Keesokan harinya, Agatha masih tertidur pulas di kamarnya. Sementara Rafka sudah bangun lebih awal untuk berangkat ke kantor. Melihat Agatha yang masih tidur membuat Rafka tidak tega untuk membangunkannya. Akhirnya, Rafka hanya meninggalkan note saja di kamar Agatha.
Beberapa jam kemudian, Agatha terbangun dan melihat note yang Rafka tinggalkan untuknya.
“Hai, selamat pagi. Maaf ya aku nggak banguni kamu. Aku berangkat ke kantor lebih pagi hari ini. Oh ya, malam ini aku akan pulang terlambat, jadi kamu nggak perlu tunggu aku.”
Agatha menghembuskan nafasnya panjang ketika membaca tulisan itu. Saat ini ia merasa seperti burung yang tengah terperangkap dalam sangkar emas. Agatha sangat tidak menyukai terkurung di sebuah tempat, ia sangat menyukai kebebasan. Tiba-tiba sebuah ide terlintas di pikirannya.
Hari ini akan ada orang yang telah Rafka bayar untuk membersihkan apartemen. Agatha akan menggunakan kesempatan itu untuk bisa keluar.
Agatha mulai mempersiapkan dirinya untuk bertukar tempat sementara dengan petugas kebersihan tersebut. Awalnya petugas tersebut menolak permintaan Agatha, tetapi karena usaha kerasnya ia berhasil meyakinkan petugas tersebut.
Setelah bertukar baju, Agatha mulai menyelinap keluar dari apartemen, terlihat beberapa anak buah Rafka ada di apartemen itu. Namun, dengan kecerdikannya Agatha bisa lolos dengan mudah.
Agatha menghabiskan waktunya untuk pergi ke salon dan berbelanja beberapa baju. Setelah hari mulai gelap ia pergi menuju klub. Segera setelah memasuki klub Agatha melangkahkan kakinya menuju ke bar dan langsung memesan koktail.
Ini adalah hari yang paling membahagiakan bagi Agatha, hari di mana ia bisa kembali menikmati kebebasannya. Setelah menghabiskan minumannya, Agatha beralih ke lantai dansa, di sana ia menari dengan bebas mengikuti irama musik yang mengalun dengan kerasnya.
Saat Agatha ingin berjalan ke bar, ia merasakan seseorang mendekatinya.
“Wow, kamu terlihat sangat hebat. Bolehkah aku membelikan kamu minum?” tawar pria asing yang baru Agatha temui.
“Tidak, terima kasih. Aku di sini dengan sahabatku,” ujar Agatha sengaja berbohong.
“Oh ayolah, aku hanya terpukau melihatmu menari,” balas pria itu yang tampak sudah mabuk, sekilas Agatha dapat melihat mata pria itu tampak sedih seperti sedang dalam kondisi yang tidak baik.
“Aku sebenarnya sedikit malu tentang itu … maaf,” tolak Agatha dengan halus.
“Tidak perlu minta maaf, aku hanya ingin seseorang menemani aku untuk minum,” sahut pria itu dengan suara parau.
Setelah berpikir beberapa saat, Agatha merasa tidak ada salahnya menemani pria itu. “Hmm … baiklah, tapi aku tidak bisa lama-lama karena aku tidak ingin suamiku tahu,” pungkas Agatha sambil mengikuti pria itu.
“Tak lama kemudian, Agatha menemani pria itu ke kamar hotelnya. Agatha sudah mabuk, tapi ia juga merasa sangat bahagia malam ini. Agatha memasuki kamar pria itu dan duduk di sofa.
“Jadi sudah berapa lama kamu menikah?” tanya pria itu.
“Kamu masih tampak begitu muda untuk berada dalam hubungan pernikahan,” lanjut pria itu lagi.
“Entahlah, sepertinya aku sudah dimabuk cinta,” balas Agatha dengan setengah sadar.
“Lalu bagaimana denganmu? kenapa kamu ada di sana sendiri?” tanya Agatha.
“Entahlah mungkin karena aku terlalu bodoh selama ini, diselingkuhi bertahun-tahun tapi aku tidak menyadarinya,” jawab pria itu sambil tertawa lalu tak lama menangis.
“Hey, aku rasa kamu tidak perlu menangisi wanita bodoh itu! siapa pun dia … dia sudah kehilangan pria yang begitu baik,” gumam Agatha.
“Bagaimana kamu tahu aku baik?” tanya pria itu.
“Ya, aku rasa hanya laki-laki tulus yang akan menangisi wanita yang dicintainya,” sahut Agatha.
Tanpa sadar pria itu sudah duduk di dekatnya dan tiba-tiba saja mereka sudah berciuman. Beberapa saat kemudian, mereka sudah berada di tempat tidur. Kini Agatha sudah berada di bawah tubuh pria itu. Agatha memejamkan matanya saat pria itu mulai mendekat ke arahnya. Bukan sebuah ciuman yang ia dapatkan melainkan suara pukulan dan orang yang terjatuh.
Agatha langsung membuka matanya, samar-samar ia melihat pria asing itu sudah berada di lantai, ia juga melihat sosok pria yang ia kenal berdiri di hadapannya.
“Rafka, kenapa kamu ada di sini?” tanya Agatha lalu bangkit dan langsung melompat ke arahnya.
“Aku senang lihat kamu,” ujar Agatha lagi lalu tertawa.
Rafka tidak menjawabnya, ia langsung menggendong tubuh Agatha dan membawanya pergi dari sana. Malam ini, Rafka secara kebetulan sedang mengadakan meeting di hotel yang sama saat ia melihat Agatha tengah bersama dengan seorang pria asing.
Rafka segera mengikuti mereka dan ia begitu terkejut saat melihat Agatha bersama pria itu. Hatinya sangat kesal dan marah saat ini.
“Batalkan semua meeting, saya harus mengantar Adiva pulang,” ujar Rafka pada David.
“Baik, Bos,” balas David.
Tanpa menunggu lama, Rafka langsung bergegas membawa Agatha menuju apartemennya.
“Hmm … jangan tinggalin aku,” gumam Agatha dalam tidurnya.
Rafka mengemudi dengan begitu cepat, tak lama mereka sampai di apartemen. Rafka kembali menggendong Agatha dan menaruh tubuhnya dengan lembut ke atas tempat tidur dan menutup tubuhnya dengan selimut. Saat ingin berbalik, Agatha menarik kerah Rafka dan langsung mencium bibirnya. Semakin lama ciuman itu semakin menuntut. Rafka sempat kehilangan kendali, tetapi ia langsung menarik tubuhnya. Rafka tidak ingin melakukan apa pun terhadap gadis itu, apalagi saat ini ia tengah berada di bawah pengaruh alkohol.Rafka segera bangkit dan keluar kamar, tidak lupa untuk menutup pintunya.Keesokan paginya, Agatha terbangun dan merasakan kepalanya begitu pusing. Ia menatap ke sekitar, matanya terbuka lebar saat menyadari apa yang telah terjadi malam tadi. Ia mengingat bahwa dia berada di hotel bersama pria asing. Agatha memukul kepalanya karena ia tidak ingat apa
Agatha dan Rafka kembali menuju meja bar, mereka kembali dengan canggung. Rafka yang menyadari itu langsung memanggil bartender.“Saya pesan beberapa gelas tequila, tolong!” seru Rafka.“Kamu serius?” tanya Agatha.“Kenapa tidak?” balas Rafka.Rafka mengedipkan matanya pada Agatha saat gelas dihidangkan. Agatha mengangguk senang ketika bartender terus mengisi gelas miliknya. Gadis itu merasakan otaknya berkabut.“Oh my God! ini adalah malam yang sangat-sangat tidak pernah aku bayangkan, terima kasih Rafka,” ujar Agatha sambil tersenyum dengan wajah yang tampak memerah begitupun dengan Rafka.Agatha dan Rafka sudah sangat mabuk saat i
Sudah hampir tiga bulan setelah malam di mana Agatha menyerahkan diri sepenuhnya kepada Rafka. Namun, sejak itu Rafka belum menemui atau menghubunginya. Agatha langsung melihat ponsel setiap kali berdring, berharap itu Rafka, tetapi sayangnya yang selalu menghubungi dirinya adalah David. Ia sangat setia pada Rafka untuk memantau dan mengawasinya. Saat ini, Agatha berada di kamarnya, baru saja bangun tidur dan langsung menatap ponselnya.“Bagaimana bisa dia nggak menghubungi sama sekali,” gumam Agatha dengan kesal.Ponselnya menampilkan dua belas panggilan terakhir lain ke nomornya dalam seminggu terakhir.Agatha mulai mondar-mandir di kamarnya dan menelpon David, asisten Rafka.“Halo, David,” ujar Agatha saat panggilannya sudah terhubung.“ Ya, ada yang bisa saya lakukan?” tanya David dengan formal dan kaku seperti biasanya.“David, saya benar-benar ingin berbicara dengan Rafka, di mana dia sekarang?” tanya Agatha dengan nada kesal.“Saat ini bos sedang ada perjalanan bisnis. Dia aka
“Apa yang kamu lakukan di sini? apa kamu mengikuti saya?” tanya Agtaha dengan penasaran.Pria itu tersenyum lalu menjawab pertanyaan Agatha. “Sebenarnya saya … pemilik klub ini.”Agatha terdiam beberapa saat. “Ayo, biarkan saya mengantarmu pulang, ini sudah larut malam,” lanjut pria itu.Setelah menimbang beberapa saat, Agatha menyetujui tawaran pria itu. “Boleh, kalau tidak merepotkan.”Pria itu segara mengambil mobilnya dan berhenti di depan Agatha, ia turun dan membukakan pintu untuk gadis itu.Suasana di mobil cukup hening sampai terdengar suara perut keroncongan yang cukup keras dari perut Agatha.Gadis itu menengge
Keesokan harinya, Agatha terbangun lalu menatap ponselnya dengan tersenyum.Jonathan: Semoga harimu menyenangkanAgatha: Ya, semoga harimu juga menyenangkanJonathan: Ya, semoga kita bertemu lagi karena rasanya sangat menyenangkanAgatha tersenyum membaca pesan Jonathan, tetapi tidak berniat untuk membalas rayuannya itu. Ia menaruh ponselnya lalu melangkah keluar kamar.Seperti biasa, apartemen itu tampak begitu sunyi. Agatha menghela nafas panjang lalu menyalakan TV. Mata Agatha melebar dengan sempurna saat melihat liputan seorang pria yang selama ini menghilang tanpa kabar tiba-tiba muncul dengan seorang wanita yang juga pernah ia lihat di bandara.‘Kiara Mahendra kembali
Saat kembali ke apartemen, Agatha terkejut setelah melihat Rafka ada di sana seperti tengah menunggunya. Masih merasa kesal, Agatha berjalan begitu saja melewati Rafka yang kini menahan lengannya.“Kita perlu bicara, Div,” ujar Rafka.“Bicara apa huh?” tanya Agatha dengan kesal.“Kamu mau bilang kalau setelah kamu ngerasain tubuh aku … kamu bisa pergi seenaknya, gitu?” Agatha melepaskan tangan Rafka dan mendorong tubuhnya.“Maafin aku, Div.”“Kamu pergi hampir tiga bulan dan sekarang kamu dateng cuma untuk ini. Aku nggak heran kenapa dia ninggalin kamu,” hardik Agatha.“Apa pergi karena aku nggak punya piliha
Keesokan paginya, Agatha terbangun oleh suara lembut Rafka yang bersenandung dari dapur.Agatha memutuskan mandi dengan cepat lalu berganti pakaian. Ia memutuskan untuk menggunakan dress bermotif bunga di atas lutut. Saat ini gadis itu terlihat sangat seksi.Agatha menuju ke dapur dan menemukan Rafka tengah membuat pancake. Rafka hampir tidak bisa berkedip saat melihat penampilan Agatha. “Apa kamu mencoba merayu aku huh?” tanya Rafka sambil menyeringai lalu mencium pipi Agatha.“Kamu kenapa?” tanya Agatha.“Kenapa apanya?”“Ceria banget pagi ini,” balas Agatha.
Beberapa hari kemudian, Rafka kembali meninggalkan Agatha. Kali ini, pria itu pamit karena harus pergi untuk perjalanan bisnis selama satu minggu kedepan.Setelah mandi yang menyegarkan, Agatha membuka lemarinya dan memilih pakaian. Ia berencana untuk mengunjungi pusat perbelanjaan hari ini. Rafka telah mengizinkan Agatha pergi asalkan gadis itu berjanji akan segera pulang setelah pergi dan dia juga akan dijaga pengawal yang Rafka pekerjakan untuk mengawasi Agatha.Seusai berbelanja dan memanjakan diri di salon, Agatha memasuki salah satu pameran galeri, ia merasa tertarik dengan beberapa gambar di sana.Agatha melihat seorang pria tengah berdebat dengan istrinya.“Aku lebih suka lukisan ini,” ujar sang suami.
Rafka menatapnya dengan mata penuh air mata. Tangannya yang besar dan kuat menggenggam tangan Agatha dengan lembut. "Aku mencintai kamu. Aku selalu mencintai kamu, dan aku akan terus mencintai kamu, Tha."Agatha merasa hatinya hangat mendengar kata-kata itu. Meskipun dalam kondisi yang rapuh, cinta mereka tetap mengalir begitu kuat di antara mereka. Agatha menatap mata Rafka dengan pandangan lembut, bibirnya terangkat dalam senyuman yang penuh makna. "Aku juga mencintai kamu, Rafka."Tangan mereka saling berpegangan erat, menyampaikan dukungan, cinta, dan perasaan yang sulit diungkapkan dengan kata-kata. Agatha merasakan kehangatan dalam genggaman tangan Rafka, seolah-olah itu adalah tali yang mengikat hati mereka.Agatha merasakan rasa sakit yang semakin memburuk. Dia tahu bahwa waktu mereka sangatlah terbatas. Dengan suara yang lemah, ia berbicara lagi, kali ini dengan serius, "Rafka, kamu harus kuat."Rafka menatap Agatha dengan rasa takut yang tidak tersembunyi. "Apa yang kamu bic
Beberapa hari berlalu, kondisi Agatha tetap kritis. Rafka terus menghabiskan waktu di rumah sakit, bergantian menjaga bayi perempuannya dan mengunjungi Agatha. Dia merasa seolah hidupnya berada dalam titik balik yang kritis. Perasaannya bercampur antara rasa harapan dan kegelisahan yang tak terbayangkan.Selama berhari-hari ini, Rafka terus menjaga putrinya dengan penuh kecintaan dan tekad. Dia bersama keluarganya dan keluarga Agatha bergantian menjaga Agatha, berdoa dan berharap agar wanita itu segera pulih dan bisa bersama mereka lagi.Ruang perawatan Agatha juga menjadi tempat di mana para keluarga mereka bergantian menjaga. Karina dan Ravindra, yang penuh kehangatan, seringkali mengambil giliran menjaga Agatha ketika Rafka perlu beristirahat sejenak. Adiva juga ada di sana, membantu dengan segala hal yang dibutuhkan. Meskipun situasinya tidak mudah, atmosfer di dalam ruangan itu penuh dengan kasih sayang dan semangat perjuangan.Ketika hari beranjak malam, Rafka masih terjaga, mem
Rafka berusaha untuk tenang dan kuat di hadapan Ayra. Gadis kecil itu masih belum paham betapa seriusnya situasi ini, dan Rafka ingin melindungi perasaannya. Dia menundukkan badan untuk berada pada tingkat mata Ayra ketika gadis kecil itu menatapnya dengan mata penuh pertanyaan. "Papa, apa yang terjadi sama Mama?" tanyanya dengan nada khawatir.Rafka membungkukkan tubuhnya untuk berada sejajar dengan Ayra. Dia menyeka air mata yang hampir jatuh dari mata kecil Ayra dengan lembut, mencoba memberikan senyum lembut. "Ayra, Mama sedang sakit dan sedang dirawat oleh dokter. Papa dan semua orang sedang berusaha yang terbaik untuk membantu Mama."Ayra menggigit bibirnya, terlihat cemas. "Mama akan baik-baik saja, kan, Papa?" tanyanya dengan penuh harapan.Rafka mengecup kening Ayra lembut. "Kita berdoa bersama-sama, sayang. Mama sangat kuat dan Mama juga ingin cepat kembali bersama kita."Tak lama kemudian, semua keluarga berdatangan ke rumah sakit. Karina dan Ravindra datang dengan wajah pe
Agatha terus menjalani rawat inap di rumah sakit, dipantau dengan ketat oleh para dokter dan perawat. Setiap detik waktu terasa berharga bagi Rafka dan semua orang yang peduli dengan Agatha. Rafka duduk di samping tempat tidur Agatha, matanya tidak pernah lepas dari wanita yang sedang berjuang ini. Dia merasakan ketidakpastian yang semakin mendalam, kekhawatiran yang tak terkendali.Agatha terbaring lemah di tempat tidurnya, wajahnya pucat dan matanya terlihat letih. Pendarahan yang dialaminya telah membuat kondisinya semakin memburuk. Meskipun Agatha mencoba menjaga semangatnya, tetapi tubuhnya semakin tak mampu mempertahankan. Rafka merasa frustasi karena merasa tidak bisa melakukan apa-apa untuk membantu Agatha. Dia ingin sekali bisa menghapus semua rasa sakit yang Agatha rasakan, namun dia tahu dia hanya bisa berdoa dan berharap yang terbaik.Rafka menggenggam tangan Agatha dengan erat, merasakan getaran kelemahan dalam genggaman itu. Dia merasa hatinya teriris melihat Agatha yang
Di dalam ruang perawatan yang hening, mata Agatha perlahan terbuka dan tatapannya memandang wajah lelah Rafka. Luka lebam di pipi pria itu memperoleh perhatiannya, dan segera Agatha mengeluarkan pertanyaan khawatir dari bibirnya. "Wajah kamu kenapa?"Namun, jawaban yang ia terima bukanlah tentang luka lebam itu. Rafka hanya menatapnya dengan ekspresi yang rumit, seolah ada banyak hal yang ingin ia sampaikan, tetapi dia kesulitan menemukan kata-kata yang tepat. Agatha bisa merasakan kecemasan yang menghantui Rafka, dan ia tahu bahwa saat ini mereka harus menghadapi kenyataan bersama."Bagaimana kondisimu?" tanya Rafka, suaranya lembut namun penuh dengan kekhawatiran. Agatha terpancar kekaguman dalam tatapannya saat melihat perasaan Rafka yang terangkum dalam raut wajahnya.Agatha mencoba tersenyum lemah, meskipun rasa sakit dan kebingungannya masih menghantui. "Aku baik-baik saja," jawabnya pelan.Namun, perhatian Rafka beralih dari kesehatannya sendiri dan dengan penuh kekhawatiran ia
Dalam keheningan ruang perawatan, setelah berbicara dengan Agatha, Ivan merasa seolah dia tenggelam dalam gelombang perasaan yang tak tertahankan. Dia berusaha memproses semua yang telah terjadi, memahami pilihan-pilihan yang sulit yang telah dibuat oleh Agatha, dan merasa terhempas oleh kemungkinan terburuk yang dapat terjadi pada wanita itu dan bayi yang dikandungnya.Namun, pandangannya tiba-tiba terganggu oleh sosok yang mendekat dari kejauhan. Rafka, dengan wajah yang penuh kekhawatiran, berjalan menuju Ivan dengan langkah tergesa-gesa. Ivan bisa merasakan adanya ketegangan di udara saat Rafka semakin mendekat. Tatapan mereka bertemu dalam keheningan yang berat.Tak lama setelah Rafka berada di depan Ivan, pria itu seolah melepaskan semua ketegangan yang ada dalam dirinya. Ia langsung mencengkeram kerah baju Ivan dengan kasar, menggeramkan pertanyaan yang memancar dari dalam hatinya. "Apa yang kamu lakukan kali ini?"Ivan menatap tajam Rafka, mencoba membaca perasaan yang ada di
Ivan berdiri di samping tempat tidur Agatha, pandangannya tetap terfokus pada wanita yang terbaring di sana. Hatinya terasa berkecamuk, sulit untuk mengurai perasaan yang datang menghujam. Ia melihat Agatha, seorang wanita yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya, sekarang tengah mengalami hal yang begitu serius. Dia merasa bingung, marah, dan khawatir dalam waktu yang bersamaan.Dokter yang berbicara dengannya tampak serius dan penuh perhatian. Ivan mencoba untuk tetap tenang dan mendengarkan penjelasan dokter dengan seksama. Dokter menjelaskan bahwa masalah yang Agatha alami adalah plasenta previa, di mana plasenta berada di dekat atau menutupi rahim bagian bawah. Kondisi ini bisa berisiko tinggi, terutama ketika mendekati waktu persalinan.Ivan merasakan jantungnya berdetak lebih cepat saat mendengar bahwa kondisi ini berbahaya bagi Agatha dan bayinya. Dia merasa tidak ingin kehilangan Agatha, terlebih lagi dengan keadaan yang semakin rumit setelah semua yang terjadi. Namu
Setelah meninggalkan rumah Karina dan Ravindra, Agatha merasa perasaannya masih dalam keadaan campur aduk. Namun, dia tahu bahwa ada satu hal lagi yang harus dia lakukan. Dia pergi ke rumah Ivan untuk menemui Adiva dan Alvi. Sesampainya di sana, dia melihat Adiva dan Alvi sedang bermain dengan penuh kebahagiaan.Agatha tersenyum melihat pemandangan itu. Alvi, bayi yang dulunya begitu tenang berada dipelukannya, kini sudah tumbuh menjadi anak yang sehat dan ceria. Dia sudah mulai berjalan dan berbicara, dan Agatha bisa melihat betapa Adiva merawatnya dengan penuh cinta.Agatha merasa bahagia melihat keakraban antara Adiva dan Alvi. Melihat Alvi tumbuh sehat dan bahagia membuat hatinya hangat."Adiva," panggil Agatha dengan suara lembut. Adiva menoleh dan tersenyum melihat Agatha. Mereka bertatap mata, dan Agatha bisa merasakan campuran antara rasa bersalah dan rasa terima kasih di dalam hatinya.Alvi melihat Agatha, dan meskipun dia masih kecil, wajahnya sudah penuh dengan keceriaan. "
Beberapa minggu kemudian, setelah Rafka berangkat bekerja dan Ayra pergi ke sekolah, Agatha memutuskan untuk mengunjungi rumah ibunya. Sudah lama sejak terakhir kali dia menghabiskan waktu dengan Riana, dan Agatha merasa butuh pelukan dan nasihat ibunya. Begitu Agatha memasuki rumah, aroma kue hangat langsung menyambutnya. Ibu Agatha, Riana, dengan senyum hangatnya, sudah menanti di ruang tamu.Sesampainya di rumah, Agatha disambut dengan senyuman hangat oleh Riana. Wanita itu terlihat begitu bahagia melihat putrinya. Mereka duduk di ruang tamu yang nyaman, dikelilingi oleh bunga-bunga dan foto-foto keluarga di dinding.Agatha menghabiskan waktu berjam-jam bersama ibunya. Agatha mulai bercerita tentang kesehariannya, tentang bagaimana dia mencoba untuk memperbaiki hubungannya dengan Rafka dan Ayra. Dia bercerita tentang momen-momen kebersamaan yang berhasil mereka ciptakan, meskipun rasa bersalah masih menghantuinya. Agatha juga menceritakan tentang kehamilannya yang semakin membesar,