Suara ramai penduduk yang sedang beraktivitas semakin membuat semangat Zaki, Sekar dan Dimas mempercepat langkah kaki mereka menuruni ladang para penduduk yang terletak di lereng Semeru. Para petani nampak sibuk mengolah ladang mereka yang berada di lereng Semeru.
"Ayo cepat!" seru Zaki memberikan aba-aba kepada Dimas dan Sekar yang mengekorinya.
Dimas yang tidak dapat melihat dalam jarak jauh hanya mampu berpegang pada tangan sakit dan mengikuti langkah lelaki itu. Sementara Sekar, wanita itu berjalan di belakang tubuh Dimas.
"Hey ... Tolong kamu!" teriak Zaki melambaikan tangannya kepada para petani yang sedang berada di ladang.
Beberapa para petani menoleh ke arah kedatangan Zaki, Dimas dan Sekar.
"Tolong, tolong kami!" teriak Dimas iku melambaikan tangannya, meskipun ia tidak dapat melihat di mana para petani itu berada, lelaki itu nampak sangat bersemangat.
"Lain kali adek tidak boleh banyak kecapean!" tutur lelaki yang mengenakan peci berwarna hitam pada wanita yang berbaring di atas ranjang pasien."Iya, iya, Mas!" tutur wanita bernetra indah itu pada Ustaz Zul."Aku tidak mau janin yang ada di dalam rahim kamu kenapa-kenapa!" Ustadz Zul membelai lembut ujung kerudung yang Anisa kenakan dengan wajah penuh kekhawatiran. Wanita yang sudah Ustaz Zul nikahi hampir satu tahun belakangan ini.Anisa menatap lekat pada suaminya, semburat senyuman tersungging dari kedua sudut bibir wanita itu. Nampak Ustaz Zul sangat menyayangi Anisa.Dreg, Dreg! Dreg!Ustaz Zul meraih ponsel dari dalam saku celananya. Sesaat menatap pada layar ponsel yang berkedip."Siapa?" tanya Anisa."Temanku!" jawab Ustaz Zul sekilas menatap pada istrinya kemudian menekan tombol hijau pada ponsel yang berdering."Halo, Mas!" sapa Ustadz Zul pada seseorang yang berada di balik telepon.Sejenak Ustaz Zul terdia
Zaki masih tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Foto wanita yang berada di dalam ponsel itu sama persis dengan Sekar. Wanita yang selama ini sudah banyak sekali menolongnya. Bahkan ia kenal hampir beberapa hari tinggal di kontrakan yang sama."Sekarang anda percayakan dengan apa yang saya katakan? Ustaz Zul menatap pada Zaki yang masih mengarahkan tatapannya pada layar ponsel, melihat gambar seorang wanita yang sama persis dengan Sekar."Tidak, ini sungguh aneh sekali! Ini tidak mungkin terjadi!" Zaki menggeleng, seperti tidak percaya dengan apa yang ia lihat.Ustaz Zul mengambil kembali ponsel miliknya. "Sebentar lagi mantan suami Mbak Indah akan segera ke sini untuk menjemput beliau," tutur Ustaz Zul."Apa, mantan suami!" desis Zaki mengeryitkan dahi, wajahnya terlihat sangat bingung. Netranya memicing pada lelaki yang duduk di hadapannya."Iya, Mbak Indah dulu memiliki suam
Wanita yang baru menyelesaikan shalatnya itu segera memanjatkan doa untuk keselamatan Putri semata wayangnya. Gadis yatim yang selama ini menjadi penenang jiwanya."Ya Allah, engkaulah sebaik-baiknya pelindung, maka hamba mohon lindungilah Putri hamba dimanapun dia berada," lirih wanita paruh baya itu di akhiri dengan beberapa doa-doa mustajab sebelum ia mengakhiri dengan amin.Tok! Tok!Suara ketukan pintu itu hampir tidak terdengar. Karena riuh rame suara hujan yang beradu dengan atap yang terbuta dari seng di rumah Rani. Bergegas wanita paruh baya itu melepaskan kerudung yang ia kenakan dan berjalan menuju ke arah pintu. Sesaat ia melirik jam yang tergantung pada dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah delapan malam."Siapa malam-malam begini bertamu ke rumah," tutur wanita itu seraya membenarkan kerudung yang ia kenakan sebelum akhirnya membuka pintu."Rani!" ibu Rani n
Jakarta ...Zaki dan Dimas akhirnya menceritakan semua yang terjadi kepada dosen pembimbing mereka. Dengan berlinang air mata, Zaki dan Dimas menceritakan kejadian demi kejadian yang mereka alami selama di Ranu Pani.Lelaki bertubuh tambun yang berdiri di hadapan Zaki dan Dimas mendengus berat, wajahnya nampak terlihat sangat sedih sekali mendengar cerita para mahasiswa tersebut."Baiklah, bagaimana kalau nanti siang kita datang ke rumah ibunya Rani. Beliau sepertinya belum tahu tentang kabar ini," tutur Dosen itu menatap kepada Dimas dan Zaki secara bergantian.Zaki dan Dimas tidak menjawab, beberapa saat mereka saling bersitatap. "Baiklah, Pak?" lirih Zaki kemudian."Oh, iya, lalu sekarang Yuda ada di mana? Sepertinya kita perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut pada anak itu," tutur lelaki bertubuh tambun menatap pada Zaki."Entahlah, Pak, kami berdua tid
Bendera kuning sudah terpasang di depan rumah Rani. Beberapa pelayat pun sudah hampir memenuhi rumah sederhana itu. Para teman-teman Rani datang silih berganti untuk mengucapkan bela sungkawa atas kepergian Rani pada keluarganya.Wanita dengan kerudung berwarna coklat itu hanya terdiam, airmatanya telah mengering karena terus menangis. Sorot matanya menatap pada peti berwarna putih yang ada di hadapannya. Tidak ada yang diperbolehkan untuk membuka peti itu, karena kondisi jasad Rani yang sudah rusak. Sekalipun keluarga terdekat."Bu, jenazah Rani akan di kebumikan!" bisik Zaki yang datang menghampiri Ibu Rani.Wanita paruh baya itu menarik tubuhnya ke dekat peti. "Pergilah yang tenang Nak, ibu baik-baik saja, ibu ikhlas!" bisik ibu Rani pada peti jenazah putrinya, suara berat itu terdengar menyayat hati.Seorang wanita menarik tubuh wanita paruh baya itu dari dekat peti Rani. Kemudian beberapa lelaki
Yuda tercekat, menatap dengan seksama lelaki yang berada di hadapannya. Tubuhnya menggigil ketakutan, pemuda itu memundurkan beberapa langkah kakinya kebelakang, sorot matanya seksama memperhatikan lelaki yang berdiri di hadapannya."Ada apa, Yud? Jangan bilang kamu mau meninggalkan aku!" cetus lelaki berkumis putih itu dengan nada mengejek. Semburat senyuman sinis tersungging dari kedua sudut bibir lelaki asing itu."Si-siapa kamu?" ucap Yuda terbata.Lelaki itu kembali tergelak, "Yuda, Yuda, kamu tidak akan pernah bisa pergi dariku," cetus lelaki itu.Yuda semakin bingung bercampur penasaran. Menatap ketakutan pada lelaki yang berada di hadapannya."Yuda, Yuda, kamu benar-benar tidak mengenaliku!" Lelaki itu terkekeh. Mulutnya membaca mantra dan beberapa saat kemudian sapuan angin berhembus kencang.Yuda hampir terjungkal, saat angin berputar-pu
"Tidak!" teriak Yuda melempar koper berisi kepala manusia itu. Bergegas Yuda turun dari dalam mobil dengan jantung memburu. Nafasnya menderu, ketakutan.Yuda menyapu pandangannya ke sekeliling hutan. Pemuda itu justru semakin ketakutan. Suara lolongan anjing saling bersahutan di seluruh penjuru hutan membuat suasana semakin mencekam."Om Parlin!" teriak Yuda. Keringat membahasi kening lelaki itu. Beberapa kali Yuda menyeka keringat yang membasahi pelipisnya, sorot matanya waspada memperhatikan ke sekeliling dengan wajah ketakutan.Srek ... Srek ....Suara benda yang diseret membuat Yuda melonjak ketakutan. Yuda menggeser tubuhnya ke dekat pintu mobil. Sesekali ia mengintip dari kaca mobil, kepala manusia yang berada di dalam koper pak Parlin masih tergeletak pada bangku belakang mobil dengan mata melotot dan mulut mengangah."Aduh ...! Bagaimana ini!" lirih Yuda semakin ketakutan
Suara tangisan terdengar menyayat hati. Zaki menyapu pandangannya ke sekeliling mencari sumber arah suara. Pekat malam yang semakin mencekam meramunkan pandangan. Sementara gerimis terus berjatuhan dari langit gelap.Hu ... Hu ...Zaki menyeret langkah kakinya masuk ke dalam hutan. Suara tangis yang mengema semakin terdengar jelas. Lelaki bertubuh atletis itu terus mengikuti sumber arah suara tangisan dan suara itu terhenti pada seorang wanita yang terduduk di bawah pohon besar dengan menyembunyikan wajahnya di antara kedua lututnya yang dipeluk, seperti orang yang sedang ketakutan."Hay, siapa kamu?" tanya Zaki perlahan mendekati wanita berambut panjang yang duduk di bawah pohon. Helaian rambut itu menutupi bagian depan wajahnya, hingga Zaki tidak dapat melihat wajah wanita itu.Gadis itu terus menangis, seolah tidak mendengar panggilan Zaki. Zaki pun semakin penasaran, lelaki itu berjalan semakin m
Langkah Zaki seketika terhenti, saat lirih suara Indah memanggil namanya. Begitu juga dengan Angga dan Dimas yang nampak terkejut melihat tatapan Indah hampir sama dengan Sekar."Dek, kamu manggil, Mas Zaki?" Prapto yang hendak beranjak kembali terduduk menatap serius pada Indah."Zaki!" lirih Indah lagi.Perlahan Zaki menyeret langkah kakinya berat menghampiri Indah. Tatapannya menerawang pada wanita yang duduk di hadapannya."Hati-hati di jalan! Jaga teman-teman!" lirih Indah dengan suara berat, seperti sedang menahan tangis.Tubuh Zaki gemetaran, ia merasa jika seseorang yang berada dalam diri wanita gila itu bukanlah Indah lagi."Siapa kamu?" lirih Zaki.Indah yang sempat menjatuhkan tatapan pada Zaki, kini kembali terdiam dengan tatapan kosong. Sorot mata itu seketika berubah."Jawab siapa kamu?" Zaki menai
Zaki menerobos tubuh Angga dan Dimas. Mendekat pada wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum, netranya yang jeli begitu juga dengan suaranya."Hanum! Apakah itu kamu?" lirih Zaki menyentuh pada kedua bahu wanita yang berdiri di hadapannya. Lelaki bertubuh atletis itu sama sekali tidak dapat menyembunyikan kerinduan dan kesedihannya pada kekasihnya yang sudah meninggal."Dek, siapa?"Deg!Wajah Zaki seketika berubah pias saat mendengar suara lelaki dari dalam rumah. Sepertinya panggilan itu di tunjukkan pada wanita di hadapan Zaki. Dimas menyambar tangan Zaki dan menarik tubuh lelaki itu sedikit menjauh dari wanita yang berada di dalam pintu. Wanita yang hampir mirip sekali dengan Hanum itu nampak tercengang."Maaf, mbak!" ucap Dimas menyungingkan senyuman."Siapa, dek?" Lelaki berkulit sawo matang itu muncul dari dalam rumah. "Oh, kalian!" Semburat
Zaki tergeragap, menoleh pada pria berseragam petugas kebersihan yang berdiri di belakang punggungnya menenteng ember dan alat pel di tangannya."Itu Mas, ehm ... Tadi saya mendengar ada orang menangis di dalam kamar ini!" ucap Zaki gugup."Menangis?" Lelaki yang mengenakan seragam kebersihan itu mengeryitkan dahi, menjatuhkan tatapan heran pada Zaki."Mas, yakin ngak salah dengar kan?" cetus petugas kebersihan nampak ragu dengan ucapan Zaki."Iya, Mas, benar, saya mendengar orang menangis dari dalam, makanya saya ingin melihatnya," ucap Zaki penuh keyakinan.Wajah petugas kebersihan itu seketika berubah menjadi takut. "Mas, jangan nakut-nakutin saya deh!" protesnya."Tidak, Mas, saya tidak tahu nakutin Mas," seloroh Zaki. "Tadi saya benar-benar mendengar orang sedang menangis dari dalam situ," imbuhnya."Tapi Mas, di dalam kamar itu suda
Dimas dan Zaki mendengarkan cerita Angga dengan seksama. Mereka nampak tenggelam dengan cerita yang Angga sampaikan."Lalu siapa wanita buruk rupa itu?" celetuk Dimas dengan wajah penasaran."Dia adalah ibu Yuda,"jawab Angga melirik pada Zaki."Apa?" Lagi-lagi Dimas dan Zaki terhenyak serentak. Mereka menggeleng bersama."Iya, wanita yang aku lihat saat aku berusia tujuh tahun itu adalah ibu Yuda," tegas Angga dengan sorot mata menerawang jauh."Jadi ibu kamu adalah istri nomor ...?" Dimas kelepasan, satu tangannya segera membungkam mulutnya menghentikan ucapannya. Wajahnya meringis saat Angga menoleh padanya."Ternyata ibuku adalah istri kedua ayahku. Jadi aku dan Yuda miliki ayah yang sama dengan ibu yang berbeda. Semenjak itu aku tinggal bersama Yuda, tapi entah mengapa Ayah lebih perhatian padaku, semua ayah lakukan untuk aku. Seolah Yuda dan ibunya tidak
Wajah Yuda yang meradang tidak tinggal diam. Hati yang sakit dengan dendam yang menguasai membuat pemuda itu menjadi lepas kendali. Yuda melompati meja, menjatuhkan tinjauan tepat pada hidung Angga.Bruk!Tubuh Angga hampir terjatuh, beruntungnya ada Zaki yang menopang tubuh pemuda tampan itu. Meskipun hidungnya tetap saja terasa sakit sekali."Hay ... Apa yang kamu lakukan!" sentak seorang lelaki.Petugas penjaga segera menghampiri Yuda. Ia menarik tubuh lelaki itu menjauh dari Angga.Satu tangan Angga memegangi hidungnya yang mengeluarkan darah segar. Wajahnya meringis menahan sakit. Sementara Yuda, netranya memicing pada Angga dengan dada bergerak naik turun."Angga, kamu nggak apa-apa, kan?" sergah Zaki panik.Beberapa saat Angga tidak menjawab. Hidungnya terasa sangat pedih sekali. "Aku baik-baik saja!" lirih Angga menatap pada telap
"Zak, ada apa?" seloroh Dimas membuat Zaki tergeragap."Tidak!" balas Zaki mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Suara yang tidak asing itu masih terus mendengung dalam indera pendengarannya."Kamu mencari apa, Zaki?" ucap Dimas menatap aneh pada sikap Zaki yang ada di belakang punggungnya.Zaki nampak gelisah. "Tidak, aku tidak sedang mencari apapun. Mungkin aku tadi hanya salah dengar saja!" imbuh Zaki menarik sebelah sudut bibirnya. "Ayo masuk!" ajak Zaki melingkarkan tangannya pada bahu Dimas masuk ke dalam ruangan Angga.____Jangan pernah menanyakan sinar matahari di lereng Semeru. Sekalipun ia menampakkan cahayanya, ia tidak akan pernah membuatmu terasa panas. Justru yang ada ia akan memberi kehangatan dalam dinginnya udara yang membekukan. Semejak semalam, gerimis masih turun seperti biasa, soalnya hujan tidak memiliki jeda di daerah pegunungan itu. Beberapa kali Dimas berjalan monda
Zaki beranjak bangun karena terkejut, sesaat lelaki yang mengenakan topeng itupun juga menatap ke arahnya. Dengan gerakan cepat lelaki yang mengenakan topeng itu berhambur lari menuju ke arah pintu."Angga!" teriak Dimas terkejut melihat Angga tengah sekarat bersimbah dengan darah.Zaki bingung, hendak menyelamatkan Angga atau menangkap lelaki bertopeng itu. Zaki memutuskan untuk mengejar lelaki yang mengenakan topeng itu hingga menuju pintu keluar rumah Pak Samsul.Lengan kekar Zaki menyambar jaket kupluk yang lelaki itu kenakan. Tubuh lelaki terpelanting dan terjatuh."Ough!" Suara lelaki yang mengenakan topeng itu mengaduh kesakitan, karena benturan yang cukup keras.Zaki segera mengambil kesempatan untuk menangkap tubuh lelaki itu. Sayangnya lelaki itu menendang tubuh Zaki hingga terjatuh. Saat Zaki hendak melakukan penyerang padanya. Tubuh Zaki tersungkur dengan wajah mering
"Hey, tunggu!" teriak Angga dari ambang jendela.Menyadari jika Angga dan Zaki melihat kehadirannya. Lelaki yang bersembunyi di balik pohon pisang itu segera berlari masuk ke dalam kebun pisang."Tunggu!" teriak Zaki terus mempercepat langkah kakinya mengejar lelaki yang mengenakan jaket hitam dan berlari sangat cepat sekali.Mantan jawara beladiri itu tidak kesulitan untuk menangkap lelaki yang mengintai rumah Pak Samsul. Satu tangannya menyambar jaket yang lelaki itu kenakan hingga terjatuh. Secepatnya Zaki, mengunci tubuh lelaki itu, dengan kaki yang menindih pada bagian perut dan tangan yang mencengkeram kuat pada kedua pergelangan tangan lelaki tersebut."Ampun Mas, ampun!" lirih lelaki itu dengan wajah ketakutan."Apa?" Seketika Zaki terkesiap. Melihat sosok lelaki yang berada di bawah tubuhnya bukanlah Yuda. Sahabat yang ia kira sedang mengintai rumah Pak Samsul.&n
Lelaki yang mengenakan topeng itu terus menyerang Dimas. Dimas tidak bisa berkutik, karena lelaki itu menindih tubuh Dimas dari belakang punggungnya."Le-lepaskan!" lirih Dimas, satu tangannya hendak meraih penutup topeng yang lelaki itu kenakan.Plak!Lelaki yang menindih tubuh Dimas itu memberikan tamparan tepat pada pipi Dimas. Seketika wajah Dimas pun berpaling hingga kacamata yang ia kenakan pun terlepas. Saat itu juga meramunlah penglihatan Dimas. Ia tidak bisa lagi melihat siapa yang sudah menyerangnya, apalagi gelap malam semakin membuatnya hampir seperti orang buta.Dimas semakin panik, ia tahu lelaki itu bisa leluasa menyakitinya karena kini dirinya hampir tidak dapat melihat sama sekali."Tolong!" teriak Dimas memberontak. Sayangnya tenaga lelaki itu jauh lebih kuat. Beberapa kali lelaki itu menjatuhkan tinjuan pada Dimas."Hentikan!"&n