"Apa? Kejaksaan? Kenapa anakku harus dibawa ke sana padahal dia tidak bersalah?"Wira dan Yudi diam saja setelah menjawab seperlunya, tahu betul bahwa lebih baik tidak memproduksi masalah baru, terutama dengan ibu yang murka karena anaknya dihadapkan ke kejaksaan, terutama dengan ibunya Fatih yang dikenal nekat."Tenang saja, Bu, ini hanya pemeriksaan biasa."Fatih menenangkan ibunya yang sudah mengguncang-guncang terali dengan cara memukul dan menendangnya, menciptakan keriuhan di ruang tahanan."Tidak bisa, Fatih. Bagaimana bisa mereka melimpahkan kasus ini ke kejaksaan padahal jelas-jelas kamu tidak salah? Hei polisi tengik, kalian bersekongkol mau membuat putraku dihukum untuk kejahatan yang tidak dilakukannya, ya? Siapa yang memerintahkan kalian membawa putraku, hah? Siapa? Atasan kalian yang bengis itu? Hah?"Saling melirik, Wira dan Yudi diam-diam membuat kesepakatan untuk melakukan aksi tutup mulut berjamaah."Sudahlah, Bu, jangan membuat keribut
Ayahnya berbohong?Neta bangkit dari duduknya di tempat tidur dan berjalan mondar-mandir di kamar yang tidak begitu luas itu, merenungkan dengan sungguh-sungguh pikiran yang baru saja menghantam jidatnya. Kalau memang ayahnya berbohong, untuk apa? Untuk menjauhkan Neta dari ibunya? Apa untungnya menjauhkan ibu dari anaknya sendiri? Tidak, tidak, mungkin bukan itu alasannya. Lalu, apa?Ia berhenti di depan jendela, sekali lagi bertatap muka dengan rumput setinggi orang yang mencuat begitu saja dari dalam tanah, mencoba menelaah kelakuan ayahnya yang tiba-tiba mewujudkan diri menjadi ayah yang baik dalam semalam.Punggung Neta menegak, matanya tajam memelototi rerumputan, seolah ada manusia yang berindap-indap di sana. Semalam! Ayahnya memang berubah sikap dalam semalam. Kemarin ia masih menganggap Neta ancaman, sampai menyuruh preman mengawasinya. Tapi sekarang, ayahnya bersikap seakan Neta anak kesayangan.Neta mencengkeram bingkai jendela dan menerawang, berupa
"Pak Wakil nelpon, Kak."Kala mempertontonkan layar ponselnya pada Kila yang sibuk mengemudi di sampingnya. Mereka juga ikut mengawal Fatih ke Kantor Kejaksaan Ryha setelah AKBP Neco minggat begitu saja usai diancam oleh Kila. Ancaman yang sama sekali bukan main-main. Kala merasa ia pun akan meniru sikap AKBP Neco jika Kila mengancam seperti itu.Kila mendengus, jelas-jelas tidak suka. Ia tadi sudah riang karena Efran memutuskan meninggalkan kantor polisi lebih dulu dengan dalih ada rapat yang harus dihadiri, sekarang malah menelpon Kala lagi."Gue heran, kok Pak Wakil kayak lagi nguber-nguber lo, ya? Ada urusan apa sih lo sama Pak Wakil, Ka? Lo nggak ngelakuin kesalahan ke beliau, kan?"Kala mendelik, tapi berupaya mengingat-ingat juga."Seingat gue nggak, Kak. Kan gue baru semalam ketemu sama beliau."Diam, Kila berkali-kali melirik jalanan dan layar ponsel yang memampang panggilan Erfan."Angkat aja, Ka. Lagian lo juga nggak bisa bohong kalau umpa
Citra dengan ekspresi ngeri dan ayahnya yang menyetel raut geram kompak memelototi layar ponsel yang sudah menggelap. Meskipun tidak ada yang berbicara, suara teriakan yang muncrat dari ponsel serta panggilan yang tiba-tiba terputus membuat mereka sama-sama tahu kalau Neta tengah disakiti karena ketahuan menelpon Citra. Fikri menyerahkan ponsel kepada Citra yang menerimanya dengan tangan gemetar."Neta, Yah. Gani pasti sedang memukuli Neta lagi. Kasihan anakku. Saya tidak di sana untuk membantunya. Pasti dia sangat kesakitan."Tersedu-sedu, Citra menangis sambil memeluk ponselnya, menganggapnya sebagai perwujudan Neta."Sialan pria brengsek itu. Berani sekali dia menyakiti cucuku. Tidak bisa begini. Saya akan menyerahkan urusan perusahaan dulu untuk sementara pada tim yang sudah saya bentuk supaya saya bisa fokus mencari Neta."Fikri kemudian mengeluarkan ponselnya sendiri dari saku dalam jas mahalnya, menyentuh-nyentuh layar, membuat panggilan, dan meletakkanny
"Kenapa tidak makan?"Neta menoleh dari jendela persegi, tempatnya merasa terkoneksi dengan dunia luar, hanya untuk memberikan tatapan teramat benci pada Profesor Gani, yang dari kemeja tosca berpadu celana bahan hitam yang dipakainya, dapat diketahui kalau ia baru pulang dari kampus."Jadi, sekarang kamu sedang melakukan aksi mogok makan sekaligus tutup mulut?"Cuma mendecih sebagai respons, Neta kembali memelototi tanah kosong berumput setinggi manusia yang tergeletak di hadapannya, tidak sudi mengakui eksistensi Profesor Gani.Merasa percuma mencoba berkomunikasi dengan Neta yang jelas-jelas tidak kooperatif, Profesor Gani memilih keluar kamar. Bunyi kunci diputar, gembok dipasang, bahkan rantai diikatkan segera saja menguasai udara. Neta hanya melirik sinis dan bertatap muka lagi dengan alam.Lagi, rumput itu berdesir lagi, seperti ada orang yang bersembunyi di baliknya. Neta mengamati dengan harapan yang menggumpal tiap menit. Ia sama sekali tidak takut
Kala diam, tidak tahu harus menanggapi bagaimana. Di sampingnya, Kila terlihat sama terkejutnya. Di depannya, Efran memberi mereka tatapan tajam. Mereka bertiga sedang duduk berhadapan mengitari sebuah meja makan di ruang makan privat restoran Hotel Ryha. Kala sempat bertanya-tanya sendiri kenapa Efran mengajaknya bertemu di tempat yang persis sama dengan persuaan tak sengaja mereka semalam. Tapi, setelah mendengar pengakuan Efran, barulah Kala tahu alasannya: Efran berniat menggiringnya kembali ke tempat kejadian perkara."Kenapa diam? Saya tanya kenapa kamu memata-matai organisasi saya, Kala?"Merasa adiknya tidak sanggup menjawab, Kila akhirnya mengambil alih."Tentu saja karena ia ingin tahu soal organisasi Anda, Pak Wakil."Efran memindahkan pandangannya dari Kala ke Kila. Sebenarnya ia agak keberatan dengan keikutsertaan Kila, tapi Kala bilang kakaknya berhak tahu apa yang Efran ingin bicarakan dengannya."Kenapa Kala ingin tahu soal organisasi saya? K
"Kalian sudah menemukan tempat yang dimaksud cucuku?"Terlalu antusias dengan kabar yang didengarnya, Fikri bangkit tergesa-gesa dari kursi kerja mahalnya dan menyerempet tepi meja kerja mahalnya, membuat tumpukan berkas berlelehan ke lantai. Tapi, Fikri tidak peduli. Ia malah -entah sengaja atau tidak- menginjak kertas-kertas yang tergeletak itu ketika mendekati Herli yang membawakannya berita."Iya, Pak. Lokasinya di pinggiran Kota Ryha bagian selatan, kira-kira 19 kilometer dari sini. Anggota yang menemukannya bahkan sudah bertemu langsung dengan cucu Anda sendiri dan dia mengenali anggota sebagai pengawal Anda. Namun, anggota harus cepat-cepat kabur karena sepertinya para preman yang berjaga mengetahui kedatangannya. Jadi, kita jemput cucu Anda sekarang, Pak?Sambil menepuk bahu Herli untuk menunjukkan kebanggaannya pada cara kerja pengawalnya yang bisa diandalkan, Fikri mengangguk bersemangat."Tentu saja. Tarik semua anggota kalian yang tersebar. Kita semu
Tidak bisa melakukan apa-apa sebab tali mengikat tangan dan kakinya serta lakban membekap mulutnya, Neta hanya sanggup menggelepar, dalam upayanya membebaskan diri, secara sia-sia saat salah satu anak buah Bento mengangkutnya ke atas mobil.Begitu berhasil didudukkan di kursi belakang mobil, karena ternyata perlawanan Neta sempat membuat si preman terhuyung-huyung memanggulnya, dan pintu mobil ditutup, Neta memukul-mukul jendela dengan kepalan tangan terikat, seperti berniat memecahkannya."Diam, anak sialan!"Profesor Gani menghardik usaha Neta saat dirinya yang didampingi Bento menyusul memasuki mobil.Setelah sempat berhenti sesaat demi memberi ayahnya tatapan jijik, Neta kembali melanjutkan kegiatannya yang sebenarnya tidak berfaedah."Bagaimana semuanya? Sudah diamankan? Markas sudah kosong, kan?"Profesor Gani bertanya ke Bento, memilih mengabaikan aksi protes Neta."Sudah, Profesor. Semua persenjataan sudah dibawa. Pekerja renovasi juga sudah