"Apa? Cucu?""Kenapa? Tidak bisa?"Sang kakek meneliti paras Moreno yang terlihat salah tingkah ketika ia menyebutkan ingin cucu dari cucunya tersebut."Bukan tidak bisa, tapi kenapa Kakek sama seperti ayah dan ibuku? Memangnya cucu itu bisa dibeli di supermarket? Butuh proses!"Moreno masih berusaha untuk menutupi pernikahan kontraknya dengan Mitha, "Butuh proses memang, tapi kau sepertinya tidak bisa melakukan proses itu karena sebenarnya kamu dan Mitha bukan pasangan yang sebenarnya, kan?"Jantung Moreno nyaris berhenti berdenyut ketika mendengar apa yang diucapkan oleh sang kakek. Apa yang harus aku katakan? Apakah kakek tahu apa yang aku lakukan dengan Mitha?Hati Moreno bicara demikian sambil berpikir keras apa yang harus ia katakan untuk membuat kakeknya tidak tahu tentang sandiwara yang dilakukannya dengan Mitha."Reno, sejak kecil, kau selalu mengatakan apa saja yang ingin kau katakan pada Kakek, kenapa sekarang kau tidak seperti itu? Apakah menurutmu, Kakek sudah tidak lag
Teriakan yang diucapkan oleh Mitha cukup membuat langkah Moreno terhenti seketika. Padahal, ia sudah mencapai pintu depan dan siap memutar handle nya.Moreno berbalik dan menatap perempuan itu sesaat."Kalau kau pergi, kau sendiri tahu apa resikonya, dan aku tidak main-main untuk resiko yang harus kau tanggung!"Setelah bicara demikian Moreno langsung berbalik dan tetap melangkah pergi meninggalkan Mitha yang tidak bisa berbuat apa-apa selain hanya memanggil Moreno saja tapi diacuhkan oleh Moreno. Namun, terpikir permintaan kakek Moreno bahwa ia harus menahan kepergian Moreno, perempuan itu akhirnya berlari keluar dan menahan Moreno yang siap ingin menaiki motornya."Kamu mau ke mana?" tanyanya pada Moreno. "Pergi!""Jangan pergi, kamu enggak boleh pergi dalam keadaan emosi!""Kalo gitu, apa kamu mau menemani?""Reno, ini sudah jam berapa? Enggak baik keluar dalam keadaan marah jam segini.""Kalau aku emosi dan tetap di rumah, aku tetap akan emosi sampai kapanpun, Mith, jadi pergi d
"Untuk sekarang tidak bisa, tapi yang pasti orang ini punya kuasa yang setara dengan ayah Moreno, kalau enggak, enggak mungkin kasus yang sudah lama kembali mencuat dan Moreno sekarang dijadikan target.""Banyak sekali orang yang ingin menghancurkan Moreno saat dia berjibaku untuk menghandle perusahaan, jadi, Kakek harap, kau bisa bersabar, tidak menambah rasa kalutnya itu sekarang ini, bisa?""Tapi, apakah Pak Marvel akan kembali secepatnya, Kek?""Tentu saja. Kau jangan khawatir. Sekarang ini asalkan apa yang terjadi di sini tidak bocor ke telinga Marvel, Kakek yakin, dia akan segera pulih dan kembali ke sini hingga kamu juga boleh bebas dari pernikahan kontrak kamu dengan Moreno."Mitha menarik napas panjang. Tidak tahu harus bicara apalagi untuk membantah apa yang diucapkan oleh kakek Moreno. Meskipun berat, toh, ia tidak bisa berbuat apa-apa. Keinginannya untuk segera kembali ke rumah sepertinya harus ia tahan dahulu lantaran situasi belum mendukung. Tetapi, apakah sang suami bi
"Lu enggak berhak ikut campur dalam urusan gue sama Mitha, Maira apapun alasannya, jadi lu enggak usah banyak komen soal itu!"Setelah bicara demikian, Moreno bangkit dari tempat duduknya dan ingin beranjak meninggalkan Maira tapi mendadak kepalanya pusing pandangan matanya berkunang-kunang hingga untuk sesaat Moreno menghentikan langkahnya dan berdiri saja di tempatnya untuk memastikan rasa pusing dan berkunang-kunang itu hilang secara keseluruhan.Maira yang melihat hal itu buru-buru mendekati Moreno."Kamu kenapa?" tanyanya sambil menatap wajah Moreno yang terlihat pucat. "Enggak papa. Cuma pusing dikit.""Kamu duduk dulu, kayaknya kamu kurang istirahat dan makan dengan baik belakangan ini."Mendengar apa yang diucapkan oleh Maira, Moreno terdiam, ia memang tidak nafsu makan karena pikirannya sedang banyak, ditambah lagi pertengkarannya dengan sang kakek adalah hal yang paling menyedihkan bagi Moreno yang selama ini tidak pernah bertengkar dengan kakeknya lantaran sang kakek selal
Mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno, wajah Maira merah padam. Rasa percaya dirinya yang tadinya mampu untuk membuat ia sedikit melakukan ancaman pada Moreno musnah seketika karena ucapan Moreno yang terdengar vulgar di telinga. Tangannya merapatkan kembali kemejanya hingga Moreno tersenyum kecut melihat apa yang dilakukan oleh Maira."Kenapa? Enggak pede? Buka bajunya, katanya pengen akting pemerkosaan, silahkan, gue tunggu!"Trak!!Maira meletakkan piring berisi nasi itu ke lantai dengan kasar lantaran kesal tidak berhasil menguasai Moreno dan sekarang justru ia yang dipermainkan oleh Moreno."Ya, udah! Kalau kamu enggak mau makan biarin aja sakit terus, mungkin itu alasan kamu aja supaya kamu bisa ke sini tanpa aku usir!" ketusnya. "Hei! Siapa yang sengaja numpang di sini? Lu pikir gue setertarik itu sama lu sampai gue harus melakukan hal itu?"Tidak suka mendengar penilaian Maira tentangnya, Moreno langsung mengucapkan kata-kata itu pada perempuan tersebut dengan wajah yang
Perkataan Danu, bahwa ia harus sedikit berusaha untuk membuat perhatian Moreno pada Mitha teralihkan terngiang di telinganya.Perkataan Mitha, bahwa ia harus menunjukkan bahwa ia tulus dengan Moreno agar Moreno merespon perasaannya, cukup membuat Maira berpikir keras, ketulusan yang seperti apa yang harus dilakukannya agar Moreno mampu melihat dirinya saja?Karena itulah, ia mulai memberanikan diri untuk mendengarkan kata hatinya, dan sekarang kata hatinya mengatakan padanya bahwa ia ingin menyentuh Moreno agar Moreno tidak selalu fokus memikirkan sang mantan terus menerus. Perlahan, wajah Maira semakin dekat dengan wajah Moreno yang masih terlelap dalam tidurnya. Napas Moreno menyapa wajah Maira hingga membuat degup jantung perempuan itu jadi tidak beraturan.Satu tangan Maira memegang rahang Moreno dan membenarkan posisi wajah Moreno agar ia lebih sempurna saat mendaratkan bibirnya pada bibir Moreno.Ketika sedikit lagi bibir Maira menyentuh bibir milik Moreno, tiba-tiba saja, kedu
Sementara itu, Moreno yang kesal karena sudah berusaha untuk mencoba untuk melakukan hal yang dianggap Maira mampu membuat ia melupakan harapan demi harapannya pada Mitha bangkit berdiri meskipun ia merasa kepalanya masih terasa pusing, tapi ketika ia melangkahkan kakinya untuk menggapai pintu, Maira buru-buru menghalangi. Diabaikannya dahulu perasaan malu dan berdebar nya, menahan Moreno untuk tidak pergi itu jauh lebih penting baginya agar Danu tidak murka padanya."Kamu mau ke mana? Enggak boleh ke mana-mana, karena kamu masih sakit, Reno!""Minggir! Gue mau pergi, kalo gue di sini terus, bisa-bisa gue semakin sakit jiwa gara-gara lu!"Moreno menyingkirkan Maira yang menghalangi pergerakannya untuk membuka pintu, tapi Maira bersikeras untuk tidak mau membiarkan Moreno keluar dari kamarnya."Lu ini kenapa sih? Gue cowok ada di kamar lu mau keluar tapi enggak lu izinin? Lu wanita baik-baik enggak? Gue mau pergi, Maira!""Kamu itu sakit, kamu harus istirahat dulu baru boleh pulang!"
Mendengar apa yang diucapkan oleh Moreno, Maira mengerutkan keningnya. Ia memandang berkeliling mencari siapa yang sedang diajak bicara oleh Moreno, tapi tetap saja ia tidak menemukan siapapun selain ia dan Moreno saja di ruang tersebut."Reno. Kamu ngomong sama siapa?" tanya Maira pada pemuda itu sambil bersikap waspada khawatir Moreno melakukan hal-hal yang tidak diinginkan.Moreno mengacuhkan pertanyaan dari Maira, ia mundur sambil melotot memandangi makhluk di hadapannya yang sangat menyeramkan karena penuh dengan darah. "Lu Miko? Iya?!"Celotehan Moreno semakin membuat Maira jadi bingung. Mendadak, apa yang diucapkan oleh Danu terngiang di telinga Maira. Dan sekarang, ia melihat sendiri, Moreno bicara sendirian sambil melotot seperti itu seolah melihat sesuatu yang menyeramkan. Dia benar-benar sudah sakit di dalam. Mentalnya mulai bermasalah, sepertinya memang harus dicegah sebelum semakin parah, dia harus dipisahkan dengan mantannya itu sesegera mungkin!Hati Maira mengucapkan
"Mungkin...."Aku ini kenapa? Kenapa jadi semakin tidak tahu malu, rasanya ini bukan aku tapi aku enggak bisa mundur lagi sekarang....Hati Maira bicara, jari jemarinya saling menggenggam, seolah berusaha untuk mengatasi perasaannya yang kacau akibat perbuatan nekatnya yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya. Cinta itu perlu dipaksakan, Maira, karena kalau tidak, bagaimana mungkin cinta itu bisa tumbuh?Entah kenapa ucapan Dafa terngiang di telinganya membuat Maira yang awalnya tidak setuju dengan apa yang dikatakan oleh Dafa perlahan justru mencoba mempraktekkannya. Apakah dengan memaksa Moreno, pemuda itu akhirnya bisa membuka hati dan bisa bangkit dari masa lalunya?Tuan Moreno sekarang seperti hilang semangat, Maira, aku tahu, itu karena ia sekarang putus asa untuk berharap Nona Mitha bisa menerimanya kembali, apalagi ia melihat hubungan Nona Mitha dengan suaminya tetap baik-baik saja meskipun ujian demi ujian terus menerpa pernikahan mereka, jika kau memang benar-benar tulus pa
"Kenapa? Takut aku peluk?""Enggak, tapi gue enggak nyaman aja!""Bilang aja kamu takut berdebar karena aku peluk!"Moreno menyeringai mendengar apa yang diucapkan oleh Maira. "Ya, udah! Naik!"Mendengar izin dari Moreno untuk membiarkan dirinya ikut di belakang pemuda tersebut, Maira menarik napas lega. Perempuan itu segera naik ke atas boncengan motor milik Moreno dan nekat memeluk pinggang Moreno meskipun ia sebenarnya tidak mau melakukan hal itu. Hanya saja, sudah terlanjur kesal Maira dengan Moreno sampai ia akhirnya nekat melakukan hal yang sebenarnya tidak mau dilakukannya.Dia benar-benar nekat meluk gue ternyata, oke, lu mau gue bikin ketar ketir? Tunggu aja! Gue akan buat lu benci sama gue, Maira Jasmine!Hati Moreno bicara sambil menambahkan kecepatan motornya. Pemuda itu tidak membawa Maira pulang ke kostnya tapi ia membawa Maira berkeliling tanpa tujuan dengan harapan Maira mabuk perjalanan karena ia membabi buta membawa motor miliknya.Namun apa yang diharapkan Moreno
"Berarti, dia kena karma.""Reno!""Emang salah? Bener, kan? Dia kena karma, karena dulu nyalahin bininya melulu yang enggak subur, emang gue salah?""Iya. Emang kamu enggak salah, tapi apa harus seblak-blakan itu? Rasanya, kayak enggak tega aja Reno, apalagi sekarang dia udah kehilangan segalanya.""Dia kehilangan segalanya karena salah dia sendiri, ngapain gue mikirin? Dia juga banyak bikin aset gue terjual, biarin aja, lah! Karma, gue enggak peduli!""Jadi, kamu enggak mau memaafkan dia?""Belum puas kalo belum gebuk dia!""Kau ini, terserah kamu saja, aku cuma menyampaikan pesan itu, mau kamu terima atau enggak permintaan maaf dia, itu terserah kamu!""Ya, udah. Gue pulang kalo gitu, masih banyak urusan!"Moreno bangkit, dan hendak beranjak meninggalkan Maira tapi gerakannya terhenti ketika tiba-tiba saja Dafa yang entah darimana munculnya sudah mendekati meja di mana ia dan Maira bercakap tadi.Dafa mendekati Maira tapi Maira segera bangkit berdiri membuat Moreno yang ingin melan
"Aku bukan peduli, aku hanya ingin Xoyen sadar dan menghentikan semuanya, karena aku gerah melihat apa yang dilakukannya. Dia sudah menerima konsekuensi dari apa yang diperbuatnya, kau harus mengakhiri perseteruan kalian, begitu juga kau, Ridwan."Dragon menatap Moreno dan Ridwan satu persatu setelah ia bicara seperti itu pada keduanya. "Tapi, aku masih tidak puas jika aku belum membunuhnya!" bantah Ridwan dengan nada suara yang masih terdengar meninggi."Kalau kau membunuhnya dia justru senang karena lepas dari segala hal yang perlu ia pertanggungjawabkan.""Jadi, aku tidak perlu membunuhnya?""Memangnya kau ingin jadi seorang pembunuh?""Untuk seseorang yang sudah melakukan hal jahat pada kerabatku, kurasa itu tidak jadi soal.""Kau akan masuk penjara, Ridwan, kakakmu tidak akan senang jika itu kau lakukan, sudahlah, padamkan api kemarahanmu, Xoyen sudah mendapatkan karma dari apa yang dia perbuat, biarkan kita melihat apakah dia bisa berubah atau tidak. Tidak perlu mengotori tanga
Mendengar apa yang dikatakan oleh Ridwan, Mister X tertawa. Ia sama sekali tidak merasa khawatir dengan keselamatannya meskipun ada dua orang pria yang menginginkan kematiannya. Ia masih terlihat santai hingga Moreno dan Ridwan benar-benar heran dengan hal itu."Kenapa kau tertawa, Brengsek! Kau meremehkan aku!!" teriak Ridwan yang ingin mendekati sisi tempat tidur di mana Mister X berbaring tapi Moreno segera mencegah hal itu dengan mencengkram salah satu bahu Ridwan."Sebenarnya apa yang terjadi? Bukannya lu udah balik ke Jakarta? Kenapa lu justru ke sini lagi? Enggak jadi balik, lu?" tanya Moreno pada Ridwan. "Aku sudah kembali ke Jakarta, aku bahkan sudah mulai bekerja lagi dan berusaha untuk melupakan semua yang sudah terjadi, tapi ada seseorang yang kenal dengan Mister X, tapi sekarang ia juga sudah berusaha untuk memulai hidup baru seperti aku setelah lama bersama dengan dia, dia yang mengatakan segalanya, dan setelah aku berusaha mencari tahu, memang kenyataannya seperti itu,
Pertanyaan yang dilontarkan oleh Viona membuat Maira menghentikan tangannya yang sedang sibuk membuat es teh."Ibu dan Bapak masih saling mencintai, tentu saja memberikan kesempatan kedua itu tidak bodoh, yang penting saat diberi kesempatan, suami Ibu memang benar-benar terlihat berubah.""Semuanya berubah, termasuk kehidupan kami yang biasanya glamor, tapi bukan sesuatu yang penting menurut aku karena uang bisa dicari, yang penting adalah sikapnya berubah lebih perhatian dan lebih peduli dengan perasaanku.""Alhamdulillah, aku ikut senang mendengarnya, Bu. Semoga, Ibu dan Bapak bisa terus bersama sampai akhir hayat, dan bisa mendapatkan keturunan....""Amiiiiin, jangan singgung soal keturunan di hadapannya, ya? Aku tahu, mukjizat itu pasti ada, tapi dia selalu bilang, apakah mukjizat bisa diberikan pada pendosa seperti dia?""Oooh, baik, Bu. Aku tidak akan membahas masalah keturunan dengan bapak, tapi, apakah Ibu yakin bapak memang sulit memiliki keturunan?""Sepertinya, ya. Dia tida
"Baik, Panglima. Aku paham, terima kasih sudah memberikan aku kesempatan untuk tetap berinteraksi dengan kakakku." Panglima Tanakarma hanya mengiyakan tanpa bicara panjang lebar lagi, lalu dalam hitungan detik, pria dari alam gaib itu dirasakan Mitha tidak lagi ada di dalam ruangan tersebut meskipun ia tidak melihat. "Apakah dia sudah pergi?" tanya Moreno, pada Mitha beberapa menit kemudian. "Sudah." "Kamu yakin bisa memenuhi syarat untuk bisa bertemu dengan Miko?" "Yakin tidak yakin, aku harus yakin." "Mustahil...." Moreno hanya bicara seperti itu sambil melangkah keluar dari ruangan tersebut meninggalkan Mitha yang masih melontarkan kata-kata, bahwa ia akan tetap berusaha untuk membuat utangnya lunas bagaimanapun caranya. Moreno dan juga Mitha akhirnya pulang ke rumah mereka masing-masing didampingi oleh keluarga mereka. Moreno banyak diam, meskipun masa masa kritisnya sudah lewat, tapi berdasarkan keterangan Panglima Tanakarma, keadaannya dengan Mitha memang sepe
"Kamu masih tidak percaya juga bahwa aku bisa berubah?" tanya Pak Salim sambil menatap wajah Viona dengan sangat serius."Bukan tidak percaya, tapi aku trauma, Maira adalah temanku, aku sudah menganggap dia seperti seorang adik, jadi wajar jika aku merasa takut kalau-kalau kamu justru masih menyukainya, aku harus bagaimana bersikap dengan dia....""Viona, aku benar-benar tidak lagi memiliki keinginan untuk memiliki Maira, aku hanya berpikir ingin bersamamu jika masih diberi kesempatan, tapi jika tidak, aku juga tidak memaksa, aku tahu diri.""Jadi, apa yang akan kau lakukan untuk membuat aku tidak khawatir lagi tentang perasaan kamu dengan Maira?""Aku akan membantu Maira untuk bisa mendapatkan Moreno lagi...."Wajah Viona seketika berubah semringah mendengar apa yang diucapkan oleh Pak Salim. "Kamu serius?""Sangat serius.""Kenapa kamu ingin melakukan hal itu?""Karena aku tahu, Maira sangat mencintai Moreno.""Ya, kamu benar, Maira memang sangat mencintai Moreno, tapi pemuda itu
"Iya, aku yang sulit memiliki keturunan, bukan kamu...." "Kamu ke dokter? Periksa?""Tidak sengaja, saat itu, aku mencari pekerjaan, bertemu dengan temanku yang jadi dokter, kami makan bersama dan banyak mengobrol, lalu entah siapa yang memulai sampai akhirnya kami bicara soal anak, dan aku mengatakan bahwa kita tidak punya anak, dia terkejut.""Terkejut karena kita masih muda tapi sulit dapat keturunan?""Ya.""Terus, dia menyarankan kamu untuk periksa?""Ya.""Kenapa kamu mau? Kamukan selalu bilang, kamu sehat dan yang sakit itu aku?""Aku menantang diri sendiri, aku merasa aku memang sehat dan masalahnya ada padamu, jadi karena itulah aku periksa.""Jika benar, yang bermasalah itu aku, kamu akan datang padaku dan menyudutkan aku?""Tidak, Viona. Aku memang egois, selalu merasa paling benar, tapi aku berusaha untuk berpikir jernih, dan selama kita berpisah, aku benar-benar merasa, aku memang sudah keterlaluan sama kamu."Viona memandang wajah Pak Salim dengan sorot mata yang tajam,