“Kamu bilang Alya lebih baik dari proyek kamu? Kamu benar-benar sudah tidak waras Andrew. Dia bahkan pernah menjadi bekasku!” cecar Manto dengan khas tawa bapak-bapaknya. Andrew terlihat tersenyum kecut.
“Kamu pikir wanita yang ada di samping kamu itu bukan bekasku! Bahkan aku mendapatkan perawannya lebih dahulu dibandingkan dengan kamu,” sambar Andrew membuat Manto bungkam. Pria tua itu lantas menoleh ke Catty seakan meminta kebenaran atas apa yang dikatakan Andrew.
“Tidak Honey, jangan percaya sama dia. Kamu tahu kan kalau dia hanya musuh besarmu. Dia pasti mengada-ada,” Catty terlihat mengelak. Dia panik kalau sampai Manto membuangnya. Dia tidak ingin rencananya gagal total.
“Mengada-ada? Aku punya data kamu lengkap selama kamu bekerja denganku. Termasuk, terakhir kamu mendorong mamaku sampai terjatuh di tangga. Aku bisa memproses kamu secara hukum Fatimah!”
Manto semakin melotot ke Catty. Bagaimana dia kehilangan wajah di depan musuh besarny
Jangan lupa tinggalkan review ya kakak. Biar authornya semangat nulisnya gitu,
“Kok kita ke hutan?”Manto tidak menjawab. Dia terus melajukan kendaraannya hingga mencapai tempat yang paling sepi di hutan. Catty tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya.Hingga sampailah mereka di tepi jurang, Manto segera keluar dari mobilnya untuk menyeret Catty.“Lepaskan! Kamu mau ngapain Manto!” Catty meronta tatkala tangannya ditarik paksa menuju pinggir jurang. Tentu saja kekuatannya tidak seberapa dengan Manto.“Tamatlah riwayatmu jalang. Daripada kamu memberikan kekayaanku lebih baik kamu mati!”Catty membelalakan mata. Ternyata dia selama ini berurusan dengan orang yang salah. Manto adalah iblis yang mampu melakukan apapun demi tercapai tujuannya, tidak segan menghabisi nyawa seseorang yang berani macam-macam dengannya.“Tolong jangan Manto, aku berjanji akan menuruti semua keinginanmu! Asalkan jangan bunuh aku!” Catty mulai ketakutan, tatkala tubuhnya sudah menghadap ke ju
“Kamu memang bagusnya di sini kakek tua.”Tubuh tidak berdaya Manto dibiarkan tergeletak di ruang bawah tanah Villa. Ruang yang menjadi tempat rahasia bagi Manto untuk menyembunyikan seseorang.“Wah, ada rantai. Kebetulan sekali.” Catty berbinar melihat rantai yang begitu banyak di sana. Sepertinya memang sering bajingan ini menyekap seseorang di bawah sini.Catty pun dengan sigap membelenggu Manto dengn rantai itu. Tidak lupa menyumpal mulutnya dengan kain lusuh seadanya. Kondisi sekarat dan tidak sadarkan diri Manto, membuat Catty begitu leluasa. Sekarang Catty yang benar-benar berkuasa.“Tolong.”Catty begidik saat mendengar suara lirih nan parau. Di dalam ruangan yang pengap itu memang terbagi menjadi petakan mirip dengan penjara. Wanita itu tercenung. Mungkinkah ada orang lain di sekitar sini?“Siapa itu?” tanya Catty memastikan kalau itu bukan halusinasi. Dia melangkah mengendap men
Setelah seorang pelayan masuk menggantikannya, wanita itu bergegas keluar. Langkahnya cepat menuju kamar Andrew, tapi pintu kamarnya terbuka dan tidak ada tanda-tanda keberadaan Andrew di dalam. “Kemana perginya Andrew?” Dengan gelisah, dia menyusuri mansion itu. Bagaimana sulitnya dia mencari Andrew di dalam Mansion yang sudah menyerupai istana itu. Tentu sangat lelah sekali. Namun, dia ingat dengan tempat-tempat yang sering ada Andrew di situ, seperti tempat kerja, bar, kolam renang bagian belakang Mansion, tapi dia tidak menemukan pria bertubuh kekar itu di semua tempat itu. “Nyonya, cari siapa?” tanya seorang pelayan yang aneh melihat Alya yang baru saja dari area belakang. “Mbak liat Tuan Andrew?” “Tadi saya sempat meliat beliau masuk ke dalam elevator, Nyonya. Kalau bukan di ruang pribadinya di lantai tiga ya ke rooftop.” ‘Ruang pribadi?’ Alya tertegun. Dia baru tahu kalau Andrew punya ruang khusus. Bukan tempat kerja, melainkan
Penthouse Manto, khawasan pusat kota.Catty membantu merebahkan Benny di atas sofa yang empuk. Pria itu terlihat tidak bertenaga. Catty yang tanggap langsung menawarkan makanan.“Kamu pasti lapar ya Benny, sebentar aku ambil makanan dulu di kulkas.”Wanita bertubuh bak model itu terlihat gesit melangkah ke belakang. Ada beberapa buah-buahan yang tersimpan di kulkas. Dia menggeluarkannya untuk dihidangkan ke Benny. “Ini, makanlah!” baru saja Catty menyerahkan piring itu, tiba-tiba Benny langsung merebutnya dan memakan buah-buahan itu dengan sangat rakusnya.Catty meringis melihatnya. Manto benar-benar keterlaluan sudah menyekap Benny sampai seperti ini.Tidak berapa lama, buah-buahan itu ludes. Catty langsung menyodorkan sebotol minuman kepada Benny yang langsung ditegaknya sampai habis. Kasar sekali. Beringas sekali.“Bagaimana? Sudah agak mendingan?” tanya Catty. Benny terlihat hanya m
Andrew menuruni tangga dengan begitu energik. Dia terlihat sudah rapi dengan pakaian formal yang dikenakanya. Sejurus kemudian, dia melangkah menuju ruang makan.Di sana, dia mendapati Ann yang sudah duduk menghadap meja. Juga Ada Alya dan dibantu Ratih yang sedang menyiapkan makanan.“Morning Mom.” Andrew mendekati Mamanya sambil memberikan kecupan di kedua pipinya bergantian. Ann tersenyum melihat tingkah anak semata wayangnya yang semakin hari semakin perhatian dengannya. Tentu, ini motivasi bagi dirinya untuk bisa sembuh.“Eh, Tuan Andrew.” Ratih yang baru saja selesai memasang peralatan makan terlihat menyapa sang majikan.Andrew mengedarkan pandangan ke menu pagi yang tersaji di atas meja. Dia menggeleng-gelengkan kepala saat melihat begitu banyak makanan yang tersaji.“Siapa yang masak semua ini, Mbak?” tanyanya penasaran. Ratih yang ditanya langsung menunjuk ke Alya sambil tersenyum.“Nyonya
Alya mengernyit dahi karena merasa tidak mengenal siapa pemilik suara itu. Mungkin suaranya yang agak berbeda sehingga Alya kesulitan untuk mengenalnya.“Maaf, saya tidak mengenal siapa Anda.”Terdengar decakan remeh di seberang sana. terkesan kurang sopan.“Memang segitu tidak berartinya aku buatmu, sampai kamu dengan mudahnya melupakan aku.”Alya semakin tidak mengerti dengan perkataan orang di seberang sana yang terkesan berbelit-belit.“Tolong jangan berbelit-belit, tinggal bilang saja siapa diri kamu,” desak Alya.“Aku Benny, Alya.”Bagai petir menyambar di siang bolong, Alya langsung terdiam. Tubuhnya mendadak melepas, sampai lututnya hampir tidak mampu untuk menopang tubuhnya. Tangannya yang menggenggam gagang telefon gemetaran. Bagaimana mungkin itu Benny? Bukankah dia sudah meninggal di jurang?“Enggak mungkin kamu Benny.” Alya menggelengkan kepala
Alya berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya. Bimbang antara pergi ke taman atau tidak. Namun, dia takut kalau ini hanya sebuah jebakan. Mengingat bisa saja itu musuh besar Andrew. Alya tidak boleh gegabah. Di tengah kebimbangannya, tiba-tiba Alya merasakan hawa seseorang dari belakang. kemudian sentuhan hangat di kedua pundaknya, yang langsung membuatnya menoleh ke belakang. “Ih, kamu ngagetin saja Andrew.” “Jelas kamu sedang memikirkan sesuatu, ada apa? Cerita,” tukas Andrew sambil menempelkan bagian tubuh depannya ke punggung mungil Alya. “Bukan apa-apa,” sahut Alya pendek. Sebaiknya dia tidak perlu menceritakan perihal Benny kepada Andrew. Dia tidak mau Andrew menjelma menjadi monster nantinya. “Ok, kalau kamu enggak mau cerita. Biar aku saja yang cerita,” ujar Andrew. Alya mengernyit dahi sambil membalikkan badannya. Wajah tegas Andrew terlihat tidak ada masalah apa-apa untuk diceritakan. Andrew membimbingnya untuk berjalan
“Bagaimana Alya, siapa yang kamu pilih aku atau dia!”“Aku pilih Andrew.”Alya langsung mengamit tangan Andrew. Menunjukan kepada Benny tentang pilihan hatinya“Tapi, kenapa? Kenapa kamu memilih monster ini? Dia tidak mengancammu kan?”“Tidak ada paksaan apapun Benny, kami berdua memang saling mencintai. Kami minta kamu paham akan hal itu,” tandas Alya. Andrew tampak tersenyum dengan ketegasan istrinya.“Bagaimana janji kita menuju pelaminan Alya, bukankah kita sudah merencanakannya?” Nada suara Benny terdengar frustasi. Demi apapun, dia tidak bisa menerima semua ini. Alya harus berjodoh dengannya. Harus!“Buat apa kamu mengungkit masa lalu, kalau apa yang dikatakan Alya adalah faktanya sekarang.. Harusnya kamu tau diri Benny. Yang kau rebut itu istri orang,” seloroh Andrew yang tidak digubris oleh Benny. Pria berkulit sawo matang itu hanya tertuju ke Alya. Masih m
Sekarang aku berada di dalam sebuah ruangan pribadi di Mansion itu. Ruangan itu sangat megah dan mewah. Aku tidak bisa menyembunyikan rasa kagumku. Pemilik Mansion ini jelas orang yang sangat kaya raya. Mungkin selain bisnis hotel, dia juga memiliki bisnis-bisnis lain.Pria yang membawaku tadi menyuruhku untuk tinggal di dalamnya. Menunggu sampai Bosnya datang. Entah apa alasannya. Apa aku akan dijadikan sebagai pembantu atau gimana? Tapi justru di dalam ruangan pribadi itu ada pelayan Pribadi yang dengan sigap melayaniku.Aku benar-benar dalam kebingungan. Sampai tidak terasa dua bulan sudah aku berada di dalam mansion itu.Dalam kebingunganku, beberapa kali pria berbadan besar dan tampan datang ke dalam ruangan itu. Mereka seperti berusaha untuk menarik perhatianku. Tanpa ragu mereka terang-terangan memintaku untuk melayani mereka. Tapi tunggu dulu, kenapa pria-pria itu diizinkan untuk masuk ke ruangan ini? apa memang tugasku disini untuk melayani mereka
Aku terisak di sisi Naili yang terbaring di brangkar rumah sakit. Dokter menyatakan bahwa kondisi Naili semakin memburuk karena kepalanya yang terbentur lantai dengan sangat keras sehingga membuat tubuh bagian kanannya juga lumpuh. Itu artinya dia lumpuh total sekarang!Duh Gusti, kasihan sekali Naili. Seandainya aku tidak tergiur dengan tawaran palsu Scott, tentu aku bisa menjaga Naili, sehingga musibah ini tidak sampai terjadi. Tapi apa mau dikata. Nasi sudah menjadi bubur.Tiba-tiba seorang suster datang menghampiriku."Permisi Madam, Madam harus membayar biaya administrasi di kasir ya.""Biayanya kira-kira berapa ya Sus?""Maaf, saya kurang tahu Madam. Silakan ibu datang ke kasir sekarang ya." Dia membalikkan badan untuk keluar dari rumah sakit.Dengan perasaan was-was, aku pun mendatangi kasir. Ikut mengantri di barisan antrian. Aku merogoh dompet dari tasku dan membukanya. Terlihat uang dua ribuan dan lima ribuan yang lusuh terikat den
"Selamat datang, Ara." sambut Scott dengan hanya menggunakan pakaian kimono saja. Mataku tertuju ke bulu tipis yang memenuhi dadanya yang lumayan bidang. Balutan kimono juga memperlihatkan kakinya yang tampak berotot."Kok bengong?"Aku tersentak dari lamunanku. Bisa dibilang Pria di depanku atletis dengan otot yang tidak terlalu besar. Tapi cukup membuat debaran kencang di dalam dada ini."Eh, Iya." Ucapku tergagap. Aku menghela nafas sejenak. berusaha mengontrol diriku sendiri."Silakan duduk." Pintanya.Aku pun beringsut duduk bersamaan dengannya. Tapi Pria itu terlihat mengendurkan tali handuk kimono itu sehingga sekilas aku tidak sengaja aku melihat pakaian dalamnya yang berwarna hitam. Tapi Pria itu sama sekali tidak merasa risih dalam kondisi setengah telanjang di depan seorang wanita sepertiku."Ini Mas pola desain yang sudah saya persiapkan untuk seragam rumah sakit yang sebelah kanan laki-laki dan sebelah kiri perempuan. Apak
Hari ini aku pergi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk menjahit. Saking banyaknya permintaan, sehingga bahan-bahan itu ludes dengan sendirinya.Aku membelinya dengan terburu-buru. Tidak mau meninggalkan Naili lama-lama. Intinya setelah membeli bahan-bahan itu, aku akan segera pulang dan tidak mampir-mampir lagi.Setelah membeli bahan-bahannya, aku segera ke halte untuk menunggu angkutan. Saat sedang asik menunggu, pandanganku tertuju kepada sebuah mobil mewah yang berhenti di seberang jalan. Dari kacanya yang terbuka, terlihat Pria tampan yang kutemui dirumah sakit itu sedang memandangiku di balik kacamatanya yang hitam.Aku memalingkan wajah, berpura-pura tidak melihatnya. Pria di seberang sana malah tersenyum melihatku yang salah tingkah. jangan Maya, kamu jangan sampai kepincut dengannya. Tahan hasratmu Ara tahan. Bisikku di dalam hati.Tidak berselang lama, angkutan berwarna orange pun datang. aku melambaikan tangan sebagai
Kesibukan baruku membuka jalan rezeki bagiku. Terlihat dari beberapa tetangga yang mulai berdatangan untuk meminta di jahitkan. Ada yang sekedar memperbaiki pakaian yang sobek, mengecilkan baju, bahkan ada yang meminta untuk mendesain pakaian baru. Semua kulakukan dengan senang hati tanpa menargetkan penghasilan, karena memang aku suka melakukannya.Lebih dari itu, aku merasa hidupku benar-benar berubah. Tidak lagi memikirkan kehidupan masa lalu yang pahit. Sekarang aku merasa lebih bahagia bersama Naili dengan kesibukanku menjahit. Semua itu lebih dari cukup. Meski tanpa kehadiran lelaki dewasa atau kemewahan yang sering aku dapatkan. Ternyata di perumahan yang kumuh ini aku mendapatkan kebahagiaan.Kondisi Naili juga mengalami perkembangan yang cukup baik. Bahkan dia sekarang sudah mau untuk berbicara dan mulai tersenyum. Mungkin dia melihat keseharianku yang bersemangat, sehingga semangat itu tertular kepadanya. Menunjukan bahwa aku yang sekarang berbeda jauh dengan
"Kok kita berhenti di sini?" tanyaku keheranan ketika mobil itu berhenti tepat di depan gang rumah kumuh. Selain kumuh tempat itu juga terlihat sempit sekali. jadi tidak ada ruang gerak yang leluasa. Terlebih cuacanya yang di dekat pelabuhan yang terasa panas sekali."Sudah jangan banyak bicara. Sekarang ayo turun." titahnya. Aku tidak kuasa untuk menolaknya. Setelah menurunkan koper, aku mengekorinya menuju perumahan kumuh itu."Mulai sekarang kamu tinggal disini." ujarnya sambil menunjuk rumah dengan lebarnya kurang lebih dua setengah meter saja. Enggak kebayang betapa sempitnya di dalam."Enggak ada tempat lain apa? ini sempit sekali." Protesku."Jangan banyak membantah!" ujarnya dengan nada penuh penekanan. Aku hanya tertunduk, aku tahu konsekuensi kalau aku sampai menolak perintahnya."Lagipula, kamu akan sangat betah disini, karena ada seseorang yang special sedang menunggumu di dalam." Orang special? Siapa itu? batinku penasaran. Ace pun segera
Beberapa hari aku dinyatakan sembuh.Aku menyelesaikan tugas-tugas akhirku sebagai guru sebelum pengajuan resign. Iya, semenjak aku pulang dari rumah sakit, aku langsung mengajuan Resign kepada kepala sekolah. Permintaanku di kabulkan asalkan aku harus mengerjakan tugas-tugasku terakhir dulu. Jadi aku harus betah mendengar bisikan pedas dari pada rekan guru dan murid berhari-hari.Imej-ku sebagai guru sudah kacau balau. Kejadian tragis kemarin yang seharusnya salah Pak Gelmar dan Rendy justru menjadi salahku. Menurut pandangan mereka, aku adalah wanita kecentilan sehingga mengundang hasrat para lelaki. Jadi akar permasalahannya ada di aku!Jadi untuk apa aku bertahan di lingkungan yang membenciku? Lebih baik aku pergi dari sini dan memulai kehidupan baru."Ini Pak, semua berkas-berkas yang bapak minta, saya sudah membereskan kewajiban saya sebagai guru." ujarku sambil memberikan berkas-berkas itu kepada kepala sekolah."Akhirnya Madam mengundurkan
"Madam!" seorang Suster mengoyang-goyangkan tubuhku hingga aku tergeragap."Madam mengigau ya." tanyanya sambil tersenyum. Penuh perhatian. Perlakuannya sangat ramah membuatku merasa di 'manusia"kan saat aku menganggap semua orang seperti jijik denganku dan menjauhiku. Atau mungkin ruang yang aku tempati adalah kelas yang elit, sehingga Pelayan Prima di tunjukan oleh suster itu. Untung saja, aku masih punya cukup uang sehingga kupilih ruang yang terbaik di rumah sakit ini."Iya, Maaf." Jawabku kepada suster muda yang mungkin usianya sekitar dua puluhan. sambil mengelus-elus kepalaku yang terasa pusing. Jadi kedatangannya Antonio tadi itu cuma khayalanku Cuma mimpi. Ya Ampun, segitunya aku rindu dengan Antonio sampai dia merasuk dalam mimpiku."Bagaimana kondisi Madam? Apa sudah mendingan?" tanyanya. Ingin sekali ku jawab kalau luka yang ada di liangku itu memang berangsur sembuh, tapi luka batin ini masih mengangga lebar."Sudah agak mendingan. Sudah tidak terasa
Pak Gelmar langsung mencabut sumpalan kain di mulutku. Suaraku yang habis karena teriakan yang ketahan pun sekarang berubah menjadi serak."Rendy, hentikan rendy kumohon." Lirihku dengan suara parau. Sementara dildo makin mengganas memutar di dalam liangku, hingga tubuhku tersentak-sentak."Madam Ara, saya pentokin sampai rahim Madam, Boleh?" kata Rendy yang seolah tidak puas menyiksaku. Pak Gelmar hanya tertawa terbahak-bahak."Hahaha, Bagus rendy. Siksa dia tanpa ampun.""Rendy, kumohon." Entah airmata ke berapa puluh kali yang jatuh, mengiba belas kasihannya. Tapi itu sama sekali tidak membangunkan rasa kemanusiannya."Kok enggak mau? bukannya Madam senang dimasukan seperti ini." ujarnya sambil memaju-mundurkan dildonya hingga membuatku kepayahan. Kurasakan cairanku mengalir di pahaku dengan derasnya. Tidak terhitung lagi berapa kali aku squirt."Banyak banget Madam Ara." Seru Rendy kegirangan. Aku hanya tertunduk lemas. Tenagaku sudah te