Sampailah di Penthouse Bram,
Catty mengikuti Bram masuk ke dalam Penthouse. Mereka langsung disambut oleh nuansa penthouse yang luas dan elegan. Bram menunjukkan kelasnya sebagai orang terkaya.
“Oh iya, nanti aku akan memesan pakaian untuk kamu,” Bram sesampainya di sebuah kamar yang memang ditujukan kepada Catty.
Catty tidak segera menjawab. Dalam hatinya, dia merasa sangat istimewa bersama Bram. Diantar ke kamar langsung, padahal dia memiliki pembantu yang bejibun. Memenuhi semua kebutuhan. Tapi, sifat possesif-nya yang membuat Catty ilfeel.
“Kamu istirahat dulu saja. saya mau mengecek proyek resort dulu,” kata Bram. Membuat Catty seolah tidak rela.
“Lama enggak?”
Bram terkekeh mendengar suara Catty manja. Dia mengucek-ucek rambut Catty yang menjuntai sebahu. Sebenernya bisa saja dia menyuruh asistennya untuk mengecek. Tetapi, karena proyek ini dikerjakan oleh rekan bisnis pentingnya. Makanya, mau tidak mau, dia harus terlibat.
“Andrew, kamu di sini?” Bram membuka pintu tak lama setelah dia membereskan pakaiannya dan meminta Catty untuk bersembunyi. Adrenalin Catty juga terpacu. Tidak menduga atas kedatangan Andrew. “Just give you surprise. Anyway, kenapa lama sekali buka pintunya. Ada cewek di dalam?” Jantung Catty serasa ditempa. Jangan sampai bertemu Andrew. Bisa-bisa semuanya berantakan. “Ah, mau tahu saja. Sudah yuk. Masuk.” Bram menjawab santai. Mempersilakan tamu agungnya masuk. Dari celah pintu, Catty bisa melihat dua pria bertubuh sama besar. Namun Andrew lebih kekar dan mantap pastinya. Serta kharisma pria itu yang semakin tajam padahal usianya sudah semakin matang. “Bukannya kamu bilang ada meeting, makanya menunda pertemuan kita di proyek?” Bram membuka percakapan. “Tadinya, sampai tiba-tiba klien itu membatalkannya. Jadi saya langsung ke sini saja, sebagai kompensasi karena aku mencancel pertemuan kita tadi.” Andrew duduk santai sambil satu kakin
Sepulang dari proyek, Bram langsung menuju penthouse. Baru sebentar meninggalkan Catty, dia sudah rindu sekali. Kemolekan tubuhnya benar-benar membayanginya. Membuatnya tidak fokus. Terlebih kata-kata Catty yang manja. Memintanya untuk tidak berlama-lama dan cepat pulang. Siapa lelaki yang tidak terlena dibuatnya. Memicu semangat kelaki-lakiannya yang sudah sangat matang di usianya sekarang. Baru saja sampai di parkiran, mendadak dia mendapatkan pesan dari Catty. Bram tersenyum melihat pesan yang begitu bejibun. Mungkin Catty sudah tidak sabar menunggu kepulangannya. Namun, senyumnya memudar tatkala melihat isi dari pesan itu. “Bram, tolong. Ada dua pria asing di depan.” Mata Bram terbelalak. Catty dalam bahaya! Segera Bram beringsut menuju ke lantai atas. Tidak lupa menghubungi sekuriti untuk datang meringkus. Benar saja, sesampainya di lantai atas, terlihat dua pria yang sedang mondar-mandir di depan penthousenya. Bram yang geram lan
Bram keluar dari kamarnya dengan wajah kuyu. Dia baru saja bangun tidur dan akan melakukan olahraga pagi yang sudah menjadi rutinitas. Meski bukan olahraga gym, hanya menggunakan barble seadanya dan juga berbagai gerakan kinestetik. Namun, itu sudah cukup membentuk body Bram dengan sangat sempurna. Juga membuatnya enerjik sepanjang hari. Baru saja akan melangkah menuju teras, dia mencium aroma masakan yang menggugah selera. Dia menggumam sambil meneguk saliva beberapa kali. Dia pun mengganti langkahnya menuju dapur. Sesampainya di dapur, dia tercenung saat mendapati sosok cantik yang sedang asik memasak sambil membelakanginya. Bram tersenyum. Pantas saja aroma masakannya lebih wangi, ternyata seorang bidadari yang tengah memasak untuknya. Catty yang tidak menyadari kehadiran Bram terlihat sedang memindahkan nasi goreng ke piring. Begitu dia akan membalikan badan, dia terhenyak saat melihat sosok gagah yang sedang memandangnya. Lagi-lagi Bram menatapnya
“Lebih baik kamu jujur. Daripada aku sendiri yang memergoki kebohonganmu, atau kamu mau aku hancurkan bisnismu yang tidak seberapa itu?” Tepat seperti dugaan Bram kalau Miranda akan memberikan ultimatum yang jelas sangat merugikannya. Namun, dia tahu kalau ini hanya sekedar gertakan sambal. Kalaupun Bram mengatakan sebenernya, bukankah hasilnya sama saja? “Kami sudah menelusuri seluruh penthouse ini, Nyonya, Namun, kami tidak menemukan wanita muda di mana-mana.” Tiga orang berpakaian bodyguard itu melaporkan diri. Mendengar hal itu, Miranda tidak terima. Dia langsung menoleh ke Bram. “Sudah jelas kan, kalau aku tidak menyembunyikan siapapun,” Bram membuka kedua telapak tangannya, seakan menunjukan bahwa tuduhan itu sama sekali tidak benar. “Kamu pasti menyembunyikannya di tempat yang lain?” sergah Miranda. Bram menghela nafas. Betapa dia harus banyak bersabar untuk menghadapi manusia batu seperti Miranda. Bram menatap ketiga bodyguard itu semb
Bram sedikit lega setelah mengantarkan Miranda pulang. Hanya dengan lamaran palsu, setidaknya bisa meredam amarah wanita berambut blonde itu. Dasar wanita, gampang sekali dibohongi pakai kata-kata manis. Bram langsung menuju ke ruang yang terletak di bawah tangga. Suara tangisan yang berasal dari sana cukup membuatnya penasaran. Namun, alangkah terkejutnya dirinya saat mendapati pintunya yang sudah terbuka. Bram yang resah mencarinya ke penjuru penthouse. Tak terkecuali kamar Catty. Namun, dia tidak menemukan siapapun. “Kemana Catty?” tanya Bram kepada satu pelayan yang baru saja dia minta datang dari Mansion. “Kok diam?” “A-nu Tuan, sebenernya. Catty tadi berpesan untuk tidak mengatakannya kepada Mas Bram,” “Memangnya kemana Catty, Bik? Ayo katakan.” “Katanya mau pulang kampung Mas Bram.” “Emang Catty pergi naik apa, Bik?” “Sepertinya naik bis, Tuan. Soalnya dia bilang mau ke terminal.” sahutnya sambil me
Catty menatap nanar. Sejujurnya bukan kalimat itu yang Catty ingin dengar. Tapi, apa mungkin dia bisa berharap lebih dari lelaki brengsek yang tiada berhenti menyakitinya ini? Berulang kali dia mengelak saat tangan Bram berusaha menggapainya, sampai Bram terpaksa menggunakan cara yang kasar. Otomatis Catty langsung berteriak. Semua penumpang yang melihat kejadian itu langsung melerai mereka. Berusaha melindungi Catty dan mengusir Bram. Awalnya Bram ngotot, tapi karena melihat semua penumpang yang geram, dia tidak berkutik. terpaksa turun dengan tangan hampa. Sekilas, dia sempat melihat raut sendu dari Catty yang mengiris batinnya. Seandainya dia bisa bebas mengungkapkan apa yang dia rasakan, tentu tidak akan terlihat Catty yang sesakit ini. Bram menggerakan mobil sportnya, memberikan jalan supaya bis yang membawa Catty itu bisa lewat. Dia menetap kepergian bis itu dengan perasaan kacau. Beberapa kali dia menghantam stang kemudi sambil berteriak ke
Menjelang pagi, Catty sudah sampai di kampung. Dinginnya hawa pegunungan yang khas segera menyergap tubuhnya. Sejuknya udara pagi memenuhi Handoko penciumannya. Sungguh suasana yang sangat dia rindukan. Sepagi itu, sudah ada angkot yang berjalan. Catty beruntung karena dia diantar sampai depan gapura desa. Terlebih dia merasa lega karena tidak bertemu dengan Siswanto. Sopir tua yang berkepribadian bejat yang sempat membuatnya was-was. Tiba-tiba, perasaan Catty tidak enak. Seperti ada yang mengikutinya semenjak dia turun di depan gapura. Tapi, setiap kali dia menoleh ke belakang, tidak ada seorang pun yang terlihat. Catty yang ketakutan lantas mempercepat langkahnya. Jarak antara gapura desa dengan pemukiman cukup jauh, sehingga sebisa mungkin dia harus sampai ke sana, sebelum sesuatu yang buruk menimpanya. Langkah Catty sampai di depan rumah Handoko, namun dia masih belum tenang kalau belum masuk ke rumah, sesekali dia menoleh ke belakang. Memastikan tidak ad
“Kamu ngapain pulang, Fatimah?” tanya Dewi sarkas. Wanita setengah baya itu tercenung karena ada ketukan pintu di subuh hari dan segera membukanya, dia menatap aneh kepada Catty yang mendadak pulang. Hati Catty sedikit nyeri dengan ucapan Ibunya, seakan kedatangannya sama sekali tidak diharapkan. Semenjak, Dewi mempergoki hubungan panasnya dengan Siswanto. Catty diminta untuk pergi menjauh, seolah dibuang dengan dalih bahwa itu demi kebaikan Catty. Namun tanpa sepengetahuan Dewi, kehidupan Catty jauh lebih hancur saat di kota. Itulah yang menjadi alasan kenapa dia memilih pulang kampung. “Saya rindu kampung halaman, Bu. Rindu Mas Handoko, Fauzan, dan juga Ibu,” sahut Catty dengan suara lirih. Namun, sCattyan dari Ibunya mengiris batin. “Sama Siswanto enggak rindu?” Hati Catty tertohok. Tidak ada yang tahu perjuangannya untuk lepas dari masa lalu. Dan sekarang Dewi mengungkitnya lagi, seakan imej wanita murahan terus bersemayam dalam dirinya dan tidak ak
Sekarang aku berada di dalam sebuah ruangan pribadi di Mansion itu. Ruangan itu sangat megah dan mewah. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagumku. Pemilik Mansion ini jelas orang yang sangat kaya raya. Mungkin selain bisnis hotel, dia juga memiliki bisnis-bisnis lain.Pria yang membawaku tadi menyuruhku untuk tinggal di dalamnya. Menunggu sampai Bosnya datang. Entah apa alasannya. Apa aku akan dijadikan sebagai pembantu atau gimana? Tapi justru di dalam ruangan pribadi itu ada pelayan Pribadi yang dengan sigap melayaniku.Aku benar-benar dalam kebingungan. Sampai tidak terasa dua bulan sudah aku berada di dalam mansion itu.Dalam kebingunganku, beberapa kali pria berbadan besar dan tampan datang ke dalam ruangan itu. Mereka seperti berusaha untuk menarik perhatianku. Tanpa ragu mereka terang-terangan memintaku untuk melayani mereka. Tapi tunggu dulu, kenapa pria-pria itu diizinkan untuk masuk ke ruangan ini? apa memang tugasku disini untuk melayani mereka
Aku terisak di sisi Naili yang terbaring di brangkar rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa kondisi Naili semakin memburuk karena kepalanya yang terbentur lantai dengan sangat keras sehingga membuat tubuh bagian kanannya juga lumpuh. Itu artinya dia lumpuh total sekarang!Duh Gusti, kasihan sekali Naili. Seandainya aku tidak tergiur dengan tawaran palsu Scott, tentu aku bisa menjaga Naili, sehingga musibah ini tidak sampai terjadi. Tapi apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur.Tiba-tiba seorang suster datang menghampiriku."Permisi Madam, Madam harus membayar biaya administrasi di kasir ya.""Biayanya kira-kira berapa ya Sus?""Maaf, saya kurang tahu Madam. Silakan ibu datang ke kasir sekarang ya." Dia membalikkan badan untuk keluar dari rumah sakit.Dengan perasaan was-was, aku pun mendatangi kasir. Ikut mengantri di barisan antrian. Aku merogoh dompet dari tasku dan membukanya. Terlihat uang dua ribuan dan lima ribuan yang lusuh terikat den
"Selamat datang, Ara." sambut Scott dengan hanya menggunakan pakaian kimono saja. Mataku tertuju ke bulu tipis yang memenuhi dadanya yang lumayan bidang. Balutan kimono juga memperlihatkan kakinya yang tampak berotot."Kok bengong?"Aku tersentak dari lamunanku. Bisa dibilang Pria di depanku atletis dengan otot yang tidak terlalu besar. Tapi cukup membuat debaran kencang di dalam dada ini."Eh, Iya." Ucapku tergagap. Aku menghela nafas sejenak. berusaha mengontrol diriku sendiri."Silakan duduk." Pintanya.Aku pun beringsut duduk bersamaan dengannya. Tapi Pria itu terlihat mengendurkan tali handuk kimono itu sehingga sekilas aku tidak sengaja aku melihat pakaian dalamnya yang berwarna hitam. Tapi Pria itu sama sekali tidak merasa risih dalam kondisi setengah telanjang di depan seorang wanita sepertiku."Ini Mas pola desain yang sudah saya persiapkan untuk seragam rumah sakit yang sebelah kanan laki-laki dan sebelah kiri perempuan. Apak
Hari ini aku pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk menjahit. Saking banyaknya permintaan, sehingga bahan-bahan itu ludes dengan sendirinya.Aku membelinya dengan terburu-buru. Tidak mau meninggalkan Naili lama-lama. Intinya setelah membeli bahan-bahan itu, aku akan segera pulang dan tidak mampir-mampir lagi.Setelah membeli bahan-bahannya, aku segera ke halte untuk menunggu angkutan. Saat sedang asik menunggu, pandanganku tertuju kepada sebuah mobil mewah yang berhenti di seberang jalan. Dari kacanya yang terbuka, terlihat Pria tampan yang kutemui dirumah sakit itu sedang memandangiku di balik kacamatanya yang hitam.Aku memalingkan wajah, berpura-pura tidak melihatnya. Pria di seberang sana malah tersenyum melihatku yang salah tingkah. jangan Maya, kamu jangan sampai kepincut dengannya. Tahan hasratmu Ara tahan. Bisikku di dalam hati.Tidak berselang lama, angkutan berwarna orange pun datang. aku melambaikan tangan sebagai
Kesibukan baruku membuka jalan rezeki bagiku. Terlihat dari beberapa tetangga yang mulai berdatangan untuk meminta di jahitkan. Ada yang sekedar memperbaiki pakaian yang sobek, mengecilkan baju, bahkan ada yang meminta untuk mendesain pakaian baru. Semua kulakukan dengan senang hati tanpa menargetkan penghasilan, karena memang aku suka melakukannya.Lebih dari itu, aku merasa hidupku benar-benar berubah. Tidak lagi memikirkan kehidupan masa lalu yang pahit. Sekarang aku merasa lebih bahagia bersama Naili dengan kesibukanku menjahit. Semua itu lebih dari cukup. Meski tanpa kehadiran lelaki dewasa atau kemewahan yang sering aku dapatkan. Ternyata di perumahan yang kumuh ini aku mendapatkan kebahagiaan.Kondisi Naili juga mengalami perkembangan yang cukup baik. Bahkan dia sekarang sudah mau untuk berbicara dan mulai tersenyum. Mungkin dia melihat keseharianku yang bersemangat, sehingga semangat itu tertular kepadanya. Menunjukan bahwa aku yang sekarang berbeda jauh dengan
"Kok kita berhenti di sini?" tanyaku keheranan ketika mobil itu berhenti tepat di depan gang rumah kumuh. Selain kumuh tempat itu juga terlihat sempit sekali. jadi tidak ada ruang gerak yang leluasa. Terlebih cuacanya yang di dekat pelabuhan yang terasa panas sekali."Sudah jangan banyak bicara. Sekarang ayo turun." titahnya. Aku tidak kuasa untuk menolaknya. Setelah menurunkan koper, aku mengekorinya menuju perumahan kumuh itu."Mulai sekarang kamu tinggal disini." ujarnya sambil menunjuk rumah dengan lebarnya kurang lebih dua setengah meter saja. Enggak kebayang betapa sempitnya di dalam."Enggak ada tempat lain apa? ini sempit sekali." Protesku."Jangan banyak membantah!" ujarnya dengan nada penuh penekanan. Aku hanya tertunduk, aku tahu konsekuensi kalau aku sampai menolak perintahnya."Lagipula, kamu akan sangat betah disini, karena ada seseorang yang special sedang menunggumu di dalam." Orang special? Siapa itu? batinku penasaran. Ace pun segera
Beberapa hari aku dinyatakan sembuh.Aku menyelesaikan tugas-tugas akhirku sebagai guru sebelum pengajuan resign. Iya, semenjak aku pulang dari rumah sakit, aku langsung mengajuan Resign kepada kepala sekolah. Permintaanku di kabulkan asalkan aku harus mengerjakan tugas-tugasku terakhir dulu. Jadi aku harus betah mendengar bisikan pedas dari pada rekan guru dan murid berhari-hari.Imej-ku sebagai guru sudah kacau balau. Kejadian tragis kemarin yang seharusnya salah Pak Gelmar dan Rendy justru menjadi salahku. Menurut pandangan mereka, aku adalah wanita kecentilan sehingga mengundang hasrat para lelaki. Jadi akar permasalahannya ada di aku!Jadi untuk apa aku bertahan di lingkungan yang membenciku? Lebih baik aku pergi dari sini dan memulai kehidupan baru."Ini Pak, semua berkas-berkas yang bapak minta, saya sudah membereskan kewajiban saya sebagai guru." ujarku sambil memberikan berkas-berkas itu kepada kepala sekolah."Akhirnya Madam mengundurkan
"Madam!" seorang Suster mengoyang-goyangkan tubuhku hingga aku tergeragap."Madam mengigau ya." tanyanya sambil tersenyum. Penuh perhatian. Perlakuannya sangat ramah membuatku merasa di 'manusia"kan saat aku menganggap semua orang seperti jijik denganku dan menjauhiku. Atau mungkin ruang yang aku tempati adalah kelas yang elit, sehingga Pelayan Prima di tunjukan oleh suster itu. Untung saja, aku masih punya cukup uang sehingga kupilih ruang yang terbaik di rumah sakit ini."Iya, Maaf." Jawabku kepada suster muda yang mungkin usianya sekitar dua puluhan. sambil mengelus-elus kepalaku yang terasa pusing. Jadi kedatangannya Antonio tadi itu cuma khayalanku Cuma mimpi. Ya Ampun, segitunya aku rindu dengan Antonio sampai dia merasuk dalam mimpiku."Bagaimana kondisi Madam? Apa sudah mendingan?" tanyanya. Ingin sekali ku jawab kalau luka yang ada di liangku itu memang berangsur sembuh, tapi luka batin ini masih mengangga lebar."Sudah agak mendingan. Sudah tidak terasa
Pak Gelmar langsung mencabut sumpalan kain di mulutku. Suaraku yang habis karena teriakan yang ketahan pun sekarang berubah menjadi serak."Rendy, hentikan rendy kumohon." Lirihku dengan suara parau. Sementara dildo makin mengganas memutar di dalam liangku, hingga tubuhku tersentak-sentak."Madam Ara, saya pentokin sampai rahim Madam, Boleh?" kata Rendy yang seolah tidak puas menyiksaku. Pak Gelmar hanya tertawa terbahak-bahak."Hahaha, Bagus rendy. Siksa dia tanpa ampun.""Rendy, kumohon." Entah airmata ke berapa puluh kali yang jatuh, mengiba belas kasihannya. Tapi itu sama sekali tidak membangunkan rasa kemanusiannya."Kok enggak mau? bukannya Madam senang dimasukan seperti ini." ujarnya sambil memaju-mundurkan dildonya hingga membuatku kepayahan. Kurasakan cairanku mengalir di pahaku dengan derasnya. Tidak terhitung lagi berapa kali aku squirt."Banyak banget Madam Ara." Seru Rendy kegirangan. Aku hanya tertunduk lemas. Tenagaku sudah te