Erin berjalan lebih cepat dari sebelumnya. Ia tidak ingin kehilangan Vije. Walaupun Vije seorang pria, bisa saja kalau orang yang bersamanya sekarang orang jahat."Permisi, maaf. Anda siapa?" tanya Erin yang berhasil menyamai langkahnya dengan Vije dan pria tak dikenal."Kau siapa?""Ini Kak Erin, Om. Pengasuh baru Vije." Vije berbicara pada pria yang bersamanya."Maaf kalau saya tadi kurang sopan." Erin langsung merasa tidak pantas memperlakukan anggota keluarga Vije dengan pertanyaan sebelumnya."Tidak apa-apa. Aku senang Vije mendapatkan pengasuh baru yang terlihat seumuran dan waspada. Ayo pergi bersamaku!"Om Vije mengajak Erin untuk pergi bersama. Erin kira akan keluar dari mall. Ternyata om Vije hanya mengajak makan bersama di mall yang menyediakan aneka burger. Erin merasa canggung saat ada anggota keluarga Vije yang lain. Ia tidak mengenal dengan baik, sehingga hanya membiarkan Vije bercanda dengan omnya. "Erin mau pesan apa?" tanya om Vije. "Saya pesan minum saja, Om.""T
Langkah kaki Erin tidak sanggup lagi melangkah lebih dekat. Sedangkan Edward telah berbincang dengan seseorang yang ditemuinya. Jarak antara Erin dan Edward sekarang sekitar lima belas meter. Erin menahan tangis sejak tiba di lokasi. Ada rasa berat yang mendera di pikiran Erin. Berbagai kenangan terputar di kepala Erin. "Erin? Kenapa masih di sini?" Edward menghampiri Erin."Eh, iya. Maaf. Aku hanya ingin melihat rumahku sebentar.""Rumah?" Edward tampak bingung. Karena di sekitar telah rata dengan tanah. "Iya, bekas rumah kontrakanku maksudnya.""Kontrakanmu dulu di sini?""Iya. Bahkan aku tidak menerima pemberitahuan kalau ternyata digusur. Aku sudah membayar penuh untuk setahun ini."Edward akhirnya mengerti arti dari ekspresi wajah Erin yang tampak sedih. "Kalau begitu nanti aku bantu mendapatkan nomor dari pemilik kontrakan. Agar kau nanti bisa menuntut uangmu dikembalikan."Erin hanya mengangguk lemah. Pikirannya blank saat mengetahui apa yang terjadi sekarang. Namun langkah
Edward memberitahu pemilik kontrakan Erin tentang gugatan yang akan diajukan tentang penipuan pemilik kontrakan. Ketika pemilik kontrakan membaca sekilas apa yang bisa dilakukan Edward, tatapannya langsung terlihat panik."Jadi ... bagaimana? Anda masih ingin mengelak?" Edward menekan pemilik kontrakan. Pemilik kontrakan Erin justru tersenyum miring. "Coba saja! Kau tidak akan memiliki bukti apapun! Dan ... ingat! Tidak ada pengembalian uang yang sudah masuk padaku." "Baiklah. Anda sudah memutuskan sendiri. Maka jangan menyesal!" Edward berdiri dari posisinya. Ia juga menarik tangan Erin untuk pergi dari sana. Erin dan Edward berada di mobil. Sebelum meninggalkan tempat parkir, Edward menyempatkan menelepon seseorang. Pembicaraan Edward tentang mengurus semua permasalahan Erin dibicarakan dengan seseorang yang ada di seberang telepon.Tatapan Erin saat melihat Edward merasa tidak enak. Karena merepotkan Edward. Dalam hidup Erin memiliki prinsip meminimalisir merepotkan orang lain.
Pertemuan antara Erin dan Elisa terjadi di dekat kantor Edward. Hal serius yang ingin dibicarakan Elisa masih menjadi tanda tanya besar di kepala Erin. Saat ditelepon tadi, Elisa tidak memberitahu Erin hal penting yang harus dibicarakan.Erin datang lebih dulu daripada Elisa. Ia menunggu kedatangan Elisa sembari memesan cokelat hangat di cafe yang ada di dekat kantor Edward. Masa menunggu Erin terjadi selama lima belas menit. Elisa datang dengan pak Edo. Namun pak Edo langsung diperintahkan kembali ke mobil oleh Elisa."Sudah lama menungguku?" tanya Elisa."Tidak, Mom." Erin tidak ingin merinci berapa lama dirinya menunggu, agar Elisa tetap nyaman. Elisa tak langsung membuka pembicaraan. Ia memesan minuman dan camilan saat pelayan datang mengantarkan pesanan Erin. Hanya butuh waktu lima menit, Elisa menyelesaikan pesanannya dan membuat pelayan bergegas pergi."Kau bisa memprediksi apa yang akan aku katakan?""Sepertinya Mom Elisa ingin berbicara tentang Edward.""Ternyata kau peka j
Perkataan Edward membuat Erin panik memperhatikan dirinya dari atas sampai bawah. Tidak hanya itu, Erin bahkan mengaktifkan kamera depan ponselnya untuk mencari kekurangan yang mungkin ada di wajahnya.Edward tiba-tiba menarik pelan dagu Erin. "Ini yang kurang." Kedua tangan Edward membentuk sebuah senyuman dengan menarik pipi Erin. Semburat merah langsung menghampiri wajah Erin. Dengan cepat Erin menunduk malu. Sementara Edward hanya tersenyum menatap Erin."Kau lucu juga kalau aku ajak bercanda." Edward kemudian berjalan meninggalkan Erin.Erin masih sibuk menormalkan ekspresi wajahnya. Ia tidak ingin terlalu lama tersipu malu. Tidak seharusnya Erin memperlihatkan apa yang dirasakan, karena akan mengundang salah paham pada Edward."Hei! Ayo!" panggil Edward.Erin menyusul Edward dengan berlari kecil. Suasana sore hari saat menaiki wahana yang komedi putar yang ada di taman kota merupakan momen yang tepat. Karena suasana masih sepi pengunjung, sehingga Erin dan Edward bisa bebas men
Ancaman yang diberikan Erin pada Alex cukup memberikan efek. Alex tiba-tiba menghindar dari ayahnya. Ia beralih mendekat pada Erin.Erin masih memundurkan diri agar Alex tidak menangkapnya. Alex terus mengikuti Erin. Dug!Tubuh Erin terpojok pada tiang lampu jalan. Tangan Alex langsung menarik tangan Erin. Sebuah pelukan diberikan Alex pada Erin. Tangan Erin memberi kode pada ayah Alex agar cepat pergi bersama dengan bawahannya. Ayah Alex pun pergi dari hadapan Erin dan Alex dengan ekspresi datar. Tidak ada rasa bersalah sedikit pun dipancarkan oleh ayah Alex.Tubuh Alex terasa sedikit gemetar saat memeluk Erin. Rupanya benar perkataan Edward kalau Alex akan terpicu traumanya jika diancam akan bunuh diri. Padahal Erin hanya mengancam menggunakan sebuah serpihan kaca yang ditemukan di sekitar.Erin memberikan usapan lembut di punggung Alex. Ia ingin membuat Alex lebih tenang. Alex melepaskan pelukannya dari Erin. Sorot mata ketakutan akibat panik sirna seketika dari sorot mata Alex.
Alex mempermainkan Erin dengan mengubah-ubah bagian tubuh Erin yang ditunjuk. Erin yang memiliki tubuh semakin terlihat ketakutan dan bingung menutupi bagian tubuhnya."Kau jangan berbuat macam-macam padaku. Aku mohon ...." Erin berusaha membuat Alex mengeluarkan hati nuraninya dengan menatap penuh harap. Alex menyeringai. Ia tiba-tiba mendekat pada wajah Erin. Sementara Erin hanya menutup mata. Mata Alex tertuju pada bibir Erin. Namun beralih pada leher Erin yang terlihat putih bersih. Aroma parfum Erin juga memabukkan bagi Alex. Tanpa permisi Alex menyibak rambut Erin yang menutupi leher. "Alex ... aku mohon. Jangan macam-macam. Aku sungguh ingin menganggapmu sebagai teman, bukan musuh. Tolong jangan lakukan hal buruk padaku." Erin berbicara sembari tetap menutup mata. Embusan napas Alex terasa begitu dekat di wajah Erin. Alex yang sempat ingin mencicipi bagian leher Erin yang menggoda, berubah diam. Ia memandangi wajah Erin. Tangan Alex perlahan mengangkat dagu Erin. "Buka mata
File kontrak kerja Erin dibaca dari awal sampai akhir. Mata Erin melotot seketika saat menbaca kalimat bahwa Alex yang sedang mabuk harus dicarikan penawarnya sebelum terbangun. Terlihat tidak masuk akal syarat kontrak kerja Erin. Namun begitulah adanya. Berani gaji besar, berani juga risiko besar."Mana?" Alex menagih kembali pada Erin."Emm ... sebentar aku ambil dulu." Erin harus pergi dari sana sebelum Alex berontak."Kau alasan saja!" Alex telah telanjur menarik tangan Erin hingga Erin terjatuh di pangkuan Alex.Erin menatap wajah Alex yang sayu. Ia meneguk ludahnya susah payah ketika aroma maskulin dari parfum Alex menyeruak. Cup!Alex mencium Erin. Erin memberontak. Namun tangan Alex mengunci tubuh Erin agar tidak banyak melakukan pergerakan. Tangan Erin mendorong tubuh Alex. Bukannya menjauh, tubuh Erin justru semakin didekap oleh Alex. "Lepaskan aku!" Erin bisa protes ketika bibirnya terlepas dari Alex. Alex tidak menggubris ucapan Erin. Ia sibuk menyesap bagian leher Eri
"Apa permintaanmu?" Elisa terdengar penasaran dari seberang telepon.Alex memperbesar volume suara, agar Erin bisa mendengarnya. Walaupun Erin berusaha menjauh agar tidak mendengar percakapan Alex dan Elisa. Namun Alex menahan tangan Erin agar tetap mendengar pembicaraannya dengan Elisa."Aku tau kalau kau hanya ingin harta dari iblis itu. Jadi, aku akan mewujudkannya. Asalkan kau menjamin semua yang aku inginkan terwujud."Erin tampak terkejut dengan ucapan Alex. Ia tidak pernah terpikirkan kalau Elisa menginginkan harta Xander ayah dari Edward. Padahal dari luar Elisa terlihat seperti ibu peri bagi Edward. "Apa yang kau inginkan?""Semua yang aku lakukan tercukupi. Tidak ada hambatan.""Apa semua yang kau dapatkan masih kurang hingga meminta sesuatu lagi padaku?"Erin yang awalnya masih tidak percaya, begitu mendengar ucapan Elisa yang berbeda seratus delapan puluh derajat. Hal itu membuat Erin berpikir ulang. "Kalau begitu, ya sudah. Kau jangan ganggu aku. Kita hidup pada masing-
Alex menutup mulut Erin. Ia kemudian menarik Erin untuk memasuki mobil. Walaupun Erin terlihat kesakitan, Alex tidak peduli."Kemari kau anak bangst!" Xander berteriak. Alex tak mendengarkan Xander yang mengejarnya. Ia terus menancap gas dengan cukup gila, mobil sampai sedikit terangkat saat keluar dari gerbang. Erin berpegangan erat. Ia pikir Xander akan berhenti mengejar Alex. Rupanya dugaan Erin salah. Sebuah mobil tampak keluar dari rumah dengan mengikuti Alex."Sialan! Dia benar-benar ingin mati!" Alex berniat membalikkan mobilnya, lalu beradu bagian depan mobil."Alex! Kau jangan gila! Aku tidak ingin mati!" ucap Erin dengan gemetar saat melihat mobil Alex berbalik, lalu seakan-akan ingin menabrak mobil yang mengikutinya."Alex!" teriak Erin sembari menutup mata. Ia pasrah terhadap apa yang akan terjadi. Jika memang Erin nanti mati, hanya bisa memasrahkan ayahnya pada Sang Pencipta saja untuk menjaga sang ayah.Perlahan Erin membuka mata akibat tidak mendengar suara tabrakan.
Brraaaaakkk!Xander melemparkan lampu hias pada tubuh Alex saat mulai bangkit. Hal itu tak membuat Alex gentar. Walaupun rasa sakit yang dirasakannya tidak hanya tubuh saja, melainkan batinnya juga sakit.Bugh! Alex menyerang Xander dengan menyeruduk dengan kepalanya hingga Xander terjatuh. Ketika Xander terjatuh, Alex langsung menerjangnya. Dug!Tubuh Alex dijatuhkan dengan keras pada bagian perut Xander. Pukulan diberikan Alex pada Xander. Sayangnya tangan Xander dengan sigap menangkis. "Anak sialan! Tidak tahu diri!" Xander mendorong Alex hingga oleng ke kanan. Namun tidak bisa menjatuhkan Alex, karena kaki Alex mengunci tubuh Xander. "Aku tidak minta dilahirkan bangst! Kenapa kau menginginkan aku ada!" Alex berteriak di wajah Xander. Bugh!Pukulan keras diberikan Xander pada Alex. Erin dan Elisa tidak tahan dengan pemandangan ayah dan anak yang saling menyiksa. Elisa menahan Xander. Sedangkan Erin menahan Alex. Mereka kemudian masing-masing menarik Xander baik Alex agar bisa
"Kak Erin, ini bukan jalan ke rumah Vije."Perkataan Vije membuat Erin bisa fokus kembali. Namun memang Erin tidak bisa membawa Vije pulang ke rumah. Ponsel Erin berdering kembali. Kali ini ayah Edward yang menelepon. Keringat dingin dirasakan Erin saat sempat mengintip nama yang tertera. Erin menepikan mobil. Ia tidak mungkin mengabaikan panggilan dari ayah Edward. Bisa tamat riwayat Erin jika melakukannya."Halo, Pak. Ada apa?""Ada apa katamu? Di mana Edward!" tanya ayah Edward dengan nada kesal.Erin sampai menjauhkan ponselnya demi meredam suara ayah Edward. "Ada bersama saya, Pak." Erin tidak bisa berbohong. Kalau suatu hal diawali dengan kebohongan, maka seterusnya akan memerlukan kebohongan untuk menutupinya. "Bawa ke hadapanku sekarang!" "Tapi, Tuan Muda Edward ada rapat setengah jam lagi, Pak." "Tidak perlu datang! Lebih penting datang ke hadapanku sekarang!""Maaf, Pak. Anda ada di mana?""Di rumah."Klik!Sambungan telepon terputus secara tiba-tiba. Erin dilema. Elisa
Hari buruk Erin berlalu kemarin. Namun bukan berarti hari ini Erin akan bahagia. Masih ada misteri yang akan dijalani hari ini. Semalam Alex tidak melakukan hal buruk, melainkan hanya memasak kembali menu yang dimasak Erin. Rasa masakannya jauh lebih enak daripada milik Erin. Perbedaannya Erin bumbu versi rempah Indonesia. Sedangkan Alex memasak dengan bumbu yang sama dengan masakan Western.Erin terbangun dari tidurnya. Ia tidak sadar jika tertidur di meja minibar yang ada di dapur. Anehnya Erin tidur dengan berbantalkan tangan Alex. Alex yang tertidur dimanfaatkan oleh Erin untuk mencari ponsel. Terakhir kali Erin tahu jika ponselnya disembunyikan Alex di dalam sakunya. "Kalau aku mengambil dari dalam sakunya, apa nanti tidak membuatnya bangun?" gerutu Erin. Erin akhirnya membiarkan Alex tertidur. Sepanjang malam Erin dan Alex hanya bercerita. Terkadang Erin mengerti perasaan Alex. Rupanya Alex tidak hanya merugikan saja. Alex sama seperti manusia biasa. Tangan Erin perlahan ing
Erin menelan ludahnya susah payah. Ia seakan dikunci oleh tatapan dari Alex. Tak disangka ucapan asal yang dilontarkan Erin membuat Alex tampak bersungguh-sungguh."Kenapa tidak menjawab?""Maaf. Aku tadi asal bicara. Jangan jadikan dirimu pembunuh. Jika itu terjadi, sampai kau masuk neraka pun ... aku akan tetap membalasmu.""Ck! Kau di dunia saja lemah seperti ini. Percaya diri sekali kalau di akhirat lebih hebat?" "Biarkan saja!" Cup!Alex mencium bibir Erin. Selanjutnya Erin menipiskan bibirnya agar tidak bisa terhisap kembali oleh bibir Alex. "Alex, jangan perlakukan aku seenaknya. Kau tidak menyukaiku. Jadi, tolong jangan jadikan aku jalangmu.""Aku tidak menjadikan kau sebagai jalangku. Kau memang milikku." Alex beralih mencium pipi Erin. Ia tidak menyerah kalau hanya bagian bibir saja yang ditutup aksesnya oleh Erin."Alex, tolong jangan meninggalkan kesan buruk di benakku. Aku ingin berteman denganmu layaknya aku bersama Edward dan Vije.""Aku tidak mau disamakan dengan me
Darwin sempat menoleh ke belakang. Ia ingin memastikan kalau Alex tidak muncul secara tiba-tiba. Karena cerita kelam Alex merupakan hal yang dibenci untuk disebarkan pada orang lain."Om?" Erin tanpa sadar lancang memanggil Darwin agar meneruskan ceritanya."Oh, iya! Maaf. Om tadi hanya ingin memastikan ada Alex atau tidak. Cerita ini sebenarnya tidak bisa disebarkan. Berhubung kau sempat terseret kasus Revan. Makanya Om beritahu.""Kalau memang privasi tidak apa-apa disimpan saja, Om. Erin tidak mau Om nanti dimusuhi oleh Alex.""Tenang saja. Tidak akan terjadi. Alex tidak bisa hidup tanpa, Om. Dia meskipun terlihat arogan, hanya Om yang diandalkan dan dipercaya oleh Alex." Darwin terlihat membanggakan diri.Erin hanya tersenyum kecil menanggapi Darwin. Cukup unik keluarga besar Vijendra. Mulai dari ayah yang kejam, anak yang memiliki kepribadian ganda dan paman yang terlihat berbeda dentan tampilan luarnya."Sampai mana tadi ceritanya?""Sampai Alex bertemu Revan dengan membawa paca
Tidak seperti dugaan Erin, Alex tidak melakukan sesuatu yang membahayakan bagi bibi Surti. Alex hanya merebut ponsel bibi Surti agar tidak mengangkat telepon."Bi, saya pulang!""Lo, Nak Alex. Kenapa pulang? Ini sudah malam."Alex tak menjawab. Ia justru menarik tangan Erin. Sementara Erin memberikan permintaan maaf secara halus pada bibi Surti. Kini Alex dan Erin berada di dalam mobil. Langsung saja Alex menancap gas dengan kecepatan tinggi setelah keluar dari halaman rumah. Erin sempat memperhatikan Alex. Tatapan Alex sempat memperlihatkan ada aura ketakutan meskipun hanya sekilas. Erin menghargai Alex yang menyembunyikan sesuatu."Rumahmu di mana?" tanya Alex di sela-sela mengemudinya."Tidak ada.""Kau aslinya gelandangan?""Hei! Bukan berarti aku gelandangan.""Kan gelandangan saja yang tidak memiliki rumah.""Ya, memang benar. Tapi, kenyataanya rumahku sudah tidak ada. Sudah diratakan menjadi tanah.""Kenapa boleh diratakan begitu saja? Biasanya kan, rumah menyimpan kenangan?"
Alex masih tak menjawab pertanyaan Erin. Ia fokus mengemudi. Tujuan Alex entah akan membawa Erin kemana.Perjalanan yang cukup panjang membuat Alex berhenti di depan sebuah klinik. Ia meminta Erin turun dari mobil. "Kenapa kita datang ke klinik?""Sejak tadi darahmu selalu keluar. Itu terlihat menjijikkan. Jadi, aku membawamu kemari."Erin mengartikan kalau Alex gengsi mengatakan kalau peduli pada luka Erin. Namanya juga wanita pasti cenderung berprasangka lebih jauh dari kenyataan."Ayo!" Alex berdiri tepat di depan pintu mobil dekat Erin. "Sabar sedikit." Erin keluar dari mobil dengan langkah yang hampir terjatuh. Rupanya Erin baru merasakan kalau kepalanya pusing. Mungkin lebih tepatnya baru dirasakan, meskipun sejak tadi kepala Erin pusing. Di dalam klinik Erin diberi penanganan agar darah di dalam hidungnya tidak keluar terus-menerus. Sementara Alex menunggu di luar ruangan. Terlihat jelas jika Alex enggan masuk ke dalam ruangan. Pengobatan pada luka di hidung Erin terganggu