs, William.” Laki-laki kaku itu membungkuk lalu berjalan menuju pintu keluar perusahaan. Sedangkan Sean berjalan kembali ke ruangannya. Mengabaikan sapaan para karyawan yang melewatinya. Kata sombong dengan malas meny
Cambridge, Boston, Amerika Serikat. | 18.10 PM“Bagaimana bisa kau menyimpulkan begitu Kate? Dari yang aku lihat Liam begitu mencintaimu, tidak memungkinkan untuk dia selingkuh.” Samuel mengidikan bahunya. Dia lebih memilih untuk mendengarkan cerita Kate lebih dulu, bahkan dia sudah merapikan tugasnya.Mereka pindah duduk di sebuah sofa panjang yang berada di dalam ruangan tengah penthouse Samuel. Ruangan yang tampak elegan, dengan desain ala laki-laki. “Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin, Muel. Lagi pula bukan hanya aku yang mencurigainya. Kak Bry, James, dan Maria, mereka juga sempat mengatakan hal yang serupa. Meski tidak dengan gamblang mengatakan Liam selingkuh seperti yang dikatakan oleh Kak Bry,” jelas Kate panjang lebar. Dia sedang butuh didengarkan, bukan dihakimi. Samuel bergeser, merangkul Kakak perempuannya yang terlihat rapuh. Samuel tahu, jika Kate tidak pernah berani bercerita perkara Liam kepada Ibu mereka. Selain Lauren yang hobi ngegas, Lauren juga anti seka
Manhattan, USA. | 16.26 PMSuasana taman kota ramai karena akan ada acara. Taman kota yang dekat dengan penthouse Kate menjadi kunjungan mereka berdua sore ini. Sedari tadi tangan Liam tidak melepaskan genggamanya pada tangan Kate. Mereka berjalan berdampingan sembari menunjuk beberapa hal yang mereka lihat. “Sudah lama kita tdak berjalan kaki seperti ini. Tidak terasa, kau sudah jadi perempuan mandiri yang menakjubkan.” Liam tersenyum tipis saat Kate meliriknya.Liam masih mengenakan kemeja yang biasa dikenakan laki-laki itu ketika bekerja meski dengan warna yang berbeda-beda. Jasnya dia simpan di dalam mobil yang terparkir di gedung penthouse Kate. Dia berusaha untuk membagi waktunya bersama Kate dengan adil. Termasuk mengutamakan Kate di sela-sela kesibukannya, meski demikian hal itu selalu Liam ingkari. Karena lebih memilih bersama Zara ketimbang Kate. Setiap sore selalu ada acara musik orkestra, dan saat ini Liam mengajaknya untuk menonton. Meskipun dekat dengan tempat tinggaln
Manhattan Hotel International, USA. | 20.12 PMMusik klasik mulai terdengar saat tamu undangan mulai memasuki aula yang hotel luas. Kursi-kursi mulai diisi oleh tamu undangan, mata hijauhnya melirik ke sana ke mari guna melihat arsitektur bangunan yang begitu megah.Saat kecil dia sering datang ke acara amal seperti ini, bersama Ayahnya. Waktu Lauren tengah mengandung Samuel, sehingga Kate kecil menemani Ayahnya ke acara amal. Tangan Liam merangkul pinggangnya dengan erat, tatapannya berubah tajam saat para mata laki-laki di sekitarnya menatapnya dengan berbagai tatapan.Liam dengan kemeja merah maroon yang dipadukan dengan jas hitam gelap. Rambutnya ditata dengan rapi, laki-laki itu tidak memakai dasi malam ini. Sepatu pentofel hitamnya begitu mengkilat saat tersorot oleh lampu.Sedangkan penampilan Kate melebihi ekspetasi Liam, gaun yang dia belikan untuk Kate terlihat begitu pas di tubuh rampingnya. Rambutnya yang disanggul atas sehingga memamerkan leher jenjangnya yang putih. Sebu