"Pa, jangan bilang ke Dewa dulu kalau aku ikut, ya? Aku mau bikin kejutan, dari bandara mau langsung ke kantor," pesan Rere pada papa mertuanya.
Siang itu Rere dan pak Bagas dalam perjalanan ke bandara, setelah sebelumnya ke rumah sakit untuk pamit pada ayah dan bunda Rere.
"Siap." Pak bagas menjawab permintaan Rere, dengan lirikan mata menggoda, sebentar. Kemudian kembali fokus pada gerakan tangannya yang sibuk di atas ponsel.
Lima belas menit perjalanan ke bandara, persiapan, kemudian langsung terbang sekitar empat puluh lima menit, mengantarkan pak Bagas dan Rere yang kini berdiri di lokasi yang berbeda.
"Kau mau aku temani ke kantor?" tanya pak Bagas, saat melihat mobil beserta supir pribadinya datang menghampiri.
"Tidak, Pa. Lagian aku mau ke apartemen setelahnya," jawab Rere dengan bibir tersenyum.
"Oiya, Pa. Pesan ayah jangan lupa. Istirahat dan jangan ...."
"Stres!"
Keduanya tertawa s
Dengan bangga Alman menceritakan siapa sosok Nia pada Dewa. Juga tentang bagaimana hubungan Rere dan calon istrinya ini."Kenapa tidak kau ajak ke sini, Man.""Dia ada di rumahku sekarang, bersama orang tuanya,""Benarkah?" Rere tampak antusias sekali mendengar Nia ada di sini."Ya, rencananya nanti malam aku akan mengajaknya menemui pak Bagas.""Bisakah kau membantuku, Dew?""Membantu apa?""Suruh dia berhenti kerja, aku ingin dia di rumah saja."Rere sontak menoleh kepada Dewa yang saat itu juga tengah menatapnya."Apa?""Apakah kau juga bakalan menyuruhku untuk berhenti kerja.""Kalau untuk kerja di kantor seperti sekarang, iya. Tapi kalau kau kerja yang bisa kau lakukan semaumu, aku dukung.""Maksudnya?" Alman dan Rere hampir bersamaan, bertanya dengan kata yang sama."Ya kalau seumpama kau buka kafe, toko buku, bunga, atau salon. Itu semua kan nggak menuntut kamu harus ada setiap saat di
"Selamat ya mbak, atas pernikahannya. Mudah-mudahan Allah memberkahi mbak dan bapak, baik dalam suka maupun duka dan selalu mengumpulkan mbak dan bapak berdua pada kebaikan."Rere dan Dewa tersenyum dan mengaminkan doa Mak.Mungkin sebelum Rere dan Dewa datang ke apartemen, Udin sudah menceritakan lebih dulu tentang pernikahan kedua bosnya.Hingga saat mereka baru saja menginjakkan kaki di apartemen langsung disambut Mak dengan doa."Aden berdua, ini sudah makan apa belum?" tanya Mak dengan sikap dan panggilan yang berbeda."Aden apa, Mak? Biasa aja ah, aku nggak suka." Rere memonyongkan bibirnya saat mendengar Mak merubah panggilannya untuknya.Mak hanya bisa tersenyum saat di protes oleh bosnya. Dan langung pamit ke belakang, setelah Dewa meminta untuk membuatkan dirinya kopi."Mau nunggu di sini apa, gimana?""Kamu maunya gimana?""Maksudnya?""Kita sudah nikah Rere, apa kau mau kita tinggal d
Sepi! Hanya suara gemericik air dari dalam kamar mandi yang sepertinya menjawab apa yang ada dalam benak Dewa, saat ia kembali masuk ke dalam kamarnya karena urusan kantor dengan papanya sudah selesai.Dasi yang dari tadi sudah tak rapi lagi, dia buka lalu di letakkan begitu saja di sandaran kursi meja hias.Dewa menghela nafas panjang,matanya menatap ke arah pintu kamar mandi dengan pikiran yang yang traveling.Merasa tak mendapatkan satu pun jawaban dari pertanyaannya sendiri. Dewa kemudian membantingkan badannya yang terasa lebih capek ke atas ranjang. Memejamkan mata dan mencoba mengatur lagi rasa malas yang kini ada di hatinya."Mas!?" Tiba tiba Dewa di kejutkan dengan suara istrinya yang sudah berdiri di samping ranjang dengan tubuh di balut handuk berwarna biru, namun tak mampu mencegah wangi sabun untuk masuk ke dalam hidung Dewa.Dewa terus memandangi Rere yang masih sibuk mengeringkan rambutnya dengan menggunakan -- hair dryer. Sam
Namun, matanya menatap sang suami yang rupanya hanya sebatas memanggil saja, lihat! Dewa malah tertidur dengan pulasnya.Rere terus memandangi wajah tampan di depannya, dia mendekat kemudian mengecup kening suaminya dengan perlahan."Makasih!"Rere membesarkan matanya saat mendengar Dewa mengucapkan terima kasih, dengan mulut yang tersenyum walau matanya terpejam."Ish ... kupikir kau sudah tidur," seru Rere yang kemudian sedikit menjauh, duduk di depan meja hias yang tersedia.Baru saja tangannya hendak membuka kosmetik miliknya, ponsel Dewa tampak menyala dengan mengeluarkan nada yang tidak begitu keras.Tanpa membukanya, tampak di jendela ponsel milik suaminya, pesan dari aplikasi hijau yang mengabarkan tentang seseorang yang sedang hamil, dan Dewa harus tanggung jawab. Hanya sebagian pesan, tapi isinya sudah cukup bagi Rere mengerti apa yang dimaksud oleh si pengirim pesan.Sontak Rere terdiam sejenak, hing
"Mbak ....!"Rere tersenyum saat matanya yang dari tadi menatapi setiap orang yang ada di bandara, akhirnya dia melihat perempuan berambut panjang yang tergerai indah, cantik berbaju casual. Vera, teman kos yang sengaja ia minta untuk menjemput."Diiih, tambah cantik aja kamu, Ver?!"sapa Rere yang mendekat, kemudian memeluk dan mencium pipi kanan dan kiri Vera, sekilas. "Mbak juga, tampak lebih cantik, lebih gemuk sekarang," sahut Vera, tak mau kalah.Mereka melangkah beriringan, melangkah ke mobil Vera. Selama perjalanan ke parkiran, Vera lebih aktif, dia menceritakan semua yang terjadi di rumah kos setelah Rere pergi."Mbak beneran mau kos lagi?" tanya Vera, saat mereka sudah berada di dalam mobil yang di kendarai oleh Vera."Iya ....""Kenapa?""Ada sesuatu yang tak bisa aku ceritakan sekarang, entah nanti malam atau besok.""Hahaha ... silahkan istirahat aja, Mbak. Eh .... Tapi musik yang aku nyalain ini ng
Rere masuk kedalam kamarnya kemudian meletakkan baki itu di meja dekat ranjangnya, entah kenapa perutnya langsung terasa tidak enak saat tercium aroma sesuatu yang ada di bubur.Rere memuntahkan isi perutnya yang masih kosong di kamar mandi. Dengan mata berair, Rere keluar dari kamar mandi sambil memegangi perutnya, kelihatan lelah sekali."Mbak, are you, ok?" Dita, anak kos yang kamarnya bersebelahan dengan kamar Rere muncul dari balik pintu yang memang belum di tutup."Tolong singkirkan bubur itu, Dit, please ...."Dita mengangguk, dari gerakan mulut nya terbaca dia mengatakan ok berulang kali. Baki yang di atas meja, Dita ambil kemudian dia bawa keluar dari kamar, menyisakan teh hangat.Rere akhirnya bisa bernafas lega, perlahan dirinya melangkah ke ranjang, sambil duduk, tangannya meraih gelas yang berisi teh dan disesapnya sedikit demi sedikit."Mbak ... sepertinya Mbak harus ke dokter deh, anak anak pada khawatir," pinta Di
"Hai .... Wa!"Dewa yang saat itu tengah terpekur menatap layar komputer, langsung mendongakkan kepalanya saat mendengar suara orang yang menyapa bersamaan dengan bunyi derit pintu yang dibuka."Alman, ada perlu apa datang ke sini? Bukannya dua minggu lagi kamu akan nikah?" sapa Dewa yang langsung berdiri dengan wajah ceria, membuka tangannya untuk menyambut saat tahu siapa yang datang siang itu."Brugh!"Dewa yang tak menyangka dapat serangan tiba tiba, hanya bisa pasrah menerima pukulan keras di rahangnya."Apa yang sudah kau lakukan pada Dewi?"Dengan tangan meraba pipi yang tadi di pukul Alman, Kening Dewa mengernyit, mendengar pertanyaan dari sahabatnya yang baru datang itu, bagaimana Alman bisa tahu kalau dirinya sedang bermasalah dengan Dewi."Aku ....""Brugh ....!"Belum selesai Dewa menjelaskan, Alman kembali melayangkan pukulannya di tempat yang sama, di wajah Dewa.D
"Pagi, mbak ...," sapa Faisal yang datang pagi itu untuk menjemput Vera dan Rere.Rere setuju untuk membantu Vera di bagian keuangan cafe yang dirintisnya, karena selama ini Vera cukup direpotkan, semuanya harus dia sendiri yang handle."Sudah sarapan, Sal?" tanya Rere yang baru saja keluar dari pintu pagar, kepada Faisal yang juga tengah membantu Vera meletakkan barang di bagasi mobilnya."Kami biasa makan bersama, mbak. Hanya di saat itu yang bisa kami nikmati berdua." Vera membantu menjawab pertanyaan Rere kepada Faisal, kekasihnya."Mmm ... Sepertinya itu bisa kutiru nanti," sahut Rere. Yang di sambut senyum bahagia Vera dan Faisal.Tanpa mereka bertiga sadari, di seberang jalan, sepasang mata rindu milik Dewa sedang mengawasi Rere dari dalam mobil.Andai saja tidak memikirkan resiko, Ingin rasanya Dewa segera terbang menemui sang istri, apa lag