Mendengar seruan tersebut, Panglima Pandu tampak kaget dan terperanjat. Sejatinya, sang panglima telah mengerahkan jurus Halimunan yang tidak dapat terlihat oleh orang lain.
"Kenapa para pendekar itu dapat melihatku dengan jelas?" desis Panglima Pandu. "Tidak kelirukah aku? Apakah benar mereka adalah para pendekar Algojo Iblis, seperti apa yang pernah dibicarakan oleh Paman Damara?"sambung Panglima Pandu terus mengamati pergerakan para pendekar itu.
Tidak lama kemudian, salah seorang dari mereka kembali berteriak memanggil sang panglima, "Panglima, keluarlah! Hadapi kami!"
Pendekar tersebut terus berteriak keras menantang Panglima Pandu untuk keluar dan bertarung dengan mereka.
"Mau tidak mau aku harus keluar dan menghampiri mereka," desis Panglima Pandu langsung meloncat keluar dari balik semak belukar yang ada di sekitaran tempat tersebut.
Panglima Pandu sudah bersiap untuk melakukan pertarungan dengan para pendekar itu. Karena tidak ada jalan la
Demikianlah, maka kedua pendekar tersebut langsung bergerak cepat meloncat tinggi dan terbang melayang meninggalkan tempat tersebut. Mereka tampak takut sekali dengan ancaman yang terlontar dari mulut orang tua tersebut.Panglima Pandu hanya tersenyum-senyum saja menyaksikan detik-detik larinya dua orang pendekar itu. Sementara itu, orang tua yang sudah membantunya tertawa terkekeh-kekeh melihat sikap dua orang pendekar yang sudah berlalu dari hadapannya. Kemudian, ia berpaling ke arah Panglima Pandu seraya berkata, "Lanjutkan perjalananmu, Anak muda! Kau sudah aman."Panglima Pandu tersenyum sambil menjura kepada pria berusia senja itu. Kemudian, sang panglima melangkah hendak menghampiri orang tua tersebut. Namun, belum sempat mendekatinya, tiba-tiba saja orang tua itu sudah hilang dari pandangan sang panglima. Entah ke mana perginya.Orang tua tersebut, pergi tanpa pamit sepatah kata pun. Seakan-akan tidak peduli kepada Panglima Pandu yang hendak menghampirin
Panglima Durga segera meloncat dari atas pelana kudanya, dan segera melangkah mendekati prajurit pemberontak yang gagah berani itu."Maksudmu kita bertarung sebagai seorang kesatria. Satu lawan satu untuk mengadu ilmu?" tanya Panglima Durga sedikit membentak."Benar sekali. Jika kau mau, kau orang yang pertama yang harus bertarung denganku!" jawab pendekar tersebut, tidak sedikitpun merasa gentar menghadapi Panglima Durga yang merupakan seorang pemimpin prajurit kerajaan Genda Yaksa."Baiklah, kita bertarung satu lawan satu. Siapa yang kalah berarti akan mati! Kau setuju?" tanya Panglima Durga."Ya, aku sangat setuju! Majulah!" Pendekar itu menantang sambil memasang kuda-kuda.Para prajurit kerajaan Genda Yaksa dan delapan orang pendekar dari pihak pemberontak saling berpandangan. Mereka tampak antusias menyaksikan detik-detik pertarungan dua orang kesatria itu.Panglima Durga memandang ke sekeliling tempat tersebut. Para pasukan kerajaan su
Keesokan harinya....Panglima Pandu pamit kepada ayahnya untuk berjalan-jalan sejenak menikmati suasana pagi, dan berniat hendak berkeliling desa yang telah lama ia tinggalkan itu."Apa perlu aku temani, Pandu?" timpal Reksa Pati menatap wajah Panglima Pandu."Tidak perlu, Reksa. Kau bantu rama saja untuk merapikan barang-barang yang hendak di bawa ke barak!" jawab Panglima Pandu lirih."Baiklah, kalau memang seperti itu. Tadinya aku mau mengantar kamu ke rumah Sri Widuri.""Besok saja! Sekalian kita ke rumahnya Paman Sogara. Aku mau mengajak Wandalika untuk ikut juga ke istana."Reksa Pati hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian, ia bangkit dan langsung masuk ke dalam rumah. Demikian pula dengan Panglima Pandu, ia langsung menghampiri Rabuta dan langsung naik ke atas punggung kudanya itu.Siang itu, Panglima Pandu menyempatkan diri bersantai sejenak di perkebunan milik para penduduk desa yang ada di pinggiran hutan tida
Setibanya di rumah, Panglima Pandu langsung memperkenalkan Jonggara kepada ayahnya dan juga kepada semua yang ada di kediaman tersebut."Ini adalah Jonggara, aku bertemu dengannya di perkebunan yang ada di pinggiran hutan," kata sang panglima mengarah kepada Wira Karma dan Damara yang sedang berada di beranda rumah sederhana itu."Senang bertemu dengan kalian," kata Jonggara merangkapkan kedua telapak tangannya sambil membungkukkan badan di hadapan Wira Karma dan Damara."Silahkan duduk, Ki Sanak!" ucap Wira Karma sambil tersenyum penuh keramahan."Terima kasih, Ki." Jonggara langsung melangkah dan duduk di hadapan Wira Karma dan Damara.Demikianlah, Wira Karma langsung langsung memerintahkan Reksa Pati untuk menjamu tamunya itu. Reksa Pati segera bangkit dan langsung melangkah masuk ke dalam rumah hendak menyiapkan makanan dan minuman untuk Jonggara yang baru tiba itu."Di mana Jalamangkara, Paman?" tanya Panglima Pandu kepada Damara yang t
Setelah itu, gua tersebut kembali hening. Sejenak, Jalamangkara menghentikan langkah, ia tampak kaget ketika melihat sesosok makhluk yang tiba-tiba muncul di hadapannya. Namun, makhluk itu tampak ketakutan saat berpapasan dengan Jalamangkara, dan langsung berlari kencang meninggalkan Jalamangkara.'Apakah makhluk itu merupakan sesosok siluman?' kata Jalamangkara bertanya-tanya dalam hati.Lantas, ia pun kembali melanjutkan langkahnya menyusuri gua tersebut sesuai yang diperintahkan oleh Ki Lembu. Jalamangkara sedikit mempercepat langkahnya hendak mengikuti makhluk yang sudah menampakkan diri di hadapannya.Tidak lama kemudian, Jalamangkara sudah berada di tempat yang dituju. Tampak seorang pria bertubuh kurus terkapar di mulut gua tersebut."Ya, Dewata agung! Siapa orang itu?" desis Jalamangkara.Dengan penuh kewaspadaan, ia langsung melangkah menghampiri orang tersebut."Aku harus memastikan bahwa orang itu masih hidup atau sudah m
Saat itu, Panglima Pandu dan kedua kawannya sudah memasuki hutan yang biasa menjadi tempat Jalamangkara melakukan pencarian bahan obat-obatan. Ia bersama Reksa Pati dan Wandalika melakukan pencarian ke pelosok-pelosok hutan dan bertanya ke setiap penduduk yang tengah beraktivitas mencari kayu di dalam hutan tersebut."Apakah kalian melihat Jalamangkara?" tanya Panglima Pandu kepada seorang penduduk yang ia temui di tengah hutan itu."Ki Jalamangkara yang tinggal bersama rama Panglima?" jawab orang tersebut balas bertanya kepada Panglima Pandu."Benar, Ki," sahut Panglima Pandu."Kami tidak melihat Ki Jalamangkara, Panglima. Sedari pagi kami di hutan ini, dan tidak bertemu dengan siap pun termasuk Ki Jalamangkara."Kemudian, seorang pria paruh baya melangkah menghampiri Panglima Pandu."Mohon maaf, Panglima. Kemarin pagi aku melihatnya, Ki Jalamangkara tengah berada di saung Ki Warka," terang pria paruh baya itu."Tidak ada, Ki. Menuru
Kedua pemuda itu tampak semringah, kemudian langsung memperkenalkan diri mereka kepada Jalamangkara."Perkenalkan, aku Marta dan ini kawanku namanya Jawira. Kami bekerja dengan Ki Adeng pemilik rumah ini sebagai buruh pencari kayu di hutan."Jalamangkara tersenyum lebar, kemudian berkata, "Aku Jalamangkara, aku tinggal di desa sebelah. Senang rasanya bisa berkenalan dengan kalian para pemuda baik.""Ki Sanak tinggal di rumah Ki Wira Karma, 'kan?" sahut Jawira balas bertanya sambil menatap wajah Jalamangkara.Jalamangkara tersenyum lebar. Lalu menjawab pertanyaan dari pemuda tersebut, "Benar sekali. Tapi ... kenapa kau tahu semua tentang aku?" Jalamangkara balas bertanya sambil mengerutkan keningnya.Jawira pun tersenyum dan langsung menjawab lirih pertanyaan dari Jalamangkara, "Kami tahu dari kepala dusun, kebetulan Ki Adeng pun mengenali Ki Wira Karma.""Maksudmu kepala dusun itu Ki Bayu Merta?""Benar, Ki Sanak. Ki Bayu Merta sangat
Setelah berlalunya Marta dan Jawira, para pemuda yang sudah membantu Panglima Pandu dalam melakukan pencarian terhadap Jalamangkara, langsung pamit kepada Wira Karma dan semua yang ada di rumah tersebut."Mohon maaf, Paman. Kami mohon undur diri sekarang, karena kami akan kembali melakukan pekerjaan di ladang," ucap salah seorang di antara keenam pemuda itu."Terima kasih banyak atas kepedulian kalian terhadap Jalamangkara. Kalian adalah para pemuda yang baik yang sudah rela mengorbankan waktu kalian demi membantu kami, semoga cita-cita yang kalian impikan segera terwujud," kata Wira Karma tersenyum lebar."Iya, Paman. Terima kasih atas doanya."Para pemuda itu menjura kepada Wira Karma, kemudian langsung pamit dan berlalu dari rumah tersebut.Sementara itu, Wandalika dan Reksa Pati, langsung melakukan perbincangan dengan Panglima Pandu di beranda rumah tersebut. Ada banyak hal yang disampaikan oleh Panglima Pandu kepada kedua sahabatnya itu, terut
Demikianlah, maka para prajurit itu langsung mundur dan menjauh dari posisi Senapati Pandu. Namun, meskipun demikian, beberapa orang di antara mereka tetap mengawal Senapati Pandu dari jarak sekitar lima tombak. Sementara para prajurit lainnya masih tetap melakukan serangan terhadap orang-orang dari kelompok pemberontak.Senapati Pandu langsung melompat ke arah Rangga Wihesa yang sedang bertarung sengit melawan Andaresta dan Ki Kusumo.Sebagian dari pasukan pemberontak saat itu sudah berhamburan ke ujung hutan untuk menyelamatkan diri dari serbuan para prajurit kerajaan Genda Yaksa.Pertempuran hari itu, benar-benar berjalan dengan begitu sengit. Pasukan Genda Yaksa tidak mau memberikan luang sedikit pun untuk para pemberontak beristirahat. Mereka terus digempur habis-habisan.Dalam pertarungan tersebut, Rangga Wihesa benar-benar merasakan tubuhnya bagaikan menjadi semakin terhimpit oleh kekuatan Andaresta dan Ki Kusumo. Itulah sebabnya, maka ia tidak mempunyai pilihan lain daripada m
Dengan demikian, pasukan yang dipimpin oleh Rangga Wihesa langsung berjalan bersama-sama dengan pasukan yang dipimpin oleh Senapati Pandu.Ketika para prajurit itu sudah tiba di tengah lembah. Tiba-tiba saja, terdengar suara seruan dari semak-semak yang ada di hutan tersebut, kemudian keluar sekelompok orang dengan mengenakan pakaian serba hitam.Secara serentak, mereka langsung melakukan serangan terhadap para prajurit kerajaan."Lawan mereka! Jangan biarkan mereka lolos!" seru Senapati Pandu menghunus pedangnya dan langsung membantu para prajuritnya melakukan perlawanan terhadap orang-orang tersebut Dengan demikian, para prajurit kerajaan Genda Yaksa langsung menggempur kelompok tersebut.Hanya beberapa menit saja, pertempuran itu telah berubah bentuk menjadi sebuah pertempuran yang begitu sengit."Apa yang Senapati katakan memang benar, para pelaku teror itu ternyata ada hubungannya dengan kelompok Andaresta," desis Rangga Wihesa yang baru saja berhasil menjatuhkan beberapa orang
Melihat pemandangan seperti itu, Rangga Wihesa dan para perwira senior saling berpandangan. Mereka tampak senang sekali, karena Mustika Sari sudah mulai membuka diri tentang perasaannya terhadap Senapati Pandu. Meskipun belum sepenuhnya terbuka.Namun hal itu, sudah dapat diartikan oleh Rangga Wihesa dan para perwira senior, bahwa sesungguhnya rasa suka dan rasa cinta dalam diri kesatria wanita itu sudah tumbuh semakin subur saja."Ya, sudah. Kalau memang demikian, kau dan pasukanmu tetap berada di lapis kedua, sementara aku dan Mustika Sari memimpin pasukan di barisan terdepan!""Nah, ini baru formasi yang bagus," sahut Rangga Wihesa sedikit bergurau kepada Senapati Pandu.Setelah selesai berbicara panjang lebar dengan sang senapati, Rangga Wihesa dan para perwira senior langsung pamit dan undur dari hadapan Senapati Pandu dan juga Mustika Sari."Kenapa kau masih ada di sini? Apakah kau tidak kembali ke tendamu?" tanya Senapati Pandu memandangi wajah Mustika Sari."Izinkan malam ini
Dengan demikian, Senapati Pandu memutuskan untuk menghentikan penyisiran tersebut. Ia meminta agar para prajuritnya beristirahat sejenak dengan mendirikan tenda-tenda perkemahan di tengah hutan itu. Karena penelusuran tersebut tidak mungkin dapat dilanjutkan lagi, mengingat waktu yang sudah semakin sore, dan sebentar lagi hutan tersebut akan gelap gulita."Sebentar lagi hari akan mulai gelap, sebaiknya kalian dirikan tenda di sini. Untuk sementara kita hentikan dulu penyisiran hari ini, esok pagi baru kita akan kembali melanjutkannya!" perintah sang senapati kepada para prajuritnya."Baik, Gusti Senapati," jawab mereka serentak.Kemudian, para prajurit itu langsung mendirikan puluhan tenda di sebuah padang rumput yang ada di tengah-tengah hutan belantara itu. Mustika Sari pun langsung mengatur anak buahnya untuk menyiapkan makanan dan minuman bagi para prajurit yang ikut dalam rombongan tersebut.Para prajurit wanita dengan dibantu puluhan orang prajurit pria langsung menyiapkan dapur
Setibanya di barak, Senapati Pandu dan Ki Bastari tercengang ketika mendengar keterangan dari Panglima Durga dan Rangga Wihesa yang menyatakan bahwa salah seorang prajurit yang ikut dengan mereka hampir saja binasa karena pengaruh sihir dari para penjahat itu."Sudah jelas sekali, mereka tidak dapat dipandang rendah. Terbukti bahwa mereka memiliki kesaktian yang sangat luar biasa," desis Senapati Pandu sambil menerawang jauh ke depan. Sorot matanya yang tajam menembus kegelapan malam di sekitaran barak tersebut."Selain itu jumlah mereka tidak sedikit, mereka sangat banyak dan berjumlah ratusan," ujar Panglima Durga."Besok siapkan 300 prajurit panah api, kita akan menyisir lokasi hutan yang ada di selatan sana!" tegas Senapati Pandu memberikan perintah."Apakah hamba ikut juga, Gusti Senapati?" tanya Ki Bastari dengan sikap hormatnya."Ki Bastari dan Panglima Durga tetap di sini! Ki Bastari mulai saat ini menjadi panglima prajurit mendampingi Panglima Durga, biarkan Rangga Wishesa da
Namun, setelah sekian lamanya mereka melakukan pencarian. Tak ada seorang pun yang mereka temui di hutan itu."Sudah menjelang pagi, sebaiknya kita kembali ke barak!" ajak Mustika Sari kepada para prajurit yang ikut dengannya."Baik, Nyai," jawab para prajurit itu secara bersamaan.Dengan demikian, maka Mustika Sari dan para prajurit tersebut langsung melangkah untuk keluar dari hutan tersebut, mereka hendak kembali ke barak.Sementara itu, rombongan Panglima Durga dan Rangga Wihesa masih tetap melanjutkan pencarian, bahkan mereka sudah berada di kedalaman hutan belantara itu hampir mendekati wilayah kerajaan Purba Yaksa."Kalian sudah pasti kelelahan, sebaiknya kita istirahat saja dulu!" kata Rangga Wihesa memberikan saran kepada lima orang prajurit yang ikut serta dalam pencarian tersebut.Salah seorang prajurit menyahut, "Baik, Raden."Demikianlah, maka mereka pun langsung beristirahat sejenak. Karena perjalanan dari barak menuju ke ujung hutan itu, bukanlah jarak yang dekat. Selai
Demikianlah, maka Panglima Durga langsung memilih enam orang prajurit yang ia percaya memiliki kemampuan tinggi dibandingkan para prajurit lainnya untuk ikut dengannya bersama Rangga Wihesa dalam melakukan penyisiran ke dalam hutan tempat pelarian para pelaku serangan itu. "Kalian harus membawa obor!" pinta sang panglima. "Baik, Panglima," sahut salah seorang dari keenam prajurit itu. Setelah menyalakan lima obor, keenam orang prajurit itu langsung melangkah mengikuti Panglima Durga dan Rangga Wihesa. Senapati Pandu dan para perwira senior lainnya hanya berdiri memandangi langkah Rangga Wihesa dan Panglima Durga serta enam orang prajurit yang sudah berjalan menuju ke arah hutan yang berada di depan barak pasukan kerajaan Genda Yaksa. Setelah itu, Senapati Pandu menghimbau kepada para prajurit yang bertugas menjaga keamanan di pintu gerbang area barak tersebut, agar mereka waspada dan jangan lengah. "Kalian harus waspada dan tidak boleh lengah! Karena ada kemungkinan para pelaku l
Setelah melakukan perjalanan selama tujuh hari tujuh malam, akhirnya Rangga Wihesa bersama Ki Bastari tiba di barak prajurit kerajaan Genda Yaksa. Mereka tiba pada malam hari, kedatangannya langsung disambut hangat oleh Senapati Pandu dan Panglima Durga beserta para perwira senior yang kebetulan tengah berkumpul di beranda barak. Senapati Pandu dan para perwira senior yang bertugas di barak tersebut langsung memberi hormat kepada kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari dengan membungkukkan badan dan merangkapkan kedua telapak tangan mereka secara bersamaan. Begitu juga yang dilakukan oleh para perwira senior, secara serentak mereka menjura kepada Rangga Wihesa dan Ki Bastari. Setelah itu, Senapati Pandu langsung mempersilakan Rangga Wihesa dan Ki Bastari untuk duduk. Dengan demikian, Rangga Wihesa dan Ki Bastari langsung duduk di atas tikar pandan yang digelar di beranda barak tersebut. Setelah duduk, Rangga Wihesa langsung memperkenalkan Ki Bastari kepada Senapati Pandu dan para perw
Pagi harinya .... Sebelum matahari terbit, Rangga Wihesa langsung pamit kepada Widiarti Puja dan juga kepada Patih Wira Karma serta para petinggi istana kepatihan kuta Dalam Genda. Setelah pamit, ia langsung melangkah menuju pintu gerbang istana kepatihan, kuda yang hendak ditungganginya dituntun oleh seorang prajurit yang mengikutinya dari belakang. Ketika sudah berada di hadapan para prajurit penjaga keamanan istana, Rangga Wihesa berpesan, "Selama aku pergi ke wilayah perbatasan, kalian harus hati-hati dalam menjaga keamanan istana kepatihan!" "Baik, Gusti Pangeran. Hamba akan bersungguh-sungguh dalam melaksanakan titah ini!" tegas salah seorang pimpinan prajurit keamanan itu sambil menjura. Rangga Wihesa tersenyum lebar, kemudian langsung naik ke atas kuda, dan memacu derap langkah kudanya meninggalkan istana kepatihan menuju perbatasan tempat ribuan prajurit sedang bertugas mengamankan wilayah tersebut dari gangguan kelompok-kelompok pemberontak. Untuk menuju ke tempat yang