Ponsel disaku celana jeans David bergetar. Tertera di layar ponsel nama yang saat ini ada di dalam isi kepala David. "Cleon."David segera menjauh dari Stefi dan Clara untuk menjawab telepon. David :"Hello, Cleon!"Cleon :"Hello! Loe di mana?!"David :"Di apartemen. Kenapa loe belum datang?!"Cleon :"Gue tidak akan datang! Party loe hanya akan mengotori nama gue saja. Entah ada berapa cewek berbaju ketat yang loe sewa untuk acara loe itu?!"David :"Shit!"Cleon :"Ha-ha-ha."Sambungan telepon terputus meninggalkan wajah David yang kesal. "Sialan, dia tidak datang. Untuk apa gue bikin party ini kalau si Cleon tidak datang?!" "Tuan," suara tidak asing mampir ke pendengaran David."Apa?!" David membalikkan badannya untuk melihat orang yang menyapanya.Melodi menawarkan minuman yang ada dalam nampan kecil pada David. "Minum Bos?" Dahinya mengernyit menatap heran. "Ada apa Bos? Wajahmu terlihat begitu kesal."David tidak menjawab pertanyaan Melodi, wajahnya tertegun melihat penampil
Cleon bukan pria bodoh yang tidak peka dengan apa yang ada di depannya. "Dasar betina lapar, matanya tidak berkedip melihat gue!" Cleon sekilas melihat Stefi lalu meneguk wine miliknya.Sementara David duduk di samping Cleon sedang memutar otak agar Melodi dan Cleon bisa duduk berbincang, tapi masalahnya sekarang ada Clara dari tadi memperhatikan Cleon."Melodi," panggil Eva ketika berada di dapur."Apa?!" "Bisa kamu antarkan kue-kue ini ke depan? Aku ingin ke kamar mandi," jawab Eva. "Tolong aku.""Iya, boleh." Melodi langsung mengambil nampan yang ada di tangan Eva. "Hanya ini?!""Iya, yang lainnya biar aku saja nanti." Eva langsung pergi ke arah pintu kamar mandi belakang.Melodi dengan sangat hati-hati melangkahkan kakinya menuju ke ruang depan, tempat di mana semua orang berkumpul hampir 25 orang sehingga ruangan yang tidak begitu luas terlihat sempit.Diam-diam sudut mata Cleon melihat Melodi datang mendekat, tatapannya melihat tubuh Melodi dari atas sampai bawah. Wine yang ada
Cleon memberikan dasi dan jas yang ada di tangannya setelah Melodi duduk.Walau tidak mengerti, Melodi menerima saja dan menaruh di atas pangkuannya. Cleon menyandarkan tubuhnya ke belakang. "Dari kapan kamu di sini?"Jari telunjuk Melodi menunjuk pada dirinya sendiri. "Aku?!""Bukan! Tetangga!" ucap Cleon mendengus kesal. "Telmi."Melodi membuang muka untuk menyembunyikan senyumnya begitu mendengar apa yang diucapkan Cleon. "Tentu saja kau!" ucap Cleon dengan nada kesal."Oh," Melodi menahan senyumnya melihat wajah Cleon merengut kesal, ternyata dibalik sifatnya yang dingin dan ketus tersimpan sisi gemasnya. "Aku di sini dari tadi.""Hah?!" "Maksudku, aku kerja di sini mulai dari tadi pagi. Itukan yang ingin kamu tanyakan?!" Melodi tersenyum manis."Iya," jawab Cleon menatap wajah Melodi yang tersenyum manis padanya."Jika ada yang tidak ingin kamu tanyakan lagi," Melodi bangun dari duduknya. "Aku pergi. Tidak enak aku duduk di sini sementara kedua temanku sibuk bekerja.""Bekerja
Cleon tersenyum mendengarkan kalimat yang ke luar dari bibir Melodi, ternyata bicara santai seperti saat ini, Melodi mempunyai pemikiran yang dewasa. Selagi asyik bicara, tiba-tiba Melodi merasakan perutnya sakit ingin ke kamar kecil. Setelah ijin pada Cleon, Melodi segera pergi dengan tergesa-gesa.Tanpa di duga, berapa detik berikutnya, saat Cleon sedang duduk sendiri sambil melihat layar ponsel menunggu Melodi kembali, Clara masuk lalu tanpa permisi duduk di depan Cleon. "Hai!"Sejenak Cleon tertegun, tapi detik berikutnya segera bangun dari duduk dan bergegas pergi ke luar bergabung kembali dengan sahabatnya tanpa sedikitpun menghiraukan Clara yang melongo."Ada apa bro?!" tanya David melihat raut wajah kesal Cleon."Tidak ada!" jawab Cleon dengan wajah ditekuk kesal.David melihat Clara ke luar dari dapur keringnya langsung bisa mengerti, kenapa Cleon memasang wajah kesal."Gue mau cabut! Rasanya tubuhku lelah." Cleon melihat beberapa temannya mulai terpengaruh minuman beralkoho
Jalan raya nampak jauh dari kemacetan karena waktu telah menunjukkan tengah malam ketika Cleon melajukan mobilnya membelah jalan bersama Melodi."Kamu mengantuk?" tanya Cleon melihat Melodi menguap beberapa kali.Melodi menggelengkan kepalanya. "Tidak, aku hanya lelah.""Tidurlah! Matamu tidak bisa bohong. Nanti aku bangunkan kalau sudah sampai." Cleon melihat mata Melodi merah dengan tatapan sudah terlihat beberapa watt saja.Melodi diam, rasa kantuk benar-benar telah menyerangnya. Perlahan mata sendunya menutup lalu tidak lama kemudian terdengar dengkuran halus keluar dari bibirnya seiring dengan napasnya yang teratur sempurna.Senyum simpul terbersit di bibir Cleon begitu melihat Melodi telah tertidur. "Katanya tidak ngantuk, tapi dalam hitungan detik sudah tidur pulas."Mobil melaju lebih kencang membelah jalan raya menembus gelapnya malam. Hujan rintik perlahan turun membasahi bumi disertai cahaya kilat yang saling menyambar di cakrawala. Tidak lama kemudian, selagi asyik menyet
"Ayo, cepat bangun!" Brian tak sabar, wajahnya begitu cemas melihat Intan malah terbaring santai. "Aku sangat lelah," bisik Intan. "Sepertinya aku tak bisa pulang.""What?!" Brian begitu kaget. "Aku tidak bohong! Semua tulangku seakan copot," ucap Intan. "Aku ingin tidur.""Jangan gila Intan!"Intan diam tak bergeming, tubuhnya memang benar-benar lelah. Bayangkan saja, berapa jam tadi tubuhnya digempur Brian tanpa jeda. Berhenti jika Brian sudah mencapai puncaknya, tak lama kemudian tubuhnya digempur kembali ketika benda besar kebanggaanya berdiri tegak kembali."Jangan becanda seperti ini Intan! Cepatlah kamu pergi, Clara mungkin sebentar lagi pulang," nada bicara Brian sedikit lembut.Intan meraba tubuh bagian bawahnya dari balik selimut yang menutup tubuhnya. "Kakiku lemas dan juga rasanya sakit. Kamu tidak kira-kira membolak-balikkan tubuhku bagai boneka, kamu pikir tidak sakit?!""Kamu juga menikmatinya," jawab Brian. "Berapa kali kamu menjerit kenikmatan sampai tubuhmu bergeta
Clara menatap Brian dengan penuh kecurigaan. "Kamu pikir, aku begitu bodoh ....?!"Brian memotong kalimat Clara. "Sudahlah! Ini tengah malam, aku lelah! Ingin tidur.""Masalah kita belum selesai!""Kita bahas besok. Aku lelah. Please!" Brian memasang wajah memelas berharap Clara menghentikan omelannya.Clara juga merasakan tubuhnya lelah, tapi begitu melihat anting yang ada di dalam tangannya membuat emosi Clara tersulut lagi. "Katakan dengan jujur! Anting siapa ini?!""Aku tidak tahu Clara," Brian menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. "Tidak mungkin itu antingku dan tidak mungkin juga, itu anting tiba-tiba ada di atas tempat tidur kalau bukan kamu sendiri yang memakainya dan terlepas."Clara melihat anting yang ada di tangannya dengan seksama. "Ini bukan antingku!""Sudahlah! Aku ingin tidur!" Brian memejamkan matanya agar Clara menghentikan perdebatan.Mau tidak mau, Clara mengikuti kemauan Brian walau dalam hatinya penuh dengan rasa penasaran yang belum tuntas. Ditaruhnya anting te
Sang Surya perlahan beranjak dari peraduannya memberi cahaya keemasan di setiap bias sinarnya. Suara burung berkicau yang bertengger di ranting pohon semakin menambah suasana yang begitu indah setelah semalaman diguyur hujan yang cukup deras.Di dalam kamar yang cukup luas dengan tempat tidur berukuran king size, Melodi perlahan menggerakkan tangan dengan mata sulit sekali untuk dibuka. Beberapa saat Melodi terdiam mengumpulkan kesadarannya sampai merasakan tubuhnya sulit sekali untuk bergerak. Perlahan tangannya meraba bagian pinggangnya yang terasa berat seakan ada beban yang menindihnya."Kenapa sempit sekali?!" gumam Melodi dalam hati kecilnya. "Ini juga, kenapa pinggangku rasanya berat banget?!" tangan mungilnya meraba. "Apa ini?!" Mata yang sulit dibuka, dipaksa agar terbuka lalu. "Tangan? Tangan siapa ini?!" Melodi kaget ketika melihat sebuah tangan berbulu halus memeluk erat pinggangnya dari belakang.Tanpa menunggu lama, Melodi langsung melihat ke belakang, wajah Cleon begit
Melodi memutar tubuhnya di depan cermin, senyum lebar tak pernah lepas dari bibirnya ketika melihat dress yang sedang dipakainya begitu cocok dengan tubuh kecil mungilnya. "Pasti yang memilih baju ini bukan si manusia es, mana mungkin dia mau bersusah payah membeli baju," ucap Melodi sendiri."Baju yang Nona pakai itu, Tuan Cleon sendiri yang memilihnya," terdengar suara lembut seorang wanita dari belakang tubuh Melodi.Tubuh Melodi langsung berbalik melihat ke belakang. "Sejak kapan Nyonya ada di sini?!" tanyanya."Sejak Nona mulai bicara sendiri," jawabnya. "Jangan panggil saya Nyonya, panggil saja Bibi."Melodi sejenak menatap wajah wanita itu. "Bibi bekerja di sini?!""Iya, bahkan Bibi yang mengasuh Tuan muda dari kecil," jawabnya tenang disertai senyum yang tak pernah lepas dari bibirnya. "Nona pasti gadis yang sangat spesial buat Tuan muda karena baru kali ini membawa seorang wanita ke rumah ini.""Eh, tidak, tidak!" Melodi menggelengkan kepalanya. "Bibi jangan salah paham. Saya
Melodi yang dipanggil oleh Bos besarnya, tapi Mang Sugeng yang terlihat khawatir. "Non Melodi, cepat masuk ke dalam mobil. Nanti Tuan marah."Melodi malah mendekati Mang Sugeng, kemudian berbisik, "sebenarnya, aku takut ikut dengan Bos.""Takut?!" tanya Mang Sugeng bingung. "Takut kenapa?!""Sst," Melodi menutup bibir mungilnya dengan jari telunjuk. "Jangan kencang-kencang ngomongnya, nanti Bos bisa dengar," bisiknya."Kenapa harus takut?" bisik Mang Sugeng heran. "Tuan Cleon bukan orang jahat.""Masa Mang Sugeng tidak mengerti! Aku dan Tuan besarmu itu berlainan jenis," jawab Melodi. "Mang Sugeng pahamkan?!"Berapa detik Mang Sugeng diam, mencerna ucapan Melodi, tak lama kemudian manggut-manggut. "Maksud Non Melodi, karena kalian berdua ini berlainan jenis jadi Non Melodi takut.""Pinter!" Melodi tanpa sadar memukul tangan Mang Sugeng. "Itu mengerti.""He-he," Mang Sugeng terkekeh sambil mengelus bagian tangan yang dipukul Melodi. "Jangan takut Non, Tuan tidak seperti itu," bisik Man
Intan masuk kembali ke dalam apartemennya. Walaupun Kevin telah pergi, tapi perasaan takut masih membayangi. "Semoga bocah sialan itu tidak datang lagi! Mengganggu kenyamanan ku saja. Brengsek!" Intan menggerutu sendiri.DREET!DREET!Ponsel di atas nakas bergetar. "Siapa yang meneleponku?!" tanya Intan pada diri sendiri langsung melihat layar ponselnya. "Astaga! Bocah tengil itu lagi!" Ponsel langsung dilempar ke atas kasur. Intan berdiri di depan cermin besar, menatap wajahnya yang kusut dan terlihat pucat. Berapa menit kemudian, Intan mengganti bajunya dan berdandan. "Sebaiknya aku ke luar menemui Brian! Sedang apa dia sekarang?!" Intan lalu melihat jam tangannya. "Tapi, apa Brian ada di kantor?!"....Melodi dan Cleon baru saja selesai meeting membahas beberapa tender yang telah berhasil mereka menangkan bersama para direktur utama."Bos," panggil Melodi kerepotan memegang tas kerja dan beberapa berkas yang ada di tangannya, langkahnya begitu tergesa-gesa untuk mengimbangi langka
"Apa kau tuli?!" tanya Kevin sarkas. "Kau pikir aku bodoh, percaya pada wanita murahan sepertimu!"Mendengar apa yang dikatakan Kevin, detik berikutnya Intan mengusir Kevin ke luar dari apartemennya. "Ke luar! Cepat ke luar!" Kevin bukannya pergi seperti yang Intan inginkan, kakinya malah semakin mendekat. "Berani kau mengusirku dari sini!"Tanpa berpikir panjang, Intan segera membuka pintu apartemennya lebar-lebar. "Ke luar!" Ucapnya galak menatap tajam pada Kevin dengan tangan mengarahkan ke luar pintu.Wajah Kevin berubah beringas. "Berani kau mengusirku, wanita murahan!" "Ke luar!" Bentak Intan lebih keras.Kedua tangan Kevin mengepal di sisi kiri dan kanan tubuhnya. "Layani aku dulu, baru aku akan pergi dari sini!"Dada Intan naik turun menahan marah. "Aku tak sudi melayani nafsu gilamu itu! Pergi kau dari sini!"Kevin melangkah mendekat, berdiri dengan sombongnya di depan Intan. "Wanita murahan! Kau pikir siapa dirimu sampai berani-beraninya mengusirku dari sini! Kau hanya sam
Waktu terus berlalu, Lastri sudah dipindahkan ke ruang perawatan. Menurut Dokter, tidak ada luka parah dibagian kepalanya, hanya sedikit luka robek dibagian kulit kepala. "Syukurlah, Lastri baik-baik saja," ucap Melodi. "Aku sudah sangat cemas dengan keadaannya," Melodi menatap wajah Lastri yang kepalanya diperban dibagian kening melingkar ke belakang. "Kamu sudah menghubungi keluarganya?!" tanya Cleon masih setia menemani sekretaris pribadinya tersebut."Ya ampun, aku lupa!" Melodi segera mengambil ponsel, tapi detik berikut wajahnya jadi berubah kesal. "Batreinya habis. Bagaimana ini?!""Pakai ini," Cleon memberikan ponselnya. Melodi sedikit ragu. "Tidak, tidak usah Bos! Biar aku charger saja ponselku sebentar.""Butuh berapa menit untuk charger ponsel? Kamu ini, dikasih yang mudah malah cari yang susah," ujar Cleon. "Tapi ...," Melodi garuk-garuk kepala tak gatal, tidak enak rasanya harus memakai ponsel yang sama sekali tidak pernah disentuh orang lain."Mau pakai tidak?!" Cleo
Sejenak Melodi terdiam melihat perubahan wajah Lastri, rasanya ingin bertanya tapi waktu sudah sangat terlambat untuk pergi ke kantor. "Lastri, ini kartu namaku!" Melodi mengambil kertas hitam kecil dengan tulisan warna silver dari dalam tasnya langsung diberikan pada Lastri. "Telepon aku jika kamu perlu bantuanku." "Iya," jawab Lastri singkat dan begitu datar menerima kartu nama dari tangan Melodi."Baiklah, aku harus segera pergi ke kantor. Maaf, aku tidak bisa berlama-lama," ucap Melodi tidak enak hati meninggalkan Lastri, tapi kewajibannya sebagai seorang pegawai harus membuatnya pergi. "Jangan lupa, telepon aku!"Lastri menganggukan kepala, tersenyum menatap Melodi. "Semoga kamu sukses!""Iya, terima kasih! Kamu juga," jawab Melodi memeluk Lastri.Selesai saling berpelukan, Lastri pamit meninggalkan Melodi. "Aku harus menyeberang lagi, arah jalanku ke sana," tunjuk Lastri ke arah berlawanan. "Iya, hati-hati!" ucap Melodi melihat punggung Lastri yang berjalan pergi menjauh. "By
Brian tidak bisa berbuat apa-apa. "Baiklah, ini mungkin hukuman yang harus aku terima," gumam Brian lirih. "Tapi asal kamu tahu, aku sangat mencintai mu." Baju yang berserakan di lantai segera Brian pungut begitu kakinya melangkah masuk ke dalam kamar. Satu per satu dimasukkan ke dalam koper. "Tak kusangka, aku dan Clara akan berakhir seperti ini." Selesai semua, Brian segera menarik kopernya ke luar."Clara," panggil Brian mengetuk pintu kamar berharap wanita yang telah bersamanya bertahun-tahun akan membukakan pintu agar bisa berpamitan. "Clara!" Sepi, tidak ada jawaban. Clara yang berada di dalam kamar tidak menjawab apalagi membuka pintu."Clara," panggil Brian menatap daun pintu yang tertutup. "Aku pergi, jaga dirimu baik-baik. Jika kamu perlu bantuanku, jangan sungkan untuk menghubungi ku. Clara, maafkan aku!"Masih tidak ada jawaban, akhirnya Brian memutuskan untuk pergi ke luar dari apartemen yang baru beberapa bulan ditempati bersama Clara setelah bertahun-tahun pergi berse
Dengan antusias, Clara melihat bagian belakang jam tangan yang sedang dipegangnya. Mata merah sembab yang telah kering dengan air mata seketika tergenang lagi dengan air mata, kedua kakinya seakan tidak bertulang dan bertenaga, sangat lemas, bahkan kedua tangan yang sedang memegang jam tangan pun langsung gemetaran ketika melihat ukiran inisial nama yang khusus dirancangnya sendiri terpampang manis begitu indah."A-apa maksudmu?!" tanya Brian gugup lalu dengan cepat mengambil jam tangan dari tangan Clara. "Inisial apa?! A-aku tidak mengerti."Air mata Clara perlahan jatuh kembali membasahi pipi kemudian melihat Brian dengan tatapan kosong. "Kenapa? Kenapa kamu mengkhianati ku?!" bisiknya lirih. "Apa salahku? Apa kamu sudah tidak mencintai ku lagi?!"Brian melihat sebuah inisial nama. "Ini ... ini ...," Seketika itu juga tubuh Brian langsung lemas, bingung harus memberikan alasan apa atau bersandiwara apalagi, bukti kuat bahwa memang itu jam tangannya sekarang ada di depan mata, di da
Brian melangkahkan kakinya menuju lift yang akan membawa ke lantai di mana apartemennya berada. Wajah khawatir diselimuti ketakutan nampak sangat jelas terlihat "Alasan apa yang harus aku katakan pada Clara?" gumamnya sendiri.TING!Pintu lift terbuka, Brian menghela napas sebelum melangkah ke luar berharap rasa takut yang ada dalam dirinya bisa hilang bersama hembusan napasnya.Pintu apartemen hanya Brian pandangi sebelum menekan beberapa sandi untuk membuka pintu. "Semoga tidak terjadi perang dunia."Langkah kaki Brian begitu berhati-hati ketika memasuki apartemennya. Sepi, tidak ada Clara apalagi orang lain di dalam. "Pasti dia ada di dalam kamar," gumamnya pelan perlahan melangkahkan kakinya menuju ke kamar.BLUGH!Sebuah bantal besar mendarat manis di wajah Brian begitu membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. "Laki-laki brengsek! Masih berani kau datang ke sini!" teriak Clara menatap galak dengan tangan bersiap melemparkan satu buah vas bunga yang berada di dekatnya. "Eh, eh,"