Pria itu kini berjarak kurang dari satu meter dari tempatku berdiri.
“Lama tak jumpa. Anda masih ingat denganku, kan?”
Aku tak mungkin lupa dengan sosok di hadapanku ini. “Pangeran Pelangi?” ucapku dengan nada tak percaya.
Pria yang sebaya denganku itu tertawa heran.
“Apa maksud Anda? Tuan Muda masih saja suka bercanda. Ini aku, Niji.”
Rupanya perkiraanku salah. Kukira ia adalah Pangeran Pelangi yang juga terjatuh di bumi. Semestinya aku sudah terbiasa melihat manusia bumi yang mirip dengan makhluk kerajaan atas. Namun entah kenapa, tadi aku benar-benar terkejut melihat sosoknya.
Aku dan Pangeran Pelangi bersahabat karib. Sejak kecil, kami serin
Setelah selesai kerja, aku meminta Kenji dan Masaki pulang lebih dulu. Hari pertama kerja kantoran membuat kepalaku sakit. Aku ingin sendirian. Kupacu mobilku pergi meninggalkan perusahaan. Oh, ya. Aku sudah bisa mengemudi dan memiliki SIM. Kini aku bisa bebas ke mana pun mengendarai mobil. Meski mobil yang kubawa bukanlah mobilku melainkan milik ayah.Pertama kali mengemudi sendirian. Rupanya menyenangkan juga berkendara di jalanan saat malam hari. Tidak terlalu banyak kendaraan di jalanan. Rasanya seperti jalanan adalah milikku.Hampir satu jam aku berkendara berkeliling kota. Tanpa kusadari, kini aku sedang berada di jalanan yang sudah tak asing lagi bagiku.“Apa yang aku pikirkan sehingga bisa berada di sini?” batinku.Baru saja hendak memutar balik, tiba-tiba aku melihat sosok yang aku kenal. Ia berjalan sendirian di pinggir jalan. Aku pun memacu mobil mendekat ke arahnya. Kubuntuti ia dari belakang. Setelah mobil yang aku kendarai berada
Nari ikut masuk ke kamarku. Ia memandang ke seluruh ruangan lantas mengambil pakaian kerajaanku.“Ini, ambillah barangmu,” ujar Nari seraya menyodorkan pakaian itu padaku.“Terima kasih.”“Aku rasa hanya itu saja barangmu yang tertinggal. Karena sudah mengambilnya, kamu bisa pulang sekarang.”“Kau mengusirku dari sini?”“Aku bukan mengusirmu. Karena tujuanmu ke sini untuk mengambil barang yang tertinggal sudah selesai, bukankah tidak ada lagi alasanmu berlama-lama di sini? Katamu sekarang kamu tinggal di rumah yang mewah. Lebih baik kamu segera pulang agar bisa tidur di kasurmu yang empuk,” ucap Nari ketus.“Sudah larut malam. Kau tega menyuruhku keluar tengah malam begini?”“Sebenarnya maumu apa?” tanya Nari.Aku langsung melompat ke atas ranjang. “Aku mau tidur. Ngantuk. Izinkan aku menginap hari ini.”Nari mendengus mendeng
Sesampainya di kantor, aku langsung bergegas menuju ruang rapat. Saat aku masuk ke dalam ruangan, sudah ada banyak orang di sana. Mereka yang hadir adalah para pentolan dari masing-masing departemen. Semua pasang mata melihat ke arahku saat aku duduk di kursi kosong di samping ayah.“Ayah, maaf aku terlambat,” bisikku pelan.Ayah hanya mengangguk pelan mendengar perkataanku. “Mari kita lanjutkan rapatnya.”Okamoto Sayaka berdiri dari duduknya dan membagikan kertas yang berisi laporan dari departemennya.“Laporan dari departemen sales dan marketing mengenai rencana pemasaran untuk produk baru kita. Ide pemasaran ini berasal dari Tuan Muda,” kata Ibu Okamoto seraya melirik ke arahku. Para staf lainnya juga ikut melihat ke arahku sehingga membuatku terpaksa menyunggingkan senyum. “Rencananya, kami akan beriklan di Moon Magazine, majalah fashion yang cukup terkenal di masyarakat ini juga mengirimkan majalahnya ke luar
Aku merasakan tangan seseorang menyentuh pipiku. Masih dengan mata terpejam, aku jauhkan tangan itu. Namun, tangan tersebut kembali mendarat di wajahku. Karena masih belum sadar betul, aku biarkan saja tangan itu nangkring seenaknya di wajahku.Tak lama setelahnya, aku merasakan ada yang menimpa perutku. Karena terasa berat, aku pun menampiknya. Akan tetapi, benda itu kembali mengenai perutku. Perlahan kubuka mata. Masih dengan tangan yang menatapi pandanganku, kuangkat benda yang ada di atas perutku itu. Betapa kagetnya aku melihat kaki berbulu yang ternyata mengenai perutku.“ARGGGHH!!” teriakku keras.“ARRGGGGHH!!” suara yang tak kalah kerasnya itu memekikkan telingaku.Rupanya, sumber kekacauan adalah Masaki dan Kenji. Mereka tidur di ranjang yang sama denganku dan berani menimpa tubuhku.“Kenapa kalian tidur di sini?”“Maaf. Aku juga tidak tahu, Pangeran,” sahut Masaki.“Beran
Aku mengajak Nari untuk masuk ke taksi yang sedari tadi terparkir di dekat toko. Tak henti-hentinya aku mengomel selama dalam perjalanan.“Apa pelanggan di tokomu memang sering seperti itu? Berbuat seenaknya saja. Untung sekarang kau sudah berhenti bekerja di sana. Sekarang kau bisa terbebas dari orang-orang yang suka menuntut semaunya seperti pelanggan tadi,” kataku.“…”Tidak ada jawaban dari Nari. Ia menutup rapat mulutnya.“Kenapa kau diam saja? Apa kau merasa sedih karena baru saja kehilangan pekerjaan?”Ditanya seperti itu, Nari tetap bungkam seribu bahasa selama dalam perjalanan.“Kau tahu kan bahwa sekarang aku menjadi anak orang kaya. Oh, ya. Aku belum pernah cerita tentang perusahaanku, ya. Ayahku adalah pemilik perusahaan SkyLight, Co., Ltd. Aku rasa kau tahu perusahaan itu. Perusahaan kami cukup terkenal. Gedungnya saja sepuluh tingkat. Pegawainya sangat banyak. Jika aku memi
Raja dan Ratu Langit memasuki kediamanku. Aku langsung menyambut kedatangan ayah dan ibu. Begitu melihatku, ibu langsung menghambur ke arahku.“Apakah kau baik-baik saja, Nak?” tanya ibu seraya memeriksa apakah di tubuhku ada luka atau tidak.“Aku baik-baik saja, Bu.”“Benarkah? Ibu dengar tabib pribadimu mengambil obat-obatan istana.”Tidak kusangka kabar itu sangat cepat terdengar oleh ayah dan ibu. Aku pun memutar otak untuk mencari alasan.“Aku yang meminta mereka, Bu. Aku meminta tabibku untuk meracik obat-obatan,” jawabku sekenanya.“Untuk apa kau meminta mereka melakukan hal itu?”“Hanya untuk berjaga-jaga saja, Bu.”“Syukurlah jika kau baik-baik saja. Ke mana saja kau selama ini? Ayah sudah mengutus pasukan untuk mencarimu di seluruh pelosok Kerajaan Langit namun mereka tidak berhasil menemukanmu,” kata ayah.“Aku terdampar
“Pulangkan aku ke bumi!”Nari terus saja meminta padaku untuk membawanya kembali ke bumi. Aku pun mengantarnya ke salah satu tempat di Kerajaan Langit yang terdapat lubang cukup besar.Nari menutup mulut dengan sebelah tangannya ketika melihat ke bawah. “Sulit untuk dipercaya. Itu adalah bumi tempatku tinggal?” katanya sembari menunjuk ke arah bumi.“Ya. Seperti yang bisa kita lihat.”Dari tempat kami saat ini, kami dapat melihat aktivitas orang-orang di bumi. Karena hari sudah gelap, lampu-lampu jalanan terlihat menyilaukan.“Bagaimana caraku bisa sampai ke bawah?” tanyanya.“Mudah saja. Kau tinggal turun melalui lubang ini.”“Apa kau bercanda?”“Aku serius. Apa aku terlihat seperti orang yang sedang bercanda?”“Tapi, ini sangat tinggi. Aku tidak yakin masih bisa selamat jika terjun dari ketinggian seperti ini.” Nari menatap
Kriiaat krrrieeeetBunyi berderit itu kerap timbul setiap aku melangkahkan kaki di dalam bangunan tua, tempat kami akan bermalam hari ini.“Apa kau yakin akan tidur di tempat ini?”Melangkahkan kaki saja aku sudah ragu-ragu, bagaimana mungkin aku bisa tidur di dalam ruangan tua dan berdebu seperti ini?“Kamu lihat sendiri, kan. Hanya di tempat ini kita bisa berteduh. Kalau kamu tidak mau tidur di sini, silakan tidur di atas pohon,” jawab Nari jutek.“Setidaknya kan kita bisa berjalan lebih jauh lagi untuk mencari tempat yang lebih layak untuk tidur.”“Sudahlah. Aku sudah sangat lelah dan mengantuk. Kalau kamu tidak mau tidur, itu terserahmu.”Nari sudah mengambil tempat dan bersiap untuk memejamkan matanya.Sepuluh menit berlalu, aku masih belum siap untuk membiarkan pakaianku menyentuh lantai. Tidak rela rasanya membiarkan pakaian ini menyapu debu-debu yang menempel di lantai.