Satu hal yang berhasil kulakukan sejak bertemu kamu, yaitu, berdamai dengan masa lalu.

-Nabilla Shiletta-
•••Suasana pameran di kota Bandung memang menarik banyak pasang mata, hanya sekedar mengagumi keindahan berbagai seni rupa yang terpajang di sana. Termasuk Nabilla. Cewek itu tidak hentinya bergumam sambil sesekali menghitung jumlah lukisan yang terpajang.

Raqa tersenyum, menga
Biarkan hujan menjadi saksi, bahwa adanya aku di sini. sepimu sudah menyingkir pergi.-Raqa Abimanyu Dinata-•••Nabilla berlari sekencang mungkin, tidak peduli seberapa banyak langkah yang ia ambil. Berapa banyak orang yang ia tabrak lalu mengeluarkan sumpah serapah. Bersama tetesan air mata membasahi pipi, dalam pikiran Nabilla saat ini hanyalah bagaimana caranya menghindari patung wanita tadi. Nabilla bisa mendengar, senyaring apa teriakan Raqa memanggil namanya, namun itu tidak akan menyurutkan niatnya untuk segera pulang ke rumah dan memeluk Bunda. Ia takut, tentu saja, bagaimana memori kejadian bertahun-tahun lalu kembali berputar seperti kaset rusak di kepalanya.
Jika, sudah terlanjur sayang, maka akan terlalu sulit untuk melepaskan.•••Raqa, jarang mengingat, kapan terakhir kali ia tersenyum dalam beberapa bulan ini, yang pasti, pagi ini berbeda. Penyebabnya tidak lain adalah Nabilla. Begitupun pada seragamnya hari ini, terlihat rapi, padahal kalau bukan Nabilla yang meminta. Mana mau Raqa melakukannya.Dengan santai, cowok itu berjalan menyusuri koridor, tepatnya menuju kelas Nabilla. Kedua tangannya masuk ke saku celana. Bersiul, dan sesekali membenarkan tatanan rambutnya."Raqa harus rapi hari ini, seragamnya dimasukkin, kukunya jangan sampai panjang, kalo nggak, Nabilla nggak mau ke kantinnya barengan."
Yang datang, pasti akan pergi, tapi yang hilang, belum tentu akan kembali. •••  "Belajar apa aja tadi?" tanya Raqa, saat mereka berjalan menuju parkiran, karena sudah waktunya untuk pulang. Cowok itu mengusap turun rambut Nabilla. "Banyak," jawab Nabilla, antusias, lalu menjilat es krim yang diberikan Raqa. "Ada matematika, olahraga, sejarah, sama seni. Nabillla suka banget sama pelajaran seni, kebetulan tadi materinya tentang lukisan. Nabilla jadi tau cara melukis yang benar, tapi pas Nabilla coba, gurunya malah marah-marah," adunya manja. Raqa terkekeh, keningnya mengernyit seketika. "Kok marah-marah, kamu pasti nakal ya?" "Ih enggak!" Nabilla mengerucutkan bibirnya. "Padahal aku cuma minta izin ke taman buat ngelukis di sana, katanya ada bunga baru, cantik, warna ungu, terus temen-temen ketawain Nabilla. Katanya Nabilla bodoh." Terdengar menyakitkan di telinga Raqa, namun reaksi Nabilla setelahnya justru berbeda. Cewek itu terkikik geli, apalagi menyadari jika wajahnya sudah
Sekarang pukul lima sore, itu artinya waktu Nabilla pulang dari rumah Raqa. Dia tersenyum, menatap ramainya jalanan kota, berbanding terbalik dengan pikirannya, yang sedari tadi bergelut pada aktivitas mereka di taman sebelumnya. "Nabilla," panggil Raqa.Nabilla melirik sekilas. "Iya?" "Kamu nggak marah, 'kan, soal tadi. Maafin aku yang gagal ngontrol diri," ujar Raqa, penuh rasa bersalah."Nabilla nggak marah, kok," tukas Nabilla. Dia tersenyum memandang Raqa. "Udah, lupain aja. Raqa fokus nyetir dulu."Raqa tersenyum, dia mengacak gemas rambut Nabilla. "Makasih, aku janji lain kali nggak akan ulangi itu. Kamu takut sama a
Sebab, dirimu seperti sinar di malam hari, yang selalu ingin kumiliki meskipun tersapa oleh pagi. -Nabilla Shiletta-••• Gila, nekad, pemberani atau nakal, setidaknya itulah kalimat yang cocok untuk Raqa dalam pikiran Nabilla. Dengan santainya, cowok itu melambaikan kedua tangan, tanpa peduli jika mungkin saja Pak Ujang-mendadak datang kemudian memarahi. Tunggu, Pak Ujang? Jadi, bagaimana Raqa bisa masuk? Apakah cowok itu menyogoknya? Ah, memikirkannya membuat Nabilla pusing kepala. "Raqa ngapain di situ?" Nabilla akhirnya berbisik, Raqa tersenyum lalu membuat pola lingkaran di sekit
Bila ada yang bertanya apa itu bahagia? Maka jawabanku hanya satu, yaitu, kamu. -Raqa Abimanyu Dinata-••• Nabilla senyum-senyum sendiri mengingat perlakuan manis Raqa malam tadi. Mulai dari makanan, cara cowok itu merayunya, sampai cerita sedih yang menggetarkan hati. Bukan itu saja, Raqa juga membacakan dongeng putri salju-sebagai penghantar tidur, sebelum akhirnya Nabilla benar-benar terlelap. "Lu gila senyum-senyum sendiri, Nab?" celetuk Mentari, menyeruput kuah baksonya. "Aelah, lu kayak dungu aja, Tar. Nggak ngerti apa Nabilla itu lagi jatuh cinta." Sagita menyahut, mengedipkan sebelah mata pada Nabilla. "Bener nggak?"
Entah kenapa, aku merasa bahwa kebersamaan kita tidaklah lama.•••"Tamara ngomong apa aja, Nab?" tanya Raqa. Mereka berada di ruang OSIS, cowok itu menempelkan kasa yang sudah di tetesi betadin ke lutut Nabilla. "Banyak," jawab Nabilla, cewek itu didudukkan Raqa di atas meja. "Kak Tamara ngatain aku bocah, terus katanya, Raqa cuma jadiin aku mainan doang, suatu saat Raqa akan ninggalin aku dan pasti balik lagi jadi cowoknya dia." Raqa menahan napasnya sejenak, Tamara memang benar-benar melebihi batasan sebagai mantan."Tapi Nabilla nggak percaya itu semua, aku yakin Raqa selalu ada buat aku," uja
Dirimu adalah ruang dimana aku dapat bernapas lega. Ruang dimana tawaku lepas mengudara, ruang dimana aku bisa mengecap kembali manisnya kata 'cinta'-Nabilla Shiletta-•••"Kalo cewek yang pernah dibawa Raqa itu, Nabilla boleh tau siapa namanya?"Bu Shinta terdiam sesaat, ngomong-ngomong soal gadis itu, ia jadi teringat betapa sayangnya Raqa. Meski kelakukannya terkesan nakal dan tidak menyukai anak-anak, kasih sayang Raqa tetap sama. Bahkan dulu, Raqa rela meninggalkan Risa, hanya untuk mengantarkan cewek itu pulang. "Namanya Yu—""KAK NABILLA! AYO MAIN! KAK RAQA NGGAK KUAT UDAH CAPEK," adu Risa, cewe
Makan malam. Terasa sedikit berbeda dari malam-malam sebelumnya, karena malam ini Samuel ikut bergabung di meja makan. Bersama. Mereka bertiga, Soraya, Kaisar, dan Samuel. Meskipun begitu, Kaisar tidak merasakan senang sama sekali. Sebab, walaupun semua anggota keluarga lengkap. Keadaan tetap hening. Seolah yang makan adalah patung berwujud manusia yang tidak mengenal satu sama lain. "Berantem lagi?" tanya Kaisar santai tapi sarkastik. Lantas membuat kunyahan Samuel dan Soraya berhenti. Kaisar menyadari itu. Ia tersenyum sinis, spontan mendapat cubitan pelan di paha dari Soraya. "Makan dulu, Sar. Jangan banyak omong," tegur Samuel. Tenang namun sirat akan kecaman. Kaisar terkekeh. "Terus kalau makannya udah selesai boleh ngomong?" tanyanya. Kaisar menatap dua orang itu bergantian. "Biasa juga enggak, 'kan?" Soraya menyentuh bahu Kaisar. "Kamu ngomong apa sih, Nak? Kita bedua baik-baik aja. Nggak berantem." "Oh ya?" Kaisar
Dua prinsip yang harus dipegang saat ini;Pertama, tidak boleh terbawa perasaan ketika bersama cowok.Kedua, tidak boleh jatuh cinta sebelum berhasil membanggakan ayah dan bunda.Keyla membaca tulisan di belakang diary-nya itu, ia menulisnya tepat ketika berumur 12 tahun. Dimana saat itu ia mulai mengenal sebuah kata yang bernama 'Cinta'. Catat! Hanya mengenal, bukan merasakan.Keyla tidak tahu persis bagaimana perasaan itu. Namun, kata Thania perasaan cinta adalah sesuatu yang tidak bisa digambarkan dan diutarakan dengan kata-kata. Pokoknya rumit, tapi asyik.Bahkan, setiap orang yang telah jatuh cinta bisa dibuat buta. Semakin ke sini Keyla semakin tidak mengerti.Keyla menutup buku diary berwarna biru itu dengan cepat, ini semua gara-gara Kaisar dia jadi kepikiran hal konyol bernama 'Cinta' itu.Akan tetapi Keyla tidak bisa mengelak jika ia baper oleh perlakuan Kaisar. Terutama ketika cowok itu mengacak rambutnya.
Keyla beruntung karena alibinya tadi. Cewek itu menghembuskan napas lega setelah melihat Kaisar mengangguk, mempercayai ucapannya. Meskipun sebelumnya Keyla sempat gugup karena Kaisar hampir saja mengganggapnya berbohong."Serius kelilipian?" tanya Kaisar ulang.Oh ternyata Keyla salah, Kaisar masih belum sepenuhnya percaya."Iya bawel!" jawab Keyla bosan. Cewek itu hendak berjalan lebih dulu namun lengannya tiba-tiba ditahan oleh Kaisar.Keyla berbalik dan menatap cowok itu penuh pertanyaan. Kedua alisnya hampir menyatu. Bibirnya sedikit terbuka ingin mengucapkan sesuatu namun urung karena Kaisar menatapnya begitu dalam.Sampai akhirnya Kaisar melangkah maju mendekati Keyla. Matanya tak lepas sedikit pun menyorot mata cewek itu. Membuat Keyla terasa kaku untuk mengalihkan sedikitpun tatapannya dari Kaisar.Cowok itu merunduk hingga kepala mereka sejajar. Sekarang, bukannya tubuh Keyla saja yang kaku, tapi jantungnya
"Astaga lupa! Hape gue ketinggalan di laci," ungkap Kaisar yang reflek menghentikan langkah saat teringat sesuatu.Keyla menghela napas. Mereka hampir saja mendekati parkiran dan Kaisar berucap seperti itu. Rasanya seperti gagal menang perlombaan lotre. Padahal, Keyla berencana akan pulang ke rumah tepat waku. Karena banyak pekerjaan rumah yang harus ia selesaikan sebelum pukul delapan malam. Setelah itu, barulah Keyla mengerjakan tugas sekolah."Gue ambil dulu yaa. Lo tunggu di sini, jangan kemana-mana," pinta Kaisar. Tanpa mendapat persetujuan Keyla cowok itu bergegas pergi.Keyla pun menarik napas sekali. Ia menepikan diri di bawah pohon besar dekat parkiran."Keyla!" panggil seseorang dari arah kiri. Keyla menoleh. Ternyata Putra."Sendirian nih? Lo nungguin siapa?" tanya Putra setibanya di hadapan Keyla."Kaisar.""Wohoo. Udah gercep ya itu anak," godanya.Keyla yang paham maksud Putra menyela. "Cum
Sejak kejadian di taman belakang tadi Kaisar malah tambah kepo. Ia mencerca Keyla dengan beberapa pertanyaan yang absurd dan unfaedah. Ada sih beberapa pertanyaan yang cowok itu lontarkan mengenai kakaknya. Tapi tetap saja Keyla merasa terganggu. Akibatnya, Keyla kini menyumpal satu telinganya dengan headset. Suasana kelas juga sedikit berisik karena guru yang mengajar ijin ke toilet."Key, temenin gue belajar yuk!" pinta Kaisar tiba-tiba membuat Keyla dengan malas menatap teman sebangkunya itu."Belajar apaan?" tanyanya.Kaisar cekikikan lalu nyengir lebar. "Belajar untuk menjadi yang terbaik buat kamu.""Hahaha. Receh!" sahut Putra yang duduk di belakang. Lalu tatapannya berubah datar.Kaisar melirik sinis Putra. "Sirik lo upil gajah!"Sedangkan Keyla hanya geleng-geleng melihat tingkah aneh kedua cowok itu. Lalu dia memejamkan mata sejenak, menikmati lagu beatiful milik Crush yang mengalun lewat headset di telinganya. Keyla sa
"Lo ngapain makan diem-diem sendiri di sini?" Keyla menolehkan kepalanya sejenak lalu berkata, "Suka aja," jawabnya singkat. Kaisar terkekeh pelan. Keyla itu ya, jawabannya singkat mulu. Emang ngomong itu pakai kuota apa? "Ohh sukaa," ujar Kaisar kemudian. Ia menarik napas dalam-dalam lalu menatap Keyla. Lebih tepatnya ke bekal hijau yang berisikan nasi goreng dan telur gulung di pangkuan gadis itu. Kaisar menjilat sudut bibirnya, cukup menggungah selera. Kebetulan sekali ia belum makan. "Beuhh. Kayaknya enak. Mau dongg." Keyla menoleh lagi, tanpa kata-kata ia langsung menggeser bekal itu ke tengah. Keyla mendiamkannya sesaat. Kaisar bahkan sampai berkedip. Ia kira Keyla akan bersuara, setidaknya 'makan tuh' tapi ternyata gadis itu hanya diam. "Thanks," ucap Kaisar. Lantas menyantap bekal itu dengan lahap. Seperti orang tidak makan dua hari. Keyla hanya geleng-geleng melihat tingkah cowok itu. "Ke
Kaisar melangkah cepat menyusuri koridor kelas IPA yang berada di lantai dua. Matanya tak lepas mengamati sekitar. Tujuannya sama, yaitu mencari Keyla. Kaisar tak habis pikir mengapa gadis itu terlalu misterius dan sulit sekali ditemukan.Kaisar sudah mencek kelasnya namun Keyla tidak ada di sana. Jika gadis itu hanya memberi uang pada kakaknya yang bernama... siapa tadi? Zana? Seharusnya, Keyla telah kembali ke kelas mereka.Kaisar menyesal tidak meminta nomor gadis itu sebelumnya.Ketika menatap ke samping kanan, tiba-tiba saja seseorang menabraknya. Kaisar lantas menoleh ke arah orang itu saat terdengar ringisan. Ternyata ponsel milik orang itu terjatuh."Lo jalan pakai mata nggak sih?!" kesal cewek itu sambil mengambil ponsel berlogo apelnya yang tergeletak. Kaisar menyadari saat ponsel itu terbalik.Kaisar berdecak. "Enak aja si eneng, situ kali yang nabrak gue. Nggak suci lagi nih baju pangeran," ucap Kaisar dengan tingkat k
"Gue yakin kemah tahun ini bakalan rame," ungkap Dewa saat mereka berempat, Kaisar, Angkasa, Putra dan dirinya berjalan beriringan menuju kantin. Melepas penat setelah hampir dua jam berkutat dengan papan tulis dan buku-buku pelajaran. Setibanya di kantin yang dalam sekejap saja ditimbuni banyak umat manusia itu, ketiganya langsung menduduk kursi kosong yang tersisa di pojok."Lo-lo semua mau pesen apa?" Tanya Dewa yang berinisiatif memesankan makanan untuk ketiga temannya."Gue nasi goreng sama es teh lah, kayak biasa," sahut Putra bersemangat, lalu cowok itu melempar senyum centil pada adik kelas yang lewat.Kaisar yang nampak berpikir akhirnya membuka suara. "Gue bakso, sambelnya banyakin. Ah, jangan lupakan marimas kesukaan gue.""Nggak usah pake desah," celetuk Angkasa, manusia paling kalem di antara mereka berempat."Lo apa, Sa?" Kini, dewa bertanya pada Angkasa."Mineral aja."Dewa berdecak. "Itu doang.
"Hari pertama sekolah di SMA Bakti Buana, apa kesan kamu, Key? Udah banyak dapat temen?" Pertanyaan Bram barusan kontan membuat Keyla hampir tersedak. Seperti jebakan abstrak yang langsung mengikat. Bagi Keyla, pertanyaan itu benar-benar memutar otak. Sepasang matanya bertemu dengan sepasang mata milik Dara. Keyla lantas menunduk. Dara menatapnya sambil memicing, jelas itu adalah telepati yang memaksa Keyla harus menjawab seperti ini. "Banyak, Pa." Meskipun ia tidak mau. "Temen Keyla baik semua." "Bagus deh." "Halah. Paling bohong, mana ada yang mau temenan sama es batu?" Zana menyeletuk sarkas. Biasa, gadis itu lebih suka menampilkan ketidaksukaannya secara terang-terangan daripada Dara. "Zana!" tegur Bram, nada bicaranya naik satu oktaf menatap Zana. "Jangan ngomong seperti itu! Seharusnya kamu sebagai kakak menyemangati Keyla. Meskipun bukan kandung, dia tetap adik kamu." "Nggak mau!" Kali ini Zana memandang Keyla