Yolanda tidak ada di dalam sana, hanya Jefri yang ada di kamar rawat.Begitu melihat Sara masuk, Jefri hanya melirik wanita itu dengan ragu.Sara terdiam melihat sorot tatapan Jefri, seolah teringat Jefri sudah mengatakan tidak ingin bertemu dengannya lagi.Sara berdiri di depan pintu menatap Jefri. Setelah berpikir sejenak, Sara pun mengumpulkan keberanian dan berjalan mendekat."Gimana ... kabarmu?"Siang tadi Sara awalnya datang untuk bertanya tentang apa yang terjadi, tetapi begitu melihat wajah pucat Jefri, dia refleks bertanya dengan khawatir.Jefri mengabaikan Sara, seolah-olah tidak ingin berbicara ataupun melihat Sara lagi.Sara jadi tidak tahu harus berkata apa. Dia berdiri di samping ranjang rumah sakit dengan canggung, lalu akhirnya menggertakkan gigi dan bertanya."Aku mau tanya, kenapa tadi kamu memukul Sandy?"Pertanyaan itu tentu saja kembali menghantam Jefri dengan kencang."Kenapa? Kamu merasa sakit hati karena aku memukulinya?""Bukan begitu, aku cuma takut kamu ....
Keesokan harinya, setelah Wina bangun dan membawa Gisel ke mobil, hal pertama yang dia lakukan adalah menelepon Sara."Sara, kamu sudah menengok Jefri?""Ya, sudah ...."Sara yang sedang sarapan hanya menjawab dengan linglung.Wina sontak terdiam mendengar nada bicara Sara yang tenang seolah-olah dia tidak peduli pada Jefri."Terus, konflik kalian sudah beres?"Aulia memberi tahu Jihan alasan di balik kecelakaan mobil Jefri.Jadi, tentu saja Wina sudah tahu bahwa Jefri mengemudi dalam keadaan mabuk dan mengalami kecelakaan mobil gara-gara melihat Sara dan Sandy berciuman.Wina mengira karena Jefri dan Sara sedang bertengkar, perselisihan mereka pasti bisa reda apabila Sara menjenguk Jefri yang sedang terluka."Pacarnya ada di sana, jadi aku nggak perlu mengurusnya."Wina sontak termangu bingung."Siapa pacarnya ...?"Jika Jefri punya pacar, dia pasti akan memamerkan wanita itu. Kenapa akhir-akhir ini Wina belum pernah melihat sosok wanita apa pun di sekitar Jefri?"Yolanda, pacarnya ya
Sara akhirnya menutup telepon dari Wina. Kebetulan Bibi Nelsa sedang mempersilakan Sandy masuk. "Dokter Sandy sudah sarapan? Mau kubawakan bubur?"Sandy menolak dengan sopan, "Terima kasih Bibi Nelsa, tapi nggak usah. Aku sudah sarapan kok ...."Bibi Nelsa lebih menyukai Sandy yang sopan ketimbang Jefri yang selalu bersikap sok dan cenderung menindas Sara.Setelah membandingkan kedua pria itu, Bibi Nelsa pun mengajak Sandy ke ruang makan sambil tersenyum, "Sara, Dokter Sandy sengaja datang pagi-pagi buat menemuimu ...."Begitu melihat Sandy datang, Sara yang awalnya berniat menemui Sandy pun mempersilakan Sandy duduk.Bibi Nelsa membawakan sisa sarapan Sara, lalu menyuguhkan dua cangkir kopi.Setelah Bibi Nelsa selesai, Sara pun menatap Sandy. "Aku awalnya berniat menemuimu, tapi ternyata kamu sendiri yang ke sini."Sandy tidak bertanya kenapa Sara ingin menemuinya. Dia menggenggam tangan Sara dan meminta maaf dengan tulus,"Sara, aku minta maaf sudah kelewat egois kemarin. Jelas-jelas
"Kalau menurutmu tindakanku ini tercela, silakan kamu putus denganku. Aku juga nggak akan mempermasalahkannya, cuma ...."Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menggenggam tangan Sara lagi dengan erat."Aku sudah menyukaimu sejak SMA, perasaanku padamu itu tulus dan nggak pernah berubah. Kalau bukan karena Tuan Muda Jefri, aku nggak akan seperti ini ...."Sandy pun menjelaskan apa yang terjadi kemarin. Dia mengakui kesalahannya, mengungkapkan keegoisannya dan segala keluhannya tentang Jefri. Sekarang, Sandy memberikan Sara kesempatan untuk memutuskan ...."Sekarang, terserah kamu mau melepaskan tanganku atau nggak."Sara menatap Sandy yang terlihat begitu jujur dan serius, untuk sesaat dia menjadi kebingungan."Aku ....""Aku tahu kamu sebenarnya masih lebih memilih Jefri. Kalau memang kamu mau berpisah dariku dan memilih dia, aku juga nggak akan menghentikanmu."Sara masih lebih memilih Jefri ....Ya, Sara tahu dia memang bersikap tidak adil terhadap Sandy karena sama-sama tidak bisa me
Kehangatan yang datang dari sela-sela ujung jarinya membuat Sara perlahan menghentikan gerakannya.Dia menengadah menatap Sandy. Rambut Sandy tampak acak-acakan dan basah oleh keringat dingin. Penampilan Sandy saat ini benar-benar berbeda dengan kesan anggun pada pertemuan pertama mereka. Ini semua gara-gara Sara ....Demi menjaganya, Sandy sampai melakukan berbagai macam cara, termasuk trik tarik ulur seperti sekarang. Sara juga menyadari soal itu, tetapi Sandy sudah mengakui alasannya dengan jujur. Ini semua karena keterikatan Sara dengan Jefri ....Darah di punggung tangan Sandy mengalir ke bawah dan mengenai tangan Sara, menyebabkan Sara mengangkat tangannya lagi setelah terdiam lama dan lanjut menghentikan pendarahan di tangan Sandy."Apa kamu dan orang tuamu sudah menentukan waktu untuk bertemu?"Sandy sontak menatap Sara dengan bingung."Ya, sudah, mereka akan kembali ke sini bulan depan."Sandy pun menambahkan."Tenang saja, begitu aku pulang, aku akan menelepon mereka dan meny
Wina yang sedang menggambar pun meletakkan pena dan penggarisnya, lalu mengangkat ponselnya."Sudah memikirkannya dengan jelas bagaimana?""Aku setuju untuk berkencan dengan Sandy hanya karena aku marah pada Jefri. Aku egois, tapi dia tulus. Selama ini, Sandy cuma akan bersikap keterlaluan apabila Jefri terlibat. Selebihnya dia selalu baik banget ...."Wina langsung menyadari bahwa Sara tetap memilih untuk memaafkan Sandy sekalipun sudah tahu apa yang pria itu lakukan. Namun ...."Terus, gimana dengan Tuan Muda Jefri? Dia pasti merasa kesal karena sudah menderita begini."Maksud Wina adalah menasihati Sara agar mempertimbangkan perasaan Jefri pula.Saat teringat akan Jefri yang disakiti, Sara merasa begitu marah hingga matanya berkaca-kaca dan seluruh tubuhnya gemetar. Sebisa mungkin Sara berusaha menekan rasa bersalahnya."Wina, aku sudah berjanji akan menemui orang tua Sandy dan menikahi pria itu suatu saat nanti.""Aku sendiri yang memprovokasi Sandy. Aku nggak mungkin mendorongnya
Saat Sara menunggu lampu lalu lintas, dia melihat toko-toko di jalan dan teringat bahwa Jefri mengatakan bahwa dia paling suka makan permen rasa jeruk.Saat itu, Sara sedang bersandar di pelukannya dan bertanya kenapa dia suka makan makanan yang disukai anak perempuan.Jefri bilang pada malam tulangnya patah, dia mengandalkan permen itu untuk mengatasi rasa sakitnya.Sara menatap toko itu. Setelah berpikir sejenak, dia menghentikan mobilnya dan masuk. Lama sekali Sara mencari sebelum akhirnya menemukan permen rasa jeruk.Dia membeli banyak permen, lalu membawanya ke kamar rawat Jefri ....Ternyata ada banyak orang di dalam sana, kebanyakan dari mereka adalah teman-teman Jefri. Mereka terdengar heboh dan sedang berusaha membuat Jefri tertawa.Jefri sendiri terlihat biasa saja, tetapi ekspresinya berubah saat melihat Sara di antara kerumunan.Begitu melihat Sara datang, Artha langsung membuat alasan dan mengajak teman-teman mereka pergi.Begitu mereka pergi, hanya Sara dan Jefri yang ter
Menatap mata Jefri yang makin merah, Sara refleks mengepalkan tangannya."Sandy pada dasarnya nggak salah, jadi aku nggak punya alasan untuk putus darinya. Tapi, aku tahu aku harus minta maaf sudah menuduhmu. Itu makanya aku ke sini."Jefri sontak merasa seperti orang bodoh. Sara anggap apa dia? Orang yang langsung luluh hanya karena diberikan sebuah permen dan bersedia memaafkan Sara dalam waktu kurang dari satu menit?"Oh, jadi kamu nggak bakal putus darinya selama dia pada dasarnya nggak salah? Apa kamu baru mau pisah kalau dia sudah selingkuh seperti mantan suamimu?""Kalau memang ya, Sara, itu berarti kamu nggak bisa memahami karakter orang. Salahmu sendiri kalau kamu selalu berujung ditinggalkan!"Kata-kata Jefri benar-benar tajam menohok.Sorot tatapan Sara pun langsung berubah menjadi lebih sendu."Sekalipun aku harus dicampakkan, itu nggak ada hubungannya denganmu, Jefri ...."Jefri pun tertawa dengan marah."Nggak ada hubungannya denganku? Oke, kalau gitu kenapa kamu masih du
Lama sekali Jodie hanya tertegun setelah menerima berita kematian Wina, tetapi akhirnya bergegas dan mengantar kepergian Wina ke tempat peristirahatan terakhirnya. Setelah semua orang meninggalkan pemakaman, Jodie mengelus batu nisan Wina dengan penuh rindu."Wina."Jodie perlahan berjongkok sambil bertopang pada batu nisan Wina dan menatap wajah Wina dalam foto dengan matanya yang sudah menua ...."Nggak disangka, ya?""Ternyata begitu aku jatuh cinta, rasa cintaku bisa bertahan selama ini," gumam Jodie sambil mengangkat alisnya. "Aku saja nggak tahu kalau aku ternyata tipe orang yang sepenyayang ini."Jodie menatap foto itu dan tersenyum. "Sampai-sampai ... aku merasa nggak ada satu wanita lain pun yang menarik perhatianku. Tuh Wina, aku nggak kalah dari Jihan, 'kan?"Namun, yang menjawab Jodie adalah bunyi kepak sayap burung yang terbang di pemakaman. Setelah semua binatang itu pergi, yang tersisa hanyalah keheningan. Sama heningnya seperti rasa cinta yang selama ini Jodie pendam da
Sebelum kehidupan Wina berakhir, yang terlintas di benaknya adalah rasa cinta yang Jihan sembunyikan selama lima tahun itu ....Saat membalikkan tubuhnya dan bangun, Wina bisa melihat tubuhnya dipeluk dengan erat oleh sepasang lengan yang kuat dan bertenaga. Jika itu bukan cinta, lantas apa ....Wina juga bisa melihat suasana makan di akhir pekan itu dengan jelas. Jihan yang duduk di depannya sesekali melirik Wina melalui ekor matanya. Jika itu bukan karena Jihan sudah lama menyukainya waktu, lantas apa ....Apalagi setelah Jihan selesai melakukannya. Dia akan menggendong dan membiarkan Wina berbaring tengkurap, lalu mengusap-usap punggung Wina untuk menidurkannya seperti anak kecil ....Rasa cinta Jihan terwujud dalam hal-hal kecil. Mungkin sekilas tidak terlihat jelas cinta macam apa itu dan hanya Jihan sendiri yang tahu betapa dia menyayangi dan mencintai Wina ....Mata Wina tidak bisa lagi terbuka, rasanya jiwanya tersedot keluar. Dia tidak punya tenaga lagi untuk bangkit, dia juga
Wina mengelus bagian belakang kepala Delwyn, ekspresinya terlihat sangat tenang seolah-olah dia sudah berdamai dengan kenyataan. "Kapan kamu akan menikah?"Tubuh Delwyn sontak menegang, air mata menggenangi pelupuk matanya. Dia pun perlahan menengadah dan melepaskan Wina. "Ibu ... aku ... aku belum bertemu dengan gadis yang kusuka."Wina bisa melihat pantulan dirinya dari bola mata Delwyn, jadi dia menyentuh wajah putranya. "Kamu lihat sendiri betapa menderitanya ibumu tetap bertahan hidup. Masa kamu nggak mau membiarkan Ibu menyusul ayahmu?"Sewaktu kecil Delwyn dikekang oleh orang tuanya, tetapi sekarang setelah besar, giliran dia yang mengekang orang tuanya. Karena hanya pengekangan ini saja yang bisa mencegah Delwyn menjadi yatim piatu. Jadi ... biarkan Delwyn menjadi egois untuk kali ini saja ....Delwyn meraih lengan Wina dan memohon, "Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Aku akan menemukan gadis yang kusuka dan menikahinya, oke?"Wina tidak tega menyakiti hati putranya, jadi dia me
Demi putranya, Wina sama sekali tidak mengikuti Jihan. Namun, rambut Wina mendadak beruban dalam satu malam dan wajahnya seolah menua sepuluh tahun. Kerutannya sontak tampak lebih kentara, tatapan matanya selalu terlihat kosong.Di depan makam Jihan, Wina meminta Jihan untuk menunggunya. Sekarang Wina sudah punya anak, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu dengan asal. Nanti setelah putra mereka menikah, barulah Wina akan pergi menyusul Jihan. Jika Jihan ternyata tidak menunggunya, Wina akan menarik kembali janjinya tentang kehidupan selanjutnya sehingga mereka tidak akan pernah bertemu lagi ....Wina tidak menghadiri pemakaman Jihan. Itu sebabnya dia akhirnya terbangun, lalu berjalan ke makam Jihan dengan tubuh yang terhuyung-huyung. Tidak ada yang tahu tentang apa yang Wina katakan kepada Jihan, selain Delwyn yang memapah ibunya untuk menemui ayahnya ....Malam itu, Wina tiba-tiba pingsan di salju dan segera dibawa ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan pertama. Wina baru sadar s
Bulu mata Wina tampak bergetar. Dia mengangkat matanya yang terkesan kosong dan menatap ke kejauhan. "Nggak, aku nggak akan ke mana-mana. Kami akan tetap di sini sampai aku ikut mati beku. Nggak akan ada yang bisa memisahkan kami."Semua orang sontak merasa tercekat. Mereka semua bergegas membujuk Wina agar jangan melakukan hal bodoh, tetapi Wina tidak mengacuhkan semua omongan mereka. Dia hanya duduk diam di sana sambil memeluk Jihan, menunggu ajal menjemputnya.Delwyn akhirnya menggenggam tangan Wina dengan erat sehingga pandangan Wina beralih kepadanya. "Ibu, aku tahu betapa Ibu mencintai Ayah dan Ibu pasti sulit menerima kenyataan ini, tapi tolong jangan lakukan hal bodoh. Aku sudah kehilangan Ayah dan aku nggak bisa kalau harus kehilangan Ibu juga ...."Suara putranya membuat Wina akhirnya perlahan menatap Delwyn. Wina menyentuh wajah Delwyn yang tampak begitu mirip dengan Jihan, lalu tersenyum kecil dengan senang ...."Ibu sudah lama mempersiapkan diri untuk kematian ayahmu. Kare
Air mata Wina pun mendadak mengalir turun. Tidak ada tangisan yang memilukan hati, hanya keheningan dan bibir Wina yang terbuka. Wina ingin mengatakan sesuatu, tetapi sepertinya dia sudah mengatakan semua yang ingin dia katakan kepada Jihan. Pada akhirnya, Wina hanya menurunkan pandangannya menatap wajah Jihan yang sudah pucat itu ...."Bodoh. Mau seberapa banyak pun darahmu mengalir keluar, kamu tetap suamiku. Mana mungkin aku takut? Aku nggak takut. Kenapa kamu malah pergi ke tempat seperti ini sendirian?"Yang membuat Wina merasa begitu getir adalah karena dia tidak sempat berpamitan untuk terakhir kalinya. Namun, Jihan sama sekali tidak memikirkan rasa penyesalan Wina dan fokus ingin menyembunyikan kondisinya dari Wina ....Lantas, bagaimana jika ... Wina tidak mengenali tiruan Jihan? Apa itu berarti Wina tidak akan pernah menemukan tubuh Jihan? Apa itu berarti Jihan akan selamanya terkubur beku di bawah salju ....Jihan sudah mempersiapkan segala sesuatunya sebelum ajal menjemputn
Saat Delwyn meraih tangan Jihan dengan gemetar, Wina sontak menengadah seolah mendapatkan firasat. Dia melihat ke arah Delwyn sekilas, lalu bergegas merangkak menghampiri putranya dengan rambut acak-acakan seperti orang gila.Wina tetap tidak menangis. Dia bahkan menyentuh tangan yang kaku dan putih membeku itu dengan tatapan tegas, lalu menurunkan pandangannya yang bergetar dan menggali salju yang menutupi tubuh Jihan dengan tangannya yang sudah berdarah.Salju yang menumpuk di gunung lebih dalam, setiap lapisannya mengubur Jihan. Wina berusaha dengan sekuat tenaga untuk mengeluarkan suaminya dari dalam salju, lalu akhirnya melihat wajah Jihan yang berlumuran darah. Tidak ada rona kemerahan apa pun di wajah yang tampan itu, hanya ada noda darah dan salju yang menghiasi ....Delwyn menatap sosok ayahnya dengan tidak percaya. Dia pun jatuh terduduk, hatinya terasa remuk redam. Langit seolah mendadak runtuh dan hanya ada kegelapan tak berujung yang menyelimuti ...."Delwyn.""Tolong Ibu,
Wina yang sedang mencari ke mana-mana sontak berhenti melangkah, rasanya dia seperti mendengar ada yang memanggil namanya. Wina pun menoleh dengan tatapan kosong, tetapi terlihat jelas hanya ada dia di sini.Wina berdiri dalam diam, lalu memegangi dadanya yang berdetak dengan begitu kuat. Tiba-tiba, hatinya terasa tersayat seolah-olah dia akan kehilangan sesuatu. Saking sakitnya, Wina sampai membungkukkan tubuhnya. Akan tetapi, rasa sakit itu tidak kunjung hilang ....Firasatnya mengatakan bahwa sesuatu terjadi pada Jihan. Di saat Wina ingin kembali mencari Jihan, tiba-tiba sosok Jihan yang tampan muncul di hadapannya sambil membawa sebuket mawar."Sayang, kok kamu di sini? 'Kan sudah kubilang tunggu aku?"Begitu melihat Jihan tampak baik-baik saja, jantung Wina yang semula berdegap kencang mendadak menjadi tenang kembali.Wina langsung melempar payungnya dan melompat memeluk Jihan dengan gembira.Wina menghela napas lega saat merasakan hangat tubuh dan napas Jihan."Sayang, kamu tahu
Saat melihat Jihan berdiri sempoyongan dan mengerahkan sedikit tenaga untuk melambaikan tangannya, Jefri akhirnya tidak tahan lagi. Dia menggertakkan gigi dan berlari secepat mungkin ke dasar Gunung Kiron ...."Kak Jihan, aku panggil dokter dulu, terus menyuruh robot itu naik gunung dan baru setelah itu aku akan menjemputmu! Kakak berdiri saja di sana dan tunggu aku, ya! Aku akan segera kembali!"Jalan gunung di malam hari memang tidak dapat diprediksi, salju yang turun dari langit seolah menjadi sumber penerangan. Jefri merasa seperti sedang berjalan di siang hari. Namun, saking langkahnya terburu-buru, Jefri sampai beberapa kali jatuh tersungkur ke atas tanah dan dia bahkan tidak tahu berjalan ke arah mana ....Jihan memandangi punggung Jefri yang berangsur-angsur menghilang dari pandangannya, lalu memegangi dadanya. Dia bisa merasakan detak jantungnya yang perlahan melambat. Jihan berdiri diam sambil merasakan bagaimana nyawanya meregang ....Entah berapa lama waktu berlalu, yang je