"Weerrr...!! Weerrr...!! Weeerrr...!!"Monster lebah emas bertebaran di segala penjuru, mulai mengarahkan racunnya kepada Rama."Hah!! Banyak sekali kalian?!" Rama berdiri dan memutar pedang suci kembarnya, segera menghalau monster lebah emas yang mulai mengarah kepadanya."Wush!! Wush!! Wush!! Crash!! Crash!! Crash!!" Rama mulai paham dengan gerak-gerik para monster, selain jumlah mereka yang banyak. Pola serangan mereka teratur, hingga Rama dengan mudah melancarkan serangan kepada monster lebah. "Wush!! Crash!!" Beruntung Rama mempunyai teleportasi dari Baxia, membuat Rama mudah menebas para monster lebah.[Tuan Muda, gunakan guardian healing agar tenagamu tetap terjaga] Ara memberikan sebuah baju rompi berwarna hijau keemasan. "Ara, warna rompi itu terlalu kuno ya?" komentar Rama, sebenarnya Rama hanya mengisi canda disaat ia harus bertarung. [Aku bisa mengubahnya menjadi warna merah muda]"Astaga, warna tadi saja!! Aku hanya bercanda Ara!!" Rama menyahuti Ara sembari menebas pa
Rama menatap Ular Naga raksasa yang berada di depannya. Ular Naga itu memiliki sisik berwarna putih tulang dengan kilau yang indah. Rama bahkan terlihat kecil di hadapan Ular Naga itu. "Apa aku harus melawan Ular Naga raksasa itu?" gumam Rama, namun tak ada jawaban dari Ara. Biasanya kelinci putih itu akan memberikan intruksi kepada Rama. Nyatanya Rama hanya sendirian bersama Ular Naga raksasa yang kini berada di hadapannya. Ular Naga raksasa itu mendekatkan dirinya, Rama bersiap dan waspada kalau-kalau diharuskan melawan Ular Naga raksasa. Meskipun Rama merasa nyalinya agak menciut saat ini."Akhirnya kita bertemu Rama," kata Ular Naga raksasa, sebelah matanya kini berada di depan Rama. Mata itu begitu indah, jernih dan murni. Rama bahkan hampir terhanyut pada tatapan Ular Naga raksasa. "Siapa kau?" tanya Rama. "Aku adalah jiwa dari pusaka Naga yang ada di tubuhmu," sahut Ular Naga."Saat ini kau melihat gambaran dari tubuhku, namun seperti yang kau tau, aku kini bersatu bersama j
Rama mulai sadar, ia merasakan sakit yang teramat sangat di tubuhnya, di kepalanya. Rompi guardian healing kemudian melebur menjadi satu kedalam tubuh Rama, menghilangkan rasa sakit yang baru saja ia derita. "Aku masih disini rupanya?" kata Rama sembari memegangi kepalanya. "Kau sudah sadar?" kata Ular Naga raksasa, ia kembali menatap Rama dengan lembut. "Apa yang terjadi?" tanya Rama kemudian, kepala dan tubuhnya sudah tidak sakit berkat guardiant healing. "Kau mengalami tekanan mental, namun tubuhmu belum terbiasa sehingga kau pingsan," jelas Ular Naga raksasa. "Ah, ternyata begitu..." Rama tersenyum maklum menyadari tubuhnya belum sekuat dugaannya. "Rama, menurutmu apa yang akan terjadi di masa depan?" tanya Ular Naga. Rama termenung, mengapa Ular Naga mengajukan pertanyaan seperti itu. "Menurutku kematian," sahut Rama. "Mengapa kau mengatakan kematian?""Setiap manusia itu tertipu dan lalai, mereka pikir bisa hidup lama, sehingga tidak memaksimalkan diri di hari ini, pada
'Tuan Muda, apakah kali ini kita akan mengambil kembali sumber daya di alam Jien?' tanya Lilian yang sedang berkamuflase. 'Ia, kita harus menghabiskan sumber daya itu, agar alam Jien jatuh miskin!'sahut Baxia. "Tuan Muda, serahkan ransel-ransel itu, biarkan aku membawa semuanya!!" Fatta yang mengikuti Rama sebagai pengikut kemana-mana, membuat mereka terkenal sebagai duo pengangkut. Rama meminta Fatta untuk berada di kotak penyimpanan, tapi Fatta menolak, sangat tidak sopan membiarkan Tuan Mudanya menjadi pesuruh manusia lain. Begitu menurut Fatta. "Fatta, biarkan aku membawanya!" sahut Rama, "lagipula kau juga sedang membawa banyak barang!"Bakrie dan Fahmi langsung terkekeh, "lihatlah kedua anak muda ini, bahkan menjadi pengangkut saja mereka sangat bersemangat!!" kata Bakrie memuji. "Benar, jaman kita dulu malah dorong-dorongan ketika jadi pengangkut!!" kata Fahmi pula. "Paman, Tuan Muda tidak seharusnya menjadi pengangkut," sahut Fatta kesal, namun ia tetap menjaga kesopanan
Fatta tersenyum setelah Rama mengeluarkan senjata pamungkasnya, kapak kembar besar yang terlihat hampir seukuran tubuhnya. "Apa itu tadi?" tanya Bakrie yang terkejut dengan senjata Fatta. "Dia bahkan terlihat membawa senjata itu dengan santai!! Apa senjata itu ringan karena sudah diberi sihir?" tanya Fahmi juga ikut menyaksikan. Leon mulai mengayunkan pedang apinya,"Wush!!"ia bergerak dengan lincah dan cukup baik, tidak terlihat seperti kesulitan mengingat Leon cukup berumur.Junan juga merapalkan mantra untuk membuat beberapa pasukan Jien terpental jauh,"Haaaappp!! Wush!!" Junan membentangkan tangannya untuk memaksimalkan tenaga sihir yang ia kerahkan. "Brakht!! Sing!!" Hendra memutar tombaknya dan mulai memukuli para Jien yang maju menyerangnya. "Blar!! Blar!! Blar!!" Begitu pula Satria yang mulai menembakkan senjata apinya yang sudah diberi sihir. Ririn berada di tengah dan bersiap memberikan support kepada pahlawan yang terlihat akan melemah, Ririn adalah salah satu support
"Paman, apapun yang terjadi jangan melawan, ikuti saja apa mau mereka! Oke!" kata Rama setelah melihat pahlawan mulai tak sadarkan diri. "Apa maksudmu? Bagaimana aku bisa mempercayaimu, kau bahkan hanya setingkat kami!" sahut Bakrie mulai gemetar. "A~aku percaya padamu!! Apa yang harus aku lakukan?" tanya Fahmi, ia melihat kemampuan Fatta, jadi bisa saja mereka memiliki rencana ke depan untuk meloloskan diri. "Astaga! Apa yang kau lakukan! Kita harus kabur!" kata Bakrie, pintu portal memang belum tertutup. Namun dari kejauhan Panglima Ruwo mengarahkan tangannya dan merapal mantra untuk membuat portal tertutup lebih cepat, tak ada waktu untuk mereka kabur lagi. "Paman, Pura-pura saja tak sadarkan diri!" kata Rama kemudian tak sadarkan diri. Sementara Fahmi memang tak sadarkan diri karena ketakutan. Jadi Bakrie mau tak mau berakting tak sadarkan diri seperti Rama.Pasukan Jien mulai mendekat dan memasangkan rantai ke tubuh manusia. Mereka kemudian diangkat dan di taruh kedalam gero
"Rama, kupikir kau sudah mati!!" kata Rina memeluk Rama, rasa bersalah yang dulu membuatnya tak bisa tidur, kini menguap setelah melihat kehadiran Rama.Fatta bahkan melongo dengan mulut menganga melihat kejadian di depannya, baru kali ini ia melihat gadis tanpa segan memeluk seorang pria. "Tuan Muda, apa dia kekasihmu?" tanya Fatta dengan tatapan penasaran.Rina yang mendengar itu dengan malu-malu melepaskan pelukannya dari Rama, sepertinya ia terlalu terbawa suasana hingga lupa pada tata krama. Rama hanya bisa diam dan menahan malu setelah dilihat banyak orang."Baiklah, aku akan menemanimu mengambil makanan!" kata Rina kemudian mencairkan suasana yang mulai canggung. "Terima kasih," sahut Rama dengan senyum ramah yang ia perlihatkan. Melihat itu, Rina kembali merona karena Rama terlihat lebih tampan kali ini. "Ehm... Ehm.. Tuan Muda, sebaiknya kita tidak makan bukan? Kau telah berjanji padaku tadi?" kata Fatta mencoba mengingatkan Rama, melihat makanan di hadapannya membuat Fatt
"Apa ini aku merasa segar dan kekuatanku seperti kembali," kata Bram, ia bahkan merasakan kekuatannya sendiri. "Jangan lakukan apapun untuk saat ini," kata Rama ketika Bram ingin melepas kalung di lehernya."Kalung itu sudah tidak berfungsi, kita akan membagikan elixir antimagic potion secara diam-diam, aku khawatir sudah ada pengkhianat diantara kalian, jadi lebih baik biarkan kalung itu tetap berada di lehermu."kata Rama lagi. "Gelk!! Glek!! Glek!!" Melihat Bram kembali mendapatkan kekuatannya, dengan cepat Adipati juga meminum elixir antimagic potion yang Rama berikan. "Lalu mengapa kau percaya kepada kami?" tanya Adipati ketika merasakan kekuatannya juga pulih. Rama mengangkat bahunya dan berkata, "Entahlah, aku hanya ingin percaya saja." sahutnya dengan enteng. "Rama apa kau tidak memberikan kami pula elixir antimagic potion itu?" tanya Fahmi, mendengar itu Bakrie mengangguk setuju dan menatap Rama berharap. "Tidak! Maaf paman, aku takut kalian kabur dan mengagalkan rencana
Hari kelahiran sang putra Adipati "Oeeeekkkk.... Oeeeekkk!!" suara tangis bayi lelaki menggema di waktu subuh, saat itu hari mulai berganti dari gelap menuju terang. Di hari kelahirannya, burung-burung berkicau riang, angin berhembus dengan tenang. Melisa menatap bayi lelaki yang kini berada di pangkuannya dengan tatapan sayang. "Namamu Arash, artinya cahaya... Ibu harap kau akan menjadi cahaya yang menerangi kegelapan, cahaya yang menghangatkan." Melisa kemudian mencium lembut bayi lelakinya, air mata menetes di pipinya. "Ketahuilah Arash, ibu maupun ayahmu Rama, mencintaimu... Sangat mencintaimu nak!!" kata Melisa, ia begitu lemah, jadi ia memberikan bayi itu kepada Fatta. Melisa kemudian bersandar dan tak lama setelah itu ia menghembuskan napas terakhirnya dengan senyum dan bekas tetesan air matamata di pipinya. "Nona Melisa..." Fatta, Lilia dan Baxia menangis pilu mengantar kepergian dari Melisa. Melisa berjuang dengan sekuat tenaga saat mengandung Arash, karena ke
Rama menatap Ara tak percaya, bagaimana bisa ia menyegel Raja Iblis di dalam tubuh anaknya yang bahkan belum lahir? Rama akan merasa sangat berdosa kepada anaknya, ia akan menjadi seorang ayah durhaka kepada anaknya, tapi ia harus menyelamatkan orang banyak. Dia harus berkorban!! (Tuan Muda, aku hanya memberikan informasi yang kau butuhkan, apapun keputusanmu itu diluar kendaliku) Ara paham dengan perasaan yang kini menghampiri Rama. "Apa tidak ada cara lain?" tanya Rama dengan genangan airmata yang tertahan di matanya. "Bagaimana anakku akan menjalani harinya dengan jiwa Raja Iblis yang tersegel di dalam tubuhnya?" (Tidak ada waktu lagi Tuan Muda, kekuatan Raja Iblis semakin membesar, jika ia berhasil membentuk tubuhnya maka kau tidak akan bisa melawannya lagi) Ara juga merasakan kesedihan yang Rama rasakan karena mereka terhubung. Rama menatap nanar pusaran darah yang terlihat makin membesar, Rama kemudian mengaktifkan pusaka Naga dan menyerap jiwa Raja Iblis. Dia tidak me
"Aku ingin bertemu Yang Mulia..." kata Rama kepada kasim Han, kasim Han terlihat bingung. "Tuan, tadi Yang Mulia berpesan untuk tidak mengganggunya, siapapun dilarang masuk." jelas Kasim Han. "Apa kau tidak bisa mengabarkan kepadanya kalau aku yang datang? Ada hal yang sangat penting yang harus aku laporkan..." kata Rama lagi, meski ia dekat dengan Raja Baskara, Rama tak pernah melanggar batas. Rama tetap menghormati temannya itu sebagai seorang Raja. "Baiklah Tuan Muda, aku akan mencoba memberitahunya..." kata kasim Han lagi, ia kemudian masuk ke dalam untuk melapor. Tidak berapa lama kasim Han keluar, ia terlihat menggelengkan kepalanya. "Tuan Muda, maaf Yang Mulia tidak bisa diganggu, ia hanya berpesan untuk datang ke pestanya malam ini dan kau bisa melapor saat itu..." kata kasim Han, kasim Han jelas mengenal Rama, ia juga tau seberapa dekat Raja Baskara dengan Rama. Namun ia juga tidak bisa memaksakan kehendak Raja Baskara yang saat ini tidak bisa di ganggu. Rama mengang
Saat itu Alan sedang menatap dari kejauhan pertemuan Rama dengan pejabat Huang. Setelah beberapa lama akhirnya Rama, Fatta dan Rizal terlihat undur diri. Alan dengan jelas melihat tatapan pejabat Huang sangatlah penuh misteri saat menatap Rama. Bahkan Alan tak pernah menyangka kalau pejabat Huang adalah Raja Iblis yang menyamar. 'Mungkinkah pejabat Huang menyadari siapa bang Rama?' gumam Alan. "Bang Rama!!" tegur Alan ketika ia melihat Rama, Rizal dan Fatta mulai mendekat ke arah tempatnya bersembunyi. "Alan!!" Rama terlihat senang bertemu Alan, "mana Pandu?" tanya Rama setelah menyadari tidak adanya keberadaan Pandu di sekitar Alan. Karena setau Rama, Alan dan Pandu jarang terpisah. "Pandu sedang menjaga seorang gadis, kami hampir menabraknya semalam!! Dan... Ada yang ingin ku bicarakan denganmu bang!!" kata Alan dengan wajah serius. Baru kali ini Rama melihat Alan bicara serius. Artinya ia perlu tempat untuk bicara agar tidak ada yang bisa mendengar, setelah agak menj
Alan menatap gadis yang masih tak sadarkan diri itu, wanita ini memiliki kecantikan yang tidak biasa, riasannya terlihat tebal, karena kini riasan itu mulai luntur membuat wajah cantiknya tak terlihat. Namun Alan masih bisa tau kalau gadis yang kini ada di depannya memiliki wajah yang cantik. "Mengapa kau menatapnya seperti itu?" tanya Pandu. Alan meletakkan jari telunjuknya di bibir, "aku hanya heran apa yang membuatnya ketakutan hingga kabur dalam keadaan seperti ini?" kata Alan dengan suara pelan. Seorang pelayan wanita paruh baya masuk, Alan memintanya untuk membersihkan wanita itu. Setelah wanita paruh baya itu masuk, Alan dan Pandu segera keluar dari kamar. "Apa mungkin ia gadis yang dijual sehingga melarikan diri?" pikir Pandu. "Bisa jadi!! Tapi anehnya ia berlari dari arah hutan, dari mana kira-kira ia kabur?" pikir Alan, belum sempat ia mendapat jawaban dari apa yang ia pikirkan, terdengar suara teriakan dari arah kamar. "Kyyyaaaa!!" Alan dan Pandu masuk k
Rama, Fatta dan Rizal terlambat datang, ketika sampai di tempat kejadian sudah ada beberapa mayat dan prajurit yang terluka serta ada 4 kereta kuda. "Apa yang terjadi?" tanya Fatta kepada beberapa prajurit yang masih sadar. Namun mereka tak bisa menjawab karena masih terlalu lemah. "Fatta!! Rizal!! berikan ini terlebih dulu kepada mereka!!" kata Rama ketika melihat prajurit itu kesakitan, Fatta dan Rizal lalu bergerak dengan cepat mengobati prajurit yang masih bisa di tolong. "Siiiiinnng!!" Seketika rasa sakit karena tembakan dan sabetan pedang menghilang dari tubuh mereka. Mereka pulih dengan cepat. "Tuan terima kasih!!" Beberapa prajurit mulai menunduk hormat, bahkan Sersan Wawan juga langsung di bawa ke hadapan Rama. Bersyukurlah masih ada detak jantungnya, karena Elixir Healing potion tidak akan bisa menyelamatkan nyawa seseorang yang telah berhenti berdetak. "Glek!! Glek!! Glek!!" Sersan Wawan menghabiskan cairan yang Rama berikan dengan gerakan yang lemah, seketik
"Kau yakin ini rumahnya?" tanya Bakrie kepada Danang, Danang mengangguk dengan mantap. "Aku tidak akan melupakan tempat ini, di sinilah aku melihat siluman itu kak Bakrie!!" kata Danang tanpa keraguan. Bukan Bakrie tak percaya, hanya saja titik lokasi pertemuan antara ketuanya dan siluman Harimau juga berada di rumah ini. "Apakah mungkin orang itu adalah siluman Harimau?" gumam Bakrie ragu. "Maksudmu apa kak Bakrie?" tanya Danang bingung, jelas ia mendengar Bakrie mengatakan soal siluman Harimau tadi. "Apa yang kalian lakukan di sini?" tanya Cacao ketika Bakrie akan menyahut. Padahal Bakrie dan Danang sudah berada di tempat paling tersembunyi dan tak terlihat. "Wush!!" Danang sudah akan menyerang Cacao, namun gerakan pemuda itu sangat cepat dan tak terbaca mata biasa. "Wush!!" "Tap!!" "Brught!!" Dengan cepat Danang dijatuhkan oleh Cacao. "Tuan Cacao!! Maafkan kami!!" Bakrie yang mengetahui siapa Cacao langsung berlutut. "Kau mengenalku rupanya?" Cacao m
"Bagaimana dengan persiapan kalian?" tanya Raja Iblis terhadap Badara, pelayannya yang merupakan siluman harimau itu menunduk. "Tuan, kami sedang merencanakan perampokan upeti dari beberapa desa, setelah upeti terkumpul, kita bisa membeli beberapa barang untuk melakukan ritual besar pembangkitanmu!!" jelas Badara."Jangan kecewakan aku Badara, dulu kalian telah gagal melakukan pembangkitanku, cukup satu kali aku memaafkan kecerobohan kalian!!" tegas Raja Iblis, ia mengibas jubahnya dengan kasar. "Tuan, kali ini kami tidak akan membiarkan ritual pembangkitanmu gagal!!" janji siluman Harimau. Mata Raja Iblis berkilat merah, jika marah ia akan semakin lapar, seharusnya ia akan makan 3 hari lagi, namun rasa laparnya semakin hari semakin besar. "Cacao!!" panggil Raja Iblis. Dengan secepat angin Cacao muncul di depan Raja Iblis dengan bersujud. "Tuan!!""Aku merasa lapar, carikan gadis untukku!!" Cacao terkejut, belum ada waktu seminggu dari hari terakhir Raja Iblis makan, ia sudah mu
Rizal menunggang kudanya dengan cepat, ia harus segera menyampaikan informasi ini kepada Rama. Rizal hanya membawa bekal seadanya, ia akan memangkas waktu istirahat, karena begitu sampai dan bertemu Rama akan mudah untuk kembali. *** "Alan, apa yang kau lakukan di sini?" tanya pejabat Huang saat mendapati Alan membaca buku yang tidak biasa, buku itu dari masa depan dan diberikan oleh Rama. Alan menutup buku itu dengan tenang, ia sudah membuat sampul pada bagian buku sehingga orang lain tidak akan curiga, namun Alan tidak tau kalau Raja Iblis aka pejabat Huang, telah melihat sebagian isi buku yang Alan baca. "Hanya mengisi waktu sebelum masuk ke kelas, Tuan sendirian?" tanya Alan sopan. Ia selalu menatap takjub pejabat Huang, entah mengapa pejabat Huang selalu bisa membuat orang lain untuk senang berada di dekatnya. Karena pejabat Huang memang menggunakan kemampuan sihirnya agar orang lain menyukainya. "Benar, aku menerima undangan makan dari Raja Baskara. Apa kau mau ikut? Ak