Perlahan, genggaman Roger pada ponselnya mengerat, seolah ponsel itu adalah kepala Moreno hingga ia bisa mencengkramnya dengan kuat. Pria itu mengetik pesan balasan untuk istrinya, berusaha untuk tidak emosi meskipun sekarang ia sangat emosi.[Kamu tidur di rumah yang sama dengan Moreno?]Pesan Roger terkirim. Mitha menghela napas membacanya. [Akan enggak berdua aja, ada asisten rumah tangga Moreno, rumah ini luas, mungkin juga di kamar lain ada keluarga Moreno yang lain, jadi Papa enggak perlu curiga macam-macam][Apakah Moreno melakukan sesuatu sama kamu?][Enggak ada, aku baik-baik aja, dia enggak ngapa-ngapain aku, kok]Membaca pesan sang istri, kegelisahan Roger bukannya mereda, tapi semakin menjadi. Moreno bisa melakukan apa saja, itu yang ada di otaknya. [Katakan, apa yang terjadi tadi malam? Kamu tahu kejujuran hal yang paling utama dalam hubungan kita, kan?]Mitha yang membaca pesan dari suaminya yang terlihat seperti menyimpan perasaan marah dan cemburu mencoba maklum. Su
Wajah Danu seperti orang bodoh sekarang setelah mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno padanya.Benar-benar di luar dugaan, sesuatu yang biasanya hanya ia lihat di drama dan film ternyata sekarang ia lihat di dunia nyata dan pelakunya majikannya sendiri, bagaimana ia bisa melakukan aksi protes?"Jadi, Tuan dan Nona Mitha tadi malam, begitu?" tanya Danu sambil mendekatkan dua jari telunjuknya membentuk dua manusia yang sedang bersatu. "Ya!""Tapi, Nona Mitha itu berasal dari keluarga yang religius, Tuan, memang saat bersama Tuan dahulu, dia belum memakai jilbab, tapi bukankah berkali-kali Tuan ditolak saat Tuan minta lebih dari sekedar ciuman?""Kalau orang masih saling cinta, emang bisa mikir itu dosa atau enggak?""Astaghfirullah, Tuan, istighfar, baiklah, saya tidak bisa ikut campur dalam masalah percintaan Tuan, itu hak Tuan, jika memang hubungan Tuan dengan Nona Maira hanya sebuah kontrak, lebih baik dihentikan, tidak ada pernikahan kontrak dalam Islam, Tuan.""Gue tau, gue uda
Mitha membeberkan sederet dosa yang dilakukan Moreno saat dahulu mereka masih bersama, dan Moreno merasa tertekan mendengar itu semua."Aku tahu, aku tahu aku banyak berbohong sama kamu, tapi yang penting kan aku itu serius sama kamu, aku-""Cukup! Kalau kamu merasa bahwa apa yang aku katakan itu sebuah hal yang sepele, artinya kamu emang enggak pernah paham aku, Reno. Bukan masalah kamu itu bandel atau enggak, tapi kebohongan kamu itu sudah menjadi sebuah kebiasaan, kamu bilang perasaan kamu itu bukan sebuah kebohongan, hal kecil aja kamu bohong, gimana untuk sesuatu yang besar?""Terus kamu sendiri? Kamu di sini merasa lebih suci dari aku?""Enggak! Aku penuh dosa juga, aku enggak merasa paling suci, aku tahu untuk janji yang pernah aku katakan dulu, itu aku ingkari, tapi apa kamu tau ada istilah training bagiku?""Apa? Training?""Ya. Ibaratnya kamu itu masih ditraining, kita pacaran itu penjajakan, kalau kamu berpikir, sudah diterima artinya sudah memiliki, itu enggak benar, yang
"Ooh, itu aku minta Danu buat membetulkan keran di sini tadi pas Mitha ke sini kurang bagus aliran airnya."Moreno mencoba mencari alasan hingga sang ayah menatap ke arah Danu untuk meminta penjelasan pula bahwa apakah yang dikatakan oleh sang anak itu benar. "Benar, Tuan, apakah Tuan mau pakai kamar mandi? Kerannya sudah bagus, silahkan."Pak Marvel menolak. Ia menyusul ke kamar mandi bukan untuk melakukan apapun, hanya ingin memeriksa karena sejak tadi ia mendengar suara berisik di kamar mandi, yang mana itu adalah ulah dari Moreno yang menendang ember ke arah Danu. Pria itu meminta keduanya untuk kembali ke ruang makan, sebab ia tidak mau Mitha sendirian di sana.Danu dan Moreno menurut. Keduanya langsung mengikuti langkah Pak Marvel kembali ke ruang makan di mana Mitha masih di sana. Moreno duduk di samping Mitha, Danu diminta ikut bergabung duduk di samping Pak Marvel.Situasi menjadi tegang menurut Mitha karena ia tidak mau menurut dengan apa yang dikatakan oleh Moreno tentan
Mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno, wajah Mitha pucat. Ingin membantah, tapi apa yang dikatakan oleh Moreno benar. Saat ia bangun tidur, kakinya tidak bisa menumpu tubuh, ia juga merasa lemas seperti habis digempur terus menerus tadi malam, apakah yang dikatakan Moreno itu benar? Berpikir sampai di sana, Mitha mendorong Moreno yang condong di hadapannya.Wanita itu bangkit dari tempat duduknya dan berbalik beranjak pergi untuk keluar dari ruangan itu, tapi Moreno tidak membiarkan Mitha beranjak. "Kau tidak boleh pulang kalau belum pamit dengan ayahku!" katanya dengan nada suara yang tegas. Moreno menghalangi Mitha agar perempuan itu tidak bisa melangkah meninggalkan ruang makan. Mitha mendongakkan kepalanya, menatap Moreno dengan tatapan mata penuh perasaan marah. "Aku benci sama kamu, Reno!" katanya lalu menyingkirkan Moreno yang menghalanginya, namun Moreno yang tidak mau membiarkan Mitha pergi tanpa pamit pada ayahnya mencengkram salah satu tangan Mitha, hingga Mitha me
Mitha mengeratkan genggaman tangannya di kertas yang ia pegang ketika mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno. Matanya menelusuri tulisan yang ada di atas kertas tersebut, sampai akhirnya...."Kamu enggak menulis berapa lama kita terikat kontrak?" katanya pada Moreno dengan wajah yang serius."Jika keadaan ayahku membaik, kita akan menyudahi kontrak kita.""Enggak bisa gitu! Penyakit kanker perlu penanganan yang lama, meskipun kondisi pasien sudah membaik, masih ada serangkaian pengobatan yang harus dilakukan untuk memastikan penyakit itu hilang, dan dilihat dari kondisi ayah kamu, waktu yang ditentukan itu bisa bertahun-tahun, aku aja membutuhkan waktu lebih dari 8 tahun untuk bisa seperti sekarang, kurang lebihnya, sedangkan ayah kamu?""Aku enggak peduli, dalam perjanjian ini asal kondisi ayahku membaik, dan bisa menerima sesuatu yang mengejutkan, kontrak kita juga akan selesai, kau, tidak perlu khawatir.""Tapi itu sama aja, kamu mengikat aku dalam waktu yang tidak tentu, Reno,
Pesan dari Moreno.Pemuda itu kembali mengingatkan pada Roger, bahwa urusan mereka belum selesai.Roger menghela napas panjang, perasaannya sesak bercampur geram. Ingin sekali ia menghajar Moreno, tapi apa daya, ia khawatir Mitha tahu apa yang sedang disembunyikannya.Alhasil, agar tidak membuat istrinya curiga, Roger mengajak sang istri untuk tidak membahas hal itu kembali. Karena mereka sama-sama suka memancing, dan air sungai Mahakam sedang pasang, Roger mencoba membuat situasi hati dan pikirannya tidak selalu terpengaruh dengan ancaman Moreno, dan memancing adalah pilihannya.***"Nona Maira? Kenapa kamu ada di sini?" tanya Danu ketika ia membuka pintu, karena sejak tadi bel di luar berbunyi, ternyata tamu yang datang adalah Maira.Lantaran Moreno tidak kunjung pulang, sementara ia butuh Moreno untuk meyakinkan Pak Salim bahwa pernikahan mereka itu bukan sebuah pernikahan sandiwara, Maira nekat ke rumah Moreno. Ia tidak peduli dengan anggapan bahwa ia wanita tidak tahu diri, seb
Telapak tangan Danu mengepal mendengar pertanyaan Maira. Rasanya ia cukup terkejut karena perempuan itu bisa mengetahui masalah yang seharusnya tidak banyak diketahui orang banyak lantaran masalah tersebut dijaga untuk tidak terpublikasi di media manapun karena menjaga nama baik keluarga besar majikannya.Jika ada seseorang yang tahu, artinya antara dua, Moreno yang membocorkan atau Mitha yang melakukannya."Saya bertanya, Nona, darimana Nona tahu tentang masalah yang sebenarnya tidak semua orang bisa mengetahuinya?"Danu mengulang pertanyaan. Dan Maira menghela napas mendengar pertanyaan itu diulang oleh Danu.Sebenarnya apa yang disembunyikan orang ini? Pasti ada sesuatu yang besar sudah dilakukan oleh Moreno sampai pertanyaanku aja enggak dia jawab.Maira bicara di dalam hati sampai akhirnya, perempuan itu menghela napas. "Baiklah, lupakan. Mungkin ada hal yang sekarang membuat Anda sulit untuk mengatakan masalah itu pada saya, saya pulang dulu."Karena Danu, tidak menjawab apa ya
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,