Nindya syok. Tidak ada lagi sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Nindya benar-benar tak berkutik. Hanya menunduk dan berdiri di belakang Pras.
"Pras, jelaskan padaku. Apa ini maksudnya? Kamu juga mendukung perselingkuhan mereka? Atau kamu yang sengaja menjodohkan mereka?" pekik Anggun saat ia tahu jika Nindya adalah adik sepupunya.
"Demi Tuhan, Anggun. Awalnya aku nggak tahu. Aku baru tahu saat nggak sengaja lihat Reno di parkiran rumah sakit saat dia mengantar Nindya periksa kandungannya," terang Pras.
"Saat itu, aku sudah mewanti-wanti Pras dan Nindya. Aku juga marah, Anggun sama mereka. Aku juga nggak tahu apa yang dijanjikan Reno sampai adikku ini mau jadi simpanan Reno," gerutu Pras dengan wajah kesal memandang Nindya. Pras pun menariknya agar berani menghadapi Anggun
"Sini! Jelaskan pada Anggun. Kamu nggak perlu takut. Kamu sudah berani menikah dengan Reno, kamu haru
Wajah Reno seketika panik ketika istri sah mengundang istri siri juga selingkuhannya datang ke istana megahnya. Dan, ada sebuah kejutan lagi yang khusus didatangkan untuk Reno. Hal yang pastinya tidak akan diduganya."Sayang, kamu kenapa?" tanya Anggun dengan tersenyum bahagia."A-aku? Oh, nggak apa-apa kok." Reno berusaha tersenyum dan menutupi ketegangan di wajahnya. Sayangnya, Anggun terlalu pintar. Pras pun menahan tawa saat sahabatnya itu dikerjai Anggun."Rasain lu, makanya jangan anggap remeh istri yang sabar dan diam. Sekali dia membalas, kamu akan dibuat pusing," batin Pras."Oh, ternyata ini wanita selingkuhan kamu, Mas? Perempuan ... masih cantik aku dan Mbak Anggun," batin Nindya menggerutu.Wajah Reno dan Cynthia panik. Cynthia yang dipersilakan duduk di samping Reno pun hanya bisa saling pandang karena bingung mengapa berada di situasi
Wajah Reno pun panik saat melihat Nindya pingsan. Bagaimanapun juga ia tengah mengandung anaknya. Namun, Reno terpaksa cuek agar Anggun tidak menaruh curiga padanya."Pras, masukkin ke mobil aku aja. Kita bawa ke rumah sakit sekarang," ujar Anggun yang juga panik."Mas, kamu kok diam aja sih?! Ayo, bantu Pras angkat Nindya dong. Gimana sih kamu!" bentak Anggun. Reno akhirnya membantu Pras membawa Nindya. Wanita itu terlihat pucat. Reno pun semakin panik saat melihat tetesan darah keluar."Astagfirullahaladzhim. Ya Allahu selamatkan Nindya dan anakku. Mereka nggak bersalah," batin Reno."Pras, kamu aja yang bawa mobil ya," ujar Anggun."Mas, Ayo, cepat masuk! Kamu di belakang ya," ucap Anggun membuat Reno panik."Kenapa bukan Pras aja sih? Kan ini saudara dia," sahut Reno."Reno, Reno. Dia itu sedang meng
Reno dan Pras adalah 2 sahabat yang selalu bersaing sejak mereka di sekolah. Dalam hal prestasi akademik, Pras selalu unggul. Begitupun dalam bersaing meraih hati para wanita. Ketampanan dan kecerdasan Pras lebih memikat para wanita itu.Hingga, suatu ketika saat Pras dan Reno menyukai seorang wanita yang sama, persaingan itu kembali terjadi. Halimah, wanita muda itu. Namun, lagi-lagi wanita itu lebih memilih Pras. Tetapi, kali ini Reno tidak ingin mengalah. Segala cara dilakukan Reno.Malam itu ....Reno mengirimkan sebuah pesan rahasia menggunakan nomor Pras. Ia mengirim sebuah pesan ke nomor Halimah dan mengajaknya bertemu di sebuah gudang kosong tak jauh dari perusahaan milik keluarga Halimah.[Halimah, aku tunggu kamu jam 20.00 ya di gudang dekat kantor Papa kamu.]Halimah sempat ragu, tidak seperti biasanya Pras mengajaknya bertemu. Malam seperti ini. Jik
Reno mulai merasa ketakutan saat Pras yang kini bersamanya akan membuka kedok kejahatannya. Kejahatan yang tidak sengaja dilakukannya saat itu. Ia hanya ingin menghindar dari tanggung jawab menikahi Halimah."Ingat ya. Aku membayar kamu untuk menjadi Pras, bukan menasihati aku atau mengancamku," pekik Reno. Pras hanya tersenyum sinis."Reno, Reno. Ingat, suatu saat kamu pasti akan menyesal,karena cepat atau lambat semua kebusukan kamu akan terbongkar semuanya," pesan Pras dengan wajah tersenyum.Pras pun memilih pergi. Keluar dari kamar perawatan Nindya. Sedang Reno memilih wanita yang sedang mengandung anaknya itu. Anak yang begitu diharapkan oleh kedua orang tuanya.Dengan langkah tegap, Pras langsung berjalan cepat. Meninggalkan 'sahabat' yang sudah menghancurkan semua mimpinya. Mimpinya yang ia harap, akan terwujud dengan takdir lain.
Wajah tegang Reno membuat Anggun semakin mencurigainya. Istri sah Reno itu terus mencecar Pras dan suaminya tentang semua tabir misteri masa lalu."Ren, kamu belum berani jujur?" ejek Pras."Oh, atau aku saja yang membuka semuanya? Juga tentang siapa aku sebenarnya?" tantang Pras.Reno hanya terdiam"Baiklah. Aku yang akan menjelaskan semuanya," ucap Pras lantang.Pras pun menghela napas. Ada rasa berat yang membuatnya sulit mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya. Namun, demi kepentingan banyak pihak, ia harus mengungkapkan semuanya. Walau menyakitkan."Reno, aku adalah Pras. Pras yang sesungguhnya. Kamu masih ingat, kejadian saat kamu membuangku ke hutan malam itu?" ucap Pras membuka percakapan.Wajah Reno terlihat syok. Sepertinya ia sulit mempercayai, jika Pras yang dulu dianggapnya sudah mati dan dibuang ke tengah hutan
Reno terdesak. Anggun benar-benar membuatnya tidak punya pilihan. Hanya sebuah kejujuran yang diinginkannya."Jawab saja, apa yang kamu dan Cynthia sudah lakukan pada Mang Karta?!" bentak Anggun."Cynthia itu siapa,Mas?" cecar Halimah yang kini tengah mengandung anak kedua Cynthia."Aku bisa saja melaporkan kamu dan Cynthia pada polisi atas semua perlakukan kamu pada Mang Karta!" hardik Anggun.Kata penjara seketika membuat Reno panik dan ketakutan. Mendengarkan banyak cerita tentang penyiksaan sesama tahanan, membuatnya ketakutan."Ng-gak, Anggun. Aku minta maaf. Saat itu aku khilaf, aku panik karena ...." ucap Reno terbata."Karena saya mengetahui perselingkuhan Mas Reno dengan Mbak Cynthia?" teriak Mang Karta yang berjalan dari arah pintu dapur. Reno pun seketika berdiri dan menghampiri Mang Karta."Mang, Mang Karta baik-b
Reno dalam situasi sulit. Ia ingin membuat hubungannya dengan Anggun membaik. Tanpa ada hal yang ditutupinya lagi. Tetapi, akankah Anggun memaafkannya?Pria berkulit putih dengan wajah sendu itu akhirnya pasrah. Ia ingin memperbaiki segalanya. Kehadiran banyak wanita dalam hidupnya, bukanlah yang ia inginkan."Anggun, apa sebenarnya kamu mencintaiku?" tanya Reno."Kamu belum menjawab pertanyaan aku, kamu buat apa mengambil uang perusahaan? Apa untuk membiayai kehidupan wanita-wanita ini?" pekik Anggun.Reno menunduk. Ia memang salah. Tapi, biarkanlah ia menanggung semuanya sendiri. Tanpa ada orang lain yang terlibat dalam permasalahan ini."Aku yang salah, Anggun, maafkan aku," ucap Reno lirih. Ia menunduk, pasrah akan keputusan Anggun."Sudah berapa banyak uang yang kamu ambil?" cecar Anggun."To-tal keseluruhannya ... 2 Mil
Pras keluar dari ruang dokter dengan wajah sedih. Jalannya pun melambat seperti tidak ada semangat. Entah apa yang sudah dibicarakan dokter padanya.Saat mendekat ke arah Nindya dan Sara, timbul pertanyaan dibenak kedua adik sepupunya itu."Apa yang terjadi, Mas?" tanya Nindya dengan wajah cemas."Keadaan Ibu baik-baik aja kan, Mas?" cecar Nindya.Pras hanya diam. Bibirnya kelu tidak tahu harus berbicara apalagi. Ada perasaan sedih, tetapi ia memang harus mengungkapkan semuanya. Nindya dan Sara memang harus tahu keadaan yang sebenarnya."Ibu kalian—""Maaf, Mas, pasien kritis. Beliau mau ketemu dengan anak-anaknya," ucap sang perawat dengan tergesa.Nindya dan Sara bersama Pras langsung masuk ke dalam ruangan berlari dan mendekat sang Ibu yang terlihat sudah sangat lemah."Bu, maafin Nindya ya, Bu .
Beberapa tahun kemudianReno dan Pras kini telah sukses dengan kariernya masing-masing. Hidupnya tidak lagi dijalanan. Tidak lagi kelaparan apalagi kedinginan saat hujan, kepanasan saat terik matahari menyala.Dalam sebuah acara para pengusaha, Reno akhirnya bertemu dengan Anggun. Anggun tidak mengenali Reno, yang pernah dianggapnya sebagai kakak dan lama hidup bersama. Sedangkan Reno, langsung mengenalinya saat pertama kali berkenalan."Anggun? Dia anak om Panca?" batin Reno.Reno pun mengambil langkah, tanpa ingin membuang waktu ia langsung menjalin kedekatan di acara itu. Hingga komunikasi mereka pun terus berlanjut dan semakin dekat. Hingga beberapa tahun kemudian, Anggun dan Reno sepakat bertunangan."Hah, tunangan? Kamu serius, Anggun?" Para sahabat baik Anggun kaget. Ini di luar logika mereka. Anggun yang dikenal sangat hati-hati dan tidak mudah percaya kenapa begitu mudah mengambil keputusan besar di hidupnya, sebuah pernikahan. Dan lebih membuat sahabat Anggun itu tak perca
Tidak ada hal yang paling menyakitkan saat mendapatkan kabar duka itu. Sendirian ia mendatangi rumah sakit di daerah puncak itu. Tidak ada satupun keluarga yang mendampinginya. Tidak ada satupun anggota keluarganya yang tersisa Sesampainya di rumah sakit, Anggun langsung diantar menuju kamar jenazah. Di sana ia membuka kain penutup berwarna putih itu. Kedua orangtuanya, juga kedua saudaranya.Anggun histeris. Hatinya hancur. Dunia seakan runtuh. Tapi kenyataan ini harus ia hadapi sendirian. Tanpa sanak keluarga. Anggun yang belum genap 20 tahun itu harus merasakan semuanya, mana kala rencananya melanjutkan studi ke Amerika harus ia kubur dalam."Kenapa kalian meninggalkan aku sendiri? Kenapa nggak ajak aku juga, Pa, Ma? Mas, kenapa harus aku sendiri yang hidup?" Rintihan itu memilukan. Para polisi itu pun mencoba menenangkan Anggun. Namun, lagi-lagi mereka gagal. Anggun tetap histeris. Tidak tahu, apakah ia sanggup menjalani hidup ke depannya sendiri. Tanpa siapapun.Tidak lama da
POV NISSASebulan sudah gadis berusia 15 tahun itu mengalami koma panjang. Hingga akhirnya, kini tubuh itu mulai bergerak, menandakan sebuah kemajuan.Perlahan gadis itu mulai membuka matanya. Ia melihat sekeliling, kepalanya yang masih pusing. Pandangannya pun masih belum jelas. Ia mencoba melihat orang di sekitarnya yang selama ini setia menunggu kesembuhannya.Matanya kini mulai jelas melihat. Ia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi padanya. Namun, tidak ada hal yang membuatnya ingat mengapa kini ia berada di ranjang rumah sakit kamar VVIP."Kalian siapa?" tanya Nissa pada sepasang suami istri itu. Arjuna dan Balqis saling pandang. Ada kebahagiaan terpancar di wajah Balqis. Akhirnya, orang yang ditabrak suaminya itu tanpa sengaja kini akhirnya tersadar."Alhamdulillah. Akhirnya dia sadar, Mas. Nak, nama kamu siapa? Kami senang, akhirnya kamu sudah sadar. Keluarga kamu pasti susah mencari keberadaan kamu," ujar Balqis."Namaku?"Nissa mulai berpikir, mencoba mengingat siapa
Sore itu tiba-tiba Pras dan Nissa diusir dari rumah papinya. Kedua anak remaja itu hanya bisa pasrah. Mereka pun memutuskan pergi meninggalkan rumah yang banyak meninggalkan kenangan indah itu. Baru beberapa langkah, tiba-tiba hujan deras.turun. Pras pun langsung mengajak adiknya ke sebuah gubuk kecil berlantai kayu.'Mas, kita mau ke mana? Mereka kok jahat banget ya?" ucap Nissa terisak."Kamu sabar dulu ya dek.'Malam itu terpaksa keduanya bermalam di gubuk reot itu. Tidak ada pilihan lain kecuali menetap. Di luar hujan masih sangat deras. Pras dan Nissa akhirnya memutuskan tidur sejenak, karena sudah sangat kelelahan. Meraka sudah sangat kelelahan berjalan. Pras akhirnya terbangun. Ia melirik ke arah adiknya yang masih terlelap. Saat melihatnya menggigil, Pras pun langsung mengeceknya dan benar saja jika adiknya itu demam tinggi.'Astaghfirullah! Nissa, kamu demam tinggi. Ya Allah, apa yang harus hamba lakukan?" gumam Pras. Airmatanya pun menetes. Tidak tahu, apa yang harus dil
Sintia mulai keras menolak kehadiran keluarga Acha di rumahnya. Dia tidak ingin terjadi hal buruk pada ketiga anaknya hanya demi menyelamatkan anak si pembunuh."Aku udah capek ya, Mas, berdebat terus. Sekarang gini aja deh, kamu silakan pilih. Aku dan anak-anak atau mereka???" ucap Sintia lantang."Sin, jangan seperti ini. Aku tidak mungkin memilih. Aku ya pasti memilih kalian. Tapi, pikirkan Reno. Dia masih kecil untuk hidup di luar," tutur Panca."Kamu tahu sendiri kan, sejak kasus ini ke publish kedua adik Acha itu kena PHK dan sampai detik ini, tidak ada satupun perusahaan yang mau menerima mereka.""Di mana hati nurani kamu? Kamu pernah kan, diposisi seperti mereka? Dan di saat itu hanya Himawan yang mau membantu! Kamu tidak ada empati sedikitpun sama anak yang sudah pernah menolong kamu???" pekik Panca.Panca mulai hilang kesabaran. Dia tidak tahu lagi bagaimana caranya membujuk istrinya itu agar tetap membiarkan Reno dan keluarga Acha itu bertahan di rumahnya."Sekarang kamu p
Sejak hari itu keluarga Acha tinggal dikediaman Panca dan Sintia. Sintia awalnya menolak, tapi akhirnya ia hanya pasrah dengan keputusan suaminya. Sintia hanya meminta penjagaan lebih ketat di rumah maupun saat anak-anaknya ataupun anak Acha dan Himawan bersekolah. Panca pun akhirnya menyetujui syarat yang diajukan istrinya itu.Tidak seperti hari-hari biasanya, Sintia merasakan perasaan tidak enak. Ia pun memutuskan.menemani anak-anak ke sekolah.Di tengah perjalanan ponselnya kembali berdering. Sebuah nama memanggil. Benar saja dugaan Sintia. Kali ini ancaman Harris tidaklah main-main."Halo, cantik. Gimana kabarmu? Kamu sepertinya tidak mengindahkan ancamanku ya? Kamu pikir, aku main-main??" Harris terlihat tenang, tapi pikirannya cuma satu. Menghancurkan siapapun yang menghalanginya melenyapkan nyawa keluarga Acha yang tersisa."Atau kamu butuh bukti??""Tunggu! Apa yang mau kamu lakukan? Tolong, jangan sakiti anak-anak!""Jangan atur aku!!!"Harris tidak main-main. Di tengah pe
Waktu berjalan begitu cepat. Sudah beberapa bulan setelah kematian Himawan dan Acha harus merasakan dinginnya lantai penjara. Hinaan dan caci maki dirasakan Acha di dalam sel. Beberapa tahanan bahkan membully hingga melakukan kekerasan padanya. Dan kini, yang tersisa darinya hanya sebuah penyesalan. Ya, Acha menyesal. Ia sadar, bahkan kini anaknya harus merasakan penderitaan yang tidak pernah terbayangkan oleh mereka.Malam itu, ketika ketiga anak Acha tengah tertidur pulas di kamarnya masing-masing, ada beberapa pria berbadan besar datang dan mengobrak-abrik rumahnya.Malam itu hanya ada ibu Acha yang menemani. Sedangkan kedua adik Acha tengah keluar kota untuk urusan pekerjaan. Sang nenek tidak dapat berbuat banyak saat Nissa, anak bungsu Himawan dan Acha dibawa oleh pria-pria itu.Entah siapa yang menyuruh mereka. Rumah itu sudah hancur, beberapa barang telah dihancurkan. Tapi anehnya, tidak ada satu pun barang yang diambil. Ini jelas bukan perampokan biasa. Tapi mungkin sebuah aj
Acara pemakaman Cindy pun sudah usai. Berita itu begitu cepat tersebar. Keluarga pun mendapatkan cibiran dari teman, tetangga dan semua yang mengenalnya. Tidak ada satupun kata dukungan, justru hinaan yang diterima keluarga Acha."Ini memalukan. Cindy telah merusak semuanya. Dasar perempuan terkutuk!" Caci maki itu akhirnya keluar dari adik beradik Cindy, termasuk ibu Acha.Namun, anak-anak Cindy yang mulai beranjak dewasa pun tidak terima mendengar hinaan dan sumpah serapah itu. Begitupun suami Cindy yang telah dikhianati, ia tetap pasang badan membela almarhumah istrinya."Mbak, cukuplah. Hentikan semua ini. Bagaimanapun Cindy itu adiknya mbak. Ini juga bukan sepenuhnya kesalahan Cindy. Himawan juga salah. Menantu mbak juga laki-laki terkutuk!" balas Harris, suami Cindy."Harris, Harris, kamu masih membela istri laknat begitu? Di mana harga diri kamu???" tutur ibu Acha sinis."Mbak, saya mungkin laki-laki bodoh. Tidak punya harga diri atau apalah terserah kalian. Tapi dia istri saya
Tidak terbersit dibenak Acha untuk melenyapkan nyawa suami dan sahabatnya. Apalagi dengan cara yang tergolong sadis. Tapi rasa sakit hati dan dendamnya membuat Acha gelap mata. "Apa yang pertama kali anda lakukan?" tanya Rifat. "Saya meminta suami saya berhenti di jalan Ardipura. Tepat di depan taman Angkasa. Dan .... ""Selanjutnya?"Wajah Acha kembali tertunduk. Tubuh mungilnya bergetar, ada banyak luka yang masih ia coba sembunyikan. Beberapa saat ia pun kembali menangis. Terisak dan seketika ia tertawa. "Mbak Acha, kamu baik-baik saja?" tanya Rifat. Ia mulai khawatir dengan mental terduga pelaku kasus yang sedang ditanganinya itu."Mbak Acha, bisa kita lanjutkan?"Hening ....Pandangan mata itu kembali nanar. Diam dan akhirnya ia mulai bercerita kembali setiap detik waktu yang ia habiskan malam itu."Aku meminta Mas Mawan berhenti. Saat itu juga banyak pedagang berjualan di depan pintu masuk taman. Aku meminta suamiku membeli beberapa cemilan dan minuman. Saat dia pergi, aku l