Mayang
Semenjak aku bertemu dengan ibu nya Pak Rendra, hubunganku dengan Pak Rendra semakin dekat. Tidak sungkan-sungkan tiap pagi Pak Rendra mampir ke rumah hanya sekedar untuk sarapan bareng. Kadang dia yang memasak, kadang beli, bahkan kadang aku yang memasak. Tiap subuh pasti dia mengirim pesan memberitahu kalau mau sarapan bareng, lengkap dengan siapa yang akan memasak. Aku rasa ini sudah keterlaluan karena kita belum ada ikatan yang jelas.
Aku merasa nyaman dengan keadaan seperti ini, tapi justru tanpa statusnya ini yang membuat aku was-was dengan keadaan, apakah nantinya dia mengajak serius atau dia hanya akan meninggalkan luka seperti Rifki.
“Hari ini jadwalnya apa saja Yang?” Pak Rendra menanyakan kegiatanku saat dia sedang asyik mengoles selai di roti tawar. Pagi ini kami sarapan soti tawar sesuai permintaan dia subuh tadi. Tapi karena di rumahnya tidak ada roti tawar jadi dia menyuruhku yang menyiapkannya. Untung saja persedian roti tawar
Sesusai janjinya tadi pagi. Malam ini Rendra makan malam di rumahku. Entah apa yang membuat dia betah di rumahku. Padahal kalau dipikir rumahnya jauh lebih luas dan lebih lengkap. Tidak seperti rumahku yang serba minimalis dan terbatas. Malam ini dia delivery pizza. Katanya malas makan nasi. Aku juga sangat jarang ketika malam makan nasi. Kami makan malam di taman belakang rumahku. Untung tetangga-tetanggaku tidak ember mulutnya, karena aku dan Rendra sama-sama single. Biasanya pasti sudah menjadi bahan gossip ibu-ibu kompleks.Aku menepuk-nepuk perut ketika sudah menghabiskan tiga potong pizza. Apalagi Rendra, dia Sudah mengahabiskan lima potong pizza. Dia itu kalau makan banyak, tapi tetep gak gemuk. Badannya bagus. Padahal aku gak pernah lihat dia olahraga. Tiba-tiba kecanggungan diantara kita terjadi seperti pertama kali kita ketemu.“Yang..” Sapanya“Iya Ren.” Ujarku singkat.Dia tidak melanjutkan lagi.
Malam ini menjadi bukti dan saksi bahwa Rendra milikku. Dia bukan laki-laki yang penuh nafsu. Tapi perlakuan dia mala mini membuat aku tidak bisa berkutik. Walau hanya sebatas ciuman, tapi dia benar-benar membuat aku terlena. Terlena atas Batasan-batasan yang sudah aku jalankan ketika dekat dengan lawan jenis, bahkan status kita bukan pacaran. Satu langkah lebih unggul yaitu komitmen untuk pernikahan.“Yang, kamu pengen pernikahan yang seperti apa?” Ucapnya selesai menyesap kopi yang barusan aku buatkan untuk dia. Makan malam yang berlanjut dengan kegiatan panas bahkan lanjut pembahasan pernikahan.“Kamu belum melamarku ya Ren, jangan sok-sok an segala tanya pernikahan.” Aku menggodanya.Dia merasa tertantang Lalu menggenggam tanganku “Kamu mau aku melamarmu malam ini juga?”Mataku membola mendengar ucapannya.“Gak gitu juga, semua butuh proses. Kamu tau kan kalau aku masih memantapkan hati. K
Weekend kali ini aku menemani Clara ke Magelang. Aku menolak saat dia meminta untuk bermalam di hotel. Perdebatan alot dengan sikap dia yang masih labil dan manja, sehingga dia memutuskan ngikut aku. Rendra awalnya ingin ikut, tapi mendadak dia harus bertemu dengan Diana dengan berat hati dia batal ikut. Rendra menyakinkan kalau dia dan Diana tidak ada apa-apa, tapi aku pura-pura cuek. Sebenarnya aku khawatir apa yang akan mereka lakukan. Perjalanan kali ini menggunakan sepeda motor agak tidak macet dan bisa agak cepat.Jalan Magelang tampak sepi tapi saat di perbatasan Jogja-Tempel sangat ramai bahkan mobil-mobil pun sudah berhenti. Saking macetnya. Untung saja kami hanya menggunakan motor. Rendra sempat tidak setuju jika kami berangkat pakai motor. Dengan alasan polusi, capek, debu, dan lain-lain.“Kenapa Kak Ren yang sensi ya, Mbak Mayang santai aja lo Kak. Gak usah khawatir kita udah gedhe.” Ujar Clara sarkas.Rendra tak be
“May, gue nebeng lo ya. Tadi gue berangkatnya naik ojol. Yuk,” ajak Gadis.Tumben sekali Gadis nebeng aku, biasanya dia nebeng Danu karena rumah mereka jauh lebih deket. Aku melirik arloji di pergerangan tanganku, ternyata sudah pukul empat. Danu juga sudah siap-siap mau pulang. Saat itu juga pintu ruangan Rendra terbuka.“Dis, yakin gak jadi bareng gue?” Tanya Danu.“Enggak, sama Mayang aja. Lama gak nebeng dia.”Aku hanya mengangguk. Aku melihat kalau tatapan Rendra mengunci mataku. Tapi aku cuek.“Yuk, keburu macet.” Aku jalan lebih dulu meninggalkan Danu, Gadis, dan Rendra. Aku baru malas jika ngobrol dengan dia.“May, mampir beli kopi yuk?” ajak Gadis. Aku langsung mengiyakan, karena memang aku butuh kopi. Sangat penat hari ini. Harapan akan membayangkan makan siang berdua, pulang bareng, sampai rumah makan bareng lagi. Sirna sudah.“Boleh, ke Kopi da
“Pulang bareng ya?” Suara Rendra terdengar sangat dekat. Ternyata dia sudah ada di depan mejaku.“Mobilku gimana?” tanyaku. Karena aku tadi dijemput Gadis.“Biar dibawa Gadis lagi, Mama ngundang makan malem.” Rendra menarik kursi di depanku.Aku kaget mendengar perkataan Rendra, gila aja Mamanya ngajak makan malem bareng. Aku belum persiapan apa-apa. “Kenapa mendadak sih? Kenapa gak dari tadi ngomongnya? Aku gak siap apa-apa ini?” Protesku.“Mama barusan yang whatsapp. Gak usah bawa apa-apa. Udah gitu aja langsung berangkat. Nanti habis isyak langsung pulang, biar gak kemalaman pulangnya.” Katanya.Akhirnya aku menyetujui. Untung saja hari ini pakaian yang ku pakai bisa dikatakan sedikit sopan. Aku memakai celana kulot warna mocca dan blazer dengan warna senada. Ya, meskipun belum mandi tapi not bad lah.“Dis, mobil gue, lo bawa la
Selang lima menit depan ruang editor terdengar rame-rame. Benar yang dikatakan Gadis kalau Kak Ratu diterima jadi editor di sini. Ketika Bu Rahma selaku kepala HRD masuk ruangan semua penghuni ruangan ini menjadi diem. Kemudian di susul dua orang yang aku Yakini akan diperkenalkan sebagai editor baru. Satu laki-laki dan yang satu perempuan. Yang perempuan jelas itu Kak Ratu.“Mayang, ikut ke ruangan Pak Rendra sekarang juga ya.” Perintah Bu Rahma. Aku langsung berdiri dan mengikuti di belakangnya.Aku berjalan di samping kak Ratu “Hallo kak,” sapaku.Kak Ratu menoleh dan membalas dengan senyuman.Ada yang aneh menurutku, waktu awal ketemu wawancara dulu tidak seperti ini. Ini kenapa seperti cuek ya. Ahhh kenapa juga aku harus mikirin ini.Bu Rahma mengetuk pintu ruangan Rendra. Kami langsung masuk saat Rendra memersilakan dari dalam. Rendra langsung berdiri dari kursinya kemudian menuju kursi tamu yang ada di s
“Mana kuncinya.” Gadis merebut lagi kunci mobilku terus diberikan ke Danu. “Dan, lo yang nyetir, aku gak mau kalau Mayang yang nyetir terus terjadi apa-apa.”“Siap. Tapi nanti kalian janji ceirta ya.” Rayu Danu.Kami bertiga memang sering gak mau kalau diminta nyetir, sesuai kesepakatan bersama menggunakan mobil siapa baru yang punya mobil yang nyetir. Tapi kali ini beda, karena kondisiku yang tidak memungkinkan Gadis menyuruh Danu untuk nyetir.Baru aku membuka pintu mobil, aku melihat Rendra keluar dari kantor dengan Kak Ratu. Tatapan Rendra langsung menatap ke arahku. Aku tau maksud tatapan dia, tapi aku tidak nyakin untuk kali ini.“Ayo May, lo nunggu apa lagi sih.” Teriak Danu.Aku langsung masuk dan menutup pintu. Menghiraukan tatapan Rendra. Selama perjalanan aku hanya melihat ke arah jendela.“Dis, pesan seperti biasanya ya.” Aku menyuruh Gadis ke
Aku membaca cerita karya Rendra yang dikirim. Dua hari ini aku membaca naskahnya. Sebenarnya cerita dia tidak begitu Panjang. Tapi aku menikmati setiap bagian yang dia tulis. Semua yang dia tulis seperti yang aku impikan selama ini.Entah sengaja atau tidak, Rendra tidak memberikanku kerjaan selain naskah dia. Ini tidak adil sebenarnya karena karya dia belum masuk ke daftar yang akan dicetak. Malah ada beberapa karya yang dikerjakan Ratu. Aku sempat protes dengan Rendra, tapi dia tetap dengan keyakinannya, aku diminta untuk fokus ke karya dia. Aneh bukan.Sudah dua minggu pasca kejadian awal Kak Ratu kerja di sini. Semua terlihat baik-baik saja. Aku dan Kak Ratu tidak terjadi perang batin, gak tau kalau perasaan kak Ratu.“Yang, bisa ke ruangan saya sebentar?” Pak Rendra menyembulkan kelapa di pintu.Aku mengangkat kepala mencari sumber suara “Ohh, bisa Pak.” Aku langsung berdiri dan merapikan kemeja yang agak kusut.
Kehadiran dan kedatangan Rendra kali ini memang membuatku bingung dengan sikapnya. Walau aku sudah tau semua kisahnya selama ini, tapi aku belum yakin dengan perasaanku dengan menerima dia kembali. Seperti halnya aku yang masih ragu dengan perasaanku, apakah hanya sebatas suka atau kasihan dengan kisahnya. Walau waktu di puncak aku sempat menerima cincin darinya, tapi bukan bearti hati ini sudah menetap untuk memilihnya kembali. Aku hanya perlu memikirkan dan membuat keputusan secepat itu, karena aku tidak ingin Rendra menunggu. walau kenyataannya dia yang selama ini membuatku terus menunggu.Aku pernah berada di posisi menunggu, dan itu sungguh tidak adil bagiku. Ketika Rendra memintaku bagaimana caranya aku tidak akan membiarkan dia menunggu, walau kenyataannya hatikulah yang lagi-lagi dibuat sakit. Kali ini bukan sakit karena menunggu, tapi sakit atas keputusanku, apakah sudah benar atau tidak? Apakah Rendra juga menginginkan hal yang sama? Atau dia hanya ingin membalas kebaikanku?
Curahan Hati MayangBagaimana perasaan kalian saat ditinggal dan diberi harapan palsu dengan orang yang dicintai? Pasti sakit hati bukan.Itulah yang ku rasakan hampir satu tahun ini. Orang tersayang bukan hanya Rendra yang menghilang, tetapi Gadis dan Danu juga menghilang.Aku sampai bingung harus menghubungi mereka lewat apa? Karena setiap kali aku kirim pesan baik di whatsapp atau sosial media yang lain pasti tidak pernah dibalas.Aku bingung apa yang membuat mereka seperti ini? Kalau hanya Rendra aku tidak ada mempermasalahkan karena memang dia masih punya istri. Tapi dengan Danu dan Gadis membuatku jadi bertanya-tanya, ada apa dengan mereka?Di saat aku membutuhkan dukungan untuk menjalani hidup yang jauh dari orang-orang tersayang, mereka semua menghilang, tapi aku bersyukur ada Galang yang selalu menemaniku saat itu. Dia menjadi orang pertama dan di garda terdepan saat aku terjadi suatu hal. Dia juga y
Sore ini kami semua langsung berangkat ke Puncak. Liburan yang tidak pernah aku rencanakan sebelumnya. Semua ini kejutan dari Rendra. Aku gak nyangka kalau dia punya ide seperti ini.Sampai puncak sudah malam hari, kami langsung masuk ke kamar masing-masing. Rendra yang memesan villa ini. Villa ini terdapat empat kamar tidur. Ayah dan Ibu satu kamar, Clara dan Mama, Rendra dan Danu, sedangkan aku dan Gadis.Kami semua tidak ngobrol santai dulu karena sudah terlalu capek. Aku bahkan di perjalanan tadi pun sempat tidur.Pukul sebelas malam aku kebangun karena haus, aku lupa membawa botol minum di kamar. Padahal biasanya aku selalu menyiapkan minum di kamar agar tidak keluar kamar malam-malam.Aku melihat televisi ruang tengah masih nyala, padahal tadi kami semua sudah masuk ke kamar masing-masing. Aku perlahan berjalan mendekati cahaya lampu televisi, ingin memastikan siapa yang menonton televisi malam-malam.“Loh Mas, bukan
Sebelum pulang ke kost, kami melakukan foto studio dulu. Aku padahal tida booking untuk foto studio, ternyata Rendra yang sudah melakukan dan merencanakan semua ini.Foto pertama, fotoku dengan Ayah dan Ibu, ke dua fotoku sendiri, ketiga Ayah, Ibu, dan Rendra. Dan yang terakhir fotoku dengan Rendra. Beberapa kali pose kami lakukan. Aku kikuk jika foto berdua dengan Rendra, karena belum pernah kami melakukannya. Dia juga beberapa kali pose memeluk pinggangku erat. Malu di lihat Ayah dan Ibu.Dirasa sesi foto cukup, kami segera pulang. Tapi aku mengajak untuk makan siang terlebih dahulu, tapi di tolak oleh Rendra. Padahal aku sudah sangat lapar.“Kenapa gak boleh mampir makan sih, aku laper.”“Nanti di kost aja ya.” Katanya lembut.“Aku gak masak tadi Mas.” Kataku dengan nada geli. Masih risih saat menyebut dengan sebutan “Mas”.Rendra langsung senyum senyum dan melaj
Hari ini, hari yang ku tunggu-tunggu. Iya. Aku wisuda pagi ini. Ibu dan Ayah sudah datang dari Solo sejak kemarin siang. Aku menggunakan kebaya modern warna merah maroon senada dengan kebaya ibu. Dan rok batik yang sama dengan Ibu dan Kemeja Ayah. Ibu tampak bahagia melihatku pagi ini.“Duh, ayune anak ibu.” Ibu senyum-senyum melihatku.Aku hanya membalas senyuman ibu.Ketika kemarin siang ibu sampai di sini, ibu dan Ayah langsung membahas lamaran Rendra, awalnya aku tidak terima dnegan Ayah yang begitu saja menerima tanpa menanyaiku terlebih dahulu. Tapi alasan Ayah menerima Rendra membuatku yakin kalau pilihan Ayah tidak pernah salah.Tapi, sampai saat ini aku belum memberikan jawaban ke Rendra. Dia juga rutin mengirimkan pesan untukku karena dia sudah ku usir dari sini beberapa hari yang lalu. dia hanya akan ngrecokin ketika aku mengerjakan revisi tesis bareng Galang. Ada saja alasannya agar dia bisa menganggu k
Harusnya hari ini Rendra dan yang lainnya pulang ke Jogja karena mereka tidak bisa meninggalkan pekerjaan terlalu lama, apalagi penerbitan yang di rintis Rendra baru seumur jagung. Tapi yang pulang hanya Ratu, Gadis, dan Danu. Sedangkan Rendra masih di Bandung katanya ingin menemaniku. Halah padahal dulu dia seperti apa. Aku Sudah mencoba mengusirnya karena kalau dia di sini, nanti hanya akan mengangguku menyelesaikan revisi tesis, padahal aku aku hanya diberi waktu satu minggu untuk menyelesaikan.“May, kami pulang dulu ya. Hati-hati, ada buaya di sini.” Kata Gadis sambil terkikik.Aku tau yang di maksud buaya adalah Rendra.“Santai, paling bentar lagi juga Gue usir.” Kataku.Setelah mereka pergi, mereka pulang ke Jogja menggunakan mobil Rendra. Rendra sengaja menyuruh mereka membawa mobilnya biar nanti REndra ke Jogja menggunakan mobilku. Aku paham maksudnya. Memang dari dulu Rendra selalu tidak mengijinkanku untuk
Aku tidak menjawab pertanyaan Rendra, buat apa aku menjawab kalau akhirnya dia tidak menjelaskan apapun yang sudah terjadi selama ini. Di juga menghilang. Dia pikir aku perempuan seperti apa yang bisa seenaknya dia singgahi begitu saja.Hingga dia menghentikan mobilnya di daerah braga. Kawasan ini sangat ramai jika malam hari, aku sudah sering ke sini dengan Galang. Bahkan kami sering menghabiskan malam minggu di tempat ini, selain untuk menghilangkan penat karena tesis yang menyita pikiran dan waktu, tempat ini juga nyaman untuk ngobrol.Rendra turun dari mobil, rasanya aku malas turun tapi mau bagaimana lagi aku gak mau jika dikunci dalam mobil. Rendra jalan ke arah Kopi Magma, tempat ini yang biasa aku datangi dengan Galang, selain tempatnya nyaman menunya juga enak dan ramah untuk mahasiswa seperti aku apalagi anak kostan.“Selamat Malam Neng Mayang.” Sapa seorang karyawan yang datang membawa buku menu.“Malam A’, saya pesan se
Malam ini kami makan penyetan yang dipesan Gadis, kami makan di ruang depan. Ruang ini tadi Danu sulap menjadi tempat istirahat Gadis, Danu, dan Ratu sedangkan Rendra malah menyusulku istirahat di kamar dan menyebabkan kejadian yang luar biasa. Dia belum bilang apa-apa, tapi dari yang dia lakukan ke aku itu menandakan kalau dia memang saat ini sudah resmi cerai dari Ratu.Kami makan dalam diam, tidak ada percakapan atau guyonan seperti biasa. Bahkan Danu dan Gadis yang biasanya selalu becanda, kesempatan makan malam ini mereka diam seribu bahasa.Selesai makan, aku selaku tuan rumah membereskan sampah bekas makanan. Aku membuangnya di tempat sampah depan kost biar tidak menumpuk di dapur. Aku sengaja berlama-lama di luar karena aku merasa canggung dan seperti orang asing di antara mereka.Takut mereka pada curiga aku langsung melangkahkan kaki masuk ke kost. Mereka baru fokus dengan ponselnya masing-masing. Aku segera ke dapur untuk cuci tangan.
“Sayang, maafin aku ya.” Berulang kali Rendra mengucapkan kalimat itu, aku memiliki rasa bersalah saat ini karena di luar ada istrinya. Dia malah menyusulku ke kamar. Di mana letak rasa pengertiannya dengan istrinya. Aku mulai melepas tangannya yang ada di perutku. Risih sekali sudah lama kami tidak komunikasi tiba-tiba dia datang-datang langsung meluk. “saya sudah maafin bapak. Bapak tunggu di luar ya. Saya mau ganti baju dulu.” Aku tak menoleh ke arahnya. Rasanya ingin melihat reaksi wajahnya, tapi aku urungkan. “Belum, kamu belum bisa memaafkan ku.” Katanya lagi. Dia memang orang yang keras kepala. “Sudah Pak, semua sudah berakhir. Saya sudah memaafkan bapak sejak dulu. Jadi jangan berfikir kalau saya belum bisa memaafkan bapak.” Kataku. Aku sengaja memanggilnya “bapak” karena itu lebih sopan daripada aku memanggil nama. Tiba-tiba dengan paksa Rendra membalikkan badanku. Dia langsung memegang kedua pip