“Kamu ngapain pulang, Fatimah?” tanya Dewi sarkas. Wanita setengah baya itu tercenung karena ada ketukan pintu di subuh hari dan segera membukanya, dia menatap aneh kepada Catty yang mendadak pulang.
Hati Catty sedikit nyeri dengan ucapan Ibunya, seakan kedatangannya sama sekali tidak diharapkan. Semenjak, Dewi mempergoki hubungan panasnya dengan Siswanto. Catty diminta untuk pergi menjauh, seolah dibuang dengan dalih bahwa itu demi kebaikan Catty. Namun tanpa sepengetahuan Dewi, kehidupan Catty jauh lebih hancur saat di kota. Itulah yang menjadi alasan kenapa dia memilih pulang kampung.
“Saya rindu kampung halaman, Bu. Rindu Mas Handoko, Fauzan, dan juga Ibu,” sahut Catty dengan suara lirih. Namun, sCattyan dari Ibunya mengiris batin.
“Sama Siswanto enggak rindu?” Hati Catty tertohok. Tidak ada yang tahu perjuangannya untuk lepas dari masa lalu. Dan sekarang Dewi mengungkitnya lagi, seakan imej wanita murahan terus bersemayam dalam dirinya dan tidak ak
Catty terpekur lama di pinggir ranjang. Dia memandangi layar ponsel suaminya yang terpampang pesan dari sang penipu tadi. Rupanya, dia memancing Catty supaya bisa keluar dari rumah, setelah itu menculik Handoko. [Jika ingin suamimu selamat, maka datanglah ke jalan cendrawasih di pinggir kota kabupaten. Di sana ada bekas bangunan mewah. Ingat datang sendirian dan jangan kasih siapapun tentang hal ini, atau suami kamu merenggang nyawa dengan cara yang mengenaskan] Tidak ada yang bisa Catty lakukan sedari tadi karena ancaman dari pesan itu. Mau mengadu ke tetangga atau bahkan polisi, dia juga tidak berani. Yang menekan batinnya justru, Dewi dan Fauzan. Bagaimana perasaan mereka kalau tahu Handoko di culik. Justru kebencian mereka semakin menjadi-jadi karena tidak bisa becus menjaga Handoko. Airmata sudah tidak lagi keluar. Mentalnya seolah sudah ditempa untuk setiap permasalahan yang terjadi. Dia harus berani. Yakin bisa menghadapinya seorang diri. Maka, dia mem
Catty tergeragap dari tidurnya. Mendapati dirinya berada di sebuah ruangan pengap. Hanya genteng kaca yang menjadi sumber pencahayaan di ruang itu. Terbelenggu di kursi dalam keadaan terikat membuatnya memberontak dan berteriak. Yang lebih menyedihkan tubuh mulusnya yang tanpa busana. Kemudian, masuklah dua orang durjana yang seperti sedang menunggunya untuk bangun. “Bagaimana? Kamu siap main bertiga?” tanya Arya menawarkan. Catty memicingkan mata. Sampai kapanpun, dia tidak akan rela kalau sampai monster-monster itu menjamah tubuhnya lagi. Ludah melayang mengenai wajah Arya dan Siswanto. Catty tertawa melihat ekspresi mereka. Kedua monster itu meradang. Mungkin sebaiknya menganiaya Catty terus-terusan daripada mengajaknya bersenggama. Sebelum mereka mendekat, Catty bertutur dengan nada sarkas,”Percuma badan besar, tapi beraninya sama satu wanita yang diikat.” Sindiran itu jelas menohok mereka. Mereka yang semula
“Lihatlah istrimu, Handoko? Bagaimana perasaanmu kalau istri kamu seliar ini?” ujar Siswanto sembari menghentak-hentak Catty. Arya yang sedang memegangi kepala Handoko hanya terkekeh. Sementara, Catty hanya terisak. Bagaimana dia dipermalukan di depan suaminya yang sama sekali tidak mampu membelanya. Antara sadar atau tidak, Handoko hanya mengerang. Pengaruh obat bius membuatnya lemah. Pandangannya kabur melihat bayangan istrinya yang sedang dipaksa oleh tetangganya sendiri. Dia hanya menganggap ini sebagai mimpi buruk saja. Namun, karena wajahnya yaang ditampar secara terus menerus. Perlahan, Handoko membuka matanya dengan sempurna. Hal yang semula dia anggap sebagai mimpi buruk nyata adanya. Catty panik. Dia sangat takut Handoko mengalami serangan jantung yang tentu akan sangat membahayakan. Catty tidak sanggup melihat suaminya kenapa-napa. “Ayo katakan, Mbar! Katakan kepada suamimu kalau kamu menyukai keperkasaanku!” titah Siswanto. Catty hanya menggeleng-
“Kalau memberi pelajaran dengan melakukan kekerasan fisik, saya tidak tinggal diam Bu, saya akan melindungi Catty dari siapapun yang berusaha menyakitinya.” Catty langsung menoleh ke Bram. Jengah dengan sikapnya yang sok menjadi pahlawan. “Sudahlah Bram, buat apa kamu membela aku? kenapa kamu tidak fokus dengan calon istrimu itu!” “Saya tidak pernah mencintai dia, Catty. Dia terlalu otoriter buatku.” “Oh ya?” terdengar sahutan suara lembut yang cukup familiar. Semua pandangan lantas tertuju ke sumber suara. Terlihat Miranda yang datang sembari membawa puluhan bodyguardnya. “Mau ngapain kamu di sini?” tanya Bram gusar. Miranda dengan gaya angkuhnya mendominasi keadaan. “Saya hanya ingin menjemput calon suamiku saja.” Bram masih berdiri tegak. Tangannya menggapai belakang. Memastikan bahwa Catty masih dalam lindungannya. Diam-diam, Catty cukup terkesima dengan sikap gentleman Bram. Ini yang dia harapkan sejak dulu. Walau
“Halo, Mr. Bram. How is it going?” tanya Pria berkebangsaan jerman itu sambil mengulurkan tangannya “Everything is good, Mr. Johnson like what you see.” Bram menyambut hangat jabatan tangannya. Lantas, pria bernama Johnson mempersilakan untuk duduk. Johnson adalah asisten pribadi dari Austin, pemilik dari Kingdom Group yang berpusat di eropa. Salah satu perusahaan hospitality terbesar di dunia. “Straight to the point, kedatangan saya ke sini atas permintaan dari Tuan Besar Austin. Sebenernya saya sedang berlibur di kapal pesiar. Namun tiba-tiba Tuan Austin menelfon saya. Meminta saya untuk bertemu dengan anda begitu kapal pesiar bersandar di kota ini,” tuturnya dengan nada yang santai namun penuh wibawa. Kalau dilihat secara penampilan, Johnson terlihat menggunakan pakaian casual biasa yang memang menandakan bahwa dia sedang berlibur. Berbeda sekali dengan Bram yang terlihat necis dengan pakaian formalnya. Namun meski begitu, Bram bisa merasakan
Setelah rapat umum pemegang saham, Bram mengantarkan Catty menuju rumah sakit. Di sana, terlihat Fauzan yang bahagia mendampingi ayahnya yang sadar. Walau kondisinya masih lemah. wajahnya pucat, namun dengan melihat Handoko membuka mata, sudah cukup membuat mereka bahagia. Catty bersembunyi di balik Bram dan Dewi.Masih terbayang kejadian menyeramkan kemaren dimana di depan Handoko, Catty bersenggama paksa dengan Siswanto. Catty sangat takut kalau kehadirannya di sana justru akan membuat Handoko semakin drop. “Catty,” panggil Handoko. Yang dipanggil tampak ragu mendekati brangkar sang suami. Dia merasa ada tatapan tajam yang menghunusnya. Fauzan dan juga Dewi. “Kamu tidak apa-apa kan?” tanya Handoko. Catty mengangguk pelan. Menunduk tanpa berani melihat Handoko. “Syukurlah, soalnya Mas semalam bermimpi melihat kamu dipaksa sama Siswanto dan satu pria asing,” jelas Handoko yang langsung menegakkan kepala Catty. Jadi Mas Handoko menganggap itu se
Tidak terasa sudah seminggu, Catty di kampung. Dia merasakan kehampaan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Apakah ini gara-gara dia yang jauh dari Bram? Satu hal yang membuat Catty sedih adalah dia harus menerima kenyataan pahit kalau sang suami tidak bisa berereksi lagi. Jelas ini sangat menganggu pikiran Catty. Apalagi Catty yang memiliki kapasitas hasrat yang cukup besar. Malam itu Catty cukup gelisah. Setelah semua orang tidur. Dia berjalan ke sana- kemari. Luapan hasrat mendadak memuncak malam itu. Sementara dia tidak mungkin untuk memintanya kepada Handoko karena itu jelas hal yang mustahil. Dia memutuskan untuk keluar rumah. Mungkin hawa dingin malam itu bisa menekan sedikit gairahnya. Namun kenyataannya, rasa dingin itu yang membuatnya ingin akan sebuah kehangatan yang membara dari seorang lelaki. Sekilas dia melirik ke arah rumah Siswanto. Dia teringat dengan memori kelam bersama Siswanto dan berniat untuk melupakannya. Terlebih, Pencul
Catty langsung menutup telfon. Tidak seharusnya dia melakukan hal itu. Dia sudah berkomitmen untuk menjaga kesetiaannya, Sekalipun nafsu yang sudah menggunung. Tapi, adakah seseorang yang kuat menahannya? Dia tercenung di dalam kamar mandi. Meletakan ponselnya di pinggir bak mandi. Tidak, ini tidak boleh diteruskan. Tidak mau kesalahan yang sama terulang lagi. Bram memang sangat mempesona. Dari suaranya saja sudah cukup membuat Catty kepanasan. Belum lagi kalau pria itu menggodanya lebih jauh. Bisa-bisa dia yang keteteran sendiri karena tidak ada pemuas sesungguhnya. Gatal yang luar biasa kembali terasa. Ah, kenapa tubuhnya tidak bisa diajak kompromi. Sedangkan ponsel terus bordering. Bram gencar menelfonnya seperti tahu bahwa Catty sedang ingin. Tangannya menyambar ponsel tersebut. Matanya membeliak saat melihat permintaan video call yang dilakukan oleh Bram. Catty menggigit bibir. Bayang-bayang tubuh yang gagah itu memutar di otaknya. Keperkasaan ya
Sekarang aku berada di dalam sebuah ruangan pribadi di Mansion itu. Ruangan itu sangat megah dan mewah. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagumku. Pemilik Mansion ini jelas orang yang sangat kaya raya. Mungkin selain bisnis hotel, dia juga memiliki bisnis-bisnis lain.Pria yang membawaku tadi menyuruhku untuk tinggal di dalamnya. Menunggu sampai Bosnya datang. Entah apa alasannya. Apa aku akan dijadikan sebagai pembantu atau gimana? Tapi justru di dalam ruangan pribadi itu ada pelayan Pribadi yang dengan sigap melayaniku.Aku benar-benar dalam kebingungan. Sampai tidak terasa dua bulan sudah aku berada di dalam mansion itu.Dalam kebingunganku, beberapa kali pria berbadan besar dan tampan datang ke dalam ruangan itu. Mereka seperti berusaha untuk menarik perhatianku. Tanpa ragu mereka terang-terangan memintaku untuk melayani mereka. Tapi tunggu dulu, kenapa pria-pria itu diizinkan untuk masuk ke ruangan ini? apa memang tugasku disini untuk melayani mereka
Aku terisak di sisi Naili yang terbaring di brangkar rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa kondisi Naili semakin memburuk karena kepalanya yang terbentur lantai dengan sangat keras sehingga membuat tubuh bagian kanannya juga lumpuh. Itu artinya dia lumpuh total sekarang!Duh Gusti, kasihan sekali Naili. Seandainya aku tidak tergiur dengan tawaran palsu Scott, tentu aku bisa menjaga Naili, sehingga musibah ini tidak sampai terjadi. Tapi apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur.Tiba-tiba seorang suster datang menghampiriku."Permisi Madam, Madam harus membayar biaya administrasi di kasir ya.""Biayanya kira-kira berapa ya Sus?""Maaf, saya kurang tahu Madam. Silakan ibu datang ke kasir sekarang ya." Dia membalikkan badan untuk keluar dari rumah sakit.Dengan perasaan was-was, aku pun mendatangi kasir. Ikut mengantri di barisan antrian. Aku merogoh dompet dari tasku dan membukanya. Terlihat uang dua ribuan dan lima ribuan yang lusuh terikat den
"Selamat datang, Ara." sambut Scott dengan hanya menggunakan pakaian kimono saja. Mataku tertuju ke bulu tipis yang memenuhi dadanya yang lumayan bidang. Balutan kimono juga memperlihatkan kakinya yang tampak berotot."Kok bengong?"Aku tersentak dari lamunanku. Bisa dibilang Pria di depanku atletis dengan otot yang tidak terlalu besar. Tapi cukup membuat debaran kencang di dalam dada ini."Eh, Iya." Ucapku tergagap. Aku menghela nafas sejenak. berusaha mengontrol diriku sendiri."Silakan duduk." Pintanya.Aku pun beringsut duduk bersamaan dengannya. Tapi Pria itu terlihat mengendurkan tali handuk kimono itu sehingga sekilas aku tidak sengaja aku melihat pakaian dalamnya yang berwarna hitam. Tapi Pria itu sama sekali tidak merasa risih dalam kondisi setengah telanjang di depan seorang wanita sepertiku."Ini Mas pola desain yang sudah saya persiapkan untuk seragam rumah sakit yang sebelah kanan laki-laki dan sebelah kiri perempuan. Apak
Hari ini aku pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk menjahit. Saking banyaknya permintaan, sehingga bahan-bahan itu ludes dengan sendirinya.Aku membelinya dengan terburu-buru. Tidak mau meninggalkan Naili lama-lama. Intinya setelah membeli bahan-bahan itu, aku akan segera pulang dan tidak mampir-mampir lagi.Setelah membeli bahan-bahannya, aku segera ke halte untuk menunggu angkutan. Saat sedang asik menunggu, pandanganku tertuju kepada sebuah mobil mewah yang berhenti di seberang jalan. Dari kacanya yang terbuka, terlihat Pria tampan yang kutemui dirumah sakit itu sedang memandangiku di balik kacamatanya yang hitam.Aku memalingkan wajah, berpura-pura tidak melihatnya. Pria di seberang sana malah tersenyum melihatku yang salah tingkah. jangan Maya, kamu jangan sampai kepincut dengannya. Tahan hasratmu Ara tahan. Bisikku di dalam hati.Tidak berselang lama, angkutan berwarna orange pun datang. aku melambaikan tangan sebagai
Kesibukan baruku membuka jalan rezeki bagiku. Terlihat dari beberapa tetangga yang mulai berdatangan untuk meminta di jahitkan. Ada yang sekedar memperbaiki pakaian yang sobek, mengecilkan baju, bahkan ada yang meminta untuk mendesain pakaian baru. Semua kulakukan dengan senang hati tanpa menargetkan penghasilan, karena memang aku suka melakukannya.Lebih dari itu, aku merasa hidupku benar-benar berubah. Tidak lagi memikirkan kehidupan masa lalu yang pahit. Sekarang aku merasa lebih bahagia bersama Naili dengan kesibukanku menjahit. Semua itu lebih dari cukup. Meski tanpa kehadiran lelaki dewasa atau kemewahan yang sering aku dapatkan. Ternyata di perumahan yang kumuh ini aku mendapatkan kebahagiaan.Kondisi Naili juga mengalami perkembangan yang cukup baik. Bahkan dia sekarang sudah mau untuk berbicara dan mulai tersenyum. Mungkin dia melihat keseharianku yang bersemangat, sehingga semangat itu tertular kepadanya. Menunjukan bahwa aku yang sekarang berbeda jauh dengan
"Kok kita berhenti di sini?" tanyaku keheranan ketika mobil itu berhenti tepat di depan gang rumah kumuh. Selain kumuh tempat itu juga terlihat sempit sekali. jadi tidak ada ruang gerak yang leluasa. Terlebih cuacanya yang di dekat pelabuhan yang terasa panas sekali."Sudah jangan banyak bicara. Sekarang ayo turun." titahnya. Aku tidak kuasa untuk menolaknya. Setelah menurunkan koper, aku mengekorinya menuju perumahan kumuh itu."Mulai sekarang kamu tinggal disini." ujarnya sambil menunjuk rumah dengan lebarnya kurang lebih dua setengah meter saja. Enggak kebayang betapa sempitnya di dalam."Enggak ada tempat lain apa? ini sempit sekali." Protesku."Jangan banyak membantah!" ujarnya dengan nada penuh penekanan. Aku hanya tertunduk, aku tahu konsekuensi kalau aku sampai menolak perintahnya."Lagipula, kamu akan sangat betah disini, karena ada seseorang yang special sedang menunggumu di dalam." Orang special? Siapa itu? batinku penasaran. Ace pun segera
Beberapa hari aku dinyatakan sembuh.Aku menyelesaikan tugas-tugas akhirku sebagai guru sebelum pengajuan resign. Iya, semenjak aku pulang dari rumah sakit, aku langsung mengajuan Resign kepada kepala sekolah. Permintaanku di kabulkan asalkan aku harus mengerjakan tugas-tugasku terakhir dulu. Jadi aku harus betah mendengar bisikan pedas dari pada rekan guru dan murid berhari-hari.Imej-ku sebagai guru sudah kacau balau. Kejadian tragis kemarin yang seharusnya salah Pak Gelmar dan Rendy justru menjadi salahku. Menurut pandangan mereka, aku adalah wanita kecentilan sehingga mengundang hasrat para lelaki. Jadi akar permasalahannya ada di aku!Jadi untuk apa aku bertahan di lingkungan yang membenciku? Lebih baik aku pergi dari sini dan memulai kehidupan baru."Ini Pak, semua berkas-berkas yang bapak minta, saya sudah membereskan kewajiban saya sebagai guru." ujarku sambil memberikan berkas-berkas itu kepada kepala sekolah."Akhirnya Madam mengundurkan
"Madam!" seorang Suster mengoyang-goyangkan tubuhku hingga aku tergeragap."Madam mengigau ya." tanyanya sambil tersenyum. Penuh perhatian. Perlakuannya sangat ramah membuatku merasa di 'manusia"kan saat aku menganggap semua orang seperti jijik denganku dan menjauhiku. Atau mungkin ruang yang aku tempati adalah kelas yang elit, sehingga Pelayan Prima di tunjukan oleh suster itu. Untung saja, aku masih punya cukup uang sehingga kupilih ruang yang terbaik di rumah sakit ini."Iya, Maaf." Jawabku kepada suster muda yang mungkin usianya sekitar dua puluhan. sambil mengelus-elus kepalaku yang terasa pusing. Jadi kedatangannya Antonio tadi itu cuma khayalanku Cuma mimpi. Ya Ampun, segitunya aku rindu dengan Antonio sampai dia merasuk dalam mimpiku."Bagaimana kondisi Madam? Apa sudah mendingan?" tanyanya. Ingin sekali ku jawab kalau luka yang ada di liangku itu memang berangsur sembuh, tapi luka batin ini masih mengangga lebar."Sudah agak mendingan. Sudah tidak terasa
Pak Gelmar langsung mencabut sumpalan kain di mulutku. Suaraku yang habis karena teriakan yang ketahan pun sekarang berubah menjadi serak."Rendy, hentikan rendy kumohon." Lirihku dengan suara parau. Sementara dildo makin mengganas memutar di dalam liangku, hingga tubuhku tersentak-sentak."Madam Ara, saya pentokin sampai rahim Madam, Boleh?" kata Rendy yang seolah tidak puas menyiksaku. Pak Gelmar hanya tertawa terbahak-bahak."Hahaha, Bagus rendy. Siksa dia tanpa ampun.""Rendy, kumohon." Entah airmata ke berapa puluh kali yang jatuh, mengiba belas kasihannya. Tapi itu sama sekali tidak membangunkan rasa kemanusiannya."Kok enggak mau? bukannya Madam senang dimasukan seperti ini." ujarnya sambil memaju-mundurkan dildonya hingga membuatku kepayahan. Kurasakan cairanku mengalir di pahaku dengan derasnya. Tidak terhitung lagi berapa kali aku squirt."Banyak banget Madam Ara." Seru Rendy kegirangan. Aku hanya tertunduk lemas. Tenagaku sudah te