Mizuki sangat berterima kasih lantaran aku bersedia membantunya untuk menjadi model pengganti. Sebagai balasannya, ia mengajakku untuk makan siang (?) bersama. Bila dikatakan makan siang, sepertinya kurang tepat, ya. Pasalnya, saat ini waktu sudah menunjukkan pukul tujuh malam. Perut kami sudah sangat keroncongan lantaran belum ada asupan makanan sejak tadi. Saking sibuknya shooting, kami berdua bahka belum makan siang sampai jam segini.
Mizuki awalnya mengajakku untuk makan di Oishii Resto, namun dengan cepat aku menolak ajakannya itu. Aku masih merasa kesal karena diomeli panjang lebar oleh si manajer restoran. Aku lebih baik tidak ditraktir makan ketimbang harus makan di restoran itu. Nafsu makanku bisa lenyap begitu melihat wajah si manajer restoran.
Setelah sempat bingung mau makan di mana, kami berdua kini berdiri di depan sebuah restoran yakiniku yang le
Hari demi hari berlalu. Akhirnya, MM edisi terbaru sudah terbit. Mizuki telah mengirimkan majalah tersebut ke rumah. Kini, aku sudah siap untuk menyombongkan diri di hadapan Nari. Pasalnya, beberapa hari terakhir ia terus saja menyindirku yang tak kunjung mendapat pekerjaan. Ia bahkan menuduhku telah berbohong tentang pemotretan untuk MM.“Majalahnya sudah terbit. Kalau kamu tidak percaya, cek saja foto-fotoku di majalah itu.”Nari membalik lembar demi lembar majalah tersebut. Ia tampak sangat serius membaca majalah tersebut.“Kenapa lama sekali? Kau sudah melihat foto-fotoku?”Bukannya melihat fotoku, orang yang ditanya rupanya malah asyik membaca artikel di majalah tersebut.“Kenapa kau jadi ba
Aku kini sudah resmi ditetapkan sebagai model utama MM edisi 125. Wajahku akan ada di delapan halaman dari total 80 halaman majalah tersebut. Hari-hariku diisi dengan pemotretan untuk majalah tersebut. Alhasil, aku semakin sering ke kantor MM dan bertemu dengan Mizuki.Meski demikian, hubungan kami tidaklah lebih dari sebatas rekan kerja saja. Aku harus pemotretan sedangkan Mizuki sibuk menghubungi klien serta membuat artikel. Berada di gedung yang sama tidak serta merta membuat aku dapat menghabiskan banyak waktu bersama Mizuki. Aku hanya bisa sebatas menyapa saat kami berpapasan.Hari ini, aku selesai pemotretan lebih awal. Aku pun sengaja naik ke lantai lima untuk mencari Mizuki. Aku ingin mengajaknya makan malam bersama. Kali ini, aku tidak akan mengajaknya makan yakiniku lagi. Karena sudah mendapat bayaran, aku ingin mengajaknya makan malam di restoran mew
Setelah menjadi model utama MM edisi 125, bukan berarti karierku di dunia modeling berakhir begitu saja. Justru, ini merupakan batu loncatan bagiku. Ketua editor sangat menyukai pekerjaanku. Ia bahkan merekomendasikanku pada sebuah agensi yang menaungi para model dan artis.Saat ini, aku sudah berada di kantor agency StarHit. Kemarin, aku diminta untuk datang oleh Minami Kei, staf yang bertanggung jawab dalam hal perekrutan calon model dan artis baru.Aku masuk ke sebuah ruangan dan diwawancarai oleh Minami Kei. Pria tersebut menanyaiku tentang pengalamanku di dunia modeling.“Berapa lama kamu sudah terjun di dunia modeling?”“Sekitar dua bulan,” jawabku jujur.Pria tersebut langsung
Hoshie mengajakku makan malam bersama di sebuah restoran terdekat. Suasana restoran cukup ramai lantaran saat ini memang jam makan malam. Kami memilih duduk di kursi kosong yang terletak di pojok restoran tersebut.Aku merasa sedikit risih dengan tampilan Hoshie. Ia sejak tadi memakai topi dan kacamata hitam. Meskipun kami sudah sampai di restoran, topi dan kacamata hitamnya itu masih saja tidak ia lepaskan.Seorang pelayan mendatangi meja kami. Ia menanyakan makanan yang ingin kami pesan. Pelayan tersebut beberapa kali mencuri pandang ke arah Hoshie. Orang yang dilihati malah sibuk dengan hp di tangannya.“Kau mau pesan apa?” tanyaku pada Hoshie.“Aku pesan menu yang sama denganmu,” jawabnya masih sibuk berkutat dengan hp-nya.
Aku masuk ke salah satu kamar hotel. Setelah membaringkan Hoshie di ranjang, aku pun segera bergegas ke kamar mandi. Kubuka pakaian lalu mengguyur seluruh badan dengan air yang memancar dari shower. Aku gosok badanku dengan sabun yang tersedia di sana. Saat sampai di bagian yang terkena muntahan, aku menggosokkan sabun dengan lebih keras selama berulang kali. Aku masih merasa jijik jika teringat bahwa punggung ini telah terkena muntahan.Setelah selesai membersihkan dan mengeringkan badan, aku lantas mengambil bajuku. Dengan satu tangan memegang hidung dan sebelah tangan lagi memegang pakaian, aku membiarkan air mengguyur bajuku. Aku biarkan keadaan itu selama cukup lama. Memastikan agar tidak ada bekas yang masih tersangkut di baju tersebut. Kuperas kuat baju itu lalu meletakkannya di bawah AC. Berharap baju itu bisa segera kering. Aku tidak membawa pakaian ganti. Tidak mungkin aku memakai baju basah itu
Hari ini, aku datang ke kantor agensi StarHit untuk memenuhi panggilan dari Minami Kei. Foto hasil pemotretan aku dan Hoshie telah selesai diedit dan dicetak dalam bentuk buklet. Hasil fotonya benar-benar bagus. Aku semakin dibuat kagum dengan ketampananku sendiri.“Klien sangat menyukai foto-fotonya. Dan ini adalah bayaranmu,” ujar Minami Kei seraya menyodorkan sebuah amplop ke arahku.Aku meraba amplop tersebut. Cukup tebal. Tampaknya aku mendapat bayaran yang lumayan besar kali ini.“Kamu beruntung. Untuk model pemula sepertimu, mereka mau memberikan bayaran yang tidak sedikit,” ucapnya lagi.Aku pun berterima kasih dan bersiap untuk meninggalkan ruangan. Saat itu, tiba-tiba seorang staf masuk ke ruangan.
Semakin maraknya berita simpang-siur tentang diriku dan Hoshie serta tersebarnya foto-foto kami di internet membuat agensi StarHit mengambil tindakan. Hari ini, kami melakukan konferensi pers.Puluhan wartawan memenuhi ruangan. Mereka berulang kali membidikkan kamera ke arah kami. Mataku dibuat benar-benar silau karenanya.Minami Kei membuka konferensi pers hari ini. Ia menyampaikan penjelasan terkait dengan pemberitaan yang beredar. Setelah selesai berbicara, ia pun mempersilakan para wartawan untuk menyampaikan pertanyaan.“Apakah Hoshie dan Sora memiliki perasaan spesial satu sama lain, melebihi hubungan antara sesama rekan kerja?”Hoshie menjawab pertanyaan tersebut dengan singkat, “Tidak.”“
Aku rasakan hangat sinar matahari yang masuk melalui cela-cela jendela. Hari telah berganti. Aku tak dapat melepaskan pandanganku dari wajah Nari. Wajahnya masih terlihat pucat namun rona wajahnya sudah lebih baik dibandingkan kemarin. Suhu tubuhnya masih sedikit panas. Tangan kiriku sejak semalam masih menggenggam tangannya. Aku rasa dengan begitu aku bisa selalu memantau suhu tubuhnya.Untuk pertama kalinya semenjak bertemu, Nari sangat ‘tenang’. Namun siapa sangka, ketenangannya ini serasa menghujam jantungku. Aku benci hal ini. Aku berharap ia bisa segera membuka matanya dan mengomeliku seperti biasa.Masaki dan Kenji yang tadinya tertidur di ruang depan kini telah bangun. Mereka pun tak kalah penasarannya dengan keadaan terkini Nari.“Apa keadaannya sudah membaik?” tanya Masaki.
Aku tidak bisa menolak permintaan ayah. Akhirnya, aku pun kini berdiri di hadapan para wartawan yang sudah sejak tadi bergerombol di depan gedung kantor. Di sampingku, ada Hoshie. Tak jauh dari kami, ada manajer Hoshie, Kenji, dan Masaki. Kini sudah waktunya untuk berpura-pura.Hoshie sejak tadi sudah menggandeng tanganku. Wajahnya sangat ceria hari ini. Aku pun berusaha untuk mengimbanginya dengan memasang raut wajah bahagia. Namun, yang terlukis di wajahku justru senyum kecut yang dipaksakan. “Apakah kalian sudah resmi berpacaran?” tanya salah satu wartawan. Tampaknya para wartawan tersebut menyoroti tangan Hoshie yang menggandengku.Aku lagi-lagi hanya bisa memasang senyum yang dipaksakan. Tidak sanggup berkata-kata untuk menjawab pertanyaan tersebut. Di lain pihak, Hoshie justru sangat bersemangat menghadapi para wartawan.“Apakah menurut kalian kami sudah tampak serasi?” tanya Hoshie sembari semakin menempelkan badannya
Aku terkesiap saat menyaksikan Niji menceburkan dirinya ke laut. Aku lebih terkejut lagi saat Niji kemudian muncul seraya membawa tubuh Nari. Wajahnya terlihat sangat pucat.Niji berulang kali mendekatkan mulutnya ke mulut Nari. Ia juga menekan bagian dada Nari, mencoba mengeluarkan air laut yang ditelan oleh Nari. Menit demi menit berlalu, namun Nari tak kunjung memberikan reaksi. Para undangan yang melihat kejadian ini pun mulai berisik, beranggapan bahwa Nari sudah tak dapat diselamatkan.Aku hendak melihatnya dari jarak yang lebih dekat, namun Hoshie menghentikan langkahku dengan menarik lenganku.“Percuma saja kamu mendekat, tidak ada yang akan berubah,” ucap Hoshie.Ucapan Hoshie tersebut memang ada benarnya. Kakiku langsung lemas. Aku lunglai di tempat.Niji tampak hampir putus asa lantaran Nari tak kunjung sadar. Ia mengguncang-guncangkan tubuh Nari yang tampak kaku itu.“Nari, bukalah matamu!” ujar Niji.
Nari mematung di tempat saat melihat Hoshie memberikan potongan kue ulang tahunnya ke Sora. Para undangan yang lainnya tentu juga sama terkejutnya dengan Nari.“Wow, potongan kue ketiga rupanya diberikan kepada seorang pria tampan yang sedang berdiri di sana. Agar para undangan yang hadir bisa melihat wajah pria yang beruntung ini, aku mohon padamu untuk maju ke depan,” ujar sang pembawa acara.Orang-orang langsung bersorak, ikut menyerukan agar Sora maju ke depan. Mata Nari tak bisa lepas dari lengan Hoshie yang menggaet lengan Sora. Tidak bisa dipungkiri, Sora dan Hoshie tampak serasi.Sang pembawa acara terus mengorek hubungan antara Sora dan Hoshie. Para undangan nampak sangat antusias, ingin mengetahui hubugan di antara mereka.“Hubungan kami memang berawal dari mitra kerja, tapi siapa yang tahu jika nantinya kami menjalin hubungan yang lebih serius.” Jawaban Hoshie itu semakin membuat hawa memanas. Tampak beberapa undangan me
Hari ini adalah hari ulang tahun Hoshie. Aku datang bersama dengan Kenji dan Masaki. Sebelumnya, aku sudah mendapat persetujuan dari Hoshie untuk mengajak Kenji dan Masaki ke pestanya. Aku tentu tidak ingin bengong sendirian jika saat di pesta Niji dan Nari asyik ngobrol berdua tanpa mempedulikan keberadaanku.Sesampainya di lokasi berkumpul, aku melihat Niji dan Nari sudah lebih dulu datang. Nari tampak sedikit berbeda dari biasanya. Ia yang dalam kesehariannya tidak terlalu memaki riasan, kini terlihat memakai lipstik berwarna merah menyala. Pipinya juga sedikit kemerahan.“Kenapa kamu bengong begitu melihat penampilanku? Apa aku terlihat aneh?” tanya Nari.“Bukannya begitu. Hanya saja hari ini kamu tidak terlihat seperti biasanya,” jawabku.“Aku menghormati Hoshie yang mengundangku untuk datang ke pesta ini. Jadi, aku pun harus berpenampilan selayaknya orang yang datang ke pesta.”Setelah selesai berbasa-basi,
Pagi ini, kepalaku terasa pening. Ucapan Niji kemarin terus terngiang-ngiang di telingaku. Aku masih merasa tidak percaya lantaran ucapannya itu sama dengan ucapan Pangeran Pelangi saat mengakui perasaannya terhadap Putri Petir. Apakah mereka selalu mengatakan hal itu jika ada orang yang disukai? Atau jangan-jangan… Entahlah. Aku tidak ingin terlalu memikirkan hal tersebut. Tapi, tetap saja hal itu belum bisa lepas dari benakku.“Selamat pagi. Bagaimana keadaanmu hari ini? Apakah sudah lebih baik daripada kemarin?” tanya Niji yang baru tiba.“Ya. Seperti yang kau lihat. Keadaanku sudah lebih baik.”“Maaf karena perkataanku kemarin sepertinya membuatmu sangat terkejut.”“Justru aku yang harus minta maaf karena kemarin aku sudah merepotkanmu.”Kemarin, Niji yang membantu membersihkan muntahanku. Ia juga memanggilkan taksi untukku.“Hal itu sama sekali tidak merepotkanku. Kemarin, set
Setelah selesai makan malam dengan Hoshie, aku menyempatkan diri untuk mampir ke kantor. Karena sudah hampir jam sembilan malam, tidak banyak orang yang masih ada di kantor. Aku sengaja kembali untuk mengambil tas yang aku letakkan di ruang departemen sales dan marketing.Aku merasa beruntung karena meletakkan tasku di ruang departemen sales dan marketing yang terletak di lantai delapan. Jika saja tadi aku meletakkan tas di ruanganku, tentu kini aku harus naik sampai ke lantai sepuluh. Malas rasanya naik sampai ke lantai sepuluh. Pasalnya, sejumlah lampu di kantor sudah dimatikan. Tentu akan merepotkan jadinya jika harus menyusuri ruangan yang gelap.Sesampainya di lantai delapan, aku melihat lampu masih menyala. Apakah masih ada orang di ruangan tersebut? Aku pun melangkah memasuki ruangan.“Hentikan itu, jangan mengatakannya lagi. Kamu membuatku sakit perut.”“Kalau begitu, bagaimana jika aku ganti topik saja. Mau mendengar kisah horor
Kami langsung bergegas menuju lantai 10. Aku sudah meminta Kenji dan Masaki untuk membelikan pakaian yang sekiranya pantas dikenakan oleh Nari. Aku dan Nari pun segera berganti pakaian.Hari ini adalah hari pertama Nari bekerja di perusahaan kami. Niji aku mintai bantuan untuk mengarahkan Nari selama bekerja. Sementara itu, hari ini aku mendapat tugas untuk berkomunikasi dengan editor MM dan Hoshie terkait dengan rencana pemasaran kami. Kebetulan, editor MM yang bertanggung jawab kali ini adalah Mizuki. Jadilah aku, Mizuki, dan Hoshie duduk bertiga di ruang rapat.“Aku tidak menyangka bahwa kamu adalah anak dari pemilik perusahaan besar sekelas SkyLight,” ucap Mizuki saat kami kembali bertemu setelah sekian lama.“Aku juga tidak menyangka bahwa aku akan dipekerjakan oleh orang sepertimu,” kata Hoshie.Bila menilik ke belakang, saat aku bekerja bersama Mizuki dan Hoshie, penampilanku sangat sederhana. Aku saat itu tidak memiliki uan
Kriiaat krrrieeeetBunyi berderit itu kerap timbul setiap aku melangkahkan kaki di dalam bangunan tua, tempat kami akan bermalam hari ini.“Apa kau yakin akan tidur di tempat ini?”Melangkahkan kaki saja aku sudah ragu-ragu, bagaimana mungkin aku bisa tidur di dalam ruangan tua dan berdebu seperti ini?“Kamu lihat sendiri, kan. Hanya di tempat ini kita bisa berteduh. Kalau kamu tidak mau tidur di sini, silakan tidur di atas pohon,” jawab Nari jutek.“Setidaknya kan kita bisa berjalan lebih jauh lagi untuk mencari tempat yang lebih layak untuk tidur.”“Sudahlah. Aku sudah sangat lelah dan mengantuk. Kalau kamu tidak mau tidur, itu terserahmu.”Nari sudah mengambil tempat dan bersiap untuk memejamkan matanya.Sepuluh menit berlalu, aku masih belum siap untuk membiarkan pakaianku menyentuh lantai. Tidak rela rasanya membiarkan pakaian ini menyapu debu-debu yang menempel di lantai.
“Pulangkan aku ke bumi!”Nari terus saja meminta padaku untuk membawanya kembali ke bumi. Aku pun mengantarnya ke salah satu tempat di Kerajaan Langit yang terdapat lubang cukup besar.Nari menutup mulut dengan sebelah tangannya ketika melihat ke bawah. “Sulit untuk dipercaya. Itu adalah bumi tempatku tinggal?” katanya sembari menunjuk ke arah bumi.“Ya. Seperti yang bisa kita lihat.”Dari tempat kami saat ini, kami dapat melihat aktivitas orang-orang di bumi. Karena hari sudah gelap, lampu-lampu jalanan terlihat menyilaukan.“Bagaimana caraku bisa sampai ke bawah?” tanyanya.“Mudah saja. Kau tinggal turun melalui lubang ini.”“Apa kau bercanda?”“Aku serius. Apa aku terlihat seperti orang yang sedang bercanda?”“Tapi, ini sangat tinggi. Aku tidak yakin masih bisa selamat jika terjun dari ketinggian seperti ini.” Nari menatap