Setelah meninggalkan apartemen Kayla, Theo hendak pergi ke kantor, tetapi Evi meneleponnya untuk menyuruhnya pulang.Begitu mobil berhenti, dia memijat keningnya dengan tertekan dan menghabiskan sebatang rokok sebelum turun dari mobil.Suasana di ruang tamu sangat mencekam.Warni tidak berada di sana. Ayah dan ibunya duduk di sofa dengan ekspresi dingin, mereka bahkan tidak menoleh ke arahnya ketika dia membuka pintu.Theo mengganti sepatunya sambil memanggil, "Ayah, Ibu."Saat dia hendak duduk, Evi sudah mendeliknya dengan tajam. "Apa aku menyuruhmu duduk? Benar juga, sekarang Pak Theo sangat berkuasa. Bercerai pun nggak mengabari terlebih dahulu, duduk di sofa bukanlah apa-apa!"Theo tercengang.Dia sudah menduga Evi akan marah ketika mengetahui hal ini. Awalnya, dia hendak mencari waktu yang tepat untuk memberi tahu Evi, tak disangka kabar perceraiannya malah menjadi berita utama.Dia berkata dengan tidak berdaya, "Bu, kalau Ibu marah, boleh memarahiku. Jangan katakan hal-hal aneh s
Awalnya Evi datang untuk mengajak Kayla pergi jalan-jalan sekalian menguji isi hati Kayla. Tak disangka, dia akan melihat pemandangan seperti ini. Senyuman di wajahnya membeku, pemandangan ini sontak membuat wanita cerdas sepertinya menganga. "Ini, duriannya makanlah. Kayla, mari bertemu di lain hari, kamu ...."Dia melirik ke arah Nathan. Melihat tatapan posesif Nathan, dia pun tidak tahu harus berkata apa dan terpaksa menarik Theo pergi.Sebelum Kayla mengucapkan sesuatu, keduanya sudah pergi.Ketika pintu lift tertutup, dia langsung menurunkan tangan Nathan yang berada di pinggangnya. "Kamu kurang kerjaan? Sengaja cari masalah dengannya?""Bukannya dia yang kurang kerjaan? Sudah berpisah masih saja menggunakan berbagai cara untuk muncul di hadapanmu. Apa dulu kamu menikah dengannya karena dia terus mengganggumu?"Melihat Kayla hendak berbalik dan masuk ke dalam, Nathan pun mengikutinya, tetapi dihentikan oleh sebuah tangan. "Aku harus bekerja, pergilah. Aku nggak akan berpikiran sem
Sudut mulut Theo tiba-tiba mengerut. Dia mengalihkan pandangannya sambil berkata, "Pak Martin juga sudah dengar. Aku nggak berjodoh dengan putri Bapak. Tolong kembalikan uang yang kuberikan dalam waktu seminggu."Saat ini, ekspresi Martin berubah drastis. Jumlah uang yang Theo berikan dulu tidaklah kecil. "Dulu kamu memberikannya secara sukarela, kenapa malah memintanya kembali?""Aku memberimu uang agar kamu berhenti menggangu istriku. Karena sekarang kami sudah bercerai, apa yang kamu lakukan padanya nggak ada hubungannya denganku. Soal sukarela ...." Theo meletakkan pena perekam suara di atas meja. "Pak Martin, apakah kamu ingin mendengar apa yang kamu katakan saat itu?"Ekspresi Martin berubah muram. Dia menggertakkan giginya sambil berkata, "Nggak usah."Ponsel Theo yang berada di atas meja berdering. Dia melirik nama penelepon, lalu berkata, "Maaf, aku pergi menjawab telepon dulu." Setelah berkata demikian, dia bangkit dan berjalan keluar.Martin menatap Kayla dengan galak. "Ruju
Theo mengangkat matanya untuk memandang Davin. Kemudian, dia berkata dengan nada dingin, "Apa kamu memesan seisi pesawat?"Davin terdiam."Baru bercerai sudah nggak sabar mengajakmu pergi menemui orang tua?"Davin tidak menjawab dan memilih untuk mengabaikan Theo.Di sepanjang perjalanan, suasana di kabin kelas satu sangat dingin, bahkan disertai dengan aura mencekam.Setelah pesawat mendarat dan sinyal di ponsel kembali aktif, Kayla melihat pesan yang dikirimkan pamannya. Pamannya akan datang menjemputnya ke bandara.Pamannya adalah pria yang menurut pada istri dan bibinya hanya peduli pada uang. Jadi, selama beberapa tahun ini, kedua keluarga hanya saling mengirimkan salam saat Tahun Baru.Dia menelepon pamannya hanya untuk memberi tahu bahwa dia akan pergi mengunjungi makam kakeknya. Bisa dibilang ini hanyalah formalitas, dia bahkan sudah memesan hotel.Setelah membalas "oke" pada pamannya, Kayla bangkit dan berjalan mengikuti arah keluar. Ketika melewati kabin kelas satu, semua kur
Di sisi lain, Vino terus mengobrol dengan Theo agar Theo memiliki kesan baik padanya. Dia berharap Theo akan memberikannya jabatan yang bagus, seperti pejabat eksekutif.Dengan begitu, dia hanya perlu duduk di kantor setiap hari, menikmati udara dingin, minum kopi dan memerintahkan bawahan pergi bekerja."Kak Theo, setiap tahun aku mendapatkan beasiswa dari sekolahku. Guru-guru memujiku ...." Ketika dia sedang berbicara dengan penuh semangat, kakinya tiba-tiba terasa sakit. Theo bergegas keluar dari lift dan menabrak Davin yang sedang menggenggam tangan Kayla.Davin buru-buru melepaskan tangan Kayla dan mengulurkan tangannya untuk memegang Vino.Setelah menstabilkan langkahnya, Vino pun berbalik sambil mengumpat dalam hati, 'Sial, siapa yang menginjakku.'Selain orang tuanya yang berada di lift, ekspresi semua orang sangat dingin. Namun, sepertinya orang tuanya lebih kebingungan daripada dia. "Vino, kenapa masih berdiri di luar sana? Cepat masuk, pintu akan segera tertutup."Theo mengu
Rokok di tangan Theo sudah terbakar habis hingga percikan api mengenai ujung jarinya. Theo menekan puntung rok ke dalam asbak dengan santai. "Aku tahu."Kayla menatapnya sambil tersenyum sinis. Meskipun dia tidak membongkar kebohongan Theo, maksud dari senyumannya sangat jelas.Acara makan-makan ini berakhir dengan canggung.Setelah selesai makan, pamannya Kayla mengajak mereka ke rumah.Kayla menolak. "Setelah melakukan perjalanan yang panjang seharian, aku ingin kembali ke hotel untuk beristirahat. Besok, setelah memberikan persembahan pada Kakek, aku akan pergi mengunjungi Paman dan Bibi."Rika tidak mungkin membiarkan Kayla pergi begitu saja. Meskipun Kayla berkata demikian, tidak ada yang tahu apakah Kayla akan pergi mengunjungi mereka. Bagaimana kalau Kayla langsung kembali ke Kota Bapura tanpa berpamitan? Mereka harus mencarinya ke mana?Hal ini menyangkut masa depan putranya, dia harus mengawasi Kayla dari dekat.Dia segera meraih lengan Kayla dan menariknya ke dalam mobil. Dia
Theo keluar dari kamar mandi. Melihat orang yang berbaring di atas kasur, ekspresinya langsung berubah. "Kenapa kamu berada di sini?"Entah dari mana Davin mendapatkan buku kimia SMA, dia sedang membaca buku itu. Mendengar pertanyaan ini, dia menjawab tanpa mengangkat kepalanya. "Dia nggak ingin tidur bersamamu.""Aku juga nggak mau tidur bersamamu. Kalau kamu bersikeras untuk tidur di sini, tidurlah di lantai."Akhirnya, Davin mengalihkan pandangannya dari buku itu. Dia melirik ke arah Theo, lalu berbaring di hadapan Theo sambil memejamkan mata untuk tidur.Theo bukanlah orang yang harus tidur di kasurnya sendiri, tetapi malam ini dia agak sulit tidur. Dia duduk di sofa yang ada di balkon, lalu menikmati pemandangan malam luar sambil merokok dengan tenang.Meskipun cuaca di Kota Gabara lebih panas daripada di Kota Bapura, cuaca di sini lembap dan disertai dengan angin sepoi-sepoi.Balkon dan kamar tidur dipisahkan dengan sebuah pintu geser. Saat ini pintu itu tertutup sehingga udara h
Kayla menggertakkan giginya. Kalau bukan karena dia kesakitan hingga tidak memiliki tenaga, dia sungguh ingin bangun untuk menutup mulut Theo!Theo, kamulah sapi itu, seluruh keluargamu adalah sapi!Perawat itu tidak membiarkan Theo memarahinya. Bertugas di Unit Gawat Darurat pada malam hari saja sudah cukup menguras tenaga, apalagi kalau bertemu dengan anggota keluarga pasien yang menyebalkan. Kalau ada yang berani mempertanyakan profesionalitas kerjanya, dia tidak akan tinggal diam. "Kalau nggak ditekan, kita mana tahu dia sakit maag, sakit perut, usus buntu atau batu empedu?"Menghadapi pertanyaan ini, Theo pun terdiam.Perawat itu memberikan papan nomor sambil berkata, "Pergi ke ruangan nomor 7, antrean berikutnya."Melihat Theo tidak membantah, Kayla pun lega. Dia bangkit dan hendak berjalan sesuai instruksi perawat, tetapi Theo langsung membungkukkan badan untuk menggendongnya. "Senang?"Kayla tidak ingin menjawab pertanyaan yang dapat menimbulkan perselisihan ini, dia menoleh sa
Sembari berbicara, Lilya terus melirik Celine dengan sudut mata. Sekarang, dia sangat merasa bersalah dan ingin melakukan sesuatu untuk menebus kesalahannya. Karena emosi ini, Lukas yang selalu diutamakan sejak kecil pun turun pangkat.Namun, Lukas tidak tahu apa-apa. Dia membelalakkan matanya dengan kaget sambil bertanya dengan kesal, "Bu, racun apa yang dia berikan pada Ibu sampai membuat Ibu membelanya seperti ini? Lihatlah luka di wajahku ini, ini yang namanya menguji?"Sembari berbicara, dia membungkuk untuk memperlihatkan memarnya pada Lilya. "Dia ingin membunuhku, Ibu masih membelanya."Hasan yang berada di dalam ruangan mendengar ucapan ini, dia mengerutkan kening sambil berkata, "Diam kamu, kamu itu pria, luka sekecil ini membuatmu menjerit seperti ini?"Dia menatap wajah Lukas yang dipenuhi dengan memar sambil berkata dengan nada menghina, "Dipukuli oleh wanita masih berani mengadu.""Lalu apa yang bisa lakukan? Ayah nggak mengizinkanku memukul wanita, apa lagi yang bisa kula
Percakapan macam apa ini? Carlos tidak sanggup? Masih perlu membuktikan?Revin diam-diam mengangkat sekat, dia takut Carlos akan membungkamnya. Dengar-dengar, kebanyakan pria yang kekurangan dalam hal tersebut memiliki gangguan mental, pantas saja sifat Carlos sangat aneh.Di kursi belakang, Carlos menatap Celine dengan tajam, seolah-olah ingin menggali dua lubang di tubuh Celine. "Kamu nggak puas dengan keterampilanku?"Celine berpikir sejenak sebelum menjawab dengan serius, "Delapan dari sepuluh kali kamu hanya berbaring, apa kamu pantas menanyakan hal seperti ini?""Aku hanya berbaring diam? Siapa yang meminta berhenti di tengah proses? Siapa yang pergi setelah dirinya terpuaskan?" Dia menatap Celine sambil tersenyum dingin. "Celine, semoga kelak kamu nggak nangis."Jarak hotel itu tidak jauh. Ketika mereka masih berbicara, mobil sudah berhenti.Carlos berkata, "Turun.""Untuk apa?" Celine tidak menyangka Carlos akan menggunakan alasan bertemu dengan Hasan untuk membawanya ke hotel.
Di bawah penerangan cahaya, Celine membantu Lyon merapikan celana dan Lyon pun menunduk untuk menatapnya. Jalanan yang terlihat melalui jendela di belakangnya. Terkadang, ada pejalan kaki yang lewat dengan kepala tertunduk sehingga membuat suasana di toko menjadi lebih hangat.Lyon menatap cermin berulang kali, lalu berkata dengan serius, "Bagus."Celine mengangguk. "Bayar pakai kartu atau QRIS?"Ekspresinya sangat datar, dia sama sekali tidak terlihat gembira saat ada yang memuji karyanya. Singkatnya, dia tidak tampak seperti desainer, melainkan seperti robot penghasil uang yang tidak berperasaan.Lyon tertegun sejenak, lalu berkata sambil tersenyum pasrah, "Kamu ....""Celine." Terdengar suara Carlos dari pintu.Celine menoleh ke arah datangnya suara. Carlos berdiri di bawah lampu, sosoknya yang tinggi, ekspresinya yang muram dan suaranya yang berat memancarkan suatu aura mendominasi. Celine mengerutkan kening sambil bertanya dengan acuh tak acuh, "Ada urusan apa datang ke sini?"Set
Mendengar ucapannya, Merlin membelalakkan matanya dengan kaget. Masalah ini tidak boleh dibicarakan di depan orang tuanya, sekarang, tindakan sekecil apa pun dapat menghancurkan harapan terakhirnya.Dia sudah berusaha keras selama bertahun-tahun untuk membangun citra gadis baik, tidak boleh dirusak begitu saja."Kamu masih tahu malu, nggak? Di satu sisi, kamu nggak berharap merasakan kasih sayang dari mereka, tapi di sisi lain, kamu malah mengadu. Tindakanmu ini disebut munafik."Celine mendengus dingin. Dia sama sekali tidak menyembunyikan niatnya, dia ingin memanfaatkan Keluarga Tomson untuk mencapai tujuannya. "Kalau aku nggak meminta orang lain menaklukkanmu, apa aku harus mengambil pisau dapur dan bertarung nyawa denganmu? Merlin, sadarlah, sekarang masyarakat dikendalikan oleh hukum."Merlin tercengang.Kata-kata yang dilontarkan Celine bagaikan sindiran untuk diri sendiri. Masyarakat hukum? Dia mencelakai begitu banyak orang, beraninya mengatakan masyarakat dikendalikan oleh huk
Tentu saja, Carlos tidak akan melakukan apa pun pada Celine. Baik dari segi didikan maupun karakter yang tertanam dalam dirinya, dia tidak akan melakukan hal tidak senonoh seperti memerkosa wanita.Selain itu, dia menemukan Celine bukan sengaja memprovokasinya, melainkan benar-benar tidak bereaksi terhadap sentuhannya.Kening Carlos diselimuti dengan hawa dingin, tatapannya yang tajam tertuju pada badan Celine. Pakaian Celine berantakan, leher dan lengan Celine dipenuhi dengan bekas merah. Celine pun menatapnya dengan linglung, seolah-olah baru dilecehkan secara brutal.Jelas-jelas dia tidak mengerahkan banyak tenaga, bahkan sudah mengontrol tenaganya, tetapi bekas sekecil apa pun tampak sangat mencolok di kulit putih Celine.Carlos mengatupkan bibirnya untuk menahan suatu emosi yang tak dapat diluapkan, lalu mengulurkan tangannya untuk membuka laci di samping tempat tidur. Memang benar, terdapat beberapa botol obat. Setelah beberapa saat, dia baru mengucapkan satu kalimat, "Celine, ka
Melihatnya marah, Ratna yang berada di samping pun berkata dengan getir, "Pak, Nyonya sudah tidur."Carlos hanya melirik Ratna dan langsung naik ke atas dengan galak. Saat melewati ruang tamu, dia melihat dua lembar kertas A4 di atas meja. Meskipun dia tidak melihat tulisan di atas kertas dengan jelas, dia tahu kata-kata apa yang tertera di atas kertas.Pembuluh darah di wajahnya berkedut. Dia bertanya dengan nada dingin, "Apa juga ada di meja makan? Dia meletakkan kertas itu di setiap tempat yang aku lalui?"Ratna tidak bersuara, artinya dia membenarkan dugaan Carlos.Setelah terdiam selama beberapa menit, Carlos tertawa dengan marah. Celine bertekad untuk menceraikannya?Dia bergegas ke atas dengan ekspresi dingin. Seketika, percikan api di hatinya langsung menyala saat mengetahui Celine mengunci pintu. Dia menahan amarahnya, lalu mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu.Setelah beberapa saat, pintu terbuka. Celine menahan pintu agar Carlos tidak bisa masuk. "Ada urusan apa?"Carlo
Shanny baru sadar kamera ponselnya mengarah ke belakang orang-orang itu. Dia mengangkat ponselnya dan berjalan ke hadapan orang-orang itu dengan santai. "Astaga, kok bisa dipukuli sampai memar seperti ini, mungkin ibu kandungmu pun nggak mengenalimu lagi."Celine pun tidak bisa mengenali orang itu sebelum mendengar suara memohon yang familier. "Nona Celine, Nona Celine, kami sudah tahu salah, kami nggak seharusnya menindasmu. Tolong ampuni kami, tolong minta Paman Hasan jangan pergi mencari orang tua kami lagi."Dia membela diri dengan terisak-isak. Kalau dia masih memiliki cara lain, seorang pria dewasa sepertinya tidak akan memohon ampun di pinggir jalan. Meskipun reputasinya buruk dan dia tidak terlalu mementingkan harga diri, siapa yang akan menginjak harga diri sendiri?"Aku memang pernah memukulmu dulu, tapi kamu juga memukulku. Bisa dibilang kita hanya berselisih, bukan menindas secara sepihak. Beberapa waktu lalu kamu mematahkan satu kakiku dan aku pun nggak pergi mencarimu."S
Sepertinya suasana hati Celine sangat baik, dia meluapkan semua emosinya yang terpendam selama ini. Dia menopang dagunya sambil melebarkan senyuman di sudut bibirnya. Dari sisi mana pun, senyuman ini tampak sangat provokatif dan bibir merahnya sedikit terbuka.Melihatnya hendak mengatakan sesuatu, Carlos mengerutkan kening dan langsung menyelanya, "Diam."Dia hanya bisa berpikir bahwa Celine sengaja membuatnya kesal karena sudah dicueki selama dua tahun ini. "Dulu siapa yang bersikeras ingin menikah denganku?"Celine mengangkat kepalanya untuk meneguk habis arak di dalam gelas. Cairan dingin mengalir ke tenggorokannya dan masuk ke perutnya. Detik berikutnya, sensasi terbakar pun menyebar dari perutnya ke sepanjang pembuluh darah di tubuhnya.Perlahan-lahan muncul rona merah di kulit putihnya. Matanya berkilau, seolah-olah sedang dimasuk cinta.Melihat gelas kosong di tangan Celine, kerutan di alis Carlos menjadi makin dalam. "Apa kamu sapi? Siapa yang mengajarimu cara meminum arak?"Aw
Carlos hendak membungkuk untuk memeriksa kondisi Merlin. Mendengar ucapan ini, dia tidak tahu apakah dirinya harus melanjutkan tindakannya.Lilya yang berada di luar mendengar kebisingan dari kamar Celine. Dia mengira Celine terjatuh karena tidak leluasa bergerak, dia bergegas memasuki kamar. "Celine, ada apa?"Begitu selesai berbicara, dia langsung melihat Merlin yang terbaring diam di atas lantai. "Merlin ... kok bisa pingsan? Carlos, cepat telepon ambulans. Hasan, Hasan ...."Celine menyela teriakannya. "Dia pura-pura."Lilya berhenti berteriak, dia menatap Celine dengan kaget. "Kalau nggak percaya, tusukkan saja beberapa jarum ke tubuhnya. Kujamin dia akan melompat tinggi."Setelah dia selesai berbicara, Merlin yang berbaring di lantai mengerang pelan dan tampak sangat kesakitan. Dia memegang kepalanya sambil membuka mata. Begitu membuka mata, dia melihat sekeliling dan pada akhirnya pandangannya tertuju pada Carlos. "Kak Carlos, ada apa denganku?"Carlos tertegun.Begitu pula deng